Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK II
NAMA PRAKTIKAN

: ZULFAN FIRDA

NIM

: 140208046

UNIT

: II (DUA)

ASISTEN MEJA

: NURADHIAH AZZAHRA S.Pd.I

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. SRI ADELILA SARI, S. Pd. M. Si.

LABORATORIUM PENDIDIKAN KIMIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2016

PERCOBAAN 4
JUDUL PRAKTIKUM
: Kromatografi Lapis Tipis
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : Senin/ 14 November 2016
1. LATAR BELAKANG
1.1 Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Zat Pengawet Nitrit
Menurut Widjaja dkk. (2010:41). Kromatografi lapis tipis (KLT)
merupakan suatu metode pemisahan campuran analit dengan cara mengelusinya
melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. KLT termasuk dalam jenis
kromatografi adsorbsi, walaupun sebenarnya mekanisme yang terjadi adalah
kombinasi antara kromatografi adsorbsi dan partisi. Suatu campuran zat dapat
dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan perbedaan afinitas masing-masing
komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah terpisah,
besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel
dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya.
Parameter migrasi analitik pada KLT dinyatakan dengan Rf (waktu
tambat). Rf (waktu tambat) adalah waktu yang diperlukan untuk mengelusi
maksimum suatu sampel dihitung dari titik awal penotolan. Oleh karena itu
bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1. Waktu tambat dapat dihitung dengan rumus :
Jarak yang ditempuh oleh senyawa
Rf =
Jarak yang ditmpuh oleh pelarut
Menurut Iskandar (2006:31). Kromatografi lapis tipis merupakan
kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat
macam adsorben yang umum digunakan adalah silica gel (asam silikat), alumina
(aluminium oxyde), kieselghur (diatomeus earth) dan selulosa. Dari keempat jenis
adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai adalah silica gel karena mempunyai
daya pemisahan yang baik.
Menurut Adnan (1997:199). Nitrit salah satunya bahan tambahan
pangan yang digunakan dalam pengolahan daging untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan warna merah pada
daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pemberi cita rasa pada daging. Nitrit
sebagai pengawet makanan diijinkan. Akan tetapi, perlu diperhatikan
penggunaanya dalam makanan agar tidak melampaui batas, sehingga tidak
berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Permenkes RI No.
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, membatasi
penggunaan maksimum pengawet nitrit di dalam produk kornet daging yaitu
sebesar 50 mg/kg.
Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa : Kromatografi lapis
tipis (KLT) merupakan suatu metode pemisahan campuran analit dengan cara
mengelusinya melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Dan senyawa
nitrit adalah salah satu bahan pengawet yang digunakan dalam pengolahan daging
untuk menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, mempertahankan

warna merah pada daging agar tampil menarik, dan juga sebagai pemberi cita rasa
pada daging.
1.2 Mengapa Dilakukan Kromatografi Lapis Tipis
Karena dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis kita
dapat menhanalisis kandungan Zat pengawet nitrit yang terdapat pada sosis baik
secara kualitatif dan kuantitatif.
1.3 Penelitian Terdahulu Terkait Percobaan
Berdasarkan penelitian tentang : Analisa Zat Pengawet dan Protein
dalam Makanan Siap Saji Sosis yang dilakukan oleh Elihadanum (2007). Ketiga
sampel yang diuji dengan metoda reaksi warna mengandung nitrit dan nitrat
sebagai pengawet, walaupun produk tersebut tidak mencantumkan adanya
pengawet pada komposisi produk. Sedangkan analisa protein dengan metoda
kromatografi lapis tipis (KLT) menunjukkan bahwa daging tanpa olahan
mengandung lebih banyak asam amino (menunjukkan bahwa mutu proteinnya
lebih tinggi) jika dibandingkan dengan daging yang diawetkan dan diolah
sedemikian rupa.
Berdasarkan penelitian tentang : Analisis Kandungan NitritmDalam
Sosis Pada Distributor Sosis Di Kota Yogyakarta yang dilakukan oleh Nur
Hasnah (2011). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap masing-masing
sampel merk sosis, diketahui bahwa semua merk sosis tersebut telah memperoleh
ijin Depkes dan dinyatakan aman untuk dikonsumsi. Namun pada kenyataannya,
ada sampel merk sosis yang pada labelnya tidak mencantumkan adanya bahan
pengawet nitrit, bahkan ada yang mencantumkan tulisan dengan huruf kapital
bahwa sosis tersebut tanpa bahan pengawet, sedangkan pada hasil penelitian
ini didapat bahwa semua sampel merk sosis mengandung nitrit.
Berdasarkan penelitian tentang : Analisis Kadar Nitrit Pada Sosis Sapi
Di Pasar Modern Kota Gorontalo yang dilakukan oleh Nurnaningsi (2013).
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Kadar nitrit pada sosis sapi di
Pasar Modern kota Gorontalo, maka dapat disimpulkan bahwa Semua sampel
sosis yang bermerek dan tidak bermerek yang diteliti mengandung nitrit karena
kadar nitrit pada semua sampel sosis yang bermerek dan tidak bermerek masih di
bawah baku mutu menurut Permenkes RI No. 1168/Men/Per/1999 yaitu di
bawah125 mg/kg.

2. TUJUAN PERCOBAAN
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk menganalisis zat pengawet nitrit
yang terkandung di dalam sosis menggunakan kromatografi lapis tipis.
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai
kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani Rusia
yang bekerja di Universitas Warsawa. Pada saat itu, Michael Tswett melakukan
pemisahan klorofil dari pigmen-pigmen lain dari ekstrak tanaman menggunakan
kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium karbonat. Pada kromatografi,
komponen- komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam
( stationary ) dan fase bergerak ( mobile ). Fase diam adalah fase yang akan menahan
komponen campuran sedangkan fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat
komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal
atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan
bergerak lebih cepat (Sudarmadji, 2007).
3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan
fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam
(bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang
cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil
pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam
akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil. Kromatografi lapis tipis
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi
atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang.
Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan kromatografi
lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan sifat daya serap masingmasing komponen. Komponen yang terlarut akan terbawa oleh fase diam (penyerap)
dengan membandingkannya dengan standar yang sangat memakan waktu dan harus
dilakukan terpisah pada kondisi eluen yang sama. Dalam hal ini untuk mendapatkan
resolusi yang baik, penting untuk memilih dua campuran pelarut yang berbeda,
meskipun dengan kekuatan pelarut yang sama (Gandjar, 2008).
Cara pemisahan dengan adsorbsi pada lapisan tipis adsorben yang sekarang
dikenal dengan kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography atau TLC) telah
dipakai sejak tahun 1983. Tekhnik ini bertujuan untuk memisahkan komponen kimia
secara cepat berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi.TLC atau KLT dapat digunakan
untuk memisahkan berbagai senyawa seperti ion ion anorganik, kompleks senyawa-

senyawa organik dengan dengan senyawa senyawa anorganik, dan senyawasenyawa organik baik yang terdapat di alam maupun senyawa-senyawa organik
sintetik .
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih
cepat (adnan, 1997).
3.3 Nitrit
Nitrit adalah senyawa nitrogen yang reaktif. Kalium nitrat dan nitrit serta
natrium nitrat dan nitrit telah digunakan dalam daging olahan (kuring) selama
berabad-abad. Senyawa nitrat terbentuk dari senyawa nitrit yang teroksidasi secara
katalitik dengan ammonia. Kedua senyawa tersebut mengandung nitrogen yang
berikatan dengan atom oksigen. Senyawa nitrit dan nitrat sendiri akan menjadi racun
jika diberikan pada porsi secara berlebih dalam setiap makanan. Senyawa nitrit dan
nitrat dapat di deteksi dengan instrument spektrofotometer UV-Vis. Prinsip dari
spektroftometer UV-Vis sendiri adalah interaksi yang terjadi antara energy yang
berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul
(Silalahi, 2005).
Nitrit juga merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan
WOF (Warmed-Over Flavor) yaitu berubahnya warna, aroma dan rasa yang tidak
menyenangkan pada produk daging yang telah dimasak. Penambahan nitrit pada
konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif menghambat pembentukan WOF dan
menurunkan angka TBA pada produk daging sapi dan ayam. TBA (Thio Barbiturat
Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan senyawa aldehid membentuk
warna merah yang bisa diukur menggunakan spektrofotometer. Angka TBA adalah
angka yang dipakai untuk menentukan adanya ketengikan dari senyawa aldehid yang
dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak (Raharjo, 2006).

4. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini
No
1.

Nama Alat
Timbangan

Ukuran
-

Jumlah
1

2.

Gelas ukur

100

3.

Pipet tetes

4.

Gelas kimia

100 mL

5.

Kertas saring

6.

Kaca arloji

7.

Corong

100 mL

Gambar

8.

Pemanas

9.

Pipa kapiler

10.

Plat KLT

11.

Spatula

6 cm

4.2 Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini


N
o
1.

Nama Bahan
Bubuk Teh

Ukuran

Jumlah

Serbuk

15 gram

Gambar

2.

Serbuk Na2SO4

Serbuk

2 gram

3.

Kloroform

Cair

20 mL

4.

Benzena

Cair

5 mL

5.

Dietil Eter

Cair

5 mL

6.

Aquades

Cair

400 mL

5. PROSEDUR KERJA DAN PENGAMATAN


N
o
1.

2.

Prosedur Kerja
Bubuk teh cap mawar
sebanyak
15
gram
dimasukkan dalam gelas
kimia 500 mL kemudian
didihkan dalam 400 mL
air selama 20 menit
Kemudian
dikeluarkan
dan
disaring
segera,
kemudian
larutan
dibiarkan dingin pada
suhu kamar

Hasil Pengamatan

Reaksi Yang
Terjadi
Bubuk Teh terlarut
dalam air dan
menjadi
larutan
Teh.

Residu
akan
menempel
pada
kertas saring, dan
Filtratnya
ditampung
pada
gelas kimia.

3.

Setelah dingin larutan


dipindahkan
kedalam
corong pisah 100 mL dan
diekstraksi
(3
kali)
masing-masing dengan 20
ml Kloroform.

Larutan
akan
membentuk 2 fasa
(bagian), yang di
bawah
pelarut
Organik
dan
diatasnya Aquades.

4.

Ekstrak
Kloroform
dikeringkan
dengan
natrium sulfat anhidrat
kemudian
diuapkan
sehingga diperoleh kafein
kasar,
selanjutnya
dimurnikan dengan cara
rekristalisasi yaitu :
Kafein
kasar
yang
dimasukkan dalam gelas
kimia
50
mLdan
ditambahkan 5 mL pelarut
benzena dan dipanaskan
dalam
penangas
air
sampai
larut,
setelah
dingin ditambah pelarut
dietil eter 9titik didih 6090
C)
kemudian
dibiarkan mengkristal.

Larutan Kloroform
yang
bercapur
dengan Teh dan
mengandung
Kafein kasar yang
semula diuapkan
(reksritaslisasi)
akan menghasilkan
Kafein
murni
28,66 gram.

6. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan Ekstaksi kafein yang ada didalam teh.
Metode yang digunakan adalah pemisahan dengan corong pisah. Prinsip corong pisah
adalah pemisahan suatu senyawa dari campurannya berdasarkan perbedaan
kepolaran.Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kafein mempunyai daya kerja
sebagai stimulun sistem syaraf pusat, stimulun otot jantung, meningkatkan aliran
darah melalui arteri koloner, relaksi otot polos bronki. Kafein adalah salah satu jenis
alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh dan biji coklat (Hermanto,
2013). Kafein merupakan senyawa bahan alam yang tersebar luas dan tergolong
dalam senyawa alkaloid. Kafein memiliki berat molekul 194.19 dengan rumus kimia
C8H10N8O2 dan pH 6.9 (larutan kafein 1% dalam air), bersifat basa lemah, berbentuk
serbuk putih yaitu kristal-kristal panjang, rasanya pahit bila tidak mengandung air,
kafein meleleh pada suhu 234oC -239 oC. Kafein mudah larut dalam air panas dan
kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein bersifat basa
lemah dan hanya dapat membentuk garam dengan basa kuat.
Kafein diperoleh dengan menyaring larutan kopi menggunakan kertas
saring. Kemudian dipisahkan dengan corong pisah dengan penambahan kalsium
karbonat dan kloroform. Kalsium karbonat berfungsi untuk memutuskan ikatan
kafein dengan senyawa lain, sehingga kafein akan ada dalam basa bebas (Sairdama.
S: 2013). Kafein dalam basa bebas tadi akan diikat oleh kloroform, karena kloroform
merupakan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula.
Kemudian dilakukan pengocokkan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat
yang diekstraksi pada dua lapisan yang terbentuk.
Pemisahan dapat dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam sebuah
corong pemisah selama beberapa menit. Teknik ini sama dapat diterapkan untuk
bahan-bahan dari tingkat sedikit maupun yang dalam jumlah banyak. Teknik

pengerjaan meliputi penambahan pelarut organik pada larutan air yang mengandung
gugus yang bersangkutan. Dalam pemilihan pelarut organik agar kedua jenis pelarut
(dalam hal ini pelarut organik dan air) tidak saling tercampur satu sama lain.
Selanjutnya proses pemisahan dilakukan dalam corong pisah dengan jalan
pengocokan beberapa kali.
Prinsip kerja pada percobaan ini yaitu metode pemisahan komponen dari
suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut dimana zat terlarut (solut) atau
bahan yang dipisahkan terdistribusi diantara kedua lapisan (organik dan air)
berdasarkan kelarutan relatifnya.
Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada
senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tannin. Tannin adalah
senyawa fenolik yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan
memiliki rasa asam. Kafein yang mengandung tannin dapat dipisahkan dengan
menambahkan natrium karbonat. Karena tannin merupakan senyawa fenolik yang
bersifat cukup asam, maka senyawa ini dapat diubah dulu menjadi garam
menggunakan natrium karbonat yang bersifat basa, agar tidak mengganggu kafein
dalam proses ekstraksi sehingga di murnikan dengan rekristalisasi.
Kloroform merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein
yang juga merupakan senyawa non-polar. Penambahan kloroform bertujuan untuk
mengikat kafein dari larutan agar kafein benar-benar terpisah dari zat-zat lain dalam
larutan. Larutan teh mempunyai berat jenis yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
kloroform. Perbedaan berat jenis kedua larutan tersebut mengakibatkan terbentuknya
dua lapisan pada corong pisah. Dimana lapisan atas adalah larutan teh, sedangkan
lapisan bawah merupakan larutan kloroform. Lapisan bawah yang mengandung
kafein ditampung dan lapisan atas dibilas kembali dengan kloroform. Hal ini
dilakukan agar kafein yang masih ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus
memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benarbenar murni.
Saat penambahan kloroform ke dalam ekstrak teh, corong pisah dikocok
perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan uap yang
dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh. Pada saat
pengocokan terjadi reaksi yang menghasilkan gas, sehingga dengan dibukanya kran
corong pisah, CO2 yang berasal dari kloroform dapat keluar dan terbentuk
kesetimbangan tekanan didalam dan diluar corong.
Pengocokan pada corong pisah ini bertujuan untuk memperbanyak
peluang kontak antara kafein dengan kloroform agar semakin banyak kafein yang
larut dalam kloroform, tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan
mengakibatkan pembentukan emulsi antara kloroform dengan air oleh garam tanin
yang bersifat surfaktan anion. Setelah proses ini selesai akan didapat larutan airgaram dan kafein-kloroform.
Untuk memisahkan keduanya ditambahkan natrium sulfat kemudian
dipanaskan. Tujuan penambahan natrium sulfat adalah untuk pengikatan fasa air yang
ikut serta pada saat pemisahan fasa kloroform dan fasa air dengan menggunakan

corong pisah. Fasa air bisa ikut serta karena dua hal. Pertama adalah karena
ketidaksengajaan memasukan fasa air atau emulsi. Kedua adalah karena air sedikit
larut dalam pelarut senyawa organik seperti kloroform yang digunakan pada
percobaan ini. Jadi natrium sulfat ini akan menyerap air yang masih terkandung di
dalam larutan kafein-kloroform. Selanjutnya larutan tersebut diuapkan sehingga
diperoleh kafein kasar.
Hasil yang didapatkan pada percobaan ini berkaitan dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh (Diana Devi Putri: 2013) dalam penelitiannya kafein
diperoleh dengan menyaring larutan kopi menggunakan kertas saring. Kemudian
dipisahkan dengan corong pisah dengan penambahan kalsium karbonat dan
kloroform. Kalsium karbonat berfungsi untuk memutuskan ikatan kafein dengan
senyawa lain, sehingga kafein akan ada dalam basa bebas. Kafein dalam basa bebas
tadi akan diikat oleh kloroform, karena kloroform merupakan pelarut pengekstraksi
yang tidak bercampur dengan pelarut semula. Kemudian dilakukan pengocokkan
sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang diekstraksi pada dua lapisan
yang terbentuk. Konsentrasi (fase kloroform) dan diuapkan dengan rotari evaporator.
Kloroform tadi akan menguap, sehingga diperoleh ekstrak kafein.
7. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada percobaan tentang ekstraksi
menggunakan corong pisah adalah kafein dari dalam larutan teh dapat Ekstaksi
dengan menggunakan dua pelarut yaitu pelarut air dan pelarut organik, pelarut
organik yang digunakan adalah kloroform, benzena dan dietil eter.
7.2 Saran
Adapun saran saya yaitu untuk para sisten meja agar dapat membimbing
kami lebih baik lagi dalam kegiatan praktikum selanjutnya.

8. DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Elihadanum. 2007. Analisa Zat Pengawet dan Protein dalam Makanan Siap Saji
Sosis. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Padang: Fakultas Farmasi
Universitas Andalas. Vol.13. No.1.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hasnah, Nur. 2011. Analisis Kandungan NitritmDalam Sosis Pada Distributor Sosis
Di Kota Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta:
Universitas Ahmad Dahlan. Vol. 6. No.1.
Iskandar, M.J. 2007. Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Nurmaningsih. 2013. Analisis Kadar Nitrit Pada Sosis Sapi Di Pasar Modern Kota
Gorontalo. Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan. Gorontalo:
Universitas Gorontalo. Vol 3. No. 2.
Raharjo, 2006, Ilmu dan Teknologi Daging, Gadjah Mada
University
Press,
Yogyakarta, hal.473.
Silalahi, J., 2005, Masalah Nitrit dan Nitrat Dalam Makanan.Medika, no.7, UI-Press,
Jakarta, hal 460-461.
Sudarmadji, S., dkk, 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty:
Yogyakarta.
Widjaja, I N.K. dan N.P.L. Laksmiani. 2010. Petunjuk Praktikum Analisis Fisiko
Kimia. Jimbaran: Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.

9. LAMPIRAN

DIAGRAM ALIR
15 Gram Serbuk Teh
Cap Mawar
+ Dimasukkan Dalam Gelas Kimia 500 mL
+ Didihkan Dengan 400 mL aquades
Larutan Teh
+ Disaring Dengan Kertas Saring
+ Didinginkan pada Suhu Kamar
+ Filtrat Dipindahkan kedalam Corong Pisah 100 mL
+ Diekstraksi dengan Kloroform 20 mL sebanyak 3 kali
Larutan Terbentuk Dua Fasa
Kloroform Dibawah dan Air
Berada Diatas

+ Dikeringkan dengan Na2SO4


+ Diuapkan

Kafein Kasar

+ Dimasukkan Kedalam Gelas Kimia 50 mL


+ Benzena 5 mL
+ Dipanaskan Sampai Larut
+ Didinginkan
+ Pelaurut Dietil eter
Bubuk Kafein Murni 28,66
gram

Anda mungkin juga menyukai