Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Percobaan 6

Fraksinasi secara Ekstrak Cair-Cair

DISUSUN OLEH :

Nama : Vedy Trikuncahyo

NIM : 1606067126

Golongan : C8

Kelas :4C

Dosen Pembimbing : Fara Azzahra, M. Farm.,Apt

LABORATORIUM FITOKIMIA

AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA


2018
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERNYATAAN

Laporan praktikum fitokimia percobaan ke-6 dengan judul Fraksinasi secara Ekstraksi Cair-cair
adalah benar sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Laporan ini saya susun sendiri
berdasarkan praktikum yang telah dilakukan.

Yogyakarta, 2018
Dosen Pembimbing Mahasiswa

(Vedy Trikuncahyo)
Data Laporan
Hari, Tanggal Praktikum Hari, Tanggal Pengumpulan Laporan

Nilai Laporan
No Aspek Penilaian Nilai
1 Ketepatan waktu pengumpulan (10)
2 Kesesuaian laporan dengan format (5)
3 Kelengkapan dasar teori (15)
4 Skematika kerja (10)
5 Penyajian hasil (15)
6 Pembahasan (20)

7 Kesimpulan (10)

8 Penulisan daftar pustaka (5)

9 Upload data via blog/wordpress/scribd/academia.edu (10)

Total
LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA
PERCOBAAN VI
FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR

A. Tujuan Praktikum
Mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan ekstraksi cair-cair.
B. Dasar Teori
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bagian jaringan tanaman atau hewan yang
aktif dari komponen inert/ inaktif menggunakan pelarut terpilih dengan prosedur ekstraksi
standar. Produk yang diperoleh relatif tidak murni dan dapat berupa berupa cairan,
semipadat, atau serbuk yang dimaksudkan untuk penggunaan secara oral maupun
eksternal. Hasil ekstraksi disebut sebagai galenika, meliputi dekokta, infusa, ekstrak cair,
tinctura, ekstrak semisolid, dan ekstrak serbuk (Yunita, 2018).
Tujuan prosedur ekstraksi terstandar yaitu mendapatkan bagian tanaman berkhasiat
yang diinginkan dan menghilangkan bahan inert dengan penggunaan solven yang selektif
yang disebut menstruum. Ekstrak yang diperoleh siap untuk digunakan sebagai
pengobatan, yaitu berupa tinctura dan ekstrak cair, atau perlu diformulasi menjadi tablet
dan kapsul. Selain itu, juga dapat difraksinasi dan diisolasi menjadi senyawa kimia tunggal
misalnya ajmalisin, hyosin, dan vinkristin. Standardisasi prosedur ekstraksi akan
berpengaruh secara signifikan kualitas akhir produk herbal. (Sticher, 2008).
Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak
digunakan untuk menyaring bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus (Voight, 1994).
Bahan tanaman obat ditempatkan pada suatu wadah dengan pelarut tertentu dan dibiarkan
pada suhu ruang selama waktu tertentu, setidaknya 3 hari dengan pengadukan berkala
hingga senyawa yang bisa larut dapat terlarut. Kemudian campuran disaring, sisa bahan
dipres, dan campuran cairan difiltrasi atau dekantasi (Yunita, 2018).
Ekstrak kasar bahan alam merupakan campuran dari banyak senyawa sehingga sulit
dilakukan pemisahan senyawa tunggal hingga didapatkan isolat yang murni. Untuk
mengatasinya, maka ekstrak kasar dipisahkan menjadi fraksi-fraksi yang berisi kelompok
senyawa yang memiliki sifat polaritas atau ukuran molekul yang hampir sama. Fraksi-
fraksi ini apat dibedakan secara jelas, missal dengan ekstraksi cair-cair kemudian
dilanjutkan dengan kromatografi kolom, misalnya kromatografi cair vakum, kolom
kromatografi, kromatografi berdasarkan ukuran, atau ekstraksi fase padat. Pemisahan awal
ekstrak kasar tidak perlu dilakukan dengan banyak fraksi karena hanya akan menghasilkan
banyak fraksi namun mengandung senyawa dalam konsentrasi yang kecil. Lebih masuk
akal apabila dilakukan dengan melakukan fraksinasi dengan mengumpulkan pada satu
bagian fraksi sehingga terkumpul ada banyak senyawa dalam satu fraksi. Untuk fraksinasi
yang lebih halus, maka dapat dilakukan dengan bantuan deteksi uv, preparative modern
atau semi preparative, dan HPLC (Yunita, 2018).
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari campuran (padat,
cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi
perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari
tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan
akan berada diatas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti
eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak,
asam resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi
dengan pelarut organik (Adijuwana dan Nur, 1989).
Fraksinasi bertingkat umumnya diawali dengan pelarut yang kurang polar dan
dilanjutkan dengan pelarut yang lebih polar. Tingkat polaritas pelarut dapat ditentukan dari
nilai konstanta dielektrik pelarut. Emapat tahapan fraksinasi bertingkat dengan
menggunakan empat macam pelarut yaitu (1) ekstraksi aseton, (2) fraksinasi n-heksan, (3)
fraksinasi etil eter, dan (4) fraksinasi etil asetat (Lestari dan Pari, 1990).
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu.
Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan 2 fase yaitu fase tetap dan fase
gerak, pemisahan tergantung pada gerakan relative dari 2 fase tersebut (Erma, dan Wijaya,
2018). Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan senyawa secara cepat, dengan
menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dipaliskan serta rata pada lempeng
kaca. Lempeng yang dilapis dapat dianggap sebagai kolom krometografi terbuka dan
pemisahan dapat didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung
dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut.
Kromatografi lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan
senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap jika
dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas. Oleh karena itu, pada
lempeng yang sama disamping kromatogram zat yang diuji perlu dibuat kromatogram zat
pembanding kimia, lebih baik dengan kadar yang berbeda beda (Dirjen POM, 1979).
C. Alat dan Bahan
Bahan
Ekstrak hasil maserasi temu kunci
n-hexan
etil asetat
etanol 96%
aquadest
standar pinostrobin

