MODUL 2
SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF
a. Batang Pengaduk
b. Beaker glass 5ml, 10
ml, 25 ml
c. Botol Semprot
d. Bulb
e. Instrumen
Spektrofotometer
Uv-Vis
f. Kertas Perkamen
g. Kuvet
h. Labu Ukur 10 ml, 25 ml
j. Pipet Tetes
k. Pipet Volume
l. Spatel
m. Timbangan Analitik
n. Vial 10 ml
4.2 Bahan
a. Aquades
b. Metanol
c. Kafein baku
d. Parasetamol baku
e. Sampel Panadol Extra
V. Prosedur
5.1 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol
Ditimbang 20 mg PCT baku dan didapatkan 20,2 mg pct baku
lalu dilarutkan dengan metanol di dalam labu ukur 20 ml. Didapatkan
larutan 1 dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya, diambil 2 ml zat
dari larutan 1 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas. Didapatkan larutan PCT
100 ppm.
5.2 Pembuatan Larutan Baku Kafein
Ditimbang 20 mg kafein baku. Kemudian dilarutkan dengan
metanol di dalam labu ukur 20 ml. Didapat larutan baku kafein 1000
ppm (Lar.1). Diambil 2 ml zat dari Lar.1, dimasukkan kedalam labu
ukur 20 ml, lalu ditambahkan metanol hingga tanda batas. Didapat
larutan baku kafein 100 ppm (Lar.2).
5.3 Pengukuran Zero Crossing Parasetamol
Diambil larutan parasetamol 100 ppm sebanyak 1 ml dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Metanol ditambahkan hingga
tanda batas. Didapat larutan 10 ppm. Dimasukkan metanol-air
(blangko) ke dalam kuvet 1 hingga ¾ bagian kuvet. Dilakukan blank
measurement terlebih dahulu. Kemudian, larutan baku dimasukkan ke
dalam kuvet 2 hingga ¾ bagian kuvet.. Absorbansi diukur dengan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm lalu
diturunkan hingga didapat lamda zero crossing. Didapatkan λ zero
crossing PCT sebesar 244 nm.
5.4 Pengukuran Zero Crossing Kafein
Diambil larutan kafein 100 ppm sebanyak 0,6 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Lalu, ditambahkan metanol
hingga tanda batas sehingga didapatkan larutan 6 ppm. Dimasukkan
metanol-air pada kuvet 1 hingga ¾ bagian kuvet. Dilakukan blank
measurement terlebih dahulu. Kemudian larutan baku dimasukkan ke
dalam kuvet 2 hingga ¾ bagian kuvet. Selanjutnya, absorbansi diukur
dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 - 400 nm.
Setelah absorbansi diukur, lalu diturunkan hingga didapatkan lamda
zero crossing. Didapatkan λ zero crossing kafein sebesar 273 nm.
5.5 Penentuan Kurva Baku Parasetamol
Disiapkan 6 labu ukur untuk pembuatan kurva baku dengan
variasi konsentrasi baku PCT 0,6,8,10,12,14 ppm + 1 ml 6 ppm kafein
pada tiap labu ukurnya dalam 10 ml. Kuvet diisi sampai ¾ bagian.
Blanko dibuat dengan menggunakan metanol dimana dimasukkan
pertama kali ke dalam spektrofotometer, lalu dimasukkan kuvet berisi
larutan baku ke dalam instrumen. Selanjutnya diukur absorbansi pada
panjang gelombang zero crossing kafein. Diperoleh absorbansi
masing-masing sebesar -0,0003 ; -0,003 ; -0,005 ; -0,006 ; -0,008 ;
-0,009.
5.6 Penentuan Kurva Baku Kafein
Perlakuan Hasil
3. Ambil 2 ml zat dari Lar.1, masukkan Didapatkan 2 ml dari lar 1 dalam labu
kedalam labu ukur 20 ml, ukur 20 ml
4. Tambahkan metanol hingga tanda Didapat larutan jernih baku kafein 100
batas. ppm (Lar.2) sebanyak 20 ml
1. Ambil larutan kafein 100 ppm Didapatkan 0.6 ml larutan kafein pada
sebanyak 0.6 ml dan masukkan ke labu ukur 10 ml
dalam labu ukur 10 ml.
1. Siapkan 6 labu ukur untuk pembuatan Keenam labu ukur telah disiapkan
kurva baku untuk proses pengenceran
3. Isi kuvet diisi sampai ¾ bagian Diperoleh kuvet 2 berisi larutan baku
parasetamol sebanyak ¾ bagian kuvet
1. Siapkan 6 labu ukur untuk pembuatan Keenam labu ukur telah disiapkan
kurva baku. untuk proses pengenceran
3. Isi kuvet diisi sampai ¾ bagian Diperoleh kuvet 2 berisi larutan baku
kafein setinggi ¾ bagian kuvet
4. Buat blangko yang berisi aquades Diperoleh kuvet 1 yang berisi aquades
sebagai blanko
Preparasi Sampel
6. Aduk dan diamkan sejenak hingga Diamati serbuk yang tidak larut
serbuk yang tidak larut mengendap mengendap di dasar gelas beker
10. Tambahkan metanol hingga tanda batas Didapat larutan agak keruh berupa
secara perlahan, tambahkan metanol stok sampel
hingga batas
12. Lakukan pengenceran lagi dari larutan Didapat konsentrasi kafein 8 ppm
stok pada labu ukur 10 ml sebanyak 2
kali
1. Siapkan semua bahan yang perlu Semua bahan telah disiapkan di ruang
diukur. instrumentasi Fakultas Farmasi
UNPAD
3. Bersihkan kuvet dengan sedikit bahan Diperoleh kuvet yang bebas pengotor
yang akan diuji sebanyak 1 kali
4. Masukkan larutan yang akan diuji ke Diperoleh kuvet berisi sampel setinggi
dalam kuvet hingga kira-kira 3/4 kuvet ¾ bagian kuvet
5. Masukkan kuvet pertama berisi blanko Diperoleh kuvet yang berisi larutan
aquades sesuai dengan pengenceran aquades dengan pemerian jernih yang
yang telah dilakukan pada sampel. terletak di dalam instrumen
spektrofotometer UV-Vis
6. Isi kuvet ke 2 dengan sampel yang Diperoleh kuvet berisi larutan jernih
akan diuji hingga ¾ bagian kuvet. agak keruh dari sampel setinggi ¾
bagian
9. Buat grafik baku standar menggunakan Diperoleh grafik baku standar dan
Microsoft excel. persamaan linearnya
10. Analisis data hingga didapat kadar Diperoleh kadar parasetamol sebesar
parasetamol dan kafein dalam tablet 168,3% dan kadar kafein sebesar
37,5%
VII. Perhitungan
7.1 Larutan Baku Parasetamol
Larutan 1
20 mg / 20 mL = 1 mg / mL = 1000 mg / L = 1000 ppm
Larutan 2
2 mL . 1000 ppm = 20 mL . x ppm
x ppm = 100 ppm
7.2 Larutan Baku Kafein
Larutan 1
20 mg / 20 mL = 1 mg / mL = 1000 mg / L = 1000 ppm
Larutan 2
2 mL . 1000 ppm = 20 mL . x ppm
x ppm = 100 ppm
7.3 Pengenceran untuk Zero-Crossing Parasetamol
100 ppm . 1 mL = 10 mL . x ppm
x ppm = 10 ppm
7.4 Pengenceran untuk Zero-Crossing Kafein
100 ppm . 0,6 mL = 10 mL . x ppm
x ppm = 6 ppm
7.5 Variasi Konsentrasi Parasetamol
a. 0 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 0 ppm . 10
X = 0 mL
b. 6 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 6 ppm . 10
X = 0,6 mL
c. 8 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm pc
X = 0,8 mL
d. 10 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 10 ppm . 10
X = 1 mL
e. 12 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 12 ppm . 10
X = 1,2 mL
f. 14 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 14 ppm . 10
X = 1,4 mL
7.6 Variasi Konsentrasi Kafein
a. 0 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 0 ppm . 10
X = 0 mL
b. 4 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 4 ppm . 10
X = 0,4 mL
c. 6 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 6 ppm . 10
X = 0,6 mL
d. 8 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 8 ppm . 10
X = 0,8 mL
e. 10 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 10 ppm . 10
X = 1 mL
f. 12 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 12 ppm . 10
X = 1,2 mL
7.7 Pengenceran Pada Sampel
1 Tablet Panadol Ekstrak Mengandung:
a. 500 mg (Parasetamol) → 500 mg/25 ml = 20 mg/ml → 20.000 ppm
b. 65 mg (KAfein) → 65 mg/25 mL = 2,6 mg/mL → 2600 ppm
Konsentrasi parasetamol sampel sampai 10 ppm dalam 10 mL
a. 1000 ppm . 25 mL = 20.000 ppm . x mL
x mL = 1,25 mL
b. 100 ppm . 10 mL = 1000 ppm . x mL
x mL = 1 mL
c. 10 ppm . 10 mL = 100 ppm . x mL
x mL = 1 mL
Konsentrasi kafein sampel sampai 8 ppm dalam 10 mL
a. 64 ppm . 25 mL = 2600 ppm . x mL
x mL = 0,615 mL
b. 16 ppm . 10 mL = 64 ppm . x mL
x mL = 2,5 mL
c. 8 ppm . 10 mL = 16 ppm . x mL
x mL = 5 mL
7.8 Perhitungan Kadar Parasetamol dalam Sampel
y = -0,0006 x + 0,0001
-0,01 = -0,0006x + 0,0001
-0,0006x = -0,0101
x = 16,83 ppm
3 𝑥 2600/8 𝑥 0,025
Kadar kafein = 65
x 100% = 37,5%
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kandungan parasetamol
dan kafein yang terdapat dalam suatu sampel obat yaitu Panadol Extra.
Analisis yang dilakukan menggunakan instrumentasi spektrofotometri Uv-Vis
derivatif dengan metode zero crossing. Tujuan dilakukan kegiatan analisis ini
adalah untuk mengetahui ketepatan dan keamanan produk tersebut, salah satu
langkah yang perlu dilakukan adalah menganalisis kandungan zat aktif
tersebut.
Parasetamol dan kafein merupakan senyawa yang memiliki kromofor
dan auksokrom sehingga kedua senyawa tersebut dapat diukur menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis. Namun, saat kedua senyawa tersebut bercampur
maka sulit untuk mengukur nilai absorbansinya karena nilai absorbansi
maksimum antara parasetamol dan kafein berdekatan sehingga menyebabkan
saling tumpang tindih. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis menggunakan
instrumen spektrofotometer Uv-Vis dengan metode zero crossing (Tavallali et
al, 2009).
Parasetamol (4-Acetamidophenol) dengan rumus kimia C8H9NO2
memiliki berat molekul 151,16 g/mol, mempunyai kromofor dan auksokrom,
yang dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan
karena dapat membantu mencegah nyeri sendi, sakit gigi, sakit kepala, dan
dapat digunakan untuk menurunkan demam yang berasal dari virus dan
bakteri. Parasetamol dalam metanol dan metanol memberikan serapan
maksimum pada panjang gelombang 250 nm (Depkes RI, 2014).
Kafein (1, 3, 7, trimethylxanthine) dengan rumus molekul
C8H10N4O2 termasuk kedalam sejenis alkaloid heterosiklik golongan
methylxanthine. Kafein memiliki berat molekul 194,19 g/mol dan biasa
dimanfaatkan untuk menstimulasi susunan saraf pusat serta dapat memperkuat
efek analgetik parasetamol (Depkes RI, 2014).
Spektrofotometri derivatif merupakan suatu teknik yang dilakukan
untuk mengetahui informasi kualitatif dan kuantitatif dari pita analit yang
saling tumpang tindih, contohnya seperti kandungan parasetamol dan kafein
pada suatu obat. Pada metode derivatif, plot A terhadap λ ditransformasikan
menjadi plot dA/dλ untuk derivatif pertama dan d2A/dλ2 terhadap λ untuk
derivat kedua, dan seterusnya. Metode spektrofotometri derivatif merupakan
metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan
cahaya tampak (UV-Vis). Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
yang lebar akan lebih akurat menggunakan derivatisasi spektra. Proses yang
terjadi dalam derivatisasi data spektra adalah pendiferensialan kurva secara
matematis yang tak lain adalah menentukan kemiringan/gradien serapan
antara panjang gelombang tertentu secara menyeluruh (Sani dan Kuntari,
2019).
Penentuan besar gradien secara individual adalah plot dA/dλ terhadap
λ untuk mendapatkan plot derivatif pertama. Plot derivatif pertama ini dapat
diturunkan lagi dengan cara yang sama untuk mendapatkan harga d2A/dλ2,
yang bila diplotkan terhadap panjang gelombang menghasilkan plot derivatif
kedua. Pengulangan proses ini menghasilkan orde yang lebih tinggi, plo
derivatif ke-n, atau dnA/dλn terhadap λ (Sani dan Kuntari, 2019).
Pada tahapan awal prosedur dilakukan pembuatan larutan baku
parasetamol dan kafein dengan cara melakukan penimbangan terhadap sampel
(parasetamol dan kafein) dan didapatkan 20,2 mg parasetamol baku lalu
melarutkannya dengan metanol di dalam labu ukur 20 ml. metanol digunakan
untuk melarutkan larutan baku karena selain parasetamol dan kafein larut
dalam metanol, metanol juga diketahui memiliki serapan pada panjang
gelombang di bawah 210 nm yang membuat metanol tidak akan menyerap
sinar dan panjang gelombang di atas 210 nm. Hal ini menyebabkan metanol
tidak akan mengganggu spektrum dari parasetamol dan kafein (Tulandi,
2015). Didapatkan larutan 1 dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya,
diambil 2 ml zat dari larutan 1 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas. Didapatkan larutan parasetamol
100 ppm. Kedua larutan baku tersebut diencerkan kembali sehingga diperoleh
konsentrasi parasetamol baku sebesar 10 ppm dan kafein baku sebesar 6 ppm.
Selanjutnya melakukan pengukuran zero-crossing terhadap sampel
parasetamol dan kafein. Untuk sampel parasetamol didapatkan λ zero crossing
parasetamol sebesar 244 nm. Dan untuk sampel Kafein didapatkan λ zero
crossing kafein sebesar 275 nm. Setelah itu prosedur dilanjutkan dengan
membuat kurva baku untuk parasetamol dan kafein diperoleh absorbansi
untuk variasi konsentrasi parasetamol 0,6,8,10,12,14 ppm + 6 ppm kafein
masing-masing sebesar -0,0003 ; -0,003 ; -0,005 ; -0,006 ; -0,008 ; -0,009.
Dan untuk variasi konsentrasi kafein 0,4,6,8,10,12 ppm + 10 ppm parasetamol
masing-masing sebesar -0,001 ; -0,002 ; -0,003 ; -0,004 ; -0,005 ; -0,005.
Pengukuran variasi konsentrasi larutan baku baik parasetamol maupun kafein
harus dilakukan mulai dari konsentrasi kecil ke konsentrasi yang lebih besar,
untuk menghindari deviasi yang tinggi akibat sisa pembilasan kuvet dari
konsentrasi yang besar ke konsentrasi yang lebih kecil. Maka, pembacaan
absorbansinya menjadi sesuai.
Pada tahapan berikutnya dilakukan prosedur untuk preparasi sampel.
Sampel yang digunakan adalah Panadol Extra pada tahapan ini sampel
ditimbang dan dilakukan ekstraksi secara triplo dan pengenceran
menggunakan metanol pada labu ukur 10 mL sebanyak 2 kali hingga didapat
konsentrasi parasetamol 10 ppm dan konsentrasi kafein 8 ppm.
Setelah sampel dipreparasi, dilakukan analisis kualitatif menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis. Kuvet dibersihkan terlebih dahulu menggunakan
sedikit aquades sebanyak 2 kali dan sampel uji sebanyak 2 kali. Tujuan kuvet
dibersihkan menggunakan pelarut tersebut adalah agar kuvet benar-benar
terhindar dari komponen senyawa lain (pengotor) selain senyawa uji itu
sendiri. Selanjutnya, kuvet diisi dengan larutan uji sampai kuvet terisi hingga
3/4 bagian kuvet. Pastikan bagian yang dipegang adalah bagian buram dan
sebelum dimasukkan ke spektrofotometer, kuvet dibersihkan dengan lap/tissue
bersih agar kuvet terhindar dari pengotor yang dapat mengganggu pembacaan.
Setelah itu dimasukkan kuvet pertama yang telah diisi dengan larutan blanko
aquades sesuai dengan pengenceran yang telah dilakukan pada sampel.
Kemudian, kuvet 2 diisi dengan bahan yang akan diuji, kuvet diisi sampai ¾
bagian kuvet.
Spektrofotometri Uv-Vis dijalankan dan dihitung absorbansi
parasetamol pada zero crossing kafein dan absorbansi kafein pada zero
crossing parasetamol. Diperoleh absorbansi parasetamol sebesar -0,01 pada
lambda 275 nm dan absorbansi kafein sebesar -0,002 pada lambda 244 nm.
Lalu, data diolah menjadi derivatif, dibuat grafik baku standar menggunakan
Microsoft Excel, dan data dianalisis hingga didapat kadar parasetamol dan
kafein dalam tablet. Kadar paracetamol yang didapatkan dari sampel setelah
dilakukan perhitungan adalah sebesar 168,3% dan kadar kafein yang
didapatkan sebesar 37,5%. Menurut Farmakope Indonesia, tablet parasetamol
dan kafein mengandung parasetamol dan kafein masing-masing tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket
(Depkes, 2020)
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, kelompok kami
mendapatkan bahwa kandungan parasetamol dan kafein dalam obat Panadol
Extra tidak memenuhi persyaratan sesuai Farmakope dan tidak layak jual dan
tidak layak konsumsi. Namun, kelompok kami belum bisa menyimpulkan hal
tersebut benar adanya, karena belum dilakukan validasi metode analisis atau
kemungkinan ada beberapa faktor secara prosedural yang mempengaruhi hasil
data yang kami dapatkan, seperti pemipetan yang kurang presisi, proses
ekstraksi senyawa aktif sampel yang tidak sempurna di dalam pelarutnya, dan
sebagainya.
IX. Kesimpulan
Telah dilakukan analisis dari kandungan parasetamol dan kafein dalam
suatu produk yaitu Panadol Extra menggunakan metode spektrofotometri
derivatif dengan hasil kandungan parasetamol sebesar 168,3% dan kafein
sebesar 37,5%. Dari hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa kandungan
parasetamol dan kafein dalam sampel tidak memenuhi syarat.
X. Daftar Pustaka
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ismayuni, Muchlisyam. 2019. Development and validation of ultraviolet
spectrophotometric method for estimated mixture of paracetamol,
acetosal and caffeine in tablet dosage form. Journal of innovation in
Pharmaceutical and Biological Sciences. Vol. 6 (2): 1.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B,
diterjemahkan oleh Harjana. Surabaya: Airlangga University Press.
Sari, A.I.N. dan Kuntari. 2019. Penentuan Kafein dan Parasetamol dalam
Sediaan Obat Sakit Kepala Secara Simultan Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Indonesian Journal of Chemical Analysis.
Vol. 02(01): 20-27.
Tavallali, H., & Salami, M. 2009. Simultaneous determination of caffeine and
paracetamol by zero-crossing second derivative spectrophotometry in
pharmaceutical preparations. Asian Journal of Chemistry. Vol 21(3):
1949.
Tulandi, G. P. 2015. Validasi Metode Analisis untuk Penetapan Kadar
Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet. PHARMACON. Vol 4(4): 171
Warono, D. dan Syamsudin. 2013. Unjuk Kerja Spektrofotometer Untuk
Analisa Zat Aktif Ketoprofen. KONVERSI. Vol. 2(2): 57-65.
XI. Lampiran
Penimbangan Parasetamol Baku
Penimbangan 20 Kaplet
Penggerusan Kaplet Panadol Extra