Anda di halaman 1dari 18

Pengujian Aktivitas Anti Tukak Lambung Ranitidin dan

Omeprazol Terhadap Induksi Aspirin pada Tikus Galur Wistar


Betina

Jumat, 28 September 2018


Kelompok I
Shift C / 07.00 – 10.00 WIB

NAMA NPM
Nalia El-Huda 260110160094
Luthfia Azzahra 260110160098
Wifaaq Ulima Putri 260110160100
Luthfi Hargo Siwi 260110160103
Lupita Churry Aini 260110160107
Ismi Chairunisa 260110160114
Gita Widi Setyowati 260110160117
Atikah Khairunnisa 260110160120

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN FARMASI KLINIK


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB I - PENDAHULUAN.................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 4

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 5

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5

1.4. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 6

1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 6

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7

BAB III - METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 11

3.1. Alat ......................................................................................................... 11

3.2. Bahan ...................................................................................................... 11

3.3. Hewan Uji ............................................................................................... 11

3.4. Metode Penelitian ................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit tukak lambung merupakan penyakit yang terjadi pada

saluran pencernaan yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan data

Profil Kesehatan Indonesia 2008, kematian yang disebabkan penyakit saluran

pencernaan pada tahun 2007 sebanyak 6.590 jiwa dan pada tahun 2008 terjadi

peningkatan menjadi 6.825 jiwa (Hanafi, dkk., 2014). Tukak lambung

merupakan luka pada lapisan mukosa (lapisan epitel) lambung dan terjadi

iritasi mukosa berdiameter 5 mm atau lebih dengan kedalaman sampai ke

submukosa. Patogenesis terjadinya tukak lambung ialah bila terdapat ketidak

seimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif (Suhatri, dkk., 2015).

Insidensi mengenai ulkus gaster semakin meningkat secara global.

Di Indonesia, 4 juta orang menderita ulkus gaster setiap tahunnya, dan 46%

dari kejadian ulkus gaster disebabkan oleh pemakaian Obat Anti Inflamasi

Non-Steroid (OAINS) yang bersifat mengiritasi gaster. Sifat iritasi OAINS

terhadap gaster ini diawali dengan terjadinya sindroma dispepsia yang

berkembang menjadi gastritis hingga menjadi ulkus gaster bahkan dapat

menimbulkan suatu perforasi pada gaster (Bukhari, et. al., 2011).

Normalnya, gaster cukup kuat untuk menahan asam klorida (HCl)

yang disekresikan gaster karena mukosa gaster dilindungi oleh lapisan


mukus/mukus barier, dan epitel selapis silindris sehingga HCl tetap terjaga di

dalam gaster yang nantinya berfungsi untuk mencerna bolus-bolus makanan

dari esofagus menjadi kimus. Namun, apabila terjadi ketidakseimbangan

dalam gaster dapat menyebabkan meningkatnya jumlah HCl diatas ambang

batas normal, seperti makanan minuman, stress, obat anti inflamasi

nonsteroid (OAINS), alkohol, dan bile reflux yang dapat menimbulkan defek

lapisan mukus dan terjadi difusi balik ion H+ sehingga akan mengakibatkan

timbulnya gastritis akut/ kronis hingga menjadi ulkus gaster (Arianto, 2005).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

a. Apakah pemberian omeprazole dan ranitidin efektif sebagai obat tukak

lambung?

b. Apakah omeprazole dan ranitidin dapat menurunkan konsentrasi HCl

lambung?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui efektivitas omeprazole dan ranitidin sebagai obat

tukak lambung

b. untuk mengetahui kemampuan omeprazole dan ranitidin menurunkan

konsentrasi HCL lambung


1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi ilmiah untuk


mengetahui aktivitas pada ranitidin dan omeprazol jika diinduksi dengan
aspirin.

1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian

Laboratorium Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

b. Waktu penelitian

Bulan Oktober tahun 2018


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ulkus lambung merupakan lesi penyebab nyeri yang disebabkan oleh erosi

dari lapisan mukosal lambung atau nekrosis pada permukaan jaringan yang

disebabkan oleh inflamasi peluruhan jaringan nekrotik (Raheem, et. al., 2016).

Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

rusaknya lapisan mukosa, bahkan sampai ke mukosa muskularis.

Ketidakseimbangan antara faktor agresif dan protektif merupakan awal terjadinya

tukak lambung. Hipersekresi asam lambung sebagai faktor agresif adalah kondisi

patologis yang terjadi akibat sekresi HCl yang tidak terkontrol dari selsel parietal

mukosa lambung melalui pompa proton H+/K+-ATPase, sedangkan kerusakan

lapisan mukus yang berfungsi sebagai faktor protektif pada permukaan mukosa

lambung dapat memperparah keadaan di atas (Saputri, dkk., 2008).

Tukak lambung terjadi ketika keseimbangan antara asam lambung dan

faktor pertahanan mukosa terganggu. Pada individu yang sehat, saluran pencernaan

dilapisi oleh membran mukosa yang melindungi jaringan utama melawan korosif

akibat asam lambung yang tinggi, namun jika jumlah asam secara dramatis

bertahan, atau pH dari asam secara signifikan berkurang, atau lapisan membran

mukosa menjadi terlalu tipis atau kering, maka asam merusak jaringan dan

kemudian terjadi ulkus (Dufton, 2012). Beberapa faktor yang termasuk patogenesis

dari ulkus lambung, faktor terbesar meliputi infeksi bakteri (Helicobacter pylori),
obat-obatan (NSAIDs), bahan-bahan kimia (HCl/etanol), kanker lambung dan

faktor lainnya meliputi keadaan stres, merokok, makanan pedas dan defisiensi

nutrisi (Sunil, et al., 2012).

Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan jenis obat yang

dikenal sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi yang memiliki tujuan untuk

pengobatan gangguan musculoskeletal yang mampu menghilangkan rasa sakit dan

pembengkakan pada sendi-sendi yang terkena sakit dan radang (Sigit, dkk., 2012).

OAINS memiliki mekanisme aksi kerja dalam menghambat kerja enzim

siklooksigenase (COX). Enzim COX ini berkerja mengkatalisa pembentukan

prostaglandin (PG) yang berperan dalam pembengkakan dan rasa sakit.

Penghambatan enzim COX ini mengakibatkan OAINS dapat mengurangi

pembengkakan dan rasa sakit yang terjadi. Terhambatnya pembentukan PG dapat

menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan, khususnya pada lambung,

dikarenakan sekresi mukosa yang berfungsi sebagai proteksi lambung terhadap

asam lambung dan enzim akan menurun. Efek samping dari kejadian tersebut

adalah dispepsia, perdarahan, tukak lambung atau tukak peptik, dan perdarahan

yang terus-menerus akan mengakibatkan anemia yang dapat mengancam nyawa

orang (Sigit, dkk., 2012).

Asetosal atau aspirin merupakan obat pertama yang digunakan untuk

indikasi pembengkakan dan rasa sakit ini. Pemberian dosis OAINS untuk tujuan

klinik muskuloskeletal ini lebih besar dari penggunaan dosis OAINS pada

umumnya. Pemberian dosis tinggi meningkatkan resiko terkenanya perdarahan


saluran cerna bagian atas dan perforasi atau tukak lambung/peptik (Sigit, dkk.,

2012).

Apirin adalah NSAIDS (Nonsteroidal antiinflammation drugs) yang paling

bertahan lama dan merupakan analgetik efektif, dengan durasi kerja sekitar empat

jam. Aspirin diabsorbsi dengan baik secara oral, pH asam dalam lambung menjaga

fraksi besar aspirin tidak terionisasi sehingga menunjang absorbsi dalam lambung.

Aspirin merupakan asam lemah yang banyak diabsorbsi melalui area permukaan

yang luas dari usus kecil bagian atas. Aspirin yang diabsorbsi mengalami hidrolisis

oleh esterase dalam darah dan jaringan menjadi salisilat (yang aktif) dan asam

asetat. Sebagian besar salisilat diubah dalam hati menjadi konjugat larut air yang

cepat diekskresi oleh ginjal. Alkalinisasi urin mengionisasi salisilat. Karena hal ini

mengurangi reabsorbsi tubulusnya, maka ekskresi salisilat meningkat (Neal, 2006).

Terapi tukak lambung yang umum digunakan adalah kombinasi antara

antibiotik dengan golongan obat Proton Pump Inhibitor (PPI) dan Histamine-2

Receptor Antagonist (H2RA). Antibiotik berguna untuk terapi eradikasi (terapi

kombinasi). H. pylori merupakan penyebab utama tukak peptik. Penggunaan PPI

dan H2RA berguna untuk mengurangi sekresi asam lambung yang berlebihan pada

tukak peptik (Akil, 2001). Terapi mengunakan PPI dan H2RA direkomendasikan

pada pasien yang memiliki resiko tinggi komplikasi tukak maupun pasien yang

gagal dalam terapi eradikasi H. pylori. Berkurangnya nyeri epigasrik harus

dimonitor dengan seksama yang merupakan bagian terapi pada pasien dengan

infeksi H. pylori atau NSAID induced ulcer (Berardi dan Lynda, 2008).
Kerja antagonis reseptor H2 yang paling penting adalah mengurangi

sekresi asam lambung. Volume sekresi asam lambung dan konsentrasi pepsin juga

berkurang (Katzung, 2004). Mekanisme obat tersebut adalah memblokir histamin

pada reseptor H2 sel parietal sehingga sel parietal tidak terangsang mengeluarkan

asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel (Tarigan, 2001). Adapun yang

termasuk dalam golongan obat H2 reseptor antagonis adalah simetidin, ranitidin

dan famotidin dilaporkan kurang berpengaruh terhadap fungsi otot polos lambung

dan tekanan sfingter esofagus yang lebih bawah. Sementara terdapat perbedaan

potensi yang sangat jelas diantara efikasinya dibandingkan obat lainnya dalam

mengurangi sekresi asam. Selain itu nizatidin dilaporkan dapat memacu aktifitas

kontraksi asam lambung, sehingga memperpendek waktu pengosongan lambung

(Katzung, 2004).

Golongan proton pump inhibitor (PPI) merupakan prodrug yang

memerlukan aktivasi di lingkungan asam (Katzung, 2004). Golongan obat ini

mekanismenya dengan memblokir kerja enzim K+/H+ ATP-ase yang akan

memecah K+/H+ ATP. Pemecahan K+/H+ ATP akan menghasilkan energi yang

digunakan untuk mengeluarkan asam lambung dan menghubungkan sel parietal ke

dalam lumen lambung (Tarigan, 2001). Adapun jenis obat yang termasuk golongan

proton pump inhibitor adalah omeprazol, lanzopraprazol, rabeprazol dan

pantoprazol ke empat obat tersebut efektif diberikan jangka pendek yaitu 4-8

minggu untuk pengobatan tukak peptik. Omeprazol bekerja secara selektif yaitu

dengan menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung, yang kemungkinan turut

berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya (Katzung, 2004).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat

Kandang tikus, meja bedah untuk tikus, benang kasur, alat bedah, sonde

oral, suntikan, kaca pembesar, mistar, mortar, stamper, sudip, spatula, pipet

tetes, papan styrofoam, jarum pentul.

3.2. Bahan

Tablet aspirin, ranitidine, dan omeprazol. Na-CMC 0,5%, NaCl 0,9 %,

air suling (aquades).

3.3. Hewan Uji

Tikus galur Wistar diperoleh dari Fakultas Farmasi, Universitas

Padjadjaran, dengan bobot sekitar 150-200 gram dan usia 2-3 bulan. Hewan

diaklimasi selama 2 minggu sebelum penelitian.