Alat
Erlenmeyer
Beaker glass
Corong pisah
Gelas ukur
Rotary evaporator
D. Cara Kerja
1. Ekstraksi Cair-cair

1 gram ekstrak temu kunci + etil acetat ( sampai larut)

X + 20 mL aquadest (ulangi 3x)

Gojog

Fase air dibuang dicuplik 1 2 3 4

2. Identifikasi
Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam : silica gel GF 254
Fase gerak : N-hexan : etil asetat (4;1)
Cuplikan : hasil fraksi 2, 4 dan standar pinostrobin
Deteksi : UV 366

E. Hasil Praktikum

Ekstrak : Ekstrak temu kunci

Pelarut : Etil asetat dan air

Fase diam : silica Gel GF 254

Fase gerak : n-hexan : etil asetat (4 : 1)  8 mL : 2 mL

Deteksi : sinar UV 366 nm

Dilakukan 4 x cuplikan

Cuplikan totolan : pembanding = cupikan 2 = cuplikan 4

Rf pembanding 4,5cm / 8 cm = 0,56

Rf cuplikan 2= 4,0 cm / 8 cm = 0,5

Rf cuplikan 4= 4,6 cm / 8 cm = 0,58

F. Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan
Ekstraksi cair-cair. Ekstrak kasar bahan alam merupakan campuran dari banyak senyawa
sehingga sulit dilakukan pemisahan senyawa tunggal hingga didapatkan isolate yang
murni. Maka ekstrak kasar dipisahkan menjadi fraksi-fraksi yang berisi kelompok senyawa
yang memiliki polaritas atau ukuran molekul yang hampir sama.
Fraksi-fraksi ini dapat dibedakan dengan jelas misalnya dengan ekstraksi cair-cair.
Fraksinasi adalah metode pemisahan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya.
Fraksinasi menggunakan lebih dari 1 pelarut (2 samapai 4 macam pelarut), kemudian
dicampur dalam 1 wadah fraksi yang diperoleh dipisahkan, ada yang diambil dan ada yang
dibuang. Setelah fraksinasi, targetnya spot pada plat KLT berkurang atau minimal ada
perubahan intensitas spot (ketebalan berkurang). Berbeda dengan ekstraksi yang ketika
penyarian-pencampuran bahan ke dalam pelarut hanya menggunakan 1 pelarut saja dan
ekstrak yang diperoleh diambil semua tanpa ada pemisahan.
Pada praktiknya dalam melakukan fraksinasi cair-cair digunakan corong pisah.
Untuk memakai corong ini, campuran dari 2 fase pelarut dimasukkan ke dalam corong dari
atas dengan kran ditutup. Bagian atas corong ini kemudian ditutup dan digoyang untuk
membuat 2 fase tercampur. Kemudian kran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang
berlebihan. Corong didiamkan dengan posisi vertical agar terjadi pemisahan antara 2 fase.
Penyumbat dan kran corong dibuka dan 2 fase larutan dipisahkan dengan mengontrol kran
corong. Dalam proses pemisahan ini senyawa yang bersifat polar akan berada di bawah.
Sedangkan senyawa yang bersifat non polar berada di fase atas. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan berat jenis antar pelarut.
Sampel yang digunakan yaitu ekstrak hasil maserasi temu kunci (Besenbergia
pandurata). Senyawa yang menjadi target dari sampel tersebut adalah pinostrobin. Sifat
senyawa pinostrobin adalah semi polar. Sehingga digunakan etil asetat yang bersifat non
polar untuk melarutkan ekstrak tersebut dan pinostrobin akan larut dalam etil asetat.
Kemudian diaduk terus menerus campuran sampai encer dan homoogen, dimasukkan
dalam corong pisah dan dimulai proses fraksinasi dengan penambahan 20 mL aquadest
sebagai fase polarnya. Digunakan fase kedua yang bersifat polar yaitu air, untuk
melarutkan senyawa polar dalam ekstrak yang tidak dipakai dan dibuang. Sehingga didapat
fase yang semia polar dalam pelarut etil asetat. Fraksinasi dilakukan sampai diperoleh
fraksi keempat dengan penambahan aquadest 20 mL dan perlakuan sama seperti di atas.
Fraksi yang digunakan dalam proses isolasi adalah fraksi kedua dan keempat
dengan pembandingnya yaitu ekstrak hasil maserasi temu kunci. Isolasi merupakan suatu
metode untuk mengambil 1 senyawa aktif yang murni yang terdapat pada tanaman. KLT
(Kromatografi Lapis Tipis) merupakan pemisahan yang didasarkan pada absorpsi larutan
(fase gerak) terhadap adsorbens yang digunakan, dimana adsorbens (silica gel) dilapiskan
pada lempeng kaca 1 lebaran plastik yang bertindak sebagai penunjang fase diamnya.
Fase gerak campuran dari 8 mL n hexan dan 2 mL etil asetat (4:1) dijenuhkan dalam
chamber. Sebagai tanda penjenuhan telah selesai dapat diletakkan kertas saring. Fase diam
menggunakan silica gel GF 254 10 x 3 cm dengan letak penotolan ekstrak temu kunci
sebagai pembanding disebelah kiri, cuplikan fraksi kedua berada di tengah, dan fraksi
keempat di paling kanan. Hasil penotolan dielusi dengan fase gerak yang telah dijenuhkan
dalam chamber. Eluen bergerak ke atas karena aktivitas kapiler. Plat silica dapat
memberikan informasi mengenai beberapa banyak komponen yang terdapat pada suatu
campuran 1 sampel dan untuk tujuan identifikasi.
Hasil deteksi sinar UV 366, fraksi keempat memiliki ketinggian yang hampir sama
dengan pembanding. Akan tetapi ketinggian cuplikan ke dua lebih rendah dari yang
lainnya. Spot yang terbentuk membentuk garis lurus dari pembanding ke cuplikan 2 dan
cuplikan 4. Jadi bentuk spot bukan spot tunggal. Spot bergandengan dengan spot lain. Hal
ini terjadi karena dalam proses penotolan tergesa gesa. Sehingga hasil penotolan melebar.
Di bagian atas tempat totolan terlihat ada bercak baik pada fraksi kedua maupun keempat.
Akan tetapi spot pada fraksi keempat lebih terang daripada fraksi kedua. Hal ini disebabkan
karena pada proses penggojogan hanya digojog 3-4 kali, seharusnya dilakukan lebih
banyak penggojogan. Sehingga didapat fraksi yang lebih baik, alhasil spot juga terbentuk
hanya 1 saja.
Warna dari spotnya sama yakni warna hijau semua. Rf yang didapat secara
berurutan dari pembanding, cuplikan 2, dan cuplikan 4 adalah 0,56; 0,5; dan 0,58. Nilai Rf
pinostrobin menurut FHI hal 147 adalah 0,64 hal ini kurang sesuai dengan hasil praktikum.
Dalam FHI tidak disebutkan menggunakan fase gerak apa, sehingga perbedaan fase gerak
mengakibatkan perbedaan Rf.
G. Kesimpulan
 Fraksinasi merupakan metode pemisahan senyawa berdasarkan tingkat kepolarannyya
 Fraksinasi cair-cair/ metode corong pisah yaitu senyawa target yang diambil ada dalam
campuran yang berbentuk cairan dengan menggunakan cairan sebagai media
pelarutnya
 Nilai Rf yang diperoleh pada hasil KLT kurang sesuai dengan FHI
H. Daftar Pustaka
Adijuwana, Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: Pusat Antar
Universitas IPB.
Sticher, O., 2008, Natural Product Isolation, Natural Product Reports, The Royal Society of
Chemistry, 25, 517–554.
Lestari SB, Pari G. 1990. Analisis kimia beberapa jenis kayu Indonesia.Jurnal Penelitian Hasil
Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan VII (3) : 96-100.
Yunita, Erma dan Wijaya, Andi. 2018. Modul Praktikum Fitokimia. Yogyakarta. Akademi
Farmasi Indonesia
Yunita, Erma. 2018. Modul Kuliah Fitokimia. Yogyakarta. Akademi Farmasi Indonesia

I. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai