Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI


PERCOBAAN V
ANTI INFLAMASI

Disusun oleh
Eka Ariesta Puspitasari
1041821006

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI "YAYASAN PHARMASI"
SEMARANG
2020
PERCOBAAN V
ANTI INFLAMASI

I. TUJUAN
1. Dapat memahami azas eksperimen dan memperoleh petunjuk-petunjuk yang praktis.
2. Dapat menunjukkan beberapa kemungkinan dan batasan yang merupakan sifat teknik
percobaan.

II. Dasar Teori


Inflamasi adalah proses inflamatori merupakan respon terhadap stimulus luka yang
disebabkan oleh bermacam zat berbahaya (contohnya : infeksi, antibodi, atau cedera fisik).
Kemampuan untuk membentuk respon inflamatori diperlukan untuk kelangsungan hidup dalam
menghadapi patogen lingkungan dan cedera. Respon inflamatori terjadi dalam 3 fase temporal
yang berbeda, masing-masing tampaknya diperantarai dengan mekanisme yang berbeda:
1. Fase akut yang ditandai dengan vasodilatasi lokal sementara dan peningkatan
permeabilitas kapiler
2. Fase sub akut lambat, yang ditandai dengan infiltrasi leukosit dan sel fagosit
3. Fase poliferatif kronik, yang menimbulkan degenerasi dan fibrosis jaringan (Goodman &
Gilman, 2011).
Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas
kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal
yaitu: kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), dolor (sakit), functiolaesa
(hilangnya fungsi). Selama berlangsung fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang
dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin, faktor kemotaktik, bradikinin,
leukotrien dan PG (Setiabudy, 2007).
Usaha tubuh untuk menonaktifkan atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan yang disertai peradangan
yang akan hilang jika proses penyembuhan telah lengkap. Rangsangan ini menyebabkan
lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya
yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan
fungsi. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit namun merupakan manifestasi adanya penyakit
(Mycek, 2001:404). Reaksi pertahanan mereka sendiri mungkin menyebabkan luka jaringan
progesif, dan obat-obat anti inflamasi atau imonusupresi mungkin diperlukan untuk memodulasi
proses peradangan. Dicetuskan oleh pelepasan mediator kimiawi dan jaringan yang rusak dan
migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik berfariasi dengan tipe proses peradangan dan meliputi
amin, seperti histamine dan 5-hidroksitriptamin lipid seperti prostaglandin peptida kecil seperti
bradikinin dan peptide besar, seperti interleukin-1. Banyak obat NSAID yang bekerja dengan
menghambat sintesis prostaglandin (Goodman & Gilman, 2010:399).
Keunikan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) terletak pada perbedaan aktivitas
antipiretik. analgesik dan anti-inflamasinya meskipun berada dalam satu golongan yang bekerja
dengan jalan menghambat enzim sikol-oksigenase tetapi tidak enzim lipoksigenase. Selain itu.
pada penderita tertentu. beberapa obat AINS baru lebih superior daripada aspirin yang sudah
dikenal sejak dulu. karena aktivitas anti-inflamasinya lebih besar dan terkadang iritasi lambung
sebagai efek sampingnya lebih kecil. Namun. yang perlu dperhatikan beberapa tipe telah terbukti
lebih tinggi resikonya (Mycek. 2001).
Inflamasi (radang) biasanya dibagi dalam 3 fase : inflamasi akut, respon imun dan
inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cendera jaringan : hal tersebut
terjadi melalui media rilisnya media autacoids yang terlihat. Respon imun terjadi bila sejumlah
sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau
substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Inflamasi
kronis melibatkan keluarnya mediator yang tidak menonjol dalam respon akut. Salah satu dari
kondisi yang paling penting yang melibatkan mediator-mediator ini adalah artriris rheumatoid
dimana inflamasi kronis menyebabkan sakit dan kerusakan pada tulang dan tulang rawan yang
bias menjurus kepada ketidakmampuan untuk bergerak dimana terjadi perubahan-perubahan
sistemik yang bisa memperpendek umur ( Mary J.Mycek . 2001 ).
Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada membrane sel yang
menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal: archidonic acid kemudian dilepas
dari persenyawaan-persenyawaan terdahulu dan berbagai eicosanoid disintesis. Jalur
cyclooxygenase (COX) dari metabolisme arachidonate menghasilkan prostaglandin-
prostaglandin yang mempunyai berbagai efek pada pembuluh darah, ujung-ujung syaraf dan
pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi. Penemuan-penemuan isoform-isoform COX (COX-1
dan COX-2) menjurus kepada konsep bahwa isoform COX-1 yang konstitutif cenderung menjadi
hemeostatis dalam fungsinya, sedangkan COX-2 diinduksi selama inflamasi dan digunakan
untuk memfasilitasi respon inflamasi. Atas dasar ini penghambat COX-2 diinduksi selama
inflamasi dan digunakan untuk memfasilitasi respon inflamsi. Penghambat COX-2 yang sangat
selektif telah dikembangkan dan dipasarkan dengan dengan asumsi daripada penghambat COX-1
yang non selektif tetapi tentunya tanpa kehilangan kemajuran (efikasi). Jalur lipoxygenase dari
metabolism arachidonate menghasilkan leukotrime yang punya efek kemotoksis yang kuat pada
eosinofil, neutrofil dan makrofog serta meningkatkan bronkokonstriksi dan perubahan dalam
permeabilitas pembuluh darah ( Mary J.Mycek . 2001 ).
Pengobatan pasien inflamasi mempunyai dua tujuan utama yaitu pertama meringankan rasa
nyeri yans seringkali merupakan gejala awal yang terlihat dan keluhan utama yang terus-menerus
dari pasien dan kedua memperlambat atau (dalam teori) membatasi proses perusakan jaringan.
Pengurangan inflamasi dengan obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS / NSAID s) seringkali
berakibat meredanya rasa nyeri selama periode yang bermakna. Banyak obat anti inflamasi
nonsteroid (AINS) bekerja dengan jalan menghambat sintesis prostaglandin. Jadi pemahaman
akan obat AINS memerlukan pengertian kerja dan biosintesis prostaglandin turunan asam lemak
tak jenuh mengandung 20 karbon yang meliputi suatu struktur cincin siklik ( Mary J.Mycek .
2001 ).

Na-Diklofenak

NSAID yang terkuat anti radangnya. efek sampingnya kurang keras dibandingkan dengan
obat kuat lainnya ( indometasin. piroxicam). Obat ini sering digunakan untuk segala macam
nyeri. juga pada migraine dan encok. Secara parenteral sangat efektif untuk menanggulangi nyeri
kolik hebat (kandung kemih dan kandung empedu). Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap.
tapi bioavailabilitasnya rata-rata 55% akibat first pass effect besar. Efek analgetisnya dimulai
setelah 1jam. Ekskresi melalu kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit dan untuk 20%
dengan empedu dan tinja (Drs.Tan Hoan Tjay,Apt & Drs.Kirana Rahardja,Apt,2002).

Ibuprofen

Merupakan golongan propionate. termasuk NSAID yang paling sering digunakan karena
efek sampingnya yang relative ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara. Merupakan
bentuk campuran rasemis. denganbentuk dextro yang aktif. Memiliki daya analgetik dan
antiradang yang cukup baik. Resorpsinya dari usus cepat dan baik. melalui rectal lebih lambat.
PP-nya 90-99%. plasma t ½nya 2 jam. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit-
metabolit dan konjugat-konjugatnya, t 1/2 eliminasi ibuprofen 1,2-5 jam (ISO Farmakoterapi,
2008).

Parasetamol ( N-asetil-p-aminofenol )

Merupakan metabolit aktif fenasetin. yang disebut analgesil coal tar. Asetaminofen
merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat analgesik-antipiretik; namun.
tidak seperti aspirin. aktivitas antiradangnya lemah sehingga bukan merupakan obat yang
berguna untuk menangani kondisi radang. Karena asetaminofen ditoleransi dengan baik. banyak
efek samping aspirin tidak dimiliki asetaminofen. dan dapat diperoleh tanpa resep. Namun.
overdosis akut menyebabkan kerusakan hati yang fatal. Asetaminofen hanya merupakan
inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya peroksida konsentrasi tinggi yang
ditemukan pada lesi radang. karena itu efek antiradang asetaminofen lemah. Efek antipiretiknya
dapat dijelaskan dengan kemampuannya menghambat siklooksigenase di otak. yang tonus
peroksidanya lemah. Selain itu. asetaminofen tidak menghambat aktivasi neutrofil. sedangkan
NSAID lain menghambat aktivasi tersebut. Konsentrasi asetaminofen dalam plasma mencapai
puncak dalam 30 sampai 60 menit. waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam setelah dosis
terapeutik (Drs.Tan Hoan Tjay.Apt & Drs.Kirana Rahardja.Apt, 2002). t 1/2 eliminasi
parasetamol 1,25-3 jam (ISO Farmakoterapi ,2008).

Metil prednisolon

Mempunyai daya antiinflamasi 20% lebih kuat daripada prednisolon dengan berbagai
cara penggunaan oral dan parenteral. Merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
inflamasi dan alergi tinggi ( Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2003). Berikatan dengan protein
plasma sebanyak 50% (lebih kecil pada dosis yang lebih tinggi), ikatan pada Transcortin (afinitas
tinggi, kapasitas rendah), dan pada albumin (afinitas rendah, kapasitas besar. Lama efek obat: 12
– 36 jam. Eliminasi: Sekitar 5% dieliminasi renal tanpa diubahn sisanya dimetabolisme di dalam
hati, glucorinidasi dan sulfatisasi. 4 mg Methylprednisolon sesuai dengan 5 mg prednisolon.
Dosis: 4-80 mg/hari pagi hari sebelum jam 8 (atau dosis diberikan secara alternatif setiap 2 hari
atau sampai dengan 2g sebagai bolus iv) setelah terapi yang lama pen ghentian dosis harus
bertahap efek samping: Bahaya dari perdarahan gastrointestinal (Kumpulan data klinik
farmakologik).

Asam Mefenamat

Derivat antranilat juga dengan khasiat analgetis, antipiretis, dan antiradang yang cukup
baik. Obat ini banyak sekali digunakan sebagai obat nyeri dan rema. Efek samping yang paling
sering terjadi adalah gangguan lambung-usus (Drs.Tan Hoan Tjay,Apt & Drs.Kirana Rahardja,
Apt, 2002), t1/2 eliminasi asam mefenamat 2-4 jam (ISO Farmakoterapi ,2008).

Dexsametason

Dexsametason merupakan golongan kortikosteroid, deksametason memiliki efek kerja


lama. Mekanisme kerjanya yaitu Mempengaruhi respon peradangan dengan mengurangi
produksi prostaglandin, leukotrien dan platelete activating faktor. Mengurangi skpresi
siklooksigenase-2 bentuk enzim yg dapat diinduksi (Goodman dan Dilman, 2012).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat
 Plestimograf
 jarum suntik
 Spuit 1ml
 Beker glass
 Sonde
Bahan
 Tikus
 Karagenin 1%
 Na diklofenak, Deksametason, Metil prednisolon, Ibuprofen, Parasetamol, Asam
mefenamat
 CMC Na
 Aquadest
IV. CARA KERJA

Tikus ditimbang dan kaki kanan


diberi tanda sebatas mata kaki

Tikus dikelompokan menjadi 6


kelompok. masing-masing 3 tikus

diberi perlakuan secara per oral


yaitu

Diberi Diberi Ibu Diberi Na Diberi Metil Diberi Asam Diberi


Dexa- Profen diklofenak Predisolon Mefenamat Paracetamol
methasone Dosis 200 Dosis Dosis Dosis Dosis
Dosis 1mg / mg/50 kgBB 50mg/50kgB 8mg/50kgB 500mg/50kg 500mg/50
50KgBB manusia B dan B BB kgBB
Manusia dan kontrol kontrol dan kontrol dan kontrol manusia
dan kontrol CMC Na CMC Na CMC Na CMC Na dan kontrol
CMC Na 0,5% 0,5% 0,5% 0,5% CMC Na
0,5% 0,5%

setengah jam kemudian diberi perlakuan. diinjeksikan dengan larutan karagenin 1%


sebanyak 0.05 ml secara subplantar pada kaki kanan belakang yang diukur volumenya
tadi

Tiap setengah jam. diukur volume kaki kanan belakang dengan cara mencelupkannya ke
dalam cairan raksa sampai batas tanda pada alat plestismograf. Volume kaki dibaca pada
pipet ukur 1ml dengan skala pada pipet ukur sebesar 0.1 ml.
Vol udema tiap 30 menit diukur selisihnya dengan volume kaki normal

dihitung %KVU= X 100%

dihitung nilai AUC udema dengan metode trapezoid tiap 30 menit dengan rumus=
AUCtn-t(n-1)= (tn-tn-1)

dihitung % daya anti inflamasi =

dianalisis menggunakan uji statistik dengan ANAVA satu jalan

V. DATA PENGAMATAN

1. Na Diklofenak

Vol. Normal Vol. Udem Vol. Kaki


No. Tikus Vt12 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml)
0 (ml) (ml)
I 0,16 0,26 0,2 0,2 0,18 0,18 0,17
II 0,16 0,22 0,21 0,2 0,2 0,18 0,18
IV 0,16 0,2 0,2 0,18 0,18 0,16 0,16
V 0,19 0,21 0,22 0,19 0,185 0,19 0,19
VII 0,16 0,18 0,21 0,19 0,17 0,16 0,16
VIII 0,18 0,2 0,21 0,2 0,19 0,19 0,19
Rata-rata 0,168 0,212 0,208 0,193 0,184 0,177 0,175
Vol. Udem % KVU
No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
I 62,5 25 25 12,5 12,5 6,25
II 37,5 31,25 25 25 12,5 12,5
IV 25 25 12,5 12,5 0 0
V 10,53 15,79 0 -2,63 0 0
VII 12,5 31,25 18,75 6,25 0 0
VIII 11,11 16,67 11,11 5,56 5,56 5,56

AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
3281,2 -61,27
I 1312,5 750 562,5 375 281,25
5
843,7 3562,5 -75,09
II 1031,25 750 562,5 375
5
IV 750 562,5 375 187,5 0 1875 7,85
236,8 552,63 72,84
V 394,74 -39,47 -39,47 0
4
VII 656,25 750 375 93,75 0 1875 7,85
416,6 1416,6 30,37
VIII 416,67 250 166,67 166,67
7 7
Rata-rata -2,91