3.4. Metode Penelitian

a. Penyiapan Bahan

Penyiapan suspensi untuk pemberian oral asetosal, ranitidin, dan

omeprazol dengan Na-CMC 0,5 %. Sediaan farmasetik yang digunakan


berupa tablet digerus sampai halus homogen, sedangkan sediaan kapsul

dibuka cangkangnya lalu dikeluarkan isinya dan digerus sampai halus dan

homogen. Kemudian serbuk yang diperoleh disuspensi.

b. Perlakuan pada Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang menggunakan tikus galur Wistar

dikelompokkan menjadi 2 kelompok studi, yaitu sebagai berikut:

Kelompok Studi Omeprazol

Kelompok I : Merupakan kelompok kontrol negatif dengan

perlakuan pemberian larutan Na-CMC 0,5% secara

oral

Kelompok II : Merupakan kelompok kontrol positif dengan perlakuan

pemberian induksi aspirin (AAS) secara oral

Kelompok III : Merupakan kelompok uji dengan perlakuan pemberian

induksi aspirin (AAS) dan omeprazole secara oral.

Kelompok Studi Ranitidin

Kelompok I : Merupakan kelompok kontrol negatif dengan

perlakuan pemberian larutan Na-CMC 0,5% secara

oral

Kelompok II : Merupakan kelompok kontrol positif dengan perlakuan

pemberian induksi aspirin (AAS) secara oral

Kelompok III : Merupakan kelompok uji dengan perlakuan pemberian

induksi aspirin (AAS) dan ranitidin secara oral.


Sebelum dilakukan pengujian, pada kelompok II dan kelompok III,

tikus dipuasakan ad. libitum selama 1 hari dengan tetap diberikan minum

(tanpa diberi pakan). Pemberian induksi aspirin dilakukan pada hari

kedua. Setelah 1 jam dilakukan pemberian induksi, diberikan omeprazole

dan ranitidine pada masing-masing hewan uji.

Kemudian, hewan dikorbankan dengan cara dislokasi tulang leher

sesuai dengan bioetika pengorbanan terhadap hewan uji. Tikus dilakukan

pembedahan dan diambil lambungnya, kemudian dinding lambung dicuci

dengan NaCl 0,9% sampai bersih dari mukosa dan submucosa lambung,

lalu direntangkan diatas Styrofoam. Tukak yang terbentuk diamati dan

dibandingkan antara dua kelompok uji tersebut. Data yang didapat diolah

secara statistic dengan ANOVA satu arah (p<0,05).

c. Penentuan Indeks Tukak dan Inhibisi Tukak

Indeks tukak yaitu sistem penomoran yang digunakan untuk

menilai tukak yang dihasilkan. Indeks dapat diperoleh berdasarkan skor

jumlah tukak (Tabel 1) dan keparahan tukak (Tabel 2).

Tabel 1. Skor Jumlah Tukak

Skor Parameter Jumlah Tukak

1 Normal

2 Bintik pendarahan

3 Jumlah 1-3

4 Jumlah 4-6
5 Jumlah 7-9

6 Jumlah >9 atau perforasi

Tabel 2. Skor Keparahan Tukak

Skor Parameter Jumlah Tukak

1 Normal

2 Bitnik pendarahan

3 Pendahan ringan

4 Pendahan sedang

5 Pendahan berat

6 Perforasi/Seluruh area mukosa mengalami pendarahan

Nilai indeks tukak dilakukan dengan rumus sebagai berikut.

IT = RSJT + RSPT + 0,1 PT

IT = indeks tukak

RSJT = rataan skor jumlah tukak tiap kelompok perlakuan

RSPT = rataan skor keparahan tukak tiap kelompok perlakuan

PT = persentase hewan yang terkena tukak dalam tiap kelompok

perlakuan

Persentase inhibisi tukak dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

𝐼𝑇 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙−𝐼𝑇 𝑢𝑗𝑖
x 100%
𝐼𝑇 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
d. Pengukuran Asam Lambung dan pH

Cairan lambung dikeluarkan, isi lambung dikumpulkan dan

disentrifugasi 3000 rotasi per menit selama 10 menit dan diukur volume

cairan lambung. Jumlah asam bebas dan asam total ditentukan dengan

titrasi dengan larutan NaOH 0,01 N menggunakan indikator metil merah

sampai warna kuning lalu dicatat volume NaOH untuk perhitungan asam

bebas, titrasi dilanjutkan menggunakan indikator fenolftalein sampai

terjadi warna merah ungu.


DAFTAR PUSTAKA

Arianto A. 2005. Pembuatan kapsul obat golongan anti ‐ inflamasi nonsteroid

(ibuprofen) yang tidak mempunyai efek samping dalam lambung dan

pengujian disolusi. Komunikasi Penelitian USU;17(5):49–55.

Berardi R.R., Welage L.S. 2005. Peptic Ulcer Disease. In Dipiro J.T., Talbert R.L.,

Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M. ed: Pharmacotherapy a

Pathophysiologic Approach. 6th ed., halaman: 630 USA: McGrawHill

Companies.

Bukhari, M. H. Khalil J., Qamar S., Qamar Z. Zahid, M. Ansari N. & Bakhshi I. M.

2011. Comparative gastroprotective effects of natural honey, Nigella

sativa and cimetidine against acetylsalicylic acid induced gastric ulcer in

albino rats. Journal of the College of Physicians and Surgeons

Pakistan;21(3):151–156.

Dufton, J. 2012. The Pathophisiology and Pharmaceutical Treatment of Gastric

Ulcers. PharmCon Inc, halaman 2.

El-Shinnawy, Nashwa A, Samira A Abd-Elmageid, and Eda MA Alshailabi. 2014.

Evaluation of antiulcer activity of indole-3-carbinol and/or omeprazole on

aspirin-induced gastric ulcer in rats. Toxicol Ind Health, Vol. 30(4) 357–

375.
Hanafi, A.N., Sutjiatmo, B.A., Vikasari, N.S. 2014. Uji Efek Antitukak Lambung

Ekstrak Air Herba Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.) Terhadap

Tikus Wistar Betina. 2 (1), 45-50.

Haqiqi, Ferina Nur. 2015. Efek Pemberian Madu Hutan Terhadap Mukosa Gaster

Yang Diinduksi Ibuprofen Suspensi. Majority, Volume 4, Nomor 8

Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi XIII, halaman 451

Translation of Basic and Clinical Pharmacology Eight Edition. Alih

bahasa oleh Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran Universitas

Airlangga. Jakarta: Salemba Medika.

Raheem, Ihab T Abdel, Ghazi A Bamagous, and Gamal A Omran. 2016. Anti-

Ulcerogenic Effect Of Genistein Against Indomethacin-Induced Gastric

Ulcer In Rats. Asian J Pharm Clin Res, Vol 9, Issue 2, 58-63

Saputri, Fadlina Chany, Santi Purna Sari, dan Abdul Mun’im. 2008. Pengembangan

Metode Induksi Tukak Lambung. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No.

2, 84-90

Sigit, Joseph Iskendiarso, Ribkah, dan Andreanus Andaja Soemardji. 2012.

Efektivitas Preventif Omeprazol Terhadap Efek Samping Tukak Lambung

Antiinflamasi Non Steroid (Asetosal) pada Tikus Galur Wistar Betina.

Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXXVII, No. 2

Suhatri., Rusdi., dan Sugesti, E. 2015. Pengaruh Pemberian Sari Wortel (Daucus

carota L.) terhadap Tukak Lambung Pada Tikus Putih Jantan. Jurnal Sains

Farmasi dan Klinis. 2(1), 99-103.


Sunil, K., Amandeep, K., Robin, S., dan Ramica, S. 2012. Peptic Ulcer: A Review

on Etiologi and Pathogenesis. International Research Journal of

Pharmacy, 3(6): 34-38.

Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid I,

halaman: 338-344. Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai