Kelompok :2
II. Prinsip
Suatu metode kurva turunan yang dapat digunakan untuk analisis suatu
campuran dari beberapa zat secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan
terlebih dahulu (Nurhidayati, 2013).
Dilihat dari strukturnya, parasetamol memiliki gugus kromofor dan ausokrom, yang
dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri, namun
kendala yang sering dijumpai yaitu terjadinya tumpang tindih spektra (overlapping) karena
keduanya memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan sehingga
diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu (Altun, 2002).
Spektrofotometri ini hanya terjadi jika ada perpindahan electron dari tingkat
energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak
diikuti dengan perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi
singlet. Spektrometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer merupakan alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Kelebihan spectrometer dibandingkan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh
dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada fotometer filter
dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang
gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang
gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang
gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang
benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti
prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang
kontiniu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan
suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun
pembanding (Khopkar, 2002).
4.2 Bahan
a. Etanol
b. Caffien
c. Paracetamol
d. Sampel yang mengandung paracetamol dan caffein
V. Metode
Dalam analisis bahan aktif parasetamol dan caffeine dalam sediaan solid
menggunakan spektrofotometri UV mula mula dilakukan optimasi larutan murni
parasetamol dan caffeine. Optimasi larutan murni parasetamol dilakukan dengan
cara pertama dibuat larutan murni parasetamol 1000 ppm. Larutan murni
parasetamol 1000 ppm dibuat dengan cara 50 mg parasetamol ditimbang dan
dilarutkan dengan etanol dalam labu ukur 50 ml. Setelah itu dilakukan pengenceran
bertingkat dengan diambil 5 ml larutan murni parasetamol 1000 ppm di ad dengan
etanol hingga 50 ml dan didapatkan larutan murni parasetamol 100 ppm. Setelah
itu dilakukan kembali pengenceran bertingkat larutan murni parasetamol 10 ppm
dengan cara diambil 1 ml larutan murni parasetamol 100 ppm dimasukkan ke dalam
labu ukur 10 ml dan di ad hingga tanda batas. Setelah itu dilakukan read absorbansi
larutan murni dengan cara dimasukkan larutan hingga ¾ bagian kuvet, lalu pada
kuvet lainnya dimasukkan etanol hingga ¾ bagian kuvet. Setelah itu larutan di read
dan dicari λ zero-crossing.
Setelah itu dilakukan pembuatan kurva baku caffeine pada 6 labu ukur 10 ml
dengan variasi konsentrasi caffeine 5; 10; 15; 20; 25; dan 30 ppm. Pada labu 1
diambil 0,5 ml caffeine 100 ppm dari larutan stok dan tambahkan 3,5 ml pct, ad
hingga tanda batas dengan menggunakan etanol. Pada labu 2, diambil 1 ml caffeine
100 ppm dari larutan stok dan tambahkan 3,5 ml pct, ad hingga tanda batas dengan
menggunakan etanol. Pada labu 3, diambil 1,5 ml caffeine 100 ppm dari larutan
stok dan tambahkan 3,5 ml pct, ad hingga tanda batas dengan menggunakan etanol.
Pada labu 4, diambil 2 ml caffeine 100 ppm dari larutan stok dan tambahkan 3,5 ml
pct, ad hingga tanda batas dengan menggunakan etanol. Pada labu 5, diambil 2,5
ml caffeine 100 ppm dari larutan stok dan tambahkan 3,5 ml pct, ad hingga tanda
batas dengan menggunakan etanol. Pada labu 6, diambil 3 ml caffeine 100 ppm dari
larutan stok dan tambahkan 3,5 ml pct, ad hingga tanda batas dengan menggunakan
etanol. Setelah itu setiap larutan diisi satu persatu ke dalam kuvet sampai ¾ bagian.
Isi etanol ke dalam kuvet lain sampai ¾ bagian. Setelah itu larutan diukur
absorbansi pada panjang gelombag zero crossing paracetamol.
No Perlakuan Hasil
Menimbang paracetamol 50
1 Didapatkan parasetamol 50 mg
mg
a. Parasetamol 100ppm
b. Kafein 65ppm
a. Parasetamol
Mengukur absorbansi
Didapatkan absorbansi parasetamol
3 parasetamol 14ppm pada zero
0,937 pada Panjang gelombang 253
crossing kafein
Mengukur absorbansi
Didapatkan absorbansi parasetamol
4 parasetamol 20ppm pada zero
0,974 pada Panjang gelombang 253
crossing kafein
b. Kafein
a. PCT
b. caffeine
Menghitung absorbansi
paracetamol pada zero crossing Didapatkan absorbansi PCT -0,029 pada
caffeine dan zero crossing panjang gelombang 257 nm dan
3
caffeine dan absorbansi absorbansi kafein 0,004 pada panjang
caffeine pada zero crossing gelombang 273 nm.
paracetamol
- 100 ppm
100 x 50 = 1000 x V
V = 5 ml Diambil 5 ml dari stock 1000 ppm
- 10 ppm
10 x 10 = 100 x V
V = 1 ml Diambil 1 ml dari stock 100 ppm dilarutkan dalam labu ukur
10 ml etanol
Caffein 65 ppm
6,5
𝑥 643,4 = 69,34 mg Berat yang ditimbang
65
Caffein
- 5 ppm
5 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V = 0,5 ml
- 10 ppm
10 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V= 1 ml
- 15 ppm
15 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V= 1,5 ml
- 20 ppm
20 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V = 2 ml
- 25 ppm
25 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V = 2,5 ml
- 30 ppm
30 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V= 3 ml
PCT
5 ppm x 7 = 35 ppm
35 ppm x 10 ml = 100 ppm x V
V = 3,5 ml
- 10 ppm
100 x V = 10 ppm x 10 ml
V= 1 ml
- 12 ppm
100 ppm x V = 12 ppm x 10 ml
V = 1,2 ml
- 14 ppm
100 ppm x V = 14 ppm x 10 ml
V = 1,4 ml
- 16 ppm
100 ppm x V = 16 ppm x 10 ml
V= 1,6 ppm
- 18 ppm
100 ppm x V = 18 ppm x 10 ml
V = 1,8 ppm
- 20 ppm
100 ppm x V = 20 ppm x 10 ml
V = 2 ml
Kaffein
Pengenceran 65 ppm menjadi 10 ppm
65 x V = 25 ml x 10 ppm
V = 3, 85 ml
65
X = 18.052364 x 10
= 11.07 mg
= 11.07 %
PCT
Y = -0.0514x + 0.2486
R2 = 0.9572
-0.029 = - 0.0154x + 0.2486
500
X = 18.02597 x 12
= 545.0522 mg
= 109,01 %
0.750
0.500
0.250
Absorbance
0.750
0.500
0.250
Absorbance
7.10 Kurva Sampel Caffein
0.750
0.500
0.250
Absorbance
0.750
0.500
0.250
Absorbance
VIII. Pembahasan
Sampel yang akan dianalisis adalah tablet panadol extra. Di dalam tablet ini
terkandung paracetamol dan kafein. Kedua senyawa dapat diukur kadarnya
menggunakan metode spektrofotometri UV karena keduanya memiliki gugus
kromofor. Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan kadarnya
adalah yaitu melakukan optimasi terhadap bahan murni kedua senyawa. Optimasi
ini dilakukan untuk menentukan absorbansi maksimum masing-masing senyawa,
lalu pada absorbansi maksimum tersebut akan diturunkan hingga mencapai zero
crossingnya. Ketika dilakukan penurunan, panjang gelombang yang menunjukkan
absorbansi maksimum akan menjadi dA/dλ = 0.
Pembuatan kurva baku kedua sampel ini dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan membuat masing-masing konsentrasi dari larutan stok awal, atau
dengan pengenceran bertingkat. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, metode pertama lebih mudah dilakukan hanya saja
kemungkinan terjadi kesalahan pengukuran relative lebih besar, sedangkan metode
pengenceran bertingkat memerlukan perhitungan yang sangat presisi tetapi dalam
pengerjaannya lebih akurat apabila dilakukan sesuai prosedur yang ada.
IX. Kesimpulan
Pada sampel uji berupa panadol extra didapatkan kadar parcetamol sebesar
109,01 % dan kadar caffein sebesar 11,07 % dengan menggunakan metode
spektrometri derivatif .
DAFTAR PUSTAKA
Altun, M. 2002. HPLC Method for the Analysis of Paracetamol, Caffeine and
Dipyrone. Turk J Chem. Vol 26: 521-528.
Fatimawali., Herlinda I.P., Tjaboali., Defny, S., dan Wewengkang. 2015. Validasi
Metode untuk Penetapan Kadar Ciprolaxin dalam Sediaan Tablet atau daam
Produk jadi Generik Spektrofotmetri. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 4(4).
Hayun., Harianto., dan Yenti. 2006. Penetapan Kadar Tripolidina Hidroklorida dan
Psedoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza Secara
Spektrofotometri Derivatif. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 3 (1) : 94 –
105.
Naid, T., Syaharuddin K., dan Mieke, P. 2011. Penetapan Kadar Parasetamol dalam
Tablet Kombinasi Parasetamol dengan Kofein Secara Spektrofotometri
Ultraviolet-Sinar Tampak. Majalah Farmasi dan Farmakologi. Vol 15(2):
77-82.
Sudjadi dan Rahman, A. 1994. Analisis Obat dan Makanan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.