Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS OBAT, KOSMETIK, DAN MAKANAN


PERCOBAAN 2
ANALISIS PARACETAMOL MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI UV

Disusun oleh :
Else Putri Hartaningsih 15/379354/FA/10443
Gemilang Sekar Hapsari 15/379355/FA/10444
Nadia Kusuma Putri 15/379364/FA/10453
Omi Enda Naomi 15/379366/FA/10455
Prisla Diva Ukhibba 15/379369/FA/10458
Tanggal Praktikum : 15 Maret 2018
Dosen Pengampu : Dr. Tatang Irianti, M. Si., Apt
Dosen Jaga : Prof. Dr. Abdul Rochman, M. Si., Apt.

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
Penetapan Kadar Paracetamol dalam Tablet Panadol dengan Metode Spektrofotometri
UV
A. TUJUAN
Mahasiswa mampu menetapkan kadar parasetamol pada tablet Panadol dengan
metode Spektrofotometri UV.

B. METODE
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah Spektrofotometri UV

C. DASAR TEORI
Kimia farmasi analisis melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk
memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat
pada khususnya, dan dari bahan kimia pada umumnya. Analisis kualitatif merupakan
analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan atau senyawa - senyawa yang
ada di dalam sampel. Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar)
absolute atau relatif dari suatu elemen atau spesies yang ada di dalam sampel. Sedangkan
analisis struktur adalah penentuan letak dan pengaturan ruang tempat atom dalam suatu
elemen atau molekul, serta identifikasi gugus – gugus karakteristik (Gandjar dan Rohman,
2007)
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spectrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energy
relatif jika energy tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan fotometer adalah panjang
gelombang dari sinar putih dapat lebih di deteksi dan cara ini diperoleh dengan alat
pengurai seperti prisma, grating atau celah optis. Pada fotometer filter dari berbagai warna
yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek pada panjang gelombang tertentu
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah
akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang diabsorbsi
dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum elektromagnetik meliputi suatu
daerah panjang gelombang yang luas dari sinar gamma gelombang pendek berenergi tinggi
sampai pada panjang gelombang mikro (Asnah, 2012).
Beberapa survey literatur mengungkapkan metode UV, KCKT, RP KCKT,
densiometri dan polarografi dapat digunakan untuk menentukan formulasi atau kadar
paracetamol dan lornoxicam. Tidak ada metode yang ditawarkan untuk menentukan dosis
paracetamol dan lornoxicam dengan metode panjang gelombang-ganda. Dalam analisis
formulasi yang mengandung dua atau lebih obat, satu obat dapat mengganggu dalam
penilaian obat yang lainnya. Untuk menghindari hal tersebut, pemisahan komponen
campuran dengan ekstraksi yang biasanya dilakukan (Kondawarl, dkk, 2011).
Selain itu, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisis
kandungan Parasetamol dalam tablet Parasetamol menurut literatur lain. Beberapa metode
yang umum digunakan yaitu metode HPLC (menurut Farmakope Indonesia),
spektrofotometri UV (British Pharmacopoiea dan USP), serta nitrimetri. Dalam percobaan
ini digunakan metode spektrofotometri UV (menurut British Pharmacopoiea).
1. Titrimetri
a) Diazotasi (Nitrimetri)
Metode ini melibatkan hidrolisis parasetamol untuk menghasilkan amin
aromatis primer lalu diikuti dengan titrasi menggunakan larutan baku natrium nitrit
dalam suasana asam.
b) Titrasi dengan DBH
Merupakan metode titrimetri yang sederhana dan akurat menggunakan
titran larutan baku N,N-dibromo dimetilhidantoin (DBH). Dalam keseluruhan
reaksi, parasetamol dioksidasi menjadi p-quinon oleh DBH. Indikator yang
digunakan pada metode ini adalah larutan Amaranth 0.2% dalam etanol. Titik akhir
titrasi ditandai dengan hilangnya warna pink.
2. Spektrofotometri visibel
a) Metode Bratton-Marshall
Metode ini dilakukan dengan cara menghidrolisis parasetamol dengan asam
sehingga terbentuk amin aromatis primer yang selanjutnya di diazotasi dengan
asam nitrit membentuk garam diazonium lalu dikopling dengan naftil etilen diamin
(NED).
b) Metode Amonium molibdat
Metode ini didasarkan pada reaksi antara parasetamol dengan ammonium
molibdat dalam medium asam kuat untuk menghasilkan molibdenum berwarna biru
yang dapat dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 670 nm.
3. Spektrofluorometri
Parasetamol merupakan senyawa yang tidak berfluorosens maka parasetamol
dapat ditetapkan kadarnya secara tidak langsung dengan metode spektrofluorometri
dengan mereaksikannya lebih dulu menggunakan Ce(IV) sebagai agen pengoksidasi
dan mengukur intensitas fluorosensi relatif Ce(III) yang berasal dari Ce(IV).
Penetapan kadar parasetamol dengan spektrofotometri secara langsung
sebelumnya menggunakan tahap derivatisasi. Agen penderivat parasetamol
diantaranya seperti reagen fluoresamin dan dansil klorida.
4. Kromatografi
a) Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Metode KLT-Densitometri telah digunakan untuk analisis parasetamol
secara simultan. Keuntungan metode ini dibanding spektrofotometri adalah
kemampuan KLT untuk memisahkan komponen-komponen dalam sampel yang
dianalisis sehingga menghilangkan adanya kemungkinan saling mengganggu antar
komponen.
b) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Metode KCKT ini bersifat sederhana, cepat, dan sesuai untuk penetapan
kadar parasetamol secara simultan. Pemisahan kromatografi dilakukan dengan
kolom karbon grafit yang porous. Fase gerak yang digunakan adalah campuran
asetonitril-buffer kalium fosfar 0,05M (pH 5,5) dengan perbandingan 80:20 v/v dan
dihantarkan secara isokratik. Detektor yang digunakan adalah spektriotometer UV
pada panjang gelombang 244 nm.
5. Spektrofotometri UV
Parasetamol dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri UV karena
parasetamol mempunyai kromofor yang mampu menyerap sinar UV. Parasetamol
1%
dalam etanol mempunyai panjang gelombang maksimal 249 nm dengan nilai E1𝑐𝑚
sebesar 900.
Spektroskopi merupakan studi antar aksi radiasi elekromagnetik dengan materi.
Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari energi yang diteruskan melalui ruang
dengan kecepatan yang luar biasa. Dikenal berbagai bentuk radiasi elektromagnetik dan
yang mudah dilihat adalah cahaya atau sinar tampak. Daerah sinar tampak mulai dari warna
merah pada panjang gelombang 780 nm sampai warna ungu pada panjang gelombang 380
nm (kisaran frekuensi 12800 – 26300 cm-1). Sedangkan daerah ultraviolet berkisar dari 380
nm sampai 180 nm (kisaran frekuensi 2630 – 55500 cm-1). Energi pada daerah
ultraviolet dan sinar tampak berkisar dari 140 sampai 660 kj/mol (Gandjar dan Rohman,
2007).

Gambar 1. Daerah Spektrum Radiasi Elektromagnetik


Teknik spektroskopi pada daerah ultraviolet dan sinar tampak biasa disebut
spektroskopi UV-Vis atau spektrofotometer UV-Vis. Dari spekrum absorbsi dapat
diketahui panjang gelombang dengan absorbansi maksimum dari suatu unsur atau
senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari
kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbansi maksimum yang
telah ditentukan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Radiasi yang berasal dari ultraviolet-visibel diabsorbsi oleh molekul organik
aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom yang
mengandung elektron-n, menyebabkan transisi elektron dari orbit terluarnyadari tingkat
energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi yang lebih tinggi. Besarnya
absorbansi radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang
mengabsorbsi dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada spektrofotometer UV, jumlah cahaya yang diserap oleh suatu zat dalam
larutan berbanding lurus dengan konsentrasi zat dalam larutannya. Hubungan antara
serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam larutan dapat dinyatakan dengan persamaan
Lambert-Beer berikut ini:
A = - log T = є b c
Dimana:
A = absorbansi
T = transmitansi
є = absorptivitas molar (L/mol cm)
b = panjang sel (cm)
c = konsentrasi zat yang menyerap sinar (mol/L)
Dalam aplikasinya ada beberapa syarat agar hukum Lambert Beer dapat digunakan,
diantaranya adalah:
1. Syarat konsentrasi, konsentrasi larutan yang diukur harus encer
2. Syarat kimia, zat pengabsorbsi (zat yang dianalisis) tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi
atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan produk lain.
3. Syarat cahaya, radiasi cahaya yang digunakan untuk pengukuran harus monokromatis
(cahaya yang mempunyai satu macam panjang gelombang).
4. Syarat kejernihan, kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid
misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer.

Gambar 2. Spektronik 20 (Model Camspec M-106)


(Sumber: http://teknologikimiaindustri.blogspot.com/2011/01/uv-visible.html)
Penyimpangan dari Hukum Beer dapat disebabkan oleh variabel kimia atau
instrumen. Kegagalan Hukum Beer dapat disebabkan oleh perubahan kadar molekul
terlarut sebagai akibat asosiasi molekul terlarut atau asosiasi antara molekul terlarutdan
molekul pelarut, atau disosiasi atau ionisasi. Penyimpangan lain dapat disebabkan oleh
pengaruh instrumen seperti radiasi polikromatis, lebar celah, atau cahaya yang
menyimpang (Gandjar dan Rohman, 2007).
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang
diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang
menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan frekuensi (atau panjang
gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang dibolehkan (allowed
transition) untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda tidaklah sama,
sehingga spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, sepektrum dapat
digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk analisa kualitatif. Banyaknya
sinar yang diabsorbsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya
molekul yang menyerap radiasi, sehingga spectrum absorpsi juga dapat digunakan untuk
analisa kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometer ultraviolet,
diantaranya:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh
panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva
hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku
pada konsentrasi tertentu.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi dibuat seri dari larutan baku zat yang akan dianalisis dengan
berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai
absorbansi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara
absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lamber-Beer terpenuhi maka kurva
kalibrasi berupa garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2
sampai 0,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi
tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal.
Pada dasarnya, langkah utama di dalam analisis spektrofotometri meliputi
penetapan kondisi kerja dan pembuatan suatu kurva kalibrasi yang menghubungkan
konsentrasi dengan absorbansi. Dalam hal pemilihan panjang gelombang, pengukuran
absorbansi spektrofotometri dilakukan pada suatu panjang gelombang yang sesuai dengan
absorbsi maksimum. Selain itu, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi;
meliputi jenis pelarut, pH larutan, suhu, konsentrasi elektrolit yang tinggi, dan adanya zat
pengganggu. Pengaruh-pengaruh ini diketahui ; kondisi analisis harus dipilih sedemikian
hingga absorbansi tidak akan dipengaruhi sedikitpun. Kebersihan juga akan mempengaruhi
absorbsi termasuk bekas jari pada dinding tabung harus dibersihkan dengan kertas tisu dan
hanya memegang bagian ujung atas tabung sebelum pengukuran.
Setelah menetapkan kondisi untuk menganalisis (seperti panjang gelombang yang
sesuai), kemudian menyiapkan kurva kalibrasi dari sederet larutan standar sebagai
penentuan hubungan antara absorbansi dan konsentrasi (Sumar Hendayana, 1994). Untuk
berbagai bahan farmasi, pengukuran spectrum dalam daerah ultraviolet dan cahaya tampak
dapat dilakukan dengan ketelitian dan kepekaan yang lebih baik daripada dalam daerah
inframerah dekat dan inframerah. Apabila larutan diamati dalam kuvet 1 cm, kadar lebih
kurang 10 µg specimen per mL, sering menghasilkan serapan sebesar 0,2 hingga 0,8 di
daerah ultraviolet atau cahaya tampak. Di daerah inframerah atai inframerah dekat,
diperlukan kadar masing-masing sebesar 1 mg hingga 10 mg per mL dan hingga 100 mg
per mL, untuk menghasilkan serapan yang memadai; untuk daerah spektrum ini biasanya
dipakai sel dengan panjang 0,01 mm hingga 3 mm.
Spektrum ultraviolet dan cahaya tampak suatu zat pada umumnya tidak mempunyai
derajat spesifikasi yang tinggi. Walaupun demikian, spektrum tersebut sesuai untuk
pemeriksaan kuantitatif dan untuk berbagai zat zat spektrum tersebut bermanfaat sebagai
tambahan untk identifikasi (Anonim, 1995).
Spektrofotometri merupakan salah satu cabang analisis instrumental yang
mempelajari interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Interaksi
antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik dapat berupa hamburan
(scattering), absorpsi (absorption), emisi (emission). Interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan atom atau molekul yang berupa absorpsi melahirkan
spektrofotometri absorpsi antara lain spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri
sinar tampak (Vis), dan spektrofotometri infra merah (IR). Spektrofotometri UV yang
dipakai untuk aplikasi kuantitatif menggunakan radiasi dengan panjang gelombang 200-
380 nm, sedangkan spektrofotometri Vis menggunakan radiasi dengan panjang gelombang
380-780 nm.
Molekul yang dapat memberikan absorpsi yang bermakna pada daerah panjang
gelombang 200-780 nm adalah molekul-molekul yang mempunyai gugus kromofor dan
gugus auksokrom. Gugus kromofor adalah gugus fungsi yang mempunyai spektrum
absorpsi karakteristik pada daerah UV atau sinar tampak. Gugus ini mengandung ikatan
kovalen tidak jenuh (rangkap dua atau tiga), contohnya C=C, C=O, N=O, N=N. Gugus
auksokrom adalah gugus yang dapat meningkatkan absorpsi suatu molekul. Gugus ini tidak
memberikan absorpsi yang bermakna pada daerah UV, tetapi dapat memberikan pengaruh
yang besar pada absorpsi molekul dimana gugus tersebut terikat. Contoh ausokrom adalah
OH, NH2, CH3.
Metode spektrofotometri digunakan untuk mengetahui zat yang terkandung dalam
makanan atau minuman seperti micro nutrient, zat pewarna, dll. Tergantung panjang
gelombang yang telah di setting pada spektrofotometer. Setiap senyawa punya serapan
maksimal pada panjang gelombang tertentu. Untuk memilih panjang gelombang maksimal,
dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang
dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal,
yaitu:
1. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena panjang
gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi
adalah yang paling besar.
2. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada
kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
3. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan
ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang
maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
Tablet Bodrex adalah salah satu produk dari perusahaan farmasi PT Tempo Sacan
Pacific Tbk. Tiap tablet mengandung 600 mg Paracetamol dan 50 mg kafein. Obat ini
berguna untuk obat sakit kepala, sakit gigi, nyeri oto, dan demam yang berkaitan dengan
flu dan masuk angin. (Anonim, 2015) Komponen yang akan dianalisis yakni paracetamol,
maka perlu dilakukan isolasi untuk memisahkan parasetamol dari komponen lain dalam
tablet Bodrex dengan teknik ekstraksi.
Parasetamol (derivat asetanilida) merupakan metabolit dari fenasetin yang dahulu
banyak digunakan sebagai analgesik dan antipiretik namun pada tahun 1978 ditarik dari
peredaran karena menimbulkan efek nefrotoksik dan karsinogen. Khasiatna terletak pada
efek antipiretik dan analgesik namun tidak sebagai antiradang (Tjay dan Rahardja, 2015).
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah
digunakan sejak tahun 1893, dimana parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja
analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan
iritasi serta peradangan lambung (Sartono, 1993). Sebagai obat antipiretika, dapat
digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. Diantara ketiga obat tersebut,
Parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak.
Untuk anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada
pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui
bahawa kombinasi Asetosal dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam
daripada jika diberikan sendiri-sendiri. (Sartono 1993).
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara
kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP) .
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal
sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu,
melalui resep dokter atau yang dijual bebas. (Lusiana Darsono, 2002). Hal ini disebabkan
Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat
inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak
bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala,
mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011).
Parasetamol cenderung aman ketika digunakan sesuai dengan takarannya dan dapat
menimbulkan hepatotoksik pada pemakaian lebih dari 4 gram atau seseorang yang beresiko
terkena hepatotoksik. Parasetamol dikaitkan pula dengan penyebab utama terjadinya Acute
Liver Failure (ALF) di Amerika Serikat (Larson, dkk., 2005). Di Amerika, lembaga Food
and Drug Administration (FDA) mencatat sebanyak 307 kasus hepatotoksik yang berkaitan
dengan penggunaan Parasetamol dari Januari 1998 hingga 2001. Sebanyak 60% penderita
hepatotoksik dikategorikan sebagai pasien gagal hati parah, sedangkan 40% penderita
meninggal dunia. Reaksi pada kulit dan hipersensitivitas lain dilaporkan pernah terjadi
meski jarang terjadi (AHFS, 2005).
Pemerian dari Paracetamol adalah berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa
sedikit pahit. Kelarutan Paracetamol bersifat larut dalam air mendidih, dan dalam natrium
hidroksida 1N ; mudah larut dalam etanol. (Anonim, 1995)
Paracetamol memiliki rumus molekul C8H9NO2 dengan berat molekul 151,16 dan
nama kimia 4’- Hidroksiasetanilida . Rumus struktur dari Paracetamol dapat dilihat pada
gambar berikut :

Struktur parasetamol terdiri dari sebuah cincin benzen yang tersubstitusi oleh
gugus hidrokdil (-OH) dan atom nitrogen dari gugus amida yang berada pada posisi para
(1,4), sehingga senyawa tersebut dinamai dengan para-asetaminofenol yang kemudian
lebih dikenal dengan parasetamol. Parasetamol merupakan metabolit aktif dari
phenacetine, yang juga merupakan agen analgesik dan antipiretik. Parasetamol lebih
disukai karena parasetamol tidak bersifat karsinogenik pada dosis terapi (Anonim, 2014)
Mekanisme aksi utama dari parasetamol adalah hambatan terhadap enzim
siklooksigenase (COX: cyclooxigenase), dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa obat
ini lebih selektif menghambat COX-2. Meskipun mempunyai aktivitas antipiretik dan
analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya sangat lemah karena dibatasi beberapa faktor,
salah satunya adalah tingginya kadar peroksida dapat lokasi inflamasi. Hal lain, karena
selektivitas hambatannya pada COX-2, sehingga obat ini tidak menghambat aktivitas
tromboksan yang merupakan zat pembekuan darah.
D. ALAT BAHAN
Alat :
1. Corong pisah
1. Gelas ukur 25 ml
2. Beaker glass 50 ml ; 100 ml ; 250 ml
3. Labu takar 10 ml; 50 ml; 100 ml; 500 ml
4. Kuvet dan spektrofotometer UV
5. Pipet tetes dan pipet volume
6. Mikropipet dan bluetip
7. Mortir dan stamper
8. Neraca analitik dan kertas timbang
9. Corong dan kertas saring

Bahan :
1. Tablet PanadolExtra®20 buah
1. NaOH 0,1 N
2. Aquadest
3. Parasetamol serbuk (standard)
4. Kloroform

E. CARA KERJA
a. Pembuatan larutan stok dan menentukan λ maksimum
Timbang 100 mg parasetamol standar

Dalam labu takar 100 ml, tambah NaOH 0,1 N hingga tanda

Digojog dan didapatkan konsentrasi 1 mg/ml.

Discanning pada spektrofotometer UV λ : 200 – 400 nm, blanko NaOH

b. Keseragaman Bobot
Ditimbang 20 tablet PanadolExtra® satu per-satu

Dihitung rata-ratanya dan tentukan keseragaman bobot berdasarkan ketentuan
Farmakope Indonesia Edisi III

c. Penentuan panjang gelombang maksimum


Larutan stok 1 mg/ml diambil sebanyak 1 ml

Dilarutkan dengan NaOH ad 50 ml (kadar menjadi 0,02 mg/ml)

Diambil 2 ml larutan, diencerkan dengan NaOH ad 10,0 ml, dan disaring

Diambil lagi 150µl larutan, diencerkan dengan NaOH ad 10,0 ml, dan disaring

Dilakukan scanning λ maksimum pada panjang gelombang 200 – 300 nm

d. Pembuatan kurva baku


Dari larutan stok, diambil sebanyak 150µl, 200µl, 250µl, 300µl, dan 350µl

Dilarutkan dengan NaOH ad 10 ml

Dibaca pada λ maks dan dibuat regresi linier

e. Preparasi sampel
Ditimbang seksama kurang lebih 700 mg serbuk Panadol

Ditambahkan 50 NaOH 0,1 N, 100 ml aquadest, dicampur dan disaring larutan

Ditambahkan 50 ml kloroform, digojog

Disahkan dengan ekstrasi cair – cair (NaOH-kloroform), diambil fase NaOH

Dibaca absorbansi di λ maks dan ditentukan kadar dengan memplotkan pada nilai
absorbansi (y) pada persamaan kurva baku

Direplikasi 3x

F. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN


1. Data Organoleptis Sampel PanadolExtra®
 Rasa : Pahit
 Warna : Putih
 Bau : Khas
2. Keseragaman Bobot
Tablet ke- Bobot Tablet Tablet Bobot Tablet
(mg) ke- (mg)
1 700,5 11 678,2
2 687,4 12 679,3
3 690,9 13 692,5
4 703,2 14 691,4
5 691,7 15 696,2
6 684,1 16 685,3
7 687,0 17 686,9
8 675,0 18 690,7
9 687,1 19 688,8
10 680,1 20 696,8

Bobot tablet rata-rata : 688,6 mg


SD : 7,31
𝑆𝐷 7,31
CV :𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑥 100% = 𝑥 100% = 1,06%
688,6

Data presisi karena CV < 5%


Uji Penyimpangan bobot :
 Penyimpangan 5% bobot
5% x 688,6 mg = 34,43 mg

Rentang bobot : 688,6 ± 34,43 mg


: 654,17 – 723,03 mg
Tidak ada yang diluar rentang kadar, maka tablet memenuhi syarat

 Penyimpangan 10% bobot


10% x 688,6 mg = 68,86 mg
Rentang bobot : 688,6 ± 68,86 mg
: 619,74 – 757,46 mg
Tidak ada yang diluar rentang kadar, maka tablet memenuhi syarat

3. Pembuatan NaOH
Membuat 500 mL NaOH 0,1 N, maka bobot NaOH yang harus di timbang
𝑔 1000
𝑁= 𝑥
𝐵𝐸 𝑉
𝑥 1000
0,1 𝑁 = 𝑥
40 500
𝑥 = 2 𝑔𝑟𝑎𝑚
Penimbangan NaOH:
1. 2,015 g
2. 2,056 g
3. 2,091 g

4. Data Kurva Baku


Pembuatan larutan baku paracetamol
Ditimbang 100,0 mg paracetamol kemudian dilarutkan dalam 100 mL NaOH 0,1N,
sehingga di dapat kadar 1 mg/ml
Bobot paracetamol = 105,2 mg

Kadar (µg/ml) Absorbansi


4 0,212
5 0,363
6 0,439
7 0,554
8 0,616

r = 0,9899 𝑦 = 𝑏𝑥 + 𝑎
b = 0,0999 𝑦 = 0,0999𝑥 − 0,1626
a = -0,1626 Scaning pada λ = 256 nm

5. Penimbangan Sampel
Sampel ke- Bobot sampel (mg) Absorbansi
1 692,0 0,500
2 689,3 0,485
3 691,0 0,472
4 692,7 0,513
Faktor pengenceran: 666,67 x

6. Perhitungan Kadar Sampel dalam Serbuk


𝐾𝑢𝑟𝑣𝑎 𝐵𝑎𝑘𝑢 ∶ 𝑦 = 0,0999 𝑥 − 0,1626

a. Sampel 1
𝑦 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
0,500 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
𝑥 = 6,633 µg/ml

b. Sampel 2
𝑦 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
0,485 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
𝑥 = 6,482 µg/ml

c. Sampel 3
𝑦 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
0,472 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
𝑥 = 6,352 µg/ml

d. Sampel 4
𝑦 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
0,513 = 0,0999 𝑥 − 0,1626
𝑥 = 6,763 µg/ml
7. Perhitugan Kadar Sampel dalam tablet

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑟𝑒𝑔𝑟𝑒𝑠𝑖 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 𝑓𝑝


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 =
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

a. Sampel 1
6,633 𝑥 100 𝑥 666,67
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 =
692,0 𝑥 1000
𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,639
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 = 0,639 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 688,6
𝑚𝑔 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
440,03 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 =
𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

b. Sampel 2
6,482 𝑥 100 𝑥 666,67
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 =
689,3 𝑥 1000
𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,627
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 = 0,627 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 688,6
𝑚𝑔 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
431,697 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 =
𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

c. Sampel 3
6,352 𝑥 100 𝑥 666,67
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 =
691,0 𝑥 1000
𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,613
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 = 0,613 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 688,6
𝑚𝑔 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
421,998 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 =
𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

d. Sampel 4
6,763 𝑥 100 𝑥 666,67
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 =
692,7 𝑥 1000
𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 = 0,651
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑚𝑔 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 = 0,651 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 688,6
𝑚𝑔 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
448,2 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 =
𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

Bobot paracetamol dalam tablet (mg)


Sampel 1 440,030
Sampel 2 431,697
Sampel 3 421,998
Sampel 4 448,200

 Uji Pencilan
Kadar dicurigai : 421,998 mg

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑖𝑐𝑢𝑟𝑖𝑔𝑎𝑖−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑒𝑘𝑎𝑡


𝑄ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = | |
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖−𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ

421,998 − 431,697
𝑄ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = | |
448,200 − 421,998
𝑄ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 2,701

Qkritik untuk 4 data taraf kepercayaan 95% = 0,850


Maka, Qhitung > Qkritik. Data merupakan pencilan

 Kadar rata-rata
440,030 + 431,697 + 448,200
Kadar rata-rata = = 440,066 𝑚𝑔/𝑡𝑎𝑏
3

 SD = 8,25
 CV
𝑆𝐷 8,25
𝐶𝑉 = = 𝑥 100% = 1,87 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 440,066
 SE
𝑆𝐷
SE=
√𝑛
8,25
=
√3

= 4,769
 LE
LE = ± t x SE
= ± 3,18 x 4,769
= ± 15,165

 Rentang Kadar
Kadar rata-rata – LE ≤ x ≤ kadar rata-rata + LE
424,901 mg ≤ x ≤ 455,231 mg

 Perhitungan Recovery
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
Recovery = x 100%
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

Sampel I
440,030
𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 𝑥 100% = 88,006 %
500

Sampel II
431,697
𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 𝑥 100% = 86,339 %
500

Sampel III
Tidak dihitung karena data merupakan pencilan
Sampel IV
448,200
𝑅𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = 𝑥 100% = 89,640 %
500

Recovery rata-rata = 87,995 %


SD = 1,65
CV = 1,87 % (data presisi)
G. PEMBAHASAN
Praktikum analisis farmasi kali ini dilakukan pada sediaan tablet parasetamol.
Analisis yang dilakukan adalah uji keseragaman bobot tablet dan penetapan kadar
parasetamol. Tablet parasetamol yang akan ditetapkan adalah tablet Panadol Extra yang
merupakan campuran antara Parasetamol dan Kafein.
Metode penetapan kadar untuk parasetamol dapat dilakukan dengan berbagai
metode. Metode tersebut antara lain : metode HPLC (menurut Farmakope Indonesia IV
dan USP), spektrofotometri UV (FI II, FI III, British Pharmacopoiea), serta serimetri.
Dalam percobaan kali ini, metode yang dipilih adalah metode spektrofotometri UV (FI
III yang disempurnakan oleh FI IV). Metode ini dipilih karena mudah, murah, cepat,
sensitive, selektif, akurat, dan teliti sehingga sangat tepat diaplikasikan untuk kontrol
kualitas rutin produksi tablet parasetamol.
Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar paracetamol
karena paracetamol memiliki ikatan rangkap terkonjugasi ( kromofor ) yang cukup
panjang sehingga dapat menyerap energi ( absorpsi ) yang diberikan pada panjang
gelombang tertentu, serta atom yang mempunyai pasangan elektron bebas yang terikat
langsung pada ikatan rangkap terkonjugasi ( auksokrom ) yaitu gugus OH sehingga
dapat meningkatkan intensitas absorbsinya. Setiap senyawa memiliki panjang
gelombang maksimal yang spesifik akibat perbedaan pada sistem kromofor dan
auksokromnya. Hal tersebut menyebabkan setiap senyawa memiliki pita serapan yang
khas. Oleh karena itu, kadar senyawa parasetamol dapat ditetapkan tanpa ada
interferensi yang signifikan dari senyawa lain penyusun tablet tersebut (eksipien tablet).
Jadi, sifat fisika-kimia yang dapat digunakan sebagai dasar pemilihan metode
penetapan kadar parasetamol adalah struktur kimianya yang memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi yang cukup panjang, sehingga memungkinkan penggunaan
spektrofotometri UV untuk penetapan kadarnya.
Pada analisis farmasi kali ini, sediaan farmasi yang akan ditetapkan adalah
sediaan tablet. Tablet sendiri merupakan sediaan padat yang mengandung bahan obat
dengan atau tanpa pengisi. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi sediaan tablet
adalah keseragaman bobot dan keseragaman kandungan zat aktif. Menurut Farmakope
Indonesia edisi III persyaratan keseragaman bobot dapat diterapkan dalam produk yang
mengandung zat aktif 50 mg, atau lebih yang merupakan 50 % atau lebih dari bobot
satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain jika ada dalam jumlah kecil , ditetapkan
dengan persyaratan keseragaman kandungan.
Penetapan kadar parasetamol kali ini diawali dengan pengujian keseragaman
sediaan. Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet satu per satu
kemudian dicari berat rata-rata dari ke-20 tablet tersebut. Persyaratan keseragaman
bobot tidak boleh ada lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang lebih dari 10%
dan tidak ada satu tablet yang boleh menyimpang lebih dari 10% dari berat rata-ratanya
(Anonim, 1995). Dari hasil percobaan didapatkan berat rata-rata 20 tablet adalah 688,6
mg. Hasil penimbangan bobot tablet satu per satu tidak ada satu tablet pun yang
menyimpang baik 5% maupun 10% dari berat rata-ratanya. Dengan tidak adanya
penyimpangan bobot tablet, maka diharapkan kandungan parasetamol dalam tablet-
tablet yang akan dianalisis relatif sama. Dari 20 tablet yang ditimbang, hanya 10 tablet
yang digunakan sebagai sampel. Pembuatan sampel dilakukan dengan menggerus
homogen 10 tablet kemudian diambil 3 sampel secara random .
Penetapan kadar parasetamol kali ini menggunakan metode sepktrofotometri
UV, sehingga diperlukan scanning  maksimal untuk parasetamol serta pembuatan
kurva baku. Untuk pembuatan kurva baku, dilakukan dengan membuat seri larutan
kadar dari parasetamol murni dengan cara menimbang secara seksama kurang lebih 100
mg serbuk parasetamol murni yang dilarutkan dalam 100,0 mL 0,1N NaOH. NaOH
mempunyai E1%1cm yang besar, sehingga cukup sensitif karena dengan sedikit
perubahan kadar sudah memberikan perubahan absorbansi yang signifikan. 1,0 mL
larutan baku diambil, ditambah 50,0 mL NaOH diperoleh kadar 0,02mg/mL.
Selanjutnya filtrat ini digunakan untuk membuat seri kadar untuk kurva baku. Salah
satu seri kadar ini digunakan pula untuk scanning  maksimal. Berdasarkan literature
(British Pharmacopeiea),  maksimal parasetamol dalam NaOH adalah 257 nm,
sedangkan berdasarkan scanning diperoleh  maksimal sebesar 256 nm. Perbedaan
yang diperoleh antara hasil pengukuran dengan teoritis dapat dikatakan tidak berbeda
signifikan, sehingga λ maks hasil percobaan dapat digunakan untuk analisis.
Pengukuran dilakukan pada λ maks karena pada λ maks perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi adalah paling besar sehingga kepekaan analisis lebih
maksimal. Selain itu pada daerah sekitar puncak ( λ maks ) perbedaan intensitas
absorpsi relatif kecil sehingga nilai absortivitas molarnya relatif konstan ( ∆A/∆λ = k ).
Sehingga nilai absortivitas molar yang didapat relatif konstan. Oleh karena itu
diharapkan intensitas absorpsi berbanding lurus dengan kadar senyawa dalam larutan,
karena variabel-variabel yang lain konstan.
