Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA INSTRUMEN GRUP E

PENENTUAN KURVA BAKU

Dosen Pengampu: Ghalib Syukrillah Syahputra, M.Farm.

Disusun Oleh:

VIVI ANGELINA

1643050001

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI ILMU FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2019/2020
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan panjang gelombang maximum sampel paracetamol dan kafein.

2. Menentukan nilai absorbansi dari larutan paracetamol dan kafein di berbagai


konsentrasi dengan panjang gelombang yang sudah ditemukan.

II. Tinjauan Pustaka


Spektrofotometri serapan ultraviolet dan Visible adalah teknik yang didasarkan
pada atenuasi pengukuran radiasi elektromagnetik oleh zat penyerap. Radiasi ini,
memiliki kisaran spektral sekitar 190-800 nm, yang juga berbeda dalam hal rentang
energi, dan jenis eksitasi dari lainnya. Redaman ini dihasilkan dari refleksi, hamburan,
penyerapan atau gangguan. Namun, pengukuran redaman yang akurat dapat dilakukan
hanya dengan mencatat absorbansi. Dalam beberapa batas, absorbansi sebanding
dengan konsentrasi analit untuk menentukan dan jarak cahaya ketika melewati sampel
selama iradiasi. Hubungan ini disebut hukum Beer dan umumnya ditulis sebagai A = ε
xbxc, di mana A berarti absorbansi, ε adalah koefisien absorbansi molar (tergantung-
panjang gelombang) dalam mol-1 L cm-1, b adalah panjang jalur dalam cm dan c
adalah konsentrasi penyerap dalam mol L-1 9. Hubungan linier ini dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti karakteristik spektrofotometer, fotodegradasi molekul,
adanya hamburan atau menyerap gangguan dalam sampel, senyawa fluoresen dalam
sampel, interaksi antara analit dan pelarut, dan pH.(L.C. Passos & M.F.S. Saraiva,
2019).
Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasarkan sumber cahaya yang
digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Spektrofotometri Vis (Visible)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumbersinar/energy dalah cahaya
tampak (Visible). Cahaya visible termasukspectrum elektromagnetik yang dapat
ditangkap oleh mata manusia.Panjang gelombang sinar tampak adalah 380- 750 nm.
Sehingga semuasinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, maka sinar tersebut
termasukkedalam sinar tampak (Visible).
b. Spektrofotometri UV (Ultra Violet)
Berbeda dengan spektrofotometri Visible, pada spektrofometri UV
berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium.
Deuterium disebut juga heavy hydrogen. Dia merupakan isotop hydrogen yang
stabil tang terdapat berlimpah dilaut dan didaratan. Karena sinar UV tidak dapat
dideteksi oleh mata manusia maka senyawayang dapat menyerap sinar ini terkadang
merupakan senyawa yang tidakmemiliki warna. Bening dan transparan.c.
c. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible.
Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumbercahaya UV dan sumber
cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebihcanggih sudah menggunakan hanya
satu sumber sinar sebagai sumber UVdan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi
dengan monokromator.
d. Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektrofotometri ini berdasar kepada penyerapan panjanggelombang Inframerah.
Cahaya Inframerah, terbagi menjadi inframerahdekat, pertengahan dan jauh.
Inframerah pada spektrofotometri adalahadalah inframerah jauh dan pertengahan
yang mempunyai panjanggelombang 2.5-1000 mikrometer. Hasil analisa biasanya
berupasignalkromatogram hubungan intensitas IR terhadap panjang
gelombang.Untuk identifikasi, signal sampel akan dibandingkan dengan signal
standard.

Paracetamol (acetaminophen) adalah obat antipiretik analgesik dengan aksi


antiinflamasi yang lemah, umum digunakan untuk pengobatan nyeri akut dan demam
pada orang dewasa dan anak-anak. Meskipun penggunaan klinisnya meluas selama
lebih dari seabad, totalitas mekanisme kerja farmakologis parasetamol belum
dijelaskan secara memuaskan. Mekanisme kerja aspirin dan anti-steroid non-steroid
lainnya obat inflamasi (NSAID) tergantung pada penghambatan aktivitas
siklooksigenase (COX). Tidak seperti NSAID, parasetamol terbukti mengurangi
sintesis prostaglandin E2 (PGE2) lebih kuat di otak daripada di jaringan perifer.
Parasetamol menghasilkan penghambatan yang lemah dari aktivasi COX-1 dan COX-
2, dan aksi antipiretik parasetamol tidak tergantung pada penghambatan COX-2, tetapi
pada protein turunan gen COX-1(Ayoub & Flower, 2019).
Parasetamol atau asetaminophen N-asetil-4Aminofenol (C8H9N02) dengan
memiliki BM 151,16. Asetaminofen mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit. Kelarutan: Larut dalam 70
bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%), dalam 13 bagian aseton, dalam 40 bagian
gliserol dan dalam 9 bagian propilenglikol; larut dalam larutan alkalihidroksida. Khasiat
dan kegunaan yaitu analgetikum, antipireutikum.
Kafein adalah stimulan yang banyak digunakan, biasanya ditemukan dalam soda,
kopi, minuman berenergi, dan suplemen. Manfaat ergogenik kafein telah dipelajari
secara luas yang mencakup berbagai modalitas dan kondisi latihan. Bukti menunjukkan
bahwa kafein dapat meningkatkan kinerja daya tahan, waktu untuk kelelahan, dan
latihan intensitas jangka pendek. Dampak kafein pada ukuran kekuatan otot masih
kurang jelas. Kafein telah ditemukan meningkatkan kekuatan otot 1-RM dan
pengulangan hingga kelelahan. Mekanisme potensial dari efek ergogenik kafein
berhubungan dengan perubahan gairah akibat efek pada sistem saraf pusat serta
peningkatan pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma dan perekrutan unit.
Sebaliknya, peneliti lain telah melaporkan tidak ada peningkatan signifikan dalam
kekuatan otot atau pengulangan kelelahan setelah konsumsi kafein.(Nicks & Martin,
2019).
Kafein memiliki rumus molekul C8H10N402 (anhidrat) dengan memiliki BM
194,19. Pemerian : serbuk putih, berbentuk jarum mengkilat, biasanya menggumpal,
tidak berbau, rasa pahit, larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus, bentuk hidratnya
mengembang diudara. Kelarutan : agak sukar larut dalam air dan dalam etanol, mudah
larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter.

III. Alat dan Bahan

Alat
1. Labu ukur 50 ml (1) ; 25 ml (5)
2. Beaker glass (2)
3. Batang pengaduk
4. Pipet volume 1 ml
5. Kaca arloji
6. Spatel
7. Kuvet
8. Spektofotometri

Bahan

1. Paracetamol
2. Kaffein
3. Aquadest
4. Metanol
IV. Cara Kerja

Paracetamol dan Kafein

Dilarutkan dengan pelaut yang cocok


(Paracetamol: metanol, kafein:metanol)

Larutan Paracetamol dan Kafein

Buat berbagai konsentrasi larutan


PCT (20,30,40,50,60 ppm)
Kafein (30,40,50,60,70 ppm)

Larutan paracetamol dan kafein dengan berbagai


variasi konsentrasi

Hitung panjang gelombang maksimum dengan


spektrofotometri UV-Vis

Panjang gelombang maksimum paracetamol dan kafein

Hitung absorbansi tiap-tiap konsesntrasi larutan


dengan panjang gelombang

Nilai Absoransi variasi larutan paracetamol dan kafein

V. Hasil dan Pembahasan


 Paracetamol
Larutan induk dibuat dengan melarutkan 50 mg paracetamol dengan 50 ml
metanol

Pengenceran :
20 ppm:
V1 x 1000 = 25 x 20
=500/1000
= 0,5 ml ad 25 ml metanol
30 ppm:

V1 x 1000 = 25 x 30
=750/1000
= 0, 75 ml ad 25 ml metanol
40 ppm:
V1 x 1000 = 25 x 40
= 1000/1000
= 1 ml ad 25 ml metanol
50 ppm:
V1 x 1000 = 25 x 50
= 1250/1000
= 1,25 ml ad 25 ml metanol
60 ppm:
V1 x 1000 = 25 x 60
= 1500/1000
= 1,5 ml ad 25 ml metanol
 Caffein
Larutan induk dibuat dengan melarutkan 50 mg kafein dengan 50 ml metanol

Pengenceran :

30 ppm:

V1 x 1000 = 25 x 30

=750/1000

= 0,75ml ad 25 ml methanol

40 ppm:

V1 x 1000 = 25 x 40

=1000/1000

= 1 ml ad 25 ml metanol

50 ppm:

V1 x 1000 = 25 x 50
= 1250/1000

= 1,25 ml ad 25 ml metanol

60 ppm:

V1 x 1000 = 25 x 60

= 1500/1000

= 1,5 ml ad 25 ml metanol

70 ppm:

V1 x 1000 = 25 x 70

= 1750/1000

= 1,75 ml ad 25 ml methanol

Hasil Absorbansi:

1. Paracetamol
Hasil absobansi paracetamol (panjang gelombang maksimum = 300nm)

Konsentrasi Larutan Absorban


20 ppm 0,483
30 ppm 0,487
40 ppm 0,492
50 ppm 0,494
60 ppm 0,498
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan larutan parasetamol untuk
mengetahui kurva kalibrasi. Larutan baku dibuat dengan melarutkan paracetamol
50 mg dalam 50ml metanol dan diperoleh konsentrasi 1000ppm sebagai larutan
baku. Selanjutkan dilakukan pengenceran dengan variasi konsentrasi 20, 30, 40, 50,
dan 60 ppm. Sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan konsentrasi larutan
dan absorbansi seperti tabel diatas. Panjang gelombang maksimal yang kami
dapatkan adalah 300nm sedangkan pada literatur panjang gelombang maksimal
adalah 243nm, hal ini terjadi karena adanya kesalahan saat pengerjaan seperti bahan
pengotor ataupun yang lain sehingga mempengaruhi panjang gelombang yang
diperoleh. Diperoleh data seperti tabel diatas yang menunjukkan semakin besar
konsentrasi larutan maka nilai absorbansinya juga semakin tinggi, ini dikarenakan
semakin besar konsentrasi larutan maka semakin banyak juga zat aktif di dalamnya
sehingga proses serapan cahaya lebih tinggi dari pada konsentrasi larutan yang
kecil.

2. Caffein

Hasil absorbansi caffein (panjang gelombang maksimum = 299nm)

Konsentrasi Absorban

30 ppm 0,476
40 ppm 0,483
50 ppm 0,484

60 ppm 0,488

70 ppm 0.489
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan larutan caffein untuk
mengetahui kurva kalibrasi. Larutan baku dibuat dengan melarutkan kafein 50 mg
dalam 50 ml metanol dan diperoleh konsentrasi 1000ppm sebagai larutan baku.
Selanjutkan dilakukan pengenceran dengan variasi konsentrasi 30, 40, 50, 60, dan
70 ppm. Sehingga diperoleh larutan caffein dengan konsentrasi larutan dan
absorbansi seperti tabel diatas. Panjang gelombang maksimal yang didapatkan
adalah 299nm sedangkan pada literatur panjang gelombang maksimal adalah
210nm, hal ini terjadi karena adanya kesalahan saat pengerjaan seperti bahan
pengotor ataupun yang lain sehingga mempengaruhi panjang gelombang yang
diperoleh. Diperoleh data seperti tabel diatas yang menunjukkan semakin besar
konsentrasi larutan maka nilai absorbansinya juga semakin tinggi, ini dikarenakan
semakin besar konsentrasi larutan maka semakin banyak juga zat aktif di dalamnya
sehingga proses serapan cahaya lebih tinggi dari pada konsentrasi larutan yang
kecil.
VI. Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan didapatkan panjang gelombang maksimum paracetamol
300nm, terjadi perbedaan dengan literatur panjang gelombang maksimum
paracetamol yaitu 243nm.
2. Dari hasil percobaan didapatkan panjang gelombang maksimum kafein 299nm,
terjadi perbedaan dengan literatur panjang gelombang maksium kafein yaitu
210nm.
3. Panjang gelombang suatu senyawa dapat berbeda bila ditentukan pada kondisi dan
alat yang berbeda. Panjang gelombang maksimum (λmaks) merupakan panjang
gelombang dimana terjadi eksitasi elektronik yang memberikan absorbansi
maksimum.
4. Tujuan dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum adalah
perubahan absorbansi untuk setiap satuan kosentrasi adalah paling besar pada
panjang gelombang maksimum, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang
maksimum.

Daftar Pustaka

Ayoub, S. S., & Flower, R. J. (2019). Loss of hypothermic and anti-pyretic action of
paracetamol in cyclooxygenase-1 knockout mice is indicative of inhibition of
cyclooxygenase-1 variant enzymes. European Journal of Pharmacology, 861(March),
172609. https://doi.org/10.1016/j.ejphar.2019.172609
L.C. Passos, M., & M.F.S. Saraiva, M. L. (2019). Detection in UV-visible
spectrophotometry: Detectors, detection systems, and detection strategies.
Measurement: Journal of the International Measurement Confederation, 135, 896–
904. https://doi.org/10.1016/j.measurement.2018.12.045
Nicks, C. R., & Martin, E. H. (2019). Effects of Caffeine on Inspiratory Muscle Function.
European Journal of Sport Science, 0(0), 1–14.
https://doi.org/10.1080/17461391.2019.1675767
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III

Anda mungkin juga menyukai