Nama Anggota :
M. Fakhri 195070507111002
TA 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Dapat dilakukannya analisa KLT hasil fraksinasi ekstrak dengan menggunakan kromatografi
kolom Vakum dan kolom Lambat
Fraksinasi cair cair merupakan salah satu metode pemisahan senyawa pada sampel yang
dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan atau koefisien partisi senyawa pada pelarut yang
memiliki kepolaran berbeda. Prinsip dasar fraksinasi cair-cair yaitu proses kontak antara pelarut
yang satu dan yang lainnya yang tidak saling bercampur dan memiliki densitas yang berbeda
sehingga akan terbentuk dua fase beberapa saat setelah penambahan dan pengocokan pelarut
dalam labu corong pisah. (Wijaya et al, 2015)
Kromatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasi yaitu dengan
memisahkan crude extract menjadi fraksi-fraksinya yang lebih sederhana. Pemisahan tersebut
memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran fase geraknya dibantu dengan pompa vakum
(Harris,1982).
KCV bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam ekstrak. Sampel tersebut
bermigrasi terhadap fasa diam dan fasa gerak dengan cepat karena berada dalam suasana vakum.
Prinsip kerja KVC yaitu partisi dan adsorpsi komponen senyawa yang pemisahannya dibantu
dengan tekanan dari alat vakum (Mutmainnah, P.A., dkk. 2017). Kolom yang digunakan biasanya
terbuat dari gelas dengan lapisan berpori pada bagian bawah. Ukuran kolom bervariasi tergantung
ukurannya. Kolom disambungkan dengan penampung eluen yang dihubungkan dengan pompa
vakum. Pompa vakum akan menghisap eluen dalam kolom, sehingga proses pemisahan
berlangsung lebih cepat. (Atun, S., 2014)
Sistem kromatografi yang digunakan biasanya adalah fase normal, yaitu menggunakan fase
diam yang bersifat polar (HPTLC Silika Gel F254) dan fase gerak yang terdiri dari komposisi yang
mengandung metanol yang bersifat polar sehingga meningkatkan kepolaran dari fase gerak.
Eluasi/pengembangan dilakukan dengan menggunakan fase gerak. Perbedaan kepolaran
digunakan untuk melihat perbedaan bercak-bercak yang tampak pada profil kromatogram tersebut.
Pada kondisi fase gerak yang lebih polar maka senyawa polar yang tereluasi terlebihdahulu,
sedangkan senyawa non polar akan terikat lebih lama di fase diam (non polar) sehingga lebih lama
tereluasi (Rf lebih kecil). (Farida, Y. dan Amadea, E., 2017)
BAB II
METODE EKSPERIMEN
2.1.1 Alat
1. Pipet volume 3 ml
2. Gelas ukur 50 ml
3. Gelas ukur 10 ml
4. Erlenmeyer 50 ml
5. Pinset
6. Vial
7. Corong pisah 100 ml
8. Bekerglas 10 ml (5)
9. Mortir dan stamper
2.1.2 Bahan
2.1.3. Prosedur
Kemudian dipasang pada statif, lalu dibiarkan terpisah pada pada statif
Seluruh fase N Heksana dijadikan satu, dan disimpan untuk analisis (C = Fraksi
N heksana ), dan D = fraksi air
Seluruh fraksi (fraksi B,C,D) disimpan dalam oven suhu 40oC , dan akan diuji
pada KLT pada praktikum berikutnya
2.2.1 Alat
1. Pompa vakum
2. Kolom diameter 5 cm
3. Erlenmeyer 50 ml
4. Pipet tetes
2.2.2 Bahan
2.2.3 Prosedur
Ditimbang sampel yang akan dipisahkan sebanyak 20% dari berat silica yang dibutuhkan
Dicampurkan silica Kristal dan sampel hingga homogen kemudian ditutup rapat dengan
aluminium foil
Dilakukan proses pembuatan kolom dengan cara memasukkan silica serbuk ke dalam
kolom secara sedikit demi sedikit sambil ditekan dalam posisi pompa vakum menyala
Dilakukan proses no.6 hingga seluruh silica menjadi padat di dalam kolom
Dilakukan eluasi dengan fase gerak n-heksana sebanyak 150 ml dalam kondisi pompa
vakum menyala
Setelah kolom dan sampel menjadi padat, proses eluasi dapat dimulai
Eluasi kolom vakum dilakukan dengan metode gradient, yaitu menggunakan beberapa
kombinasi fase gerak
Setiap hasil eluasi ditampung di Erlenmeyer dan diuapkan di dalam oven pada suhu 40C
Setelah pelarut berkurang dilakukan KLT hasil kromatografi dengan fase diam silica
normal phase, dan fase gerak n-heksana:etil asetat 6:4
Hasil KLT dianalisis, dan profil KLT yang hampir sama digabungkan
2.3.1 Alat
2.3.2 Bahan
2.3.3 Prosedur
Silika yang akan digunakan terlebih dahulu ditimbang hingga 100 gram
Campuran pelarut dan silica diaduk dengan batang pengaduk hingga tidak
terdapat gelembungg
Agar elusi pelarut lebih cepat dapat digunakan blow, selalu dipastikan level
pelarut berada di atas silika sehingga silica tidak kering
Hasil kromatografi ditampung pada vial hingga terisi kira-kira 15-20 ml.
Senyawa yang diuji harus terelusi melalui kolom dan masuk ke dalam vial
Vial yang hanya mengandung satu spot TLC dapat digabungkan dan
dibuang pelarutnya dengan rotary evaporator untuk mendapatkan produk
yang dimurnikan
Disiapkan eluen berupa fase gerak asetonitril: metanol : air = 2:1:4 dan
dibiarkan hingga jenuh
Dilakukan KLT pada plat silica hingga mencapai bagian atas plat silica
HASIL
No. Hasil
Keterangan
1. Hasil KLT
a. kromatografi kolom ● Pada UV 254
vakum
● UV 366 sebelum Asam Sulfat
3. Antrakuinon
5. Senyawa aromatic
Sinar UV 366 nm
Sinar UV 366 nm + penampak noda H2SO4 10%
Sinar Visible
Pada sinar tampak UV 254 nm
PEMBAHASAN
Prinsipnya yaitu adsorpsi dan partisi yang dipercepat bantuan pompa vakum. Keuntungan
dari metode ini adalah prosesnya cepat dan senyawa tertarik secara sempurna. Kerugiannya adalah
pemisahannya tidak sempurna karena senyawa yang ditampung bercampur dalam suatu
penampungan tidak seperti pada kolom konvensional yang dipisahkan berdasarkan warna,
sehingga pemisahannya lebih maksimal. (Helfman,1983). Kelebihan dari kromatografi kolom
vakum antara lain cuplikan yang dipisahkan lebih banyak, pengerjaannya sederhana, mempunyai
biaya ekonomis, dan adanya aliran fase gerak yang lebih cepat. Sedangkan pada kromatografi
kolom lambat, kecepatan aliran fase geraknya lebih lambat daripada kromatografi kolom vakum
(Braithwaite and Smith, 1995).
Berdasarkan hasil praktikum Kolom vakum yang telah dilakukan, dengan menggunakan
senyawa dari ekstrak Strychnos lucida didapatkan dan media silika Gel 2⅔ dari ukuran kolom
berjenis Silika GF 254 dan diamati melalui Sinar tampak 254 dan 366 nm. Pada praktikum
kromatografi kolom vakum, cara pembuatannya menggunakan cara kering yaitu silica gel
ditempatkan ke dalam kolom yang telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
Silica gel yang digunakan ini adalah silica gel 60.
Kromatografi kolom vakum cair pada praktikum yang telah dilaksanakan menggunakan
pelarut campur yang dihantarkan dengan menggunakan pompa vakum untuk memudahkan
penarikan eluen. Selanjutnya penyiapan eluen dari tingkat kepolaran terendah hingga yang paling
polar yaitu dari non-polar hingga yang paling polar yaitu antara lain :
1. n-heksana: etil asetat 9:1 = 2 x 100 ml (2 kali eluasi, masing-masing vol 100 ml)
2. n-heksana: etil asetat 8:2 = 2 x 100 ml
3. n-heksana:etil asetat 7:3 = 4 x 100 ml
4. n-heksana:etil asetat 6:4 = 4 x 100 ml
5. n-heksana: etil asetat 5:5 = 4 x 100 ml
6. n-heksana: etil asetat 4:6 = 2 x 100 ml
7. n-heksana: etil asetat 3:7 = 2 x 100 ml
8. n-heksana: etil asetat 2:8 = 2 x 100 ml
9. n-heksana: etil asetat 1:9 = 2 x 100 ml
10. etil asetat 100% = 2x 100 ml
Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui pada tingkat kepolaran berupa senyawa atau
komponen kimia sampel dapat membentuk fraksi yang baik atau terelusi dengan baik. Sistem elusi
dapat dilakukan dengan metode gradien pelarut atau dengan sistem isokratik. Elusi gradien (variasi
kepolaran pelarut) dilakukan apabila campuran senyawa cukup komplek.
Bidara laut merupakan tumbuhan obat antimalaria tradisional yang terdapat di Nusa
Tenggara Barat dan Bali. Daerah Bima dan Dompu (NTB) mengenalinya sebagai Songga,
sedangkan di Bali disebut Cypress. Menurut literatur Frederich et al (1999), pada penelitiannya
diketahui bahwa S. usambarensis dan S. icajamas, mengandung senyawa dari alkaloid yaitu sparta
pentamine, isomegra penta-mineral dan dihydrocymene yang memiliki aktivitas antimalaria
sehingga sangat direkomendasikan untuk dilakukan uji praklinis dan klinis membuktikan
kandungan dan efikasi dari tanaman bidara laut. Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh
Huda (2006) dan Murniningsih et al. (2005) menyebutkan bahwa ekstrak air kayu bidara laut
memiliki aktivitas antimalaria baik secara in vitro maupun in vivo. Selain ekstrak air, ekstrak
etanol dari akar S. variabilis juga sangat aktif sebagai antimalarial (Phillippe et al. 2005). Kayu
bidara laut mengandung senyawa antara lain striknin, brusin (Darise & Taebe 1993), ester asam
kuinat (Itoh et al. 2006) dan loganin (Partridge et al. 1975).
Pada analisis terhadap hasil KLT subfraksi yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa
subfraksi sehingga jumlah akhir subfraksi yang didapatkan setelah digabung terdapat 7 Subfraksi
Fraksi 16 - 26 sebagai Sub Fraksi 1; Fraksi 11 - 15 sebagai Subfraksi 2; Fraksi 8 - 10 sebagai
Subfraksi 3; Fraksi 5 - 7 sebagai Subfraksi 4; Fraksi 3 - 4 sebagai Subfraksi 5; Fraksi 2 sebagai
Subfraksi 6; dan Fraksi 1 sebagai Subfraksi 7. Dalam subraksi ini dapat diketahui jenis sampel
yang tampak dengan menghitung RF masing2 masing sub fraksi seperti demikian Maka
didapatkan identifikasi golongan senyawa apa sajakah yang terkandung pada masing-masing
subfraksi yaitu Pada subfraksi 1 noda baris 16-26 muncul warna biru yang menandakan flavonoid
; Pada subfraksi 2 noda baris 11-15 muncul warna biru yang menandakan senyawa flavonoid;
Pada subfraksi 3 noda baris 8-10 muncul warna ungu yang menandakan senyawa flavonoid; Pada
subfraksi 4 noda baris 5-7 muncul warna orange kemerahan yang menandakan senyawa terpenoid;
Pada subfraksi 5 noda baris 3-4 muncul warna ungu menandakan senyawa essential oil dan coklat
kemerahan menandakan senyawa terpenoid (monoterpen); Pada subfraksi 6 noda baris 1-2 muncul
warna biru kehitaman mengandung senyawa steroid kemudian coklat menandakan senyawa
alkaloid, dan essential oil berwarna ungu.
FRAKSINASI CAIR-CAIR
Fraksinasi cair cair merupakan salah satu metode pemisahan senyawa pada sampel yang
dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan atau koefisien partisi senyawa pada pelarut yang
memiliki kepolaran berbeda. Prinsip dasar fraksinasi cair-cair yaitu proses kontak antara pelarut
yang satu dan yang lainnya yang tidak saling bercampur dan memiliki densitas yang berbeda
sehingga akan terbentuk dua fase beberapa saat setelah penambahan dan pengocokan pelarut
dalam labu corong pisah. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal ke
pelarut pengekstrak(Wijaya et al, 2015). Studi pustaka menunjukkan bahwa beberapa senyawa
yang termasuk kelompok alkaloid, terpenoid, flavonoid, steroid, tannin, kuinon quasinoid, santon,
stilbena, dan lignan memiliki aktivitas antimalaria (Saxena et al. 2003, Bero et al. 2009, Nogueira
& Lopes 2011). Oleh karena itu, kayu bidara laut berpotensi mengandung senyawa yang memiliki
aktivitas antimalaria.
Berdasarkan Hasil Praktikum Fraksinasi Cair- Cair yang telah dilakukan identifikasi
metabolit sekunder pada sampel Strychnos lucida. Dalam ekstrak terdapat metabolit sekunder
berupa antrakuinon, terpenoid dan flavonoid Dalam Fraksi diklorometana terdapat alkaloid, tanin,
antrakuinon, terpenoid, senyawa aromatik dan juga flavonoid Dalam Fraksi etil asetat terdapat
senyawa metabolit berupa tanin, antrakuinon, terpenoid, senyawa aromatik dan flavonoid Dalam
Fraksi n-butanol terdapat senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, antrakuinon dan flavonoid.
Dalam fraksi air hanya mampu menangkap senyawa metabolit flavonoid.
Kadar ekstrak tertinggi didapat dari hasil maserasi dengan pelarut diklorometana kemudian
di posisi kedua tertinggi terdapat etil asetat, dilanjutkan n-butanol dan air. Hal ini menunjukkan
bahwa perbedaan jenis pelarut menghasilkan jenis zat ekstraktif yang terlarut dan kadar ekstrak
yang berbeda-beda pula. Perbedaan jenis zat ekstraktif ditunjukkan oleh wujud fisik ekstrak yang
berbeda(Syafi’i et al, 2016). Pada pelarut diklorometana menghasilkan kadar ekstraktif yang
tertinggi dikarenakan pelarut diklorometana mampu melarutkan lebih banyak zat ekstraktif baik
yang polar maupun non polar, sedangkan etil asetat bersifat lebih polar dan semakin kebawah
pelarut yang digunakan juga semakin polar sehingga berdasarkan hasil rendemen partisi cair-cair
tersebut didapatkan kesimpulan bahwa semakin non polar pelarut yang digunakan maka semakin
banyak senyawa metabolisme sekunder yang terikat pada pelarut sehingga pada pengamatan KLT
didapatkan spot yang lebih banyak. Sedangkan semakin polar pelarut yang digunakan maka
senyawa metabolisme sekunder yang terlarut ke dalamnya semakin sedikit hal tersebut akan
berpengaruh pada pengamatan KLT didapatkan spot yang lebih sedikit.
Berdasarkan hasil praktikum apabila gabungkan profil KLT fraksi sehingga didapatkan
beberapa subfraksi. Pada sinar tampak UV 254 nm; pada kondisi sebelum di sinar tampak UV 366
nm sebelum disemprot H2SO4; pada kondisi setelah di sinar tampak UV 366 nm setelah disemprot
H2SO4 serta pada kondisi sinar tampak UV Vis pengelompokkan fraksi yang diperoleh 5
Pemisahan subfraksi yaitu
Daun Alectryon serratus memiliki bermacam- macam kandungan golongan metabolit sekunder.
Hasil subfraksi diperoleh pada masing-masing memiliki metabolit sekunder masing- masing yang
lebih spesifik. Daun Alectryon serratus mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid,
diterpenoid, glikosida, fenol, saponin, kaempferol, quercetin, dan β-sitosterol. Pada fraksi etil
asetat mengandung senyawa flavonoid yang ditunjukkan dengan warna kuning. Selain itu,
kandungan metabolit sekunder masing- masing fraksi ditunjukkan dengan identifikasi warna
sebagai berikut :
1. Pada subfraksi 1 meliputi fraksi 1-17 terdapat warna biru yang menunjukkan adanya
senyawa steroid, dan warna oranye yang kemungkinan senyawa terpenoid tipe
monoterpenoid
2. Pada subfraksi 2 meliputi fraksi 19-25 terdapat warna hitam pada bagian atas yang
menunjukkan adanya fenol
3. Pada subfraksi 3 meliputi fraksi 27-37 terdapat warna kuning yang menunjukkan flavonoid
dan kemungkinan memiliki fenol dengan jumlