Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM KENDALI KUALITAS MUTU OBAT

SEMESTER GENAP 2021 - 2022

MODUL 2
SPEKTROFOTOMETRI DERIVATIF

Hari / Jam Praktikum : Senin / 13.00 – 16.00 WIB


Tanggal Praktikum : 7 Maret 2022
Kelompok :3
Asisten : Levina Aristawidya
Alisha Zahra Salsabila

NPM Nama Tugas


260110200099 Gylbran Alghifari Santosa Tujuan, Teori Dasar, Pembahasan, Data
Pengamatan
260110200100 Malfa Laila Pratidina Prinsip, Alat dan Bahan, Prosedur,
Pembahasan
260110200101 Joshua Harry Chandra Perhitungan, Pembahasan, Data
Pengamatan, Lampiran

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2022
I. Tujuan
1.1 Melakukan analisis dari kandungan parasetamol dan kafein dalam
suatu produk menggunakan metode spektrofotometri derivatif.
1.2 Memahami prinsip metode zero crossing
II. Prinsip Metode Analisis
2.1 Spektrofotometri derivatif
Spektrofotometri derivatif adalah metode manipulatif terhadap spektra
pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak (Ismayuni et al,.
2019).
2.2 Metode zero-crossing
Metode zero-crossing adalah suatu metode untuk menentukan λ
analisis menggunakan titik-titik potong spektra derivatif dengan
sumbu x atau λ zero crossing sebagai kandidatnya (Ismayuni et al,.
2019).
2.3 Hukum Lambert Beer
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah berdasarkan hukum
Lambert-Beer, yaitu seberkas sinar dilewatkan suatu larutan pada
panjang gelombang tertentu, sehingga sinar tersebut sebagian ada yang
diteruskan dan sebagian lainnya diserap oleh larutan. Besarnya
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi zat penyerap dan
jarak yang ditempuh sinar dalam larutan (Warono & Syamsudin, 2013
Spektrofotometri derivatif adalah salah satu metode transformasi dari
III. Teori Dasar
Pada Industri farmasi dalam memproduksi obat untuk sakit kepala ada
yang menggunakan tablet dengan kombinasi parasetamol dan kafein. Untuk
mengetahui ketepatan dan keamanan produk tersebut, salah satu langkah yang
perlu dilakukan adalah menganalisis kandungan zat aktif tersebut.
Parasetamol (4-Acetamidophenol) dengan rumus kimia C8H9NO2
memiliki berat molekul 151,16 g/mol, mempunyai kromofor dan auksokrom,
yang dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Parasetamol merupakan salah satu obat yang paling sering
digunakan karena dapat membantu mencegah nyeri sendi, sakit gigi, sakit
kepala, dan dapat digunakan untuk menurunkan demam yang berasal dari
virus dan bakteri. Parasetamol memiliki kelarutan yang larut dalam air
mendidih, dalam natrium hidroksida 1 N, dan mudah larut dalam etanol
(Kemenkes, 2020). Parasetamol dalam metanol dan metanol memberikan
serapan maksimum pada panjang gelombang 250 nm (Depkes RI, 2014).
Kafein (1, 3, 7, trimethylxanthine) dengan rumus molekul
C8H10N4O2 termasuk kedalam sejenis alkaloid heterosiklik golongan
methylxanthine. Kafein memiliki berat molekul 194,19 g/mol dan biasa
dimanfaatkan untuk menstimulasi susunan saraf pusat serta dapat memperkuat
efek analgetik parasetamol (Depkes RI, 2014). Kafein agak sukar larut dalam
air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dan sukar larut dalam eter
(Kemenkes, 2020).
Berdasarkan strukturnya paracetamol mempunyai kromofor dan
auksokrom yang mampu menyerap radiasi, sehingga dalam melakukan analisa
dapat menggunakan metode spektrofotometri. Namun karena antara serapan
maksimum parasetamol dan kafein yang berdekatan yaitu 249 nm dan 272
nm, terjadinya tumpang tindih spektra (overlapping). Adanya overlapping ini
dalam pemilihan harus ada proses pemisahan. Oleh karena itu, digunakanlah
instrumen spektrofotometri uv-vis derivatif.
Spektrofotometri derivatif merupakan suatu teknik yang dilakukan
untuk mengetahui informasi kualitatif dan kuantitatif dari pita analit yang
saling tumpang tindih, contohnya seperti kandungan parasetamol dan kafein
pada suatu obat. Pada metode derivatif, plot A terhadap λ ditransformasikan
menjadi plot dA/dλ untuk derivatif pertama dan d2A/dλ2 terhadap λ untuk
derivat kedua, dan seterusnya. Metode spektrofotometri derivatif merupakan
metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan
cahaya tampak (UV-Vis). Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
yang lebar akan lebih akurat menggunakan derivatisasi spektra. Proses yang
terjadi dalam derivatisasi data spektra adalah pendiferensialan kurva secara
matematis yang tak lain adalah menentukan kemiringan/gradien serapan
antara panjang gelombang tertentu secara menyeluruh (Sani dan Kuntari,
2019).
Penentuan besar gradien secara individual adalah plot dA/dλ terhadap
λ untuk mendapatkan plot derivatif pertama. Plot derivatif pertama ini dapat
diturunkan lagi dengan cara yang sama untuk mendapatkan harga d2A/dλ2,
yang bila diplotkan terhadap panjang gelombang menghasilkan plot derivatif
kedua. Pengulangan proses ini menghasilkan orde yang lebih tinggi, plo
derivatif ke-n, atau dnA/dλn terhadap λ (Sani dan Kuntari, 2019).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hossein yang terlampir di Asian
Journal of Chemistry, spektrum dari 3 mg/L kaffein (A), 4 mg/L parasetamol
(B), dan campuran antara kafein dan parasetamol (C) adalah sebagai berikut :
Kafein menunjukkan absorbansi maksimum pada 275 nm dan parasetamol
pada 245 nm.
Serapan maksimum yang berdekatan dapat menyebabkan terjadinya
tumpang tindih sehingga perlu dilakukan menggunakan instrumen
spektrofotometer Uv-Vis dengan metode zero crossing (Tavallali et al, 2009).
Metode ini merupakan metode untuk menentukan λ analisis menggunakan
titik-titik potong spektra derivatif dengan sumbu x atau λ zero crossing
sebagai kandidatnya (Ismayuni et al,. 2019).
Pada spektrum derivatif kedua, diketahui absorbansi maksimum kafein
dan parasetamol adalah 288 nm dan 260 nm (Tavallali et al, 2009).
(Tavallali, 2009).
Spektrofotometri derivatif telah digunakan secara luas pada analisis
bahan anorganik, penentuan konstanta ionisasi senyawa kimia, koefisien
partisi obat antara lapisan lipid dan air, analisis klinis, analisis makanan, dan
penetapan kadar di bidang farmasi. Dalam bidang farmasi, karena terkait
dengan terapi, penetapan kadar obat adalah masalah analisis dalam kontrol
kualitas pada industri farmasi (Munson, 1991).

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat

a. Batang Pengaduk
b. Beaker glass 5ml, 10
ml, 25 ml

c. Botol Semprot

d. Bulb

e. Instrumen
Spektrofotometer
Uv-Vis

f. Kertas Perkamen

g. Kuvet
h. Labu Ukur 10 ml, 25 ml

i. Mortar dan Pestle

j. Pipet Tetes

k. Pipet Volume

l. Spatel
m. Timbangan Analitik

n. Vial 10 ml

4.2 Bahan
a. Aquades
b. Metanol
c. Kafein baku
d. Parasetamol baku
e. Sampel Panadol Extra
V. Prosedur
5.1 Pembuatan Larutan Baku Parasetamol
Ditimbang 20 mg PCT baku dan didapatkan 20,2 mg pct baku
lalu dilarutkan dengan metanol di dalam labu ukur 20 ml. Didapatkan
larutan 1 dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya, diambil 2 ml zat
dari larutan 1 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas. Didapatkan larutan PCT
100 ppm.
5.2 Pembuatan Larutan Baku Kafein
Ditimbang 20 mg kafein baku. Kemudian dilarutkan dengan
metanol di dalam labu ukur 20 ml. Didapat larutan baku kafein 1000
ppm (Lar.1). Diambil 2 ml zat dari Lar.1, dimasukkan kedalam labu
ukur 20 ml, lalu ditambahkan metanol hingga tanda batas. Didapat
larutan baku kafein 100 ppm (Lar.2).
5.3 Pengukuran Zero Crossing Parasetamol
Diambil larutan parasetamol 100 ppm sebanyak 1 ml dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Metanol ditambahkan hingga
tanda batas. Didapat larutan 10 ppm. Dimasukkan metanol-air
(blangko) ke dalam kuvet 1 hingga ¾ bagian kuvet. Dilakukan blank
measurement terlebih dahulu. Kemudian, larutan baku dimasukkan ke
dalam kuvet 2 hingga ¾ bagian kuvet.. Absorbansi diukur dengan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm lalu
diturunkan hingga didapat lamda zero crossing. Didapatkan λ zero
crossing PCT sebesar 244 nm.
5.4 Pengukuran Zero Crossing Kafein
Diambil larutan kafein 100 ppm sebanyak 0,6 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Lalu, ditambahkan metanol
hingga tanda batas sehingga didapatkan larutan 6 ppm. Dimasukkan
metanol-air pada kuvet 1 hingga ¾ bagian kuvet. Dilakukan blank
measurement terlebih dahulu. Kemudian larutan baku dimasukkan ke
dalam kuvet 2 hingga ¾ bagian kuvet. Selanjutnya, absorbansi diukur
dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200 - 400 nm.
Setelah absorbansi diukur, lalu diturunkan hingga didapatkan lamda
zero crossing. Didapatkan λ zero crossing kafein sebesar 273 nm.
5.5 Penentuan Kurva Baku Parasetamol
Disiapkan 6 labu ukur untuk pembuatan kurva baku dengan
variasi konsentrasi baku PCT 0,6,8,10,12,14 ppm + 1 ml 6 ppm kafein
pada tiap labu ukurnya dalam 10 ml. Kuvet diisi sampai ¾ bagian.
Blanko dibuat dengan menggunakan metanol dimana dimasukkan
pertama kali ke dalam spektrofotometer, lalu dimasukkan kuvet berisi
larutan baku ke dalam instrumen. Selanjutnya diukur absorbansi pada
panjang gelombang zero crossing kafein. Diperoleh absorbansi
masing-masing sebesar -0,0003 ; -0,003 ; -0,005 ; -0,006 ; -0,008 ;
-0,009.
5.6 Penentuan Kurva Baku Kafein

Disiapkan 6 labu ukur untuk pembuatan kurva baku. Dibuat


variasi konsentrasi baku kafein 0,4,6,8,10,12 ppm + 1 ml 10 ppm
parasetamol pada tiap labu ukurnya dalam 10 ml. Selanjutnya, kuvet
diisi dengan variasi konsentrasi sampai kuvet terisi sebanyak ¾
bagian. Dibuat blanko yang berisi metanol dimana dimasukkan
pertama kali ke dalam spektrofotometer, lalu dimasukkan kuvet berisi
larutan baku ke dalam instrumen. Kemudian, diukur absorbansinya
pada panjang gelombang zero crossing parasetamol. Diperoleh
absorbansi masing-masing sebesar -0,001 ; -0,002 ; -0,003 ; -0,004 ;
-0,005 ; -0,005.
5.7 Preparasi Sampel

Ditimbang 20 tablet sampel Panadol Extra, diperoleh 13,6560


gram, lalu dihitung rata-rata berat setiap 1 tabletnya. Diperoleh 0,6828
gram massa 1 tablet. Kemudian, 20 tablet digerus hingga halus lalu
ditimbang hingga setara dengan berat 1 tablet. Diperoleh 0,6830 gram.
Selanjutnya, dilakukan ekstraksi dengan ditambahkan 5 ml metanol ke
dalam gelas beker lalu diaduk dan didiamkan sejenak hingga serbuk
yang tidak larut mengendap. Hasil ekstraksi disaring ke dalam labu
ukur 25 mL. Dilakukan ekstraksi kembali sebanyak 3 kali tapi saat
ekstraksi ketiga tidak perlu ditunggu sampai serbuk mengendap.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas secara perlahan untuk
mendapatkan larutan stok sampel. Selanjutnya, dilakukan pengenceran
menggunakan metanol pada labu ukur 10 mL sebanyak 2 kali hingga
didapat konsentrasi PCT 10 ppm. Setelah itu, dilakukan pengenceran
kembali dari larutan stok pada labu ukur 10 mL sebanyak 2 kali
sehingga didapat konsentrasi kafein 8 ppm.
5.8 Analisis Kuantitatif Dengan Spektrofotometri Uv-Vis

Semua bahan yang perlu diukur disiapkan. Kuvet dibersihkan


dengan sedikit metanol sebanyak 2 kali. Kuvet dibersihkan dengan
sedikit bahan yang akan diuji sebanyak 1 kali. Lalu dimasukkan
larutan yang akan diuji ke dalam kuvet hingga kira-kira 3/4 kuvet.
Dimasukkan kuvet pertama berisi blanko aquades sesuai dengan,,,!!,
pengenceran yang telah dilakukan pada sampel. Kuvet ke-2 diisi
dengan sampel yang akan diuji hingga ¾ bagian kuvet.
Spektrofotometer UV dijalankan dan dihitung absorbansi parasetamol
pada zero crossing kafein dan absorbansi kafein pada zero crossing
parasetamol. Data diolah menjadi derivatif. Grafik baku standar dibuat
menggunakan Microsoft excel. Data dianalisis hingga didapat kadar
parasetamol dan kafein dalam tablet.
VI. Data Pengamatan

Perlakuan Hasil

Pembuatan Larutan Baku Parasetamol

1. Ditimbang 20 mg parasetamol baku Serbuk parasetamol baku ditimbang


pada timbangan analitik dan
didapatkan berat parasetamol baku
sebesar 20.2 mg

2. Melarutkan parasetamol dengan Didapat larutan baku jernih


metanol di dalam labu ukur 20 ml. parasetamol dengan konsentrasi 1000
Didapat larutan baku parasetamol 1000 ppm (Lar.1) pada labu ukur 20 ml
ppm (Lar.1)

3. Mengambil 2 ml zat dari Lar.1 dan Dalam labu ukur 20 ml terdapat 2 ml


masukkan kedalam labu ukur 20 ml. larutan (1)

4. Tambahkan metanol hingga tanda batas Didapat larutan baku jernih


dan homogenkan. Didapat larutan baku parasetamol 100 ppm (Lar.2).
parasetamol 100 ppm (Lar.2).

Pembuatan Larutan baku Kafein

1. Menimbang 20 mg kafein baku. Serbuk kafein baku ditimbang pada


timbangan analitik dan di Didapatkan
berat kafein baku sebesar 20.6 mg

2. Melarutkan kafein metanol di dalam Didapat larutan jernih baku kafein


labu ukur 20 ml. 1000 ppm (Lar.1) pada labu ukur 20
ml

3. Ambil 2 ml zat dari Lar.1, masukkan Didapatkan 2 ml dari lar 1 dalam labu
kedalam labu ukur 20 ml, ukur 20 ml

4. Tambahkan metanol hingga tanda Didapat larutan jernih baku kafein 100
batas. ppm (Lar.2) sebanyak 20 ml

Pengukuran Zero-Crossing Parasetamol


1. Ambil larutan parasetamol 100 ppm Didapat larutan jernih parasetamol 1
sebanyak 1 ml dan masukkan ke dalam ml pada labu ukur 10 ml
labu ukur 10 ml.

2. Tambahkan metanol hingga tanda Didapat larutan jernih 10 ppm pada


batas. labu ukur 10 ml

3. Masukkan larutan ke dalam kuvet 2 Didapatkan kuvet berisi ¾ larutan


hingga ¾ bagian kuvet. parasetamol jernih 10 ppm

4. Memasukkan aquades (blangko) ke Didapatkan kuvet bersisi aquades


dalam kuvet 1 hingga ¾ bagian kuve

5. Ukur absorbansi dengan Dilakukan analisa menggunakan


spektrofotometer UV pada panjang spektrofotometri
gelombang 200-400 nm.

6. Turunkan hingga didapat lamda zero Didapatkan λ zero crossing


crossing parasetamol sebesar 244 nm.

Pengukuran Zero-Crossing Kafein

1. Ambil larutan kafein 100 ppm Didapatkan 0.6 ml larutan kafein pada
sebanyak 0.6 ml dan masukkan ke labu ukur 10 ml
dalam labu ukur 10 ml.

2. Tambahkan metanol hingga tanda Didapatkan larutan jernih kafein


batas. dengan konsentrasi 6 ppm.

3. Masukkan larutan ke dalam kuvet 2 Didapatkan kuvet berisi larutan jernih


hingga ¾ bagian kuvet. kafein dengan konsentrasi 6 ppm

4. Memasukkan aquades (blangko) ke Didapatkan kuvet berisi aquades


dalam kuvet 1 hingga ¾ bagian kuve jernih
5. Ukur absorbansi dengan Didapatkan λ zero crossing kafein
spektrofotometer UV pada panjang sebesar 275 nm.
gelombang 200-400 nm.

Penentuan Kurva Baku Parasetamol

1. Siapkan 6 labu ukur untuk pembuatan Keenam labu ukur telah disiapkan
kurva baku untuk proses pengenceran

2. Buat variasi konsentrasi baku Didapatkan 6 variasi konsentrasi


parasetamol 0,6,8,10,12,14 ppm + 1 ml larutan jernih dari parasetamol baku
6 ppm kafein pada tiap vialnya dalam dan kafein 6 ppm pada tiap labu ukur
10 ml

3. Isi kuvet diisi sampai ¾ bagian Diperoleh kuvet 2 berisi larutan baku
parasetamol sebanyak ¾ bagian kuvet

4. Buat blangko yang berisi aquades Diperoleh kuvet 1 berisi aquades


sebagai blanko

5. Ukur absorbansi pada panjang Diperoleh absorbansi masing-masing


gelombang zero crossing kafein. sebesar -0,0003 ; -0,003 ; -0,005 ;
-0,006 ; -0,008 ; -0,009.

Penentuan Kurva Baku Kafein

1. Siapkan 6 labu ukur untuk pembuatan Keenam labu ukur telah disiapkan
kurva baku. untuk proses pengenceran

2. Buat variasi konsentrasi baku kafein Didapatkan 6 variasi konsentrasi dari


0,4,6,8,10,12 ppm + 1 ml 10 ppm larutan jernih kafein baku dan 10 ppm
parasetamol pada vial ukurnya dalam parasetamol
10 ml.

3. Isi kuvet diisi sampai ¾ bagian Diperoleh kuvet 2 berisi larutan baku
kafein setinggi ¾ bagian kuvet

4. Buat blangko yang berisi aquades Diperoleh kuvet 1 yang berisi aquades
sebagai blanko

5. Ukur absorbansi pada panjang Diperoleh absorbansi masing-masing


gelombang zero crossing kafein. sebesar -0,001 ; -0,002 ; -0,003 ;
-0,004 ; -0,005 ; -0,005.

Preparasi Sampel

1. Menimbang 20 tablet Diperoleh berat 20 tablet sebesar


13,6560 gram

2. Hitung rata rata berat 1 tablet Diperoleh rata-rata berat 1 tablet


sebesar 0,6828 gram

3. Menggerus hingga halus 20 tablet Diperoleh sampel berbentuk serbuk


dengan mortir. halus

4. Timbang setara berat 1 tablet. Diperoleh berat dalam bentuk serbuk


yang setara 1 tablet sebesar 0,6830
gram

5. Ekstraksi dengan menambahkan 5 ml Diamati cairan berwarna keruh


metanol dalam gelas beker.

6. Aduk dan diamkan sejenak hingga Diamati serbuk yang tidak larut
serbuk yang tidak larut mengendap mengendap di dasar gelas beker

7. Saring ke dalam labu ukur 25 ml Diamati larutan sampel yang lebih


jernih sesudah disaring dengan kertas
saring

8. Lakukan ekstraksi lagi hingga Diamati larutan sampel yang terbebas


sebanyak 3 kali dari komponen pengotor atau
eksipiennya, terlihat dari perubahan
warna yang lebih jernih

9. Pada ekstraksi ke 3, tidak perlu Diperoleh larutan sampel jernih yang


ditunggu serbuk mengendap siap untuk dibaca absorbansinya pada
Spektrofotometer UV-Vis

10. Tambahkan metanol hingga tanda batas Didapat larutan agak keruh berupa
secara perlahan, tambahkan metanol stok sampel
hingga batas

11. Lakukan pengenceran menggunakan Didapat konsentrasi parasetamol 10


metanol pada labu ukur 10 ml ppm
sebanyak 2 kali.

12. Lakukan pengenceran lagi dari larutan Didapat konsentrasi kafein 8 ppm
stok pada labu ukur 10 ml sebanyak 2
kali

Analisis Kuantitatif dengan Spektrofotometri UV-vis

1. Siapkan semua bahan yang perlu Semua bahan telah disiapkan di ruang
diukur. instrumentasi Fakultas Farmasi
UNPAD

2. Bersihkan kuvet dengan sedikit Diperoleh kuvet yang telah dibilas


metanol sebanyak 2 kali dengan metanol

3. Bersihkan kuvet dengan sedikit bahan Diperoleh kuvet yang bebas pengotor
yang akan diuji sebanyak 1 kali

4. Masukkan larutan yang akan diuji ke Diperoleh kuvet berisi sampel setinggi
dalam kuvet hingga kira-kira 3/4 kuvet ¾ bagian kuvet

5. Masukkan kuvet pertama berisi blanko Diperoleh kuvet yang berisi larutan
aquades sesuai dengan pengenceran aquades dengan pemerian jernih yang
yang telah dilakukan pada sampel. terletak di dalam instrumen
spektrofotometer UV-Vis

6. Isi kuvet ke 2 dengan sampel yang Diperoleh kuvet berisi larutan jernih
akan diuji hingga ¾ bagian kuvet. agak keruh dari sampel setinggi ¾
bagian

7. Jalankan spektrofotometer UV dan Diperoleh absorbansi parasetamol


hitung absorbansi parasetamol pada sebesar -0,01 pada lambda 275 nm
zero crossing kafein dan absorbansi dan absorbansi kafein sebesar -0,002
kafein pada zero crossing parasetamol. pada lambda 244 nm

8. Olah data menjadi derivatif. Diperoleh spektrum derivatif turunan


pertama dari parasetamol dan kafein

9. Buat grafik baku standar menggunakan Diperoleh grafik baku standar dan
Microsoft excel. persamaan linearnya
10. Analisis data hingga didapat kadar Diperoleh kadar parasetamol sebesar
parasetamol dan kafein dalam tablet 168,3% dan kadar kafein sebesar
37,5%
VII. Perhitungan
7.1 Larutan Baku Parasetamol
Larutan 1
20 mg / 20 mL = 1 mg / mL = 1000 mg / L = 1000 ppm
Larutan 2
2 mL . 1000 ppm = 20 mL . x ppm
x ppm = 100 ppm
7.2 Larutan Baku Kafein
Larutan 1
20 mg / 20 mL = 1 mg / mL = 1000 mg / L = 1000 ppm
Larutan 2
2 mL . 1000 ppm = 20 mL . x ppm
x ppm = 100 ppm
7.3 Pengenceran untuk Zero-Crossing Parasetamol
100 ppm . 1 mL = 10 mL . x ppm
x ppm = 10 ppm
7.4 Pengenceran untuk Zero-Crossing Kafein
100 ppm . 0,6 mL = 10 mL . x ppm
x ppm = 6 ppm
7.5 Variasi Konsentrasi Parasetamol
a. 0 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 0 ppm . 10
X = 0 mL
b. 6 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 6 ppm . 10
X = 0,6 mL
c. 8 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm pc
X = 0,8 mL
d. 10 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 10 ppm . 10
X = 1 mL
e. 12 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 12 ppm . 10
X = 1,2 mL
f. 14 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 14 ppm . 10
X = 1,4 mL
7.6 Variasi Konsentrasi Kafein
a. 0 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 0 ppm . 10
X = 0 mL
b. 4 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 4 ppm . 10
X = 0,4 mL
c. 6 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 6 ppm . 10
X = 0,6 mL
d. 8 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 8 ppm . 10
X = 0,8 mL
e. 10 ppm
N1 kafein . V kafein = N2 kafein . V akhir
100 ppm . X = 10 ppm . 10
X = 1 mL
f. 12 ppm
N1 parasetamol . V parasetamol = N2 parasetamol . V akhir
100 ppm parasetamol . X = 12 ppm . 10
X = 1,2 mL
7.7 Pengenceran Pada Sampel
1 Tablet Panadol Ekstrak Mengandung:
a. 500 mg (Parasetamol) → 500 mg/25 ml = 20 mg/ml → 20.000 ppm
b. 65 mg (KAfein) → 65 mg/25 mL = 2,6 mg/mL → 2600 ppm
Konsentrasi parasetamol sampel sampai 10 ppm dalam 10 mL
a. 1000 ppm . 25 mL = 20.000 ppm . x mL
x mL = 1,25 mL
b. 100 ppm . 10 mL = 1000 ppm . x mL
x mL = 1 mL
c. 10 ppm . 10 mL = 100 ppm . x mL
x mL = 1 mL
Konsentrasi kafein sampel sampai 8 ppm dalam 10 mL
a. 64 ppm . 25 mL = 2600 ppm . x mL
x mL = 0,615 mL
b. 16 ppm . 10 mL = 64 ppm . x mL
x mL = 2,5 mL
c. 8 ppm . 10 mL = 16 ppm . x mL
x mL = 5 mL
7.8 Perhitungan Kadar Parasetamol dalam Sampel
y = -0,0006 x + 0,0001
-0,01 = -0,0006x + 0,0001
-0,0006x = -0,0101
x = 16,83 ppm

16.83 𝑥 2000 𝑥 0,025


Kadar parasetamol = 500
x 100% = 168,3%

7.9 Perhitungan Kadar Kafein dalam Sampel


y = -0,0004x - 0,0008
-0,002 = -0,0004x - 0,0008
-0,0004x = -1,2 x 10-3
x = 3 ppm

3 𝑥 2600/8 𝑥 0,025
Kadar kafein = 65
x 100% = 37,5%
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan analisis kandungan parasetamol
dan kafein yang terdapat dalam suatu sampel obat yaitu Panadol Extra.
Analisis yang dilakukan menggunakan instrumentasi spektrofotometri Uv-Vis
derivatif dengan metode zero crossing. Tujuan dilakukan kegiatan analisis ini
adalah untuk mengetahui ketepatan dan keamanan produk tersebut, salah satu
langkah yang perlu dilakukan adalah menganalisis kandungan zat aktif
tersebut.
Parasetamol dan kafein merupakan senyawa yang memiliki kromofor
dan auksokrom sehingga kedua senyawa tersebut dapat diukur menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis. Namun, saat kedua senyawa tersebut bercampur
maka sulit untuk mengukur nilai absorbansinya karena nilai absorbansi
maksimum antara parasetamol dan kafein berdekatan sehingga menyebabkan
saling tumpang tindih. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis menggunakan
instrumen spektrofotometer Uv-Vis dengan metode zero crossing (Tavallali et
al, 2009).
Parasetamol (4-Acetamidophenol) dengan rumus kimia C8H9NO2
memiliki berat molekul 151,16 g/mol, mempunyai kromofor dan auksokrom,
yang dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan
karena dapat membantu mencegah nyeri sendi, sakit gigi, sakit kepala, dan
dapat digunakan untuk menurunkan demam yang berasal dari virus dan
bakteri. Parasetamol dalam metanol dan metanol memberikan serapan
maksimum pada panjang gelombang 250 nm (Depkes RI, 2014).
Kafein (1, 3, 7, trimethylxanthine) dengan rumus molekul
C8H10N4O2 termasuk kedalam sejenis alkaloid heterosiklik golongan
methylxanthine. Kafein memiliki berat molekul 194,19 g/mol dan biasa
dimanfaatkan untuk menstimulasi susunan saraf pusat serta dapat memperkuat
efek analgetik parasetamol (Depkes RI, 2014).
Spektrofotometri derivatif merupakan suatu teknik yang dilakukan
untuk mengetahui informasi kualitatif dan kuantitatif dari pita analit yang
saling tumpang tindih, contohnya seperti kandungan parasetamol dan kafein
pada suatu obat. Pada metode derivatif, plot A terhadap λ ditransformasikan
menjadi plot dA/dλ untuk derivatif pertama dan d2A/dλ2 terhadap λ untuk
derivat kedua, dan seterusnya. Metode spektrofotometri derivatif merupakan
metode manipulatif terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan
cahaya tampak (UV-Vis). Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
yang lebar akan lebih akurat menggunakan derivatisasi spektra. Proses yang
terjadi dalam derivatisasi data spektra adalah pendiferensialan kurva secara
matematis yang tak lain adalah menentukan kemiringan/gradien serapan
antara panjang gelombang tertentu secara menyeluruh (Sani dan Kuntari,
2019).
Penentuan besar gradien secara individual adalah plot dA/dλ terhadap
λ untuk mendapatkan plot derivatif pertama. Plot derivatif pertama ini dapat
diturunkan lagi dengan cara yang sama untuk mendapatkan harga d2A/dλ2,
yang bila diplotkan terhadap panjang gelombang menghasilkan plot derivatif
kedua. Pengulangan proses ini menghasilkan orde yang lebih tinggi, plo
derivatif ke-n, atau dnA/dλn terhadap λ (Sani dan Kuntari, 2019).
Pada tahapan awal prosedur dilakukan pembuatan larutan baku
parasetamol dan kafein dengan cara melakukan penimbangan terhadap sampel
(parasetamol dan kafein) dan didapatkan 20,2 mg parasetamol baku lalu
melarutkannya dengan metanol di dalam labu ukur 20 ml. metanol digunakan
untuk melarutkan larutan baku karena selain parasetamol dan kafein larut
dalam metanol, metanol juga diketahui memiliki serapan pada panjang
gelombang di bawah 210 nm yang membuat metanol tidak akan menyerap
sinar dan panjang gelombang di atas 210 nm. Hal ini menyebabkan metanol
tidak akan mengganggu spektrum dari parasetamol dan kafein (Tulandi,
2015). Didapatkan larutan 1 dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya,
diambil 2 ml zat dari larutan 1 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 20 ml.
Ditambahkan metanol hingga tanda batas. Didapatkan larutan parasetamol
100 ppm. Kedua larutan baku tersebut diencerkan kembali sehingga diperoleh
konsentrasi parasetamol baku sebesar 10 ppm dan kafein baku sebesar 6 ppm.
Selanjutnya melakukan pengukuran zero-crossing terhadap sampel
parasetamol dan kafein. Untuk sampel parasetamol didapatkan λ zero crossing
parasetamol sebesar 244 nm. Dan untuk sampel Kafein didapatkan λ zero
crossing kafein sebesar 275 nm. Setelah itu prosedur dilanjutkan dengan
membuat kurva baku untuk parasetamol dan kafein diperoleh absorbansi
untuk variasi konsentrasi parasetamol 0,6,8,10,12,14 ppm + 6 ppm kafein
masing-masing sebesar -0,0003 ; -0,003 ; -0,005 ; -0,006 ; -0,008 ; -0,009.
Dan untuk variasi konsentrasi kafein 0,4,6,8,10,12 ppm + 10 ppm parasetamol
masing-masing sebesar -0,001 ; -0,002 ; -0,003 ; -0,004 ; -0,005 ; -0,005.
Pengukuran variasi konsentrasi larutan baku baik parasetamol maupun kafein
harus dilakukan mulai dari konsentrasi kecil ke konsentrasi yang lebih besar,
untuk menghindari deviasi yang tinggi akibat sisa pembilasan kuvet dari
konsentrasi yang besar ke konsentrasi yang lebih kecil. Maka, pembacaan
absorbansinya menjadi sesuai.
Pada tahapan berikutnya dilakukan prosedur untuk preparasi sampel.
Sampel yang digunakan adalah Panadol Extra pada tahapan ini sampel
ditimbang dan dilakukan ekstraksi secara triplo dan pengenceran
menggunakan metanol pada labu ukur 10 mL sebanyak 2 kali hingga didapat
konsentrasi parasetamol 10 ppm dan konsentrasi kafein 8 ppm.
Setelah sampel dipreparasi, dilakukan analisis kualitatif menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis. Kuvet dibersihkan terlebih dahulu menggunakan
sedikit aquades sebanyak 2 kali dan sampel uji sebanyak 2 kali. Tujuan kuvet
dibersihkan menggunakan pelarut tersebut adalah agar kuvet benar-benar
terhindar dari komponen senyawa lain (pengotor) selain senyawa uji itu
sendiri. Selanjutnya, kuvet diisi dengan larutan uji sampai kuvet terisi hingga
3/4 bagian kuvet. Pastikan bagian yang dipegang adalah bagian buram dan
sebelum dimasukkan ke spektrofotometer, kuvet dibersihkan dengan lap/tissue
bersih agar kuvet terhindar dari pengotor yang dapat mengganggu pembacaan.
Setelah itu dimasukkan kuvet pertama yang telah diisi dengan larutan blanko
aquades sesuai dengan pengenceran yang telah dilakukan pada sampel.
Kemudian, kuvet 2 diisi dengan bahan yang akan diuji, kuvet diisi sampai ¾
bagian kuvet.
Spektrofotometri Uv-Vis dijalankan dan dihitung absorbansi
parasetamol pada zero crossing kafein dan absorbansi kafein pada zero
crossing parasetamol. Diperoleh absorbansi parasetamol sebesar -0,01 pada
lambda 275 nm dan absorbansi kafein sebesar -0,002 pada lambda 244 nm.
Lalu, data diolah menjadi derivatif, dibuat grafik baku standar menggunakan
Microsoft Excel, dan data dianalisis hingga didapat kadar parasetamol dan
kafein dalam tablet. Kadar paracetamol yang didapatkan dari sampel setelah
dilakukan perhitungan adalah sebesar 168,3% dan kadar kafein yang
didapatkan sebesar 37,5%. Menurut Farmakope Indonesia, tablet parasetamol
dan kafein mengandung parasetamol dan kafein masing-masing tidak kurang
dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket
(Depkes, 2020)
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, kelompok kami
mendapatkan bahwa kandungan parasetamol dan kafein dalam obat Panadol
Extra tidak memenuhi persyaratan sesuai Farmakope dan tidak layak jual dan
tidak layak konsumsi. Namun, kelompok kami belum bisa menyimpulkan hal
tersebut benar adanya, karena belum dilakukan validasi metode analisis atau
kemungkinan ada beberapa faktor secara prosedural yang mempengaruhi hasil
data yang kami dapatkan, seperti pemipetan yang kurang presisi, proses
ekstraksi senyawa aktif sampel yang tidak sempurna di dalam pelarutnya, dan
sebagainya.

IX. Kesimpulan
Telah dilakukan analisis dari kandungan parasetamol dan kafein dalam
suatu produk yaitu Panadol Extra menggunakan metode spektrofotometri
derivatif dengan hasil kandungan parasetamol sebesar 168,3% dan kafein
sebesar 37,5%. Dari hasil analisis tersebut, disimpulkan bahwa kandungan
parasetamol dan kafein dalam sampel tidak memenuhi syarat.
X. Daftar Pustaka
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ismayuni, Muchlisyam. 2019. Development and validation of ultraviolet
spectrophotometric method for estimated mixture of paracetamol,
acetosal and caffeine in tablet dosage form. Journal of innovation in
Pharmaceutical and Biological Sciences. Vol. 6 (2): 1.
Kemenkes RI. 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B,
diterjemahkan oleh Harjana. Surabaya: Airlangga University Press.
Sari, A.I.N. dan Kuntari. 2019. Penentuan Kafein dan Parasetamol dalam
Sediaan Obat Sakit Kepala Secara Simultan Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis. Indonesian Journal of Chemical Analysis.
Vol. 02(01): 20-27.
Tavallali, H., & Salami, M. 2009. Simultaneous determination of caffeine and
paracetamol by zero-crossing second derivative spectrophotometry in
pharmaceutical preparations. Asian Journal of Chemistry. Vol 21(3):
1949.
Tulandi, G. P. 2015. Validasi Metode Analisis untuk Penetapan Kadar
Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri
Ultraviolet. PHARMACON. Vol 4(4): 171
Warono, D. dan Syamsudin. 2013. Unjuk Kerja Spektrofotometer Untuk
Analisa Zat Aktif Ketoprofen. KONVERSI. Vol. 2(2): 57-65.
XI. Lampiran
Penimbangan Parasetamol Baku

Penimbangan Kafein Baku

Penimbangan 20 Kaplet
Penggerusan Kaplet Panadol Extra

Penimbangan Sampel Setara Berat 1 Kaplet


Ekstraksi Zat Aktif dengan Pelarutnya

Pengenceran Sampel Parasetamol Hingga 10 ppm


Pengenceran Sampel Kafein Hingga 8 ppm

Spektrum Derivatif Pertama Paracetamol Baku 10 ppm


Spektrum Derivatif Pertama Kafein Baku 6 ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku parasetamol 0 ppm + Kafein 6 ppm


Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku parasetamol 6 ppm + Kafein 6 ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku parasetamol 8 ppm + Kafein 6 ppm


Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku parasetamol 10 ppm + Kafein 6
ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku parasetamol 12 ppm + Kafein 6


ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku parasetamol 14 ppm + Kafein 6


ppm
Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku Kafein 0 ppm + parasetamol 10
ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku Kafein 4 ppm + parasetamol 10


ppm
Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku Kafein 6 ppm + parasetamol 10
ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku Kafein 8 ppm + parasetamol 10


ppm
Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku Kafein 10 ppm + parasetamol 10
ppm

Spektrum Derivatif Pertama Larutan Baku Kafein 12 ppm + parasetamol 10


ppm
Spektrum Derivatif Pertama Sampel parasetamol 10 ppm dan Kafein 8 ppm

Kurva Baku Parasetamol dan Kafein

Anda mungkin juga menyukai