2. Ibuprofen
Vol.
Vol. Normal Vol. Kaki
Udem
No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt120 (ml)
(ml) (ml) (ml) (ml)
I 0,16 0,165 0,17 0,18 0,17 0,15 0,17
II 0,16 0,165 0,17 0,16 0,17 0,18 0,16
III 0,13 0,14 0,13 0,15 0,13 0,15 0,14
V 0,2 0,22 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
VI 0,18 0,19 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
VII 0,14 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17
Rata-rata 0,173 0,193 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19

Vol. Udem % KVU


No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
I 3,125 6,25 12,5 6,25 -6,25 6,25
II 3,125 6,25 0 6,25 12,5 0
III 7,69 0 15,38 0 15,38 7,69
V 10 0 0 0 0 0
VI 5,56 11,11 11,11 11,11 11,11 11,11
VII 21,43 21,43 21,43 21,43 21,43 21,43

AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
281,2 703,13 65,44
I 140,625 281,25 0 0
5
II 140,625 93,75 93,75 281,25 187,5 796,88 60,83
230,7 1153,8 43,29
III 115,38 230,77 230,77 346,15
7 5
V 150 0 0 0 0 150 92,63
333,3 1583,3 22,18
VI 250 333,33 333,33 333,33
3 3
642,8 3214,2 -57,98
VII 642,86 642,86 642,86 642,86
6 9
Rata-rata 37,73

3. Deksametason
Vol. Normal Vol. Udem Vol. Kaki
No. Tikus Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml) Vt120 (ml)
(ml)
I 0,2 0,19 0,21 0,2 0,2 0,2 0,2
II 0,19 0,2 0,21 0,2 0,18 0,19 0,18
III 0,18 0,19 0,19 0,18 0,17 0,18 0,17
V 0,15 0,17 0,18 0,16 0,16 0,15 0,15
VI 0,16 0,18 0,19 0,18 0,18 0,16 0,15
VII 0,17 0,19 0,21 0,18 0,17 0,16 0,17
Rata-rata 0,175 0,187 0,198 0,183 0,177 0,173 0,17

Vol. Udem % KVU


No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
I -5 5 0 0 0 0
II 5,26 10,53 5,26 -5,26 0 -5,26
III 5,56 5,56 0 -5,26 0 -5,56
V 13,33 20 6,67 6,67 0 0
VI 12,5 18,75 12,5 12,5 0 -6,25
VII 11,76 23,53 5,88 0 -5,88 0

AUC Total % DAI


No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
AUC Total % DAI
No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
236,8 315,79 84,48
II 236,84 0 -78,95 -78,95
4
III 166,67 83,33 -83,33 -83,33 -83,33 6,54x10-13 100
V 500 400 200 100 0 1200 41,02
468,7 1406,25 30,89
VI 468,75 375 187,5 -93,75
5
441,1 882,35 56,63
VII 529,41 88,24 -88,24 -88,24
7
Rata-rata 68,22

4. Metilprednisolon
Vol.
Vol. Normal Vol. Kaki
Udem
No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
Vn (ml) Vu (ml)
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
I 0,11 0,13 0,13 0,14 0,15 0,12 0,12
III 0,16 0,18 0,2 0,24 0,18 0,18 0,17
IV 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,16
V 0,13 0,15 0,16 0,13 0,13 0,13 0,13
VI 0,15 0,16 0,18 0,16 0,16 0,15 0,15
VII 0,13 0,17 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15
Rata-rata 0,137 0,157 0,165 0,163 0,155 0,147 0,147

Vol. Udem % KVU


No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
I 18,19 18,18 27,27 36,36 9,09 9,09
III 12,5 25 50 12,5 12,5 6,25
IV 7,14 7,14 7,14 7,14 7,14 14,29
V 15,38 23,08 0 0 0 0
VI 6,67 20 6,67 6,67 0 0
VII 30,77 30,77 23,08 23,08 15,38 15,38

AUC Total % DAI


No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
681,8 681,8 3136,36 -54,15
I 545,45 954,55 272,73
2 2
III 562,5 1125 937,5 375 281,25 3281,25 -61,27
214,2 214,2 1178,57 42,08
IV 214,29 214,29 321,43
9 9
AUC Total % DAI
No. Tikus
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
346,1 923,08 54,63
V 576,92 0 0 0
5
VI 400 400 200 100 0 1100 45,94
807,6 576,9 3461,54 -70,13
VII 923,08 692,31 461,54
9 2
Rata-rata -7,15

5. Asam Mefenamat
Vol.
Vol. Normal Vol. Kaki
Udem
No. Tikus
Vt120 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml)
(ml) (ml)
II 0,19 0,18 0,18 0,17 0,17 0,16 0,14
III 0,17 0,18 0,18 0,19 0,22 0,19 0,185
IV 0,18 0,19 0,19 0,21 0,21 0,2 0,195
VI 0,19 0,18 0,18 0,2 0,2 0,19 0,19
VII 0,19 0,19 0,19 0,19 0,2 0,21 0,21
VIII 0,16 0,16 0,18 0,19 0,19 0,17 0,18
Rata-rata 0,18 0,18 0,183 0,192 0,198 0,187 0,183

Vol. Udem % KVU


No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
II -5,26 -5,26 -10,53 -10,53 -15,79 -26,32
III 5,88 5,88 11,76 29,41 11,76 8,82
IV 5,56 5,56 16,67 16,67 11,11 8,33
VI -5,26 -5,26 5,26 5,26 0 0
VII 0 0 0 5,26 10,53 10,53
VIII 0 12,5 18,75 18,75 6,25 12,5

AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
II -157,89 -236,84 -315,79 -394,74 -631,58 -1736,84 185,36
III 176,47 264,71 617,65 617,65 308,82 1985,29 2,43
IV 166,67 333,33 500 416,67 291,67 1708,33 16,04
VI -157,89 0 157,89 78,95 0 78,95 96,12
VII 0 0 78,95 236,84 315,79 631,58 68,96
VIII 187,5 468,75 562,5 375 281,25 1875 7,85
Rata-rata 62,79

6. Paracetamol
Vol. Normal Vol. Udem Vol. Kaki
No. Vt15
Vt120
Tikus Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml) 0
(ml)
(ml)
I 0,17 1,18 0,19 1,13 0,17 0,18 0,18
II 0,19 0,19 0,18 1,14 0,15 0,17 0,17
III 0,14 0,15 0,14 1,14 0,17 0,17 0,17
V 1,17 0,19 0,18 0,18 0,17 0,17 0,17
VI 1,15 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15 0,15
VII 1,15 0,18 0,17 0,16 0,16 0,15 0,15
Rata- 0,16
0,662 0,343 0,17 0,652 0,162 0,165
rata 5

Vol. Udem % KVU


No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
I 594,12 11,76 564,71 0 5,88 5,88
II 0 -5,26 500 -21,05 -10,53 -10,53
III 7,14 0 714,29 21,43 21,43 21,43
V -83,76 -84,62 -84,62 -85,47 -85,47 -85,47
VI -85,22 -86,09 -86,09 -86,96 -86,96 -86,96
VII -84,35 -85,22 -86,09 -86,09 -86,96 -86,96

AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
I 9088,24 8647,06 8470,59 88,24 176,47 26470,59 -1200,99
II -78,95 7421,05 7184,21 -473,68 -315,79 13736,84 -575,14
10714,2 23142,86 -1037,43
III 107,14 11035,71 642,86 642,86
9
V -2525,64 -2538,46 -2551,28 -2564,10 -2564,10 -12743,59 726,33
VI -2569,57 -2582,61 -2595,65 -2608,70 -2608,70 -12965,22 737,22
VII -2543,48 -2569,57 -2582,61 -2595,65 -2608,70 -12900 734,01
Rata-rata -102,67

7. Kontrol
Vol. Vol.
Vol. Kaki
Normal Udem
No. Tikus
Vt120 Vt150
Vn (ml) Vu (ml) Vt30 (ml) Vt60 (ml) Vt90 (ml)
(ml) (ml)
Kontrol 0,168 0,212 0,208 0,193 0,184 0,177 0,175
Vol. Udem % KVU
No. Tikus
Vu (%) Vt30 (%) Vt60 (%) Vt90 (%) Vt120 (%) Vt150 (%)
Kontrol 25,74 23,76 14,85 9,41 4,95 3,96

AUC
No. Tikus Total % DAI
Vt30 Vt60 Vt90 Vt120 Vt150
Kontrol 742,57 579,21 363,86 215,35 133,66 2034,65 0

VI. PERHITUNGAN
 Penimbangan Tablet Na Diklofenak (Zat aktif per tablet: 50 mg)

Berat Tablet (gram) Rata-rata

0,2273

0,2275

0,2287 0,2268 gram ̴ 226,8 mg

0,2244

0,2259

Perhitungan Dosis Peroral


70 kg
 Dosismanusia 70 kg = x 50mg = 70 mg/70kgBB
50 kg
 Konversi dosis dari manusia ke tikus = 70 mg x 0,018 = 1,26 mg/200g
298,5 g
 Dosis tikus terbesar = x 1,26 mg = 1,8806 mg/298,5gtikus
200 g
1,8806 mg
 C stok = = 0,7522 mg/ml
1/2 x 5 ml
 Dibuat 100 ml = 0,7522 mg/ml x 100 ml = 75,22 mg/ml
75,22mg /ml
 Na Diklofenak yang harus ditimbang = x 226,8 mg = 341,2 mg
50 mg
 Rentang penimbangan 5% (0,3241 g – 0,3583 g)
 Penimbangan :
Berat kertas + zat = 0,8331 g
Berat kertas + sisa = 0,4879 g
Berat zat = 0,3452 g
0,3452 g
 C stok sebenarnya = x 50 mg = 76,1023 mg/100ml = 0,7610 mg/ml
0,2268 g

Perhitungan Volume Pemberian secara Per oral (Po)

Kelompok 5
298,5 g 1,88 mg
Tikus 1 x 1,26 mg = 1,88 mg Vp = =2,47 ml
200 g 0,7610 mg/ml
286,5 g 1,80 mg
Tikus 2 x 1,26 mg = 1,80 mg Vp = = 2,37 ml
200 g 0,7610 mg/ml
273,5 g 1,72mg
Tikus 4 x 1,26 mg =1,72 mg Vp = = 2,26 ml
200 g 0,7610 mg/ml

Kontrol
(Tikus 3) 1 1
x Vp tikus Vp = x 5ml = 2,5 ml
CMC Na 2 2
0,5%

Kelompok 6
258,5 g 1,6286 mg
Tikus 5 x 1,26 mg = 1,6286 mg Vp = = 2,14 ml
200 g 0,7610 mg/ml
230 g 1,449 mg
Tikus 7 x 1,26 mg = 1,449 mg Vp = =1,90 ml
200 g 0,7610 mg/ml
261,5 g 1,6475 mg
Tikus 8 x 1,26 mg =1,6475 mg Vp = = 2,16 ml
200 g 0,7610 mg/ml
Kontrol
(Tikus 6) 1 1
x Vp tikus Vp = x 5ml = 2,5 ml
CMC Na 2 2
0,5%

Grafik % DAI

% Daya Anti Inflamasi


80
60
40
20
0
-20 1
-40
-60
-80
-100
-120

na ibu deksa metil asmef pct

Hasil SPSS

Tests of Normalityc

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

jenis obat Statistic df Sig. Statistic df Sig.

%DAI na diklofenak .243 6 .200* .930 6 .584

ibu profen .217 6 .200* .889 6 .311

metil prednisolon .293 6 .117 .777 6 .036

deksametasone .210 6 .200* .899 6 .371


*
asam mefenamat .246 6 .200 .864 6 .205

paracetamol .312 6 .070 .786 6 .043

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction
c. There are no valid cases for %DAI when jenis obat = 7.000. Statistics cannot be computed for this level.

Test of Homogeneity of Variancea

Levene Statistic df1 df2 Sig.

%DAI Based on Mean 82.395 5 30 .000

Based on Median 44.325 5 30 .000


Based on Median and with
44.325 5 5.636 .000
adjusted df

Based on trimmed mean 81.839 5 30 .000

a. There are no valid cases for %DAI when jenis obat = 7.000. Statistics cannot be computed
for this level.

ANOVA
%DAI

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 120588.388 5 24117.678 .162 .975


Within Groups 4472967.313 30 149098.910
Total 4593555.701 35

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan uji anti inflamasi. Percobaan ini dilakukan dengan tujuan
untuk mempelajari daya anti inflamasi obat pada binatang dengan radang buatan. Tidak seperti
praktikum sebelumnya, pada percobaan kali ini digunakan hewan uji tikus. Sebelumnya kaki
tikus sebelah kanan harus ditandai sebatas mata kaki untuk menyamakan persepsi pembacaan
saat dicelupkan pada alat pletismograf. Pastikan sebelum kaki tikus dimasukkan pada alat
plestimograf cairan pada pengukur berada pada titik nol. Kaki tikus diukur vol normal (Vn)
terlebih dahulu untuk mengetahui volume kaki sblm diberi perlakuan dan karagenin. Tujuan
dilakukannya pengukuran awal ini adalah agar nantinya dapat diketahui seberapa besar efek obat
– obat anti inflamasi tersebut dalam mengurangi bengkak / peradangan pada kaki tikus yang
telah diinduksi. Setelah pengukuran awal tadi, tikus kemudian diberi obat. Dexamethason, asam
mefenamat, ibuprofen, na diklofenak, metil prednisolon, parasetamol, Tikus yang dijadikan
sebagai kontrol, tidak diberikan suspensi CMC Na.. Setelah ½ jam diinjeksi karagenin 1%
sebanyak 0,05ml secara subplantar. Karagenin digunakan karena karagenin bersifat sebagai
pengembang, tidak diabsorbsi, tidak merusak sel, jika karagenin habis maka sel akan kembali ke
bentuk semula pada kaki tikus hingga kelihatan membengkak. Kemudian diukur pembengkakan
tersebut dengan menggunakan plestimograf.
Pada alat plestimograf digunakan air raksa karena memiliki daya kohesi yang tinggi
sehingga tidak membasahi kaki tikus. Digunakan air raksa dan air berwarna merah karena air
raksa yang memiliki daya kohesi lebih besar daripada daya adhesi tidak dapat bercampur dengan
air berwarna sehingga dapat mendorong cairan berwarna untuk lebih mudah dibaca skalanya.
Penggunaan cairan bisa diganti dengan cairan lain dengan penambahan warna lain namun harus
memiliki prinsip cairan tidak bercampur satu sama lain.
Inflamasi atau nyeri diartikan sebagai suatu respon protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat- zat mikrobiologik.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organisme yang menyerang,
menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Inflamasi timbul oleh karena
aktivasi dan sensitisasi sistem nosiseptif, baik perifer maupun sentral. Adanya pencederaan
jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin,
histamin dan sebagainya. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri. Berawal dari perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat yang merupakan
substrat bagi enzim prostaglandin endoperoxide synthase (PGHS; COX, cyclooxygenase)
menjadi PGG2, dan reduksi peroxidative PGG2 menjadi PGH2.
Selanjutnya sebagai bahan baku prostaglandin, endoperoxide PGH2 dirubah menjadi
berbagai prostaglandin. Saat ini dikenal dua iso-enzim COX, yaitu COX-1 dan COX-2.COX-1
sebagai enzim "constitutive" merubah PGH2 menjadi berbagai jenis prostaglandin (PGI2, PGE2)
dan tromboxan (TXA2) yang dibutuhkan dalam fungsi homeostatis. COX-2 yang terdapat di
dalam sel-sel imun (macrophage dll), sel endotel pembuluh darah dan fibroblast sinovial, sangat
mudah diinduksi oleh berbagai mekanisme, akan merubah PGH2 menjadi PGE2 yang berperan
dalam kejadian inflamasi, nyeri dan demam. Oleh karena itu COX-2 dikenal sebagai enzim
"inducible". Pada kenyataannya, baik COX-1 dan COX-2 adalah isoenzim yang dapat diinduksi.
Golongan obat AINS bekerja dengan menghambat enzim siklo-oksigenase, sehingga
dapat mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin Prostaglandin sendiri
merupakan sediaan pro-inflamasi, tetapi juga merupakan sediaan gastroprotektor. Oleh karena
AINS dengan selektivitas menghambat COX-2, maka sediaan ini diduga bebas dari efek samping
yang menakutkan pada saluran cerna. Sedangkan antiinflamasi golongan steroid, terutama
glukokortikoid yang menginduksi pelepasan protein spesifik (lipocortin atau lipomodulin) dari
leukosit. Lipocortin kemudian akan menghambat enzim fosfolipase A2 yang berperan dalam
produksi asam arachidonat dari membran sel.
Ciri- ciri terjadinya radang adanya rubor (rasa nyeri), kalor (panas), dolor (kemerahan),
tumor (bengkak) dan adanya keterbatasan gerak yang akan menjadi semakin parah apabila tidak
segera diobati. Obat antiradang dibagi menjadi steroid dan nonsteroid. Pengunaaan obat
nonsteroid lebih dianjurkan untuk radang ringan baru setelah tidak ada penurunan digunakan
obat steroid. Efek samping dari obat nonsteroid adalah dapat meningkatkan asam lambung oleh
karena itu diberikan setelah makan. Efek samping dari obat steroid lebih berbahaya dari
nonsteroid karena menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah,terjadi lisis karbohidrat dan trigliserida
yang menyebabkan hiperglikemia sehingga kadar insulin meningkat.
Dari tabel diatas puncak terjadinya udema yang disebabkan oleh karagenin terjadi pada
menit ke 30. Selanjutnya % volume udema digunakan untuk menghitung nilai AUC. AUC
menggambarkan besarnya radang yang terjadi. Setelah itu,% DAI juga dihitung untuk
menggambarkan persentase daya antiinflamasinya. Nilai AUC berbanding terbalik dengan
%DAI. Semakin kecil nilai AUC berarti besarnya radang semakin berkurang sehingga semakin
besar persentase daya antiinflamasi.Berdasarkan grafik %DAI yang diperoleh , diurutkan dari
yang memiliki %DAI paling besar ke terkecil yaitu Deksametason (68,22%), Asam Mefenamat
(61,91), Ibuprofen (3,73), Metilprednisolon (-7,15), Na Diklofenak (-2,90) dan Paracetamol (-
102,67).
Pada uji anova satu jalan AUC dan % DAI didapat hasil bahwa tidak ada perbedaan
signifikan daya antiinflamsi antar obat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat perhitungan
volume udema % KVU hasilnya negatif. Hasil tersebut dikarenakan persepsi batas pencelupan
kaki pada saat pengukuran volume udema berbeda antar praktikan. Selain itu karena cara sonde
obat yang salah sehingga obat yang masuk akan berkurang. Deksametason mempunyai efek
yang lebih kuat dibanding metilprednisolon meskipun dalam satu golongan. Hal ini dikarenakan
Deksamethasone mempunyai gugus metil CH3 pada rantai samping yang tidak dimiliki oleh
Metil Prednisolon dan glukokortikoid lainya, akibatnya Deksamethasone mempunyai lipofilitas
yang lebih besar sehingga potensi yang dihasilkan lebih kuat. Sehingga hasil percobaan sesuai
dengan teori. Untuk paracetamol menunjukkan hasil tidak memiliki daya antiinflamasi, hal ini
sesuai dengan teori bahwa parasetamol tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi.

VIII. KESIMPULAN
1. Inflamasi terjadi karena adanya rangsangan mekanis, fisika dan kimia yang akan
menyebabkan kerusakan membrane sel sehingga terjadi rasa nyeri, panas, bengkak dan
keterbatasan gerak.
2. Obat antiinflamasi dibagi menjadi nonsteroid dan steroid.
3. Terjadinya peradangan karena adanya COX 2 dari siklooksigenase dan LBT4 dari
leukotrien yang ada pada lipooksigenase.
4. Hasil percobaan obat antiinflamasi yang memiliki % DAI yang terbesar adalah
Dexametason dan terkecil Paracetamol.

IX. DAFTAR PUSTAKA


Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I., Sukandar, E. Y. 2008. ISO
Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.
Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman
& Lee E. Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh
Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mycek, Marry J., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widia Medika, Jakarta.
Setiabudi, R.., Gunawan, S.G., Setiabudy, R., Nafrialdi. dan Elysabeth. 2007. Pengantar
Antimikroba.,dalam Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tjay, Tan Hoa, Kirana Rahardja.2003.Obat-Obat Penting. Jakarta; Gramedia.

Semarang, 20 Maret 2020


Dosen Pembimbing Praktikkan

( FX. Sulistyanto, M.Si., Apt) ( Eka Ariesta Puspitasari )

( Novi Elisa, M.Farm., Apt )

( Bonita Murnati, S.Farm., Apt )


LAMPIRAN

PETANYAAN
1. Bagaimana hasil praktikum P5 (antiinflamasi)?
2. Manakah obat yang paling efektif sebagai antiinflamasi?
3. Menurut teori obat apa yang seharusnya lebih efektif sebagai antiinflamasi?
4. Apakah perbedaan obat golongan steroid dan non steroid?

Jawab:
1. Deksametason mempunyai efek yang lebih kuat dibanding metilprednisolon meskipun
dalam satu golongan. Hal ini dikarenakan Deksamethasone mempunyai gugus metil CH 3
pada rantai samping yang tidak dimiliki oleh Metil Prednisolon dan glukokortikoid
lainya, akibatnya Deksamethasone mempunyai lipofilitas yang lebih besar sehingga
potensi yang dihasilkan lebih kuat. Sehingga hasil percobaan sesuai dengan teori.
Berdasarkan grafik %DAI yang diperoleh , diurutkan dari yang memiliki %DAI paling
besar ke terkecil yaitu Deksametason (68,22%), Asam Mefenamat (61,91), Ibuprofen
(3,73), Metilprednisolon (-7,15), Na Diklofenak (-2,90) dan Paracetamol (-102,67). Pada
uji anova satu jalan AUC dan % DAI didapat hasil bahwa tidak ada perbedaan signifikan
daya antiinflamsi antar obat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada saat perhitungan
volume udema % KVU hasilnya negatif. Hasil tersebut dikarenakan persepsi batas
pencelupan kaki pada saat pengukuran volume udema berbeda antar praktikan. Selain itu
karena cara sonde obat yang salah sehingga obat yang masuk akan berkurang.
2. Pada percobaan obat yang paling efektif sebagai antiinflamasi dari yang terkuat adalah
Dexamethasone, Asam mefenamat, Ibuprofen. Sedangkan pada paracetamol, Na
diklofenak, dan methyl prednisolone tidak memiliki daya anti inflamasi.
3. Menurut teori obat yang efektif sebagai antiinflamasi yaitu Dexamethasone,
Metilprednisolon, Na Diklofenak, lalu asam mefenamat, Ibuprofen dan terakhir adalah
parasetamol yang bukan merupakan obat antiinflamasi.
4. Perbedaan obat golongan steroid dan non steroid
 Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Obat antiinflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika. Obat AINS adalah salah satu golongan obat
besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase,
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam
arakidonat (Dorland, 2002). Mekanisme kerja NSAID adalah menghambat sintesa
prostaglandin, dimana kedua jenis siklooksigenase (COX) diblokir. NSAID hendaknya
hanya menghambat COX 2 (peradangan) dan tidak menghambat COX 1 (perlindungan
mukosa lambung). Untuk kortikosteroid berdaya menghambat fosfolipase, sehingga
pembentukan PG maupun leukotrien dihalangi. Keberatannya adalah pada efek
samping yang lebih berbahaya pada dosis tinggi dan penggunaan lama (Tjay, Tan
Hoan, 2007, hal. 330).
 Obat antiinflamasi steroid
Mekanisme kerja obat dari golongan steroid (terutama glukokortikoid) adalah
menginduksi pelepasan protein spesifik (lipocortin atau lipomodulin) dari leukosit.
Lipocortin kemudian akan menghambat enzim fosfolipase A2 yang berperan dalam
produksi asam arachidonat dari membran sel sehingga pembentukan prostaglandin
maupun leukotrien dapat dihambat. Penggunaan obat antiinflamasi steroid dalam
jangka waktu lama tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba, efek sampingnya cukup
banyak dapat menimbulkan tukak lambung, osteoforosis, retensi cairan dan gangguan
elektrolit. Contoh obat antiinflamasi steroid diantaranya, hidrokortison, deksametason,
metil prednisolon, kortison asetat, betametason, triamsinolon, prednison, fluosinolon
asetonid, prednisolon, triamsinolon asetonid dan fluokortolon. (Tjay, Tan Hoan, 2007,
hal. 330).

Anda mungkin juga menyukai