A = ε.b.c
Keterangan : A = serapan (absorbansi)
ε = koefisien absorpsi (absortofitas molar)
c = konsentrasi substansi penyerap
b = ketebalan medium, panjang lintasan yang dilalui oleh sinar
Penentuan kadar kurva baku dilakukan berdasarkan nilai E1%1cm dari
parasetamol. Berdasarkan literature (British Pharmacopoiea) E1%1cm 257, NaOH dari
parasetamol adalah sebesar 715. Dari nilai ini kita dapat memperkirakan banyak
parasetamol yang dibutuhkan agar absorbansi parasetamol masuk range 0,2-0,8.
Digunakan range ini karena pengukuran absorbansi pada range ini akan memberikan
kesalahan yang relative lebih kecil. Kadar kurva baku yang digunakan adalah 4 µg/mL;
5 µg/mL; 6 µg/mL; 7 µg/mL; 8 µg/mL. Dari kadar tersebut diperoleh absorbansi
sebesar 0.212; 0.363; 0.439; 0.554; 0.616. Selanjutnya dibuat persamaan kurva baku
y=bx+a dengan membuat hubungan antara absorbansi (y) dan kadar parasetamol murni
(x). Persamaan kurva baku yang diperoleh adalah Y = 0,0999 X - 0,1626. Kurva baku
yang digunakan kali ini merupakan kurva baku intrapolasi, dimana kadar sampel
diharapkan masuk dalam rentang kadar yang digunakan dalam membuat kurva baku.
Persamaan kurva baku yang diperoleh mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,9899.
Nilai ini dianggap cukup bagus dan dapat dikatakan bahwa persamaan kurva baku yang
diperoleh mempunyai linearitas yang bagus.
Dalam pengukuran sampel, yang mula-mula dilakukan adalah menimbang
kurang lebih 700 mg. Selanjutnya serbuk dilarutkan dalam 50 mL 0,1 N NaOH dan 100
mL aquadest, kemudian digojog hingga larut. Setelah itu ditambahkan kloroform 50 ml
ke dalam corong pisah untuk melakukan ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan adalah
ekstraksi cair-cair dengan menggunakan NaOH dan kloroform. Pada saat melakukan
penggojogan pada proses ekstraksi sesekali tutup tabung dibuka untung membuang gas
oksigen dari dalam corong pisah. Lalu, setelah dirasa sudah cukup memisah dengan
baik fase kloroform dibuang dan diambil fase NaOH. Dimana parasetamol dalam tablet
Bodrex yang mana campuran dengan kafein relatif lebih polar sehingga lebih mudah
larut dalam NaOH dibanding dengan kloroform. Kemudian dilakukan replikasi tiga kali
pada percobaan ini.
Parasetamol dilarutkan dalam NaOH karena NaOH berungsi sebagai co-solvent
air, yang fungsinya untuk melarutkan parasetamol karena parasetamol larut dalan
NaOH. Selain itu, parasetamol yang mempunyai gugus kromofor yang dapat menyerap
sinar pada panjang gelombang UV dalam suasana basa serapan gugus kromofornya
akan meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan kromofor parasetamol dalam
suasana basa menjadi bertambah panjang dengan terbentuknya ion p-
acetomidophenolete.
Dari literature (Analytical Profiles of Drugs Substabces)  maks parasetamol
dalam air sebesar 243 nm dan dalam NaOH 258 nm. Data ini menunjukkan bahwa
energy yang dibutuhkan untuk eksitasi electron dalam pelarut NaOH lebih rendah
daripada pada pelarut air. Kemudian larutan sampel yang telah dilarutkan dalam NaOH
dimasukkan ke dalam corong pisah untuk ekstraksi dengan Kloroform sebagai fase
organiknya. Digunakan kloroform untuk mengekstraksi Parasetamol dari larutan
Panadol Extra karena Parasetamol bersifat polar yang lebih terikat dengan fase air
dibanding fase organiknya yang bersifat nonpolar yaitu Kloroform. Sehingga
parasetamol akan berada pada fase air dan Kafein berada pada fase organik. Selanjutnya
diukur absorbansinya pada  256 nm. Pengukuran sampel dilakukan replikasi sebanyak
3 kali.
Absorbansi sampel yang diperoleh sebesar 0,500; 0,485; 0,472; 0,513. Harga
absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva baku yang
telah didapat sebelumnya untuk mendapatkan kadar parasetamol dalam sampel. Dari
persamaan kurva baku, diperoleh kadar sampel per mg tablet berturut-turut adalah
440,03 mg/tablet ;431,697 mg/tablet; 421,998 mg/tablet; 448,2 mg/tablet. Setelah
didapat kadar parasetamol per tablet, dilaukan uji pencilan terhadap nilai yang dicurigai
dengan menghitung Q hitung dengan rumus Qhitung = kadar dicurigai – kadar terdekat
dibagi dengan kadar tertinggi – kadar terendah dan jika hasilnya lebih kecil dari Q kritik
(0,850) maka data yang dicurigai bukan pencilan. Dalam hal ini, nilai yang dicurigai
yaitu kadar pada sampel ketiga (421,998 mg/tablet) dan didapatkan bahwa Q hitung
lebih besar daripada Q kritik sehingga kadar sampel ketiga merupakan suatu pencilan
dan tidak digunakan dalam perhitungan. Rentang kadar parasetamol yang didapatkan
adalah 417,625 mg ≤ x ≤ 453,337 mg dengan rata-rata kadar 440,066 mg/tablet. Selain
kadar parasetamol, diperoleh juga nilai SD (standar deviasi) dan CV (retave standar
deviasi) yang berturut-turut yaitu SD= 8,25 ; CV= 1,87%. CV yang diperoleh kurang
dari 5% sehingga data presisi. Selanjutnya, dilakukan perhitungan recovery dengan
hasil sampel 1, sampel 2, dan sampel 4 (sampel 3 tidak dihitung karena sebuah
pencilan) berturut-turut yaitu 88,006%; 86,339%; dan 89,640%. Terakhir diperoleh
harga recovery rata-rata dari tiap-tiap sampel adalah sebesar 87,995% dengan SD =
1,65 dan CV = 1,87% (data presisi).
Dari nilai-nilai yang diperoleh di atas dapat dilihat bahwa metode
spektofotometri yang digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dalam sediaan
tablet memiliki reprodusibilitas dan presisi yang baik karena memiliki CV kurang dari
5%. Metode ini juga memiliki linearitas yang bagus karena memiliki koefisien korelasi
yang cukup bagus, yaitu sebesar 0,9899. Berdasarkan nilai % recovery atau perolehan
kembali, metode ini dikatakan tidak cukup tepat untuk menganalisis kadar parasetamol
dalam sediaan tablet parasetamol. Hal ini ditunjukkan oleh nilai perolehan kembali
yang kurang dari 95%.

H. KESIMPULAN
1. Metode yang digunakan untuk menentukan kadar parasetamol dalam tablet
parasetamol adalah dengan menggunakan spektrofotometri UV (menurut FI II, FI
III, British Pharmacopeiea).
2. Tablet parasetamol (Panadol) memenuhi keseragaman bobot tablet menurut
Farmakope Indonesia.
3. Panjang gelombang maksimum parasetamol yang didapatkan sesuai dengan teori
yaitu 256 nm.
4. Kadar parasetamol rata-rata dalam tiap tablet adalah 440,066 mg/tablet. Kadar yang
didapat tidak sesuai dengan etiket pada panadol (600 mg paracetamol).
5. Harga SD yang diperoleh sebesar 8,25. Harga CV yang diperoleh sebesar 1,87%.
CV kurang dari 5% sehingga data presisi.
6. Metode ini tidak cukup tepat untuk menganalisis parasetamol karena memiliki %
recovery (perolehan kembali) sebesar 87,995% (kurang dari 95%).

I. DAFTAR PUSTAKA
American Hospitally Formulary Services, 2015, AHFS Drug Information, American
Society of Health Services, USA.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2011, UV-Visible, http://teknologikimiaindustri.blogspot.com/2011/01/uv-
visible.html, diakses pada 5 April 2018 pukul 18.55 WIB.
Anonim, 2014, Farmakope Indonesia, Edisi V, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Anonim, 2015, Bodrex Tablet, https://www.klik-apotek.com/bodrex-tablet.html, diakses
pada 5 April pukul 19.05 WIB.
Asnah, Marzuki, 2012, Kimia Analisis Farmasi, Dua Satu Press, Makassar.
Gandjar dan Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Katzung, Bertram G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi pertama, Salemba
Medika, Jakarta.
Kondawarl, M.S., dkk., 2011, Spectrophotometric estimation of Paracetamol and
Lornoxicam in Bulk drug and Tablet dosage form using Multiwavelength
method. International Journal of PharmTech Research. Vol. 3. Maharashtra.
India.
Larson, A.M., Polson, J., Fontana, R.J., Davern, T.J., Hynan, L.S., dan ALF Study
Group, 2005, Acetaminophen-Induced Acute Liver Failure: Result of a United
States Multicenter, Prospective Study, Hepatology Vol. 42, No.6.
Lusiana Darsono, 2002, Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Parasetamol,
JKM. Vol. 2. No. 1.
Sartono, 1993, Pengaruh Pemberian Dosis Tunggal Parasetamol Terhadap Komposisi
Metabolit Parasetamol Dalam Urin Tikus Jantan Malnutrisi. Dalam:
Darsono, I., 2002, Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan
Parasetamol. Diakses tanggal 20 April 2015, http://cls.maranatha.edu.
Sumar, Hendayana, 1994, Kimia Analisis Instrumen, IKIP Semarang Press, Semarang.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Yogyakarta, 9 April 2018


Praktikan,
Else (10443)
Gemilang (10444)
Nadia (10453)
Omi (10455)
Diva (10458)

Anda mungkin juga menyukai