Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FARMASI ANALISIS II


PERCOBAAN I
ANALISIS CAMPURAN PARASETAMOL DAN KAFEIN
SECARA SPEKTROFOTROMETRI DENGAN METODE
DERIVATIF

Disusun Oleh:
Krisma Salmadea E0016063
Mayke Claudia E0016066
Rizka Aeni Safitri E0016076
Sendy Putri Islami E0016077
Sri Rejeki E0016081
Dosen Pengampu : Iswandi, S.Si., M.Farm., Apt

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
SEMESTER V
2018
A. Tujuan
Mahasiswa dapat menentukan kadar parasetamol dan kafein dengan cara
mengukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal menggunakan
spektrofotometer UV – Vis.
B. Dasar Teori
1. Spektrofotometri UV/VIS

Serapan radiasi digunakan dalam analisis spektrofotometri UV - VIS


dan inframerah. Spektrofotometri UV adalah anggota teknis analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet
dekat (190 - 380 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja
dan Suharman, 1995).
Prinsip kerja spektrofotometri berdasarkan atas interaksi antara
radiasi elektromagnetik dengan materi (atom, ion, atau molekul). Interaksi
yang menyebabkan adanya perpindahan energi dari sinar radiasi ke materi
disebut absorbsi (Pecsok et al, 1976). Bila cahaya jatuh pada senyawa,
maka sebagian dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dengan
strukur dari molekul. Setiap senyawa mempunyai tingkatan energi yang
spesifik (Mulja dan Suharman,1995).
Sinar UV memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi
elektronik. Keadaan paling rendah disebut keadaan dasar (ground state).
Transisi - transisi elektronik akan meningkatkan energi molekular dari
keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi. Jika molekul
dikenai radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap
radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai dan terjadi eksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi disebut orbital elektron anti ikatan
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Spektrofotometri Derivatif

Metode spektrofotometri derivatif telah diaplikasikan secara luas di


dalamkimia analisis kuantitatif, analisis lingkungan, farmasetik, klinik,
forensik, biomedik, dan industri. Metode ini merupakan metode
manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri UV-VIS dan
merupakan salah satu analisis multi komponen yang dapat dilakukan
apabila:
1. Hasil preparasi sampel tidak memungkinkan mendapatkan senyawa
tunggal
2. Tidak diinginkan pemisahan dalam preparasi sampel
3. Spektrum zat tersebut mungkin tersembunyi dalam suatu bentuk
spektrum besar yang saling tumpang tindih dengan mengabaikan
proses pemisahan zat yang bertingkat- tingkat.
4. Senyawa yang akan ditentukan kadarnya memiliki absorbansi rendah
dan memiliki pengaruh dapat meningkatkan nilai absorbansi (Hayun
dan Yenti, 2006).
Untuk suatu larutan yang mengandung dua komponen yang
menyerap, x dan y, serapan atau absorbansi (A) diukur pada dua panjang
gelombang. Ketelitian yang tinggi didapatkan dengan memilih panjang
gelombang yang serapannya maksimal karena dengan pergeseran sedikit
pada kurva serapan tidak menyebabkan perubahan absorbansi yang
terlampau jauh. Pada metode spektrofotometri derivatif, jumlah
komponen dalam campuran dapat mencapai 8 komponen dengan syarat
selisih panjang gelombang maksimum antara komponen minimal 5 nm
(Fatah, 2008).
Kadar larutan campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode
spektrofotometri. Namun bila tidak dipisahkan terlebih dahulu maka
spektrum komponen-komponennya sering saling tumpang tindih
(overlapping). Bila dikehendaki pengukuran tanpa pemisahan, dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri ultraviolet derivatif, dimana
kadarnya diukur pada panjang gelombang zero crossing. Spektra serapan
normal salah satu konsentrasi dari masing - masing senyawa/komponen
dibuat spektra derivat pertama, derivat kedua dan derivat ketiga dengan
menggambarkan selisih absorban dua panjang gelombang berdekatan vs
harga rata-rata dua panjang gelombang tersebut. Dari spektra derivat
tersebut ditentukan panjang gelombang zero crossing komponen, dimana
dA/dλ komponennya bernilai nol (Susanti, 2011).
kadar digunakan software multikomponen yang terdapat pada alat
spektrofotometer UV-VIS. Pada spektrofotometri konvensional, spektrum
dapat dibuat dengan cara memplot serapan (A), terhadap panjang
gelombang (λ), sedangkan pada metode derivatif, plot A melawan plot λ,
ini ditransformasikan menjadi plot dA/dλ melawan plot λ untuk derivatif
pertama, dan d 2 A/dλ 2 melawan λ untuk derivatif kedua dan seterusnya.
Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum
normal akan menjadi λ zero crossing pada spektrum derivatif pertama.
Panjang gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA/dλ = 0.
Bila panjang gelombang zero crossing masing-masing senyawa tidak sama
dengan panjang gelombang pada serapan maksimumnya, maka penetapan
kadar campuran dua senyawa dapat dilakukan tanpa pemisahan terlebih
dahulu. Akan tetapi apabila panjang gelombang zero crossing masing -
masing senyawa sama dengan panjang gelombang pada serapan
maksimumnya akan terjadi pelebaran pita, maka kurva derivatif pertama
tidak akan membantu pemisahan spektranya. Pada situasi tersebut maka
dicoba derivatif kedua (Fatah, 2008).
3. Parasetamol

Struktur parasetamol dapat dilihat pada Gambar 1 memiliki rumus


kimia C8H9NO2 (BM. 151,2) berbentuk kristal atau serbuk berkristal, larut
dalam air 1 g dalam 70 mL (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan RI, 1979); larut dalam etanol, metanol, dimetilformamid, etilen
diklorid, aseton, dan etil asetat; sangat sedikit larut dalam kloroform;
sedikit larut dalam eter; praktis tidak larut dalam petroleum eter, pentana,
dan benzen.
Gambar 1. Struktur kimia parasetamol

Spektrum UV parasetamol pada larutan asam mempunyai panjang


gelombang maksimal di sekitar 245 nm dengan nilai = 688a, pada larutan
alkali 257 nm = 715b (Moffat, et al., 2004).

4. Kafein

Struktur Kafein dapat dilihat pada Gambar 2 memiliki rumus kimia


C8H10N4O2 (BM. 194,2) berbentuk kristal putih atau serbuk kristal putih.

Gambar 2. Struktur kimia kafein

Titik didih pada 238ºC. Ketika dikristalisasi dari air, kafein


mengandung 1 molekul air dari hasil kristalisasi, tapi bebas dari air ketika
dikristalisasi menggunakan etanol, kloroform atau eter. Larut pada pirol,
pada tetrahidrofuran yang mengandung ± 4% air; larut pada etil asetat; larut
1 g dalam 46 mL air, 1 g dalam 5,5 mL air pada suhu 80ºC, 1 g dalam 1,5
mL air mendidih, 1 g dalam 66 mL alkohol, 1 g dalam 22 mL alkohol pada
suhu 60ºC, 1g dalam 50 mL aseton, 1 g dalam 5,5 mL kloroform, 1 g dalam
530 mL eter, 1 g dalam 100 mL benzen, 1 g dalam 22 mL benzen mendidih,
sedikit larut dalam petroleum eter. Kelarutan dalam air dapat ditingkatkan
menggunakan benzoat , sinamat, sitrat atau salisilat. pKa kafein 10,4 (40º).
Dalam air asam mempunyai λ maks 273 nm dengan nilai sebesar 504a.
Tidak memiliki λmaks pada air basa (Moffat,etal.,2011)
C. Alat dan Bahan
1. Alat
- Neraca Analitik
- Mortir dan stemper
- Gelas beaker ukuran 100ml
- Gelas ukur ukuran 25ml
- Gelas ukur ukuran 50ml
- 2 buah Labu ukur ukuran 100ml
- 5 buah Tabung Reaksi berkuran sedang
- Sebuah spektrofotometri Uv – Vis
- Sebuah corong pisah ukuran 50ml
- Sebuah pipet volume ukuran 5ml
2. Bahan
- Tablet Paracetamol Baku
- NaOH
- Asam Klorida
- Kafein
- Aquadest
D. Cara Kerja
1. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N dan HCl

NaOH 0,1 N

 Ditimbang 4 gram serbuk NaOH


 Dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml
 Dilarutkan dengan aquadest sampai batas labu ukur 1000
ml

HASIL

HCL 0,1 N

 Ditimbang 83 ml HCL pekat


 Dimasukkan kedalam labu ukur 1000 ml
 Dilarutkan dengan aquadest sampai batas labu ukur 1000
ml

HASIL

2. Pembuatan larutan baku sampel

Parasetamol

 Ditimbang 10 mg parasetamol
 Dilarutkan dengan 100 ml NaOH
 Dibuat larutan 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm,
dan 12 ppm
 Ditambahkan dengan NaOH sampai 25 ml
HASIL
KAFEIN

 Ditimbang 10 mg kafein
 Dilarutkan dengan 100 ml HCl
 Dibuat larutan 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm,
dan 14 ppm
 Ditambahkan dengan HCl sampai 25 mL

HASIL

3. Pembuatan larutan sampel parasetamol + kafein + NaOH dan HCl

Tablet parasetamol

 Ditimbang masing-masing tablet parasetamol


 Digerus tablet parasetamol sampai halus
 Ditimbang parasetamol 100 mg
 Dilarutkan dalam 100 ml NaOH 0,1 N
 Disaring
 Diambil 1 ml larutan sampel
 Ditambah 5 ml kafein
 Diencerkan dengan NaOH 0,1 N sampai batas labu
ukur 100 ml
 Mengukur absorbasi sampai pada panjang gelombang
257 nm
 Mengulangi pembacaan absorbansi sampai sebanyak 3
kali
HASIL
E. HASIL
1. Tabel derivat
a. Paracetamol

Abs. Lar Abs. Abs.


Panjang Baku PCT Derivat 1 Sampel
Gelombang PCT NaOH
10 ppm 10 ppm
270 0,599 -0,118 0,732

b. Kafein

Abs. Lar Abs. Abs.


Panjang Baku Derivat 1 Sampel
Gelombang KAFEIN KAFEIN KAFEIN
10 ppm 10 ppm
275 0,445 -0,013 0,445

2. Tabel Konsentrasi dan Absorbansi larutan baku


Konsentrasi Abs. Paracetamol Konsentrasi Abs. Kafein
2 -0,005 4 -0,048
4 -0,007 6 -0,009
6 -0,011 8 -0,010
8 -0,007 10 -0,013
10 -0,118 12 -0,019
12 -0,030 14 -0,018
0,732 0,445
3. Kurva larutan baku dan perhitungan abr
a. Paracetamol

Kurva larutan standar


15
konsentrasi

10

5 Series1

0
-0.005 -0.007 -0.011 -0.007 -0.118 -0.030
Absorbansi

Perhitungan :

A = 0,016 Y = a + bx

B = -0,006 0,732 = 0,016 + (-0,006X)


0,732−0,016
R = -0,548 X= −0,006

X = -110,391

b. Kafein

Kurva Larutan Baku


16
14
12
Konsentrasi

10
8
6 Series1
4
2
0
-0.048 -0.009 -0.010 -0.013 -0.019 -0.018
Absorbansi
Perhitungan :

A = -0,034 Y = a + bx

B = 0,002 0,445 = -0,034+ (0,002X)


0,445 –(−0,034)
R = 0,418 X= 0,002

X = 294,6

4. Perhitungan Pengenceran 4) 8 ppm


Larutan Baku M1 X V1 = M2 X V2
a. Paracetamol 100 X V1 = 8 X 25 ml
1) 2 ppm 200
V1 = 100
M1 X V1 = M2 X V2
V1 = 2 ml
100 X V1 = 2 X 25 ml
5) 10 ppm
50
V1 = 100 M1 X V1 = M2 X V2
V1 = 0,5 ml 100 X V1 = 10 X 25 ml
2) 4 ppm 250
V1 = 100
M1 X V1 = M2 X V2
V1 = 2,5 ml
100 X V1 = 4 X 25 ml
6) 12 ppm
100
V1 = 100 M1 X V1 = M2 X V2
V1 = 1 ml 100 X V1 = 12 X 25 ml
3) 6 ppm 300
V1 = 100
M1 X V1 = M2 X V2
V1 = 3 ml
100 X V1 = 6 X 25 ml
150
V1 = 100

V1 = 1,5 ml
b. Kafein M1 X V1 = M2 X V2
1) 4 ppm 100 X V1 = 14 X 25 ml
M1 X V1 = M2 X V2 350
V1 = 100
100 X V1 = 4 X 25 ml
V1 = 3,5 ml
100
V1 = 100

V1 = 1 ml
2) 6 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 X V1 = 6 X 25 ml
150
V1 = 100

V1 = 1,5 ml
3) 8 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 X V1 = 8 X 25 ml
200
V1 = 100

V1 = 2 ml
4) 10 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 X V1 = 10 X 25 ml
250
V1 = 100

V1 = 2,5 ml
5) 12 ppm
M1 X V1 = M2 X V2
100 X V1 = 12 X 25 ml
300
V1 = 100

V1 = 3 ml

6) 14 ppm
F. Pembahasan

Pada praktikum ini dengan judul “Analisis Campuran Parasetamol dan


Kafein Secara Spektrofotometri Dengan Metode Derivatif”. Berbagai sediaan
obat yang terdapat di pasaran mengkombinasikan dua atau lebih zat aktif dalam
satu sediaan. Kombinasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan efek terapi.
Contohnya kombinasi paracetamol dan kafein untuk obat sakit kepala. Metode
spektrofotometri derivatif atau metode kurva turunan adalah salah satu metode
spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran secara langsung
tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun dengan panjang
gelombang yang berdekatan (Nurhidayati, 2007).

Penetapan kadar dari tablet campuran merupakan salah satu parameter


mutu yang harus dilakukan. Pemeriksaan mutu suatu sediaan obat mutlak
diperlukan untuk menjamin bahwa sediaan obat mengandung bahan dengan
mutu dan jumlah yang telah ditetapakan dan mengikuti prosedur analisis
standar, sehingga menunjang efek terapeutik yang diharapkan.

Penetapan kadar parasetamol dan kafein dari tablet campuran parasetamol


dan kafein dengan spektrofotometri derivatif metode zero crossing bertujuan
untuk memahami prinsip metode zero crossing dan memahami cara penentuan
kadar parasetamol dan kafein secara terpisah.

Metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar campuran ini ada
beberapa cara, diantaranya adalah metode titrimetric, HPLC, dan
spektrofotometri derivatif. Namun, pada percobaan kali ini digunakan
instrumen spektrofotometri uv-vis yang dimanipulatif sehingga membentuk
derivatifnya. Metode titrimetri tidak digunakan karena metode konvensional
yang memerlukan waktu yang lama dalam pengerjaannya. Metode HPLC
memiliki kepekaan yang tinggi tetapi memerlukan biaya yang relative mahal,
selain itu metode HPLC juga memiliki kendala seperti terjadinya tumpang
tindih atau overlapping yang dapat mengganggu. Overlapping ini disebabkan
karena serapan maksimum parasetamol dan kafein yang berdekatan, yaitu
249nm dan 272nm. Adanya overlapping tersebut mengharuskan penggunaan
metode tersebut disertai dengan pemisahan. Oleh karena itu, digunakanlah
instrument spektrofotometri uv-vis dengan metode zero crossing yang
digunakan untuk meningkatkan pemecahan puncak yang saling tumpang
tindih.

Prinsip dari metode sepktrofotometri uv-vis derivatif dalam penentuan


kadar kafein dan parasetamol adalah dengan menentukan λmaksimum dari kurva
normal masing-masing standar. Dari spektra yang telah terbentuk, dapat
diketahui bahwa absorbansi maksimum parasetamol terletak pada panjang
gelombang 270nm dan absorbansi maksimum dari kafein terletak pada panjang
gelombang 275nm. Secara teoritis absorbansi maksimum parasetamol terletak
pada panjang gelombang 245nm pada pelarut asam dan 257nm dalam pelarut
basa sedangkan absorbansi kafein terletak pada panjang gelombang 272nm.
Walaupun panjang gelombang maksimum yang didapat berbeda tetapi masih
dapat ditoleransi karena perbedaan yang masih dalam batas yang ditetapkan
dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), yaitu 3nm. Pada proses ini sumbu
y menunjukkan absorbansi sedangkan sumbu x menunjukkan panjang
gelombang.

Setelah kurva normal masing- masing komponen diperoleh, dilakukan


derivatisasi pertama dari panjang gelombang maksimum parasetamol baku dan
kafein baku untuk menentukan panjang gelombang zero-crossing masing-
masing senyawa. Hal ini didasarkan pada 2 hal, yaitu: (1) serapan senyawa
pasangannya dan campuran persis sama, karena pada λ tersebut dapat secara
selektif mengukur serapan senyawa pasangannya dan (2) pada λmaksimum terjadi
absorbansi maksimum yang dapat meminimalisir kesalahan. Panjang
gelombang zero crossing ini tidak memiliki serapan atau dA/dλ = 0. Metode
zero – crossing ini memisahkan campuran biner dari spectrum derivatifnya
pada panjnag gelombang pada saat komponen pertama tidak ada sinyal.
Pengukuran pada zero crossing tiap komponen dalam campuran ini merupakan
fungsi tunggal konsentrasi dari yang lainnya.
Pada spektra derivatif pertama, ini sumbu y (dA/dλ) merupakan
perbandingan selisih absorbansi pada dua panjang gelombang yang
berdekatan dengan selisih panjang gelombang tersebut (ΔA/Δλ), sedangkan
sumbu x merupakan rata-rata dari dua panjang gelombang tersebut. Setelah
diperoleh panjang gelombang zero crossing, dibuat kurva baku dari
campuran parasetamol dan kafein dengan 2 perlakuan. Perlakuan pertama
bertujuan untuk mengetahui konsentrasi parasetamol dan kafein dimana juga
dibuat 6 larutan baku dengan 6 konsentrasi berbeda. Konsentrasi parasetamol
yang digunakan pada perlakuan kedua adalah 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 ppm dan
konsentrasi kafein yaitu 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 ppm. Pembuatan larutan ini
menggunakan NaOH sebagai pelarut paracetamol, hal tersebut dikarenakan
paracetamol mengandung gugus OH dan mudah larut dalam larutan basa.
HCl digunakan sebagai pelarut kafein. Kafein sedikit larut dalam eter namun
mudah larut dalam asam encer. Dalam asam encer, kafein mrmberikan
serapan absorbansi maksimum pada 273 nm. Air tidak digunakan sebagai
pelarut karena sifat air yang sangat polar sehingga tidak bisa melarutkan
parasetamol dan kafein dengan baik.

Kurva baku dari perlakuan pertama dinamakan kurva baku parasetamol


(kurva 1) dan kurva baku yang terbentuk dinamakan kurva baku kafein
(kurva 2). Pembuatan kurva baku bertujuan untuk melihat linearitas.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer menyatakan hubungan linearitas antara
absroban dengan konsentrasi larutan analit. Pada hasil spektrofotometer
menunjukkan hasil pengukuran Panjang gelombang maksimum parasetamol
yang dipeloreh adalah 270 nm. Panjang gelombang tersebut menunjukkan
bahwa serapan maksimum tersebut menunjukkan bahwa serapan
parasetamol berada pada daerah UV karena masuk rentang Panjang
gelombang 200 – 400 nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk
parasetamol adalah 244 nm (Tulandi, dkk, 2015). Ketidaksesuaian ini
dikarenakan adanya pergeseran pita penyerapan pada parasetamol.
Pergeseran pita penyerapan tersebut karena pada struktur molekul
parasetamol memiliki gugus auksokrom yang terikat pada gugus kromofor.
Apabila gugus ausokrom terikat pada gugus kromofor maka akan
mengakibatkan pergeseran merah (batokromik) yaitu pergeseran pita
absorbansi menuju ke Panjang gelombang yang lebih besar di sertai dengan
peningkatan intensitas serapan yang disebut dengan efek hiperkromik.
G. Kesimpulan
1. Dapat dipahami bahwa cara menganalisis suatu senyawa campuran
dengan menggunakan spektrofotometri dengan metode zero crossing.

2. Zero crossing didapat dengan menentukan panjang gelombang dimana


respon absorbansi terhadap senyawa tersebut adalah sama dengan nol.
H. Daftar Pustaka
Mulja M. dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, Universitas Airlangga,
Surabaya, pp. 26 – 34.

Gandjar, I.G., Rohman, A.,2007, Kimia Analisis Farmasi, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, pp 456, 465-466, 469-470.

Hayun, Harianto dan Yenti. 2006. Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida


dan Pseudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza secara
Spektrofotometri Derivatif.

Fatah, A.M. 2008. Pemanfaatan Spektrofotometri Derivatif Untuk Penetapan


Kadar Dekstrometorfan Hidrobromida Dalam Tablet Obat Batuk.

Susanti, Pitri dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis. Jimbaran:


Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana.

Moffat et. al., 2004, Clarke’s Analysis of Drugs and Poisons thirth edition,
Pharmaceutical Press, London

Anda mungkin juga menyukai