Disusun oleh
Eka Ariesta Puspitasari
1041821006
I. TUJUAN
1. Dapat memahami azas eksperimen dan memperoleh petunjuk-petunjuk yang praktis.
2. Dapat menunjukkan beberapa kemungkinan dan batasan yang merupakan sifat teknik
percobaan.
Na-Diklofenak
NSAID yang terkuat anti radangnya. efek sampingnya kurang keras dibandingkan dengan
obat kuat lainnya ( indometasin. piroxicam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam
nyeri. juga pada migraine dan encok. Secara parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri
kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu). Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap.
tapi bioavailabilitasnya rata-rata 55% akibat first pass effect besar. Efek analgetisnya dimulai
setelah 1jam. Ekskresi melalu kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk 20%
dengan empedu dan tinja (Drs.Tan Hoan Tjay,Apt & Drs.Kirana Rahardja,Apt,2002).
Ibuprofen
Merupakan golongan propionate. termasuk NSAID yang paling sering digunakan karena
efek sampingnya yang relative ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Merupakan
bentuk campuran rasemis. denganbentuk dextro yang aktif. Memiliki daya analgetik dan
antiradang yang cukup baik. Resorpsinya dari usus cepat dan baik. melalui rectal lebih lambat.
PP-nya 90-99%. plasma t ½nya 2 jam. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit-
metabolit dan konjugat-konjugatnya, t 1/2 eliminasi ibuprofen 1,2-5 jam (ISO Farmakoterapi,
2008).
Parasetamol ( N-asetil-p-aminofenol )
Merupakan metabolit aktif fenasetin. yang disebut analgesil coal tar. Asetaminofen
merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik; namun.
tidak seperti aspirin. aktivitas antiradangnya lemah sehingga bukan merupakan obat yang
berguna untuk menangani kondisi radang. Karena asetaminofen ditoleransi dengan baik. banyak
efek samping aspirin tidak dimiliki asetaminofen. dan dapat diperoleh tanpa resep. Namun.
overdosis akut menyebabkan kerusakan hati yang fatal. Asetaminofen hanya merupakan
inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang
ditemukan pada lesi radang. karena itu efek antiradang asetaminofen lemah. Efek antipiretiknya
dapat dijelaskan dengan kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak. yang tonus
peroksidanya lemah. Selain itu. asetaminofen tidak menghambat aktivasi neutrofil. sedangkan
NSAID lain menghambat aktivasi tersebut. Konsentrasi asetaminofen dalam plasma mencapai
puncak dalam 30 sampai 60 menit. waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam setelah dosis
terapeutik (Drs.Tan Hoan Tjay.Apt & Drs.Kirana Rahardja.Apt, 2002). t 1/2 eliminasi
parasetamol 1,25-3 jam (ISO Farmakoterapi ,2008).
Metil prednisolon
Mempunyai daya antiinflamasi 20% lebih kuat daripada prednisolon dengan berbagai
cara penggunaan oral dan parenteral. Merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
inflamasi dan alergi tinggi ( Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2003). Berikatan dengan protein
plasma sebanyak 50% (lebih kecil pada dosis yang lebih tinggi), ikatan pada Transcortin (afinitas
tinggi, kapasitas rendah), dan pada albumin (afinitas rendah, kapasitas besar. Lama efek obat: 12
– 36 jam. Eliminasi: Sekitar 5% dieliminasi renal tanpa diubahn sisanya dimetabolisme di dalam
hati, glucorinidasi dan sulfatisasi. 4 mg Methylprednisolon sesuai dengan 5 mg prednisolon.
Dosis: 4-80 mg/hari pagi hari sebelum jam 8 (atau dosis diberikan secara alternatif setiap 2 hari
atau sampai dengan 2g sebagai bolus iv) setelah terapi yang lama pen ghentian dosis harus
bertahap efek samping: Bahaya dari perdarahan gastrointestinal (Kumpulan data klinik
farmakologik).
Asam Mefenamat
Derivat antranilat juga dengan khasiat analgetis, antipiretis, dan antiradang yang cukup
baik. Obat ini banyak sekali digunakan sebagai obat nyeri dan rema. Efek samping yang paling
sering terjadi adalah gangguan lambung-usus (Drs.Tan Hoan Tjay,Apt & Drs.Kirana Rahardja,
Apt, 2002), t1/2 eliminasi asam mefenamat 2-4 jam (ISO Farmakoterapi ,2008).
Dexsametason
Tiap setengah jam. diukur volume kaki kanan belakang dengan cara mencelupkannya ke
dalam cairan raksa sampai batas tanda pada alat plestismograf. Volume kaki dibaca pada
pipet ukur 1ml dengan skala pada pipet ukur sebesar 0.1 ml.
Vol udema tiap 30 menit diukur selisihnya dengan volume kaki normal
dihitung nilai AUC udema dengan metode trapezoid tiap 30 menit dengan rumus=
AUCtn-t(n-1)= (tn-tn-1)
V. DATA PENGAMATAN
1. Na Diklofenak
AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
3281,2 -61,27
I 1312,5 750 562,5 375 281,25
5
843,7 3562,5 -75,09
II 1031,25 750 562,5 375
5
IV 750 562,5 375 187,5 0 1875 7,85
236,8 552,63 72,84
V 394,74 -39,47 -39,47 0
4
VII 656,25 750 375 93,75 0 1875 7,85
416,6 1416,6 30,37
VIII 416,67 250 166,67 166,67
7 7
Rata-rata -2,91
2. Ibuprofen
Vol.
Vol. Normal Vol. Kaki
Udem
No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt120 (ml)
(ml) (ml) (ml) (ml)
I 0,16 0,165 0,17 0,18 0,17 0,15 0,17
II 0,16 0,165 0,17 0,16 0,17 0,18 0,16
III 0,13 0,14 0,13 0,15 0,13 0,15 0,14
V 0,2 0,22 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
VI 0,18 0,19 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
VII 0,14 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17
Rata-rata 0,173 0,193 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19
AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
281,2 703,13 65,44
I 140,625 281,25 0 0
5
II 140,625 93,75 93,75 281,25 187,5 796,88 60,83
230,7 1153,8 43,29
III 115,38 230,77 230,77 346,15
7 5
V 150 0 0 0 0 150 92,63
333,3 1583,3 22,18
VI 250 333,33 333,33 333,33
3 3
642,8 3214,2 -57,98
VII 642,86 642,86 642,86 642,86
6 9
Rata-rata 37,73
3. Deksametason
Vol. Normal Vol. Udem Vol. Kaki
No. Tikus Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml) Vt120 (ml)
(ml)
I 0,2 0,19 0,21 0,2 0,2 0,2 0,2
II 0,19 0,2 0,21 0,2 0,18 0,19 0,18
III 0,18 0,19 0,19 0,18 0,17 0,18 0,17
V 0,15 0,17 0,18 0,16 0,16 0,15 0,15
VI 0,16 0,18 0,19 0,18 0,18 0,16 0,15
VII 0,17 0,19 0,21 0,18 0,17 0,16 0,17
Rata-rata 0,175 0,187 0,198 0,183 0,177 0,173 0,17
4. Metilprednisolon
Vol.
Vol. Normal Vol. Kaki
Udem
No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
Vn (ml) Vu (ml)
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
I 0,11 0,13 0,13 0,14 0,15 0,12 0,12
III 0,16 0,18 0,2 0,24 0,18 0,18 0,17
IV 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16
V 0,13 0,15 0,16 0,13 0,13 0,13 0,13
VI 0,15 0,16 0,18 0,16 0,16 0,15 0,15
VII 0,13 0,17 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15
Rata-rata 0,137 0,157 0,165 0,163 0,155 0,147 0,147
5. Asam Mefenamat
Vol.
Vol. Normal Vol. Kaki
Udem
No. Tikus
Vt120 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml)
(ml) (ml)
II 0,19 0,18 0,18 0,17 0,17 0,16 0,14
III 0,17 0,18 0,18 0,19 0,22 0,19 0,185
IV 0,18 0,19 0,19 0,21 0,21 0,2 0,195
VI 0,19 0,18 0,18 0,2 0,2 0,19 0,19
VII 0,19 0,19 0,19 0,19 0,2 0,21 0,21
VIII 0,16 0,16 0,18 0,19 0,19 0,17 0,18
Rata-rata 0,18 0,18 0,183 0,192 0,198 0,187 0,183
AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
II -157,89 -236,84 -315,79 -394,74 -631,58 -1736,84 185,36
III 176,47 264,71 617,65 617,65 308,82 1985,29 2,43
IV 166,67 333,33 500 416,67 291,67 1708,33 16,04
VI -157,89 0 157,89 78,95 0 78,95 96,12
VII 0 0 78,95 236,84 315,79 631,58 68,96
VIII 187,5 468,75 562,5 375 281,25 1875 7,85
Rata-rata 62,79
6. Paracetamol
Vol. Normal Vol. Udem Vol. Kaki
No. Vt15
Vt120
Tikus Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml) 0
(ml)
(ml)
I 0,17 1,18 0,19 1,13 0,17 0,18 0,18
II 0,19 0,19 0,18 1,14 0,15 0,17 0,17
III 0,14 0,15 0,14 1,14 0,17 0,17 0,17
V 1,17 0,19 0,18 0,18 0,17 0,17 0,17
VI 1,15 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15 0,15
VII 1,15 0,18 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15
Rata- 0,16
0,662 0,343 0,17 0,652 0,162 0,165
rata 5
AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
I 9088,24 8647,06 8470,59 88,24 176,47 26470,59 -1200,99
II -78,95 7421,05 7184,21 -473,68 -315,79 13736,84 -575,14
10714,2 23142,86 -1037,43
III 107,14 11035,71 642,86 642,86
9
V -2525,64 -2538,46 -2551,28 -2564,10 -2564,10 -12743,59 726,33
VI -2569,57 -2582,61 -2595,65 -2608,70 -2608,70 -12965,22 737,22
VII -2543,48 -2569,57 -2582,61 -2595,65 -2608,70 -12900 734,01
Rata-rata -102,67
7. Kontrol
Vol. Vol.
Vol. Kaki
Normal Udem
No. Tikus
Vt120 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml)
(ml) (ml)
Kontrol 0,168 0,212 0,208 0,193 0,184 0,177 0,175
Vol. Udem % KVU
No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
Kontrol 25,74 23,76 14,85 9,41 4,95 3,96
AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
Kontrol 742,57 579,21 363,86 215,35 133,66 2034,65 0
VI. PERHITUNGAN
Penimbangan Tablet Na Diklofenak (Zat aktif per tablet: 50 mg)
0,2273
0,2275
0,2244
0,2259
Kelompok 5
298,5 g 1,88 mg
Tikus 1 x 1,26 mg = 1,88 mg Vp = =2,47 ml
200 g 0,7610 mg/ml
286,5 g 1,80 mg
Tikus 2 x 1,26 mg = 1,80 mg Vp = = 2,37 ml
200 g 0,7610 mg/ml
273,5 g 1,72mg
Tikus 4 x 1,26 mg =1,72 mg Vp = = 2,26 ml
200 g 0,7610 mg/ml
Kontrol
(Tikus 3) 1 1
x Vp tikus Vp = x 5ml = 2,5 ml
CMC Na 2 2
0,5%
Kelompok 6
258,5 g 1,6286 mg
Tikus 5 x 1,26 mg = 1,6286 mg Vp = = 2,14 ml
200 g 0,7610 mg/ml
230 g 1,449 mg
Tikus 7 x 1,26 mg = 1,449 mg Vp = =1,90 ml
200 g 0,7610 mg/ml
261,5 g 1,6475 mg
Tikus 8 x 1,26 mg =1,6475 mg Vp = = 2,16 ml
200 g 0,7610 mg/ml
Kontrol
(Tikus 6) 1 1
x Vp tikus Vp = x 5ml = 2,5 ml
CMC Na 2 2
0,5%
Grafik % DAI
Hasil SPSS
Tests of Normalityc
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
a. There are no valid cases for %DAI when jenis obat = 7.000. Statistics cannot be computed
for this level.
ANOVA
%DAI
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dilakukan uji anti inflamasi. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan
untuk mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan. Tidak seperti
praktikum sebelumnya, pada percobaan kali ini digunakan hewan uji tikus. Sebelumnya kaki
tikus sebelah kanan harus ditandai sebatas mata kaki untuk menyamakan persepsi pembacaan
saat dicelupkan pada alat pletismograf. Pastikan sebelum kaki tikus dimasukkan pada alat
plestimograf cairan pada pengukur berada pada titik nol. Kaki tikus diukur vol normal (Vn)
terlebih dahulu untuk mengetahui volume kaki sblm diberi perlakuan dan karagenin. Tujuan
dilakukannya pengukuran awal ini adalah agar nantinya dapat diketahui seberapa besar efek obat
– obat anti inflamasi tersebut dalam mengurangi bengkak / peradangan pada kaki tikus yang
telah diinduksi. Setelah pengukuran awal tadi, tikus kemudian diberi obat. Dexamethason, asam
mefenamat, ibuprofen, na diklofenak, metil prednisolon, parasetamol, Tikus yang dijadikan
sebagai kontrol, tidak diberikan suspensi CMC Na.. Setelah ½ jam diinjeksi karagenin 1%
sebanyak 0,05ml secara subplantar. Karagenin digunakan karena karagenin bersifat sebagai
pengembang, tidak diabsorbsi, tidak merusak sel, jika karagenin habis maka sel akan kembali ke
bentuk semula pada kaki tikus hingga kelihatan membengkak. Kemudian diukur pembengkakan
tersebut dengan menggunakan plestimograf.
Pada alat plestimograf digunakan air raksa karena memiliki daya kohesi yang tinggi
sehingga tidak membasahi kaki tikus. Digunakan air raksa dan air berwarna merah karena air
raksa yang memiliki daya kohesi lebih besar daripada daya adhesi tidak dapat bercampur dengan
air berwarna sehingga dapat mendorong cairan berwarna untuk lebih mudah dibaca skalanya.
Penggunaan cairan bisa diganti dengan cairan lain dengan penambahan warna lain namun harus
memiliki prinsip cairan tidak bercampur satu sama lain.
Inflamasi atau nyeri diartikan sebagai suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat- zat mikrobiologik.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Inflamasi timbul oleh karena
aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun sentral. Adanya pencederaan
jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin,
histamin dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri. Berawal dari perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat yang merupakan
substrat bagi enzim prostaglandin endoperoxide synthase (PGHS; COX, cyclooxygenase)
menjadi PGG2, dan reduksi peroxidative PGG2 menjadi PGH2.
Selanjutnya sebagai bahan baku prostaglandin, endoperoxide PGH2 dirubah menjadi
berbagai prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim COX, yaitu COX-1 dan COX-2.COX-1
sebagai enzim "constitutive" merubah PGH2 menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2)
dan tromboxan (TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang terdapat di
dalam sel-sel imun (macrophage dll), sel endotel pembuluh darah dan fibroblast sinovial, sangat
mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme, akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan
dalam kejadian inflamasi, nyeri dan demam. Oleh karena itu COX-2 dikenal sebagai enzim
"inducible". Pada kenyataannya, baik COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat diinduksi.
Golongan obat AINS bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga
dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin Prostaglandin sendiri
merupakan sediaan pro-inflamasi, tetapi juga merupakan sediaan gastroprotektor. Oleh karena
AINS dengan selektivitas menghambat COX-2, maka sediaan ini diduga bebas dari efek samping
yang menakutkan pada saluran cerna. Sedangkan antiinflamasi golongan steroid, terutama
glukokortikoid yang menginduksi pelepasan protein spesifik (lipocortin atau lipomodulin) dari
leukosit. Lipocortin kemudian akan menghambat enzim fosfolipase A2 yang berperan dalam
produksi asam arachidonat dari membran sel.
Ciri- ciri terjadinya radang adanya rubor (rasa nyeri), kalor (panas), dolor (kemerahan),
tumor (bengkak) dan adanya keterbatasan gerak yang akan menjadi semakin parah apabila tidak
segera diobati. Obat antiradang dibagi menjadi steroid dan nonsteroid. Pengunaaan obat
nonsteroid lebih dianjurkan untuk radang ringan baru setelah tidak ada penurunan digunakan
obat steroid. Efek samping dari obat nonsteroid adalah dapat meningkatkan asam lambung oleh
karena itu diberikan setelah makan. Efek samping dari obat steroid lebih berbahaya dari
nonsteroid karena menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah,terjadi lisis karbohidrat dan trigliserida
yang menyebabkan hiperglikemia sehingga kadar insulin meningkat.
Dari tabel diatas puncak terjadinya udema yang disebabkan oleh karagenin terjadi pada
menit ke 30. Selanjutnya % volume udema digunakan untuk menghitung nilai AUC. AUC
menggambarkan besarnya radang yang terjadi. Setelah itu,% DAI juga dihitung untuk
menggambarkan persentase daya antiinflamasinya. Nilai AUC berbanding terbalik dengan
%DAI. Semakin kecil nilai AUC berarti besarnya radang semakin berkurang sehingga semakin
besar persentase daya antiinflamasi.Berdasarkan grafik %DAI yang diperoleh , diurutkan dari
yang memiliki %DAI paling besar ke terkecil yaitu Deksametason (68,22%), Asam Mefenamat
(61,91), Ibuprofen (3,73), Metilprednisolon (-7,15), Na Diklofenak (-2,90) dan Paracetamol (-
102,67).
Pada uji anova satu jalan AUC dan % DAI didapat hasil bahwa tidak ada perbedaan
signifikan daya antiinflamsi antar obat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat perhitungan
volume udema % KVU hasilnya negatif. Hasil tersebut dikarenakan persepsi batas pencelupan
kaki pada saat pengukuran volume udema berbeda antar praktikan. Selain itu karena cara sonde
obat yang salah sehingga obat yang masuk akan berkurang. Deksametason mempunyai efek
yang lebih kuat dibanding metilprednisolon meskipun dalam satu golongan. Hal ini dikarenakan
Deksamethasone mempunyai gugus metil CH3 pada rantai samping yang tidak dimiliki oleh
Metil Prednisolon dan glukokortikoid lainya, akibatnya Deksamethasone mempunyai lipofilitas
yang lebih besar sehingga potensi yang dihasilkan lebih kuat. Sehingga hasil percobaan sesuai
dengan teori. Untuk paracetamol menunjukkan hasil tidak memiliki daya antiinflamasi, hal ini
sesuai dengan teori bahwa parasetamol tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.
VIII. KESIMPULAN
1. Inflamasi terjadi karena adanya rangsangan mekanis, fisika dan kimia yang akan
menyebabkan kerusakan membrane sel sehingga terjadi rasa nyeri, panas, bengkak dan
keterbatasan gerak.
2. Obat antiinflamasi dibagi menjadi nonsteroid dan steroid.
3. Terjadinya peradangan karena adanya COX 2 dari siklooksigenase dan LBT4 dari
leukotrien yang ada pada lipooksigenase.
4. Hasil percobaan obat antiinflamasi yang memiliki % DAI yang terbesar adalah
Dexametason dan terkecil Paracetamol.
PETANYAAN
1. Bagaimana hasil praktikum P5 (antiinflamasi)?
2. Manakah obat yang paling efektif sebagai antiinflamasi?
3. Menurut teori obat apa yang seharusnya lebih efektif sebagai antiinflamasi?
4. Apakah perbedaan obat golongan steroid dan non steroid?
Jawab:
1. Deksametason mempunyai efek yang lebih kuat dibanding metilprednisolon meskipun
dalam satu golongan. Hal ini dikarenakan Deksamethasone mempunyai gugus metil CH 3
pada rantai samping yang tidak dimiliki oleh Metil Prednisolon dan glukokortikoid
lainya, akibatnya Deksamethasone mempunyai lipofilitas yang lebih besar sehingga
potensi yang dihasilkan lebih kuat. Sehingga hasil percobaan sesuai dengan teori.
Berdasarkan grafik %DAI yang diperoleh , diurutkan dari yang memiliki %DAI paling
besar ke terkecil yaitu Deksametason (68,22%), Asam Mefenamat (61,91), Ibuprofen
(3,73), Metilprednisolon (-7,15), Na Diklofenak (-2,90) dan Paracetamol (-102,67). Pada
uji anova satu jalan AUC dan % DAI didapat hasil bahwa tidak ada perbedaan signifikan
daya antiinflamsi antar obat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat perhitungan
volume udema % KVU hasilnya negatif. Hasil tersebut dikarenakan persepsi batas
pencelupan kaki pada saat pengukuran volume udema berbeda antar praktikan. Selain itu
karena cara sonde obat yang salah sehingga obat yang masuk akan berkurang.
2. Pada percobaan obat yang paling efektif sebagai antiinflamasi dari yang terkuat adalah
Dexamethasone, Asam mefenamat, Ibuprofen. Sedangkan pada paracetamol, Na
diklofenak, dan methyl prednisolone tidak memiliki daya anti inflamasi.
3. Menurut teori obat yang efektif sebagai antiinflamasi yaitu Dexamethasone,
Metilprednisolon, Na Diklofenak, lalu asam mefenamat, Ibuprofen dan terakhir adalah
parasetamol yang bukan merupakan obat antiinflamasi.
4. Perbedaan obat golongan steroid dan non steroid
Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika. Obat AINS adalah salah satu golongan obat
besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase,
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam
arakidonat (Dorland, 2002). Mekanisme kerja NSAID adalah menghambat sintesa
prostaglandin, dimana kedua jenis siklooksigenase (COX) diblokir. NSAID hendaknya
hanya menghambat COX 2 (peradangan) dan tidak menghambat COX 1 (perlindungan
mukosa lambung). Untuk kortikosteroid berdaya menghambat fosfolipase, sehingga
pembentukan PG maupun leukotrien dihalangi. Keberatannya adalah pada efek
samping yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama (Tjay, Tan
Hoan, 2007, hal. 330).
Obat antiinflamasi steroid
Mekanisme kerja obat dari golongan steroid (terutama glukokortikoid) adalah
menginduksi pelepasan protein spesifik (lipocortin atau lipomodulin) dari leukosit.
Lipocortin kemudian akan menghambat enzim fosfolipase A2 yang berperan dalam
produksi asam arachidonat dari membran sel sehingga pembentukan prostaglandin
maupun leukotrien dapat dihambat. Penggunaan obat antiinflamasi steroid dalam
jangka waktu lama tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba, efek sampingnya cukup
banyak dapat menimbulkan tukak lambung, osteoforosis, retensi cairan dan gangguan
elektrolit. Contoh obat antiinflamasi steroid diantaranya, hidrokortison, deksametason,
metil prednisolon, kortison asetat, betametason, triamsinolon, prednison, fluosinolon
asetonid, prednisolon, triamsinolon asetonid dan fluokortolon. (Tjay, Tan Hoan, 2007,
hal. 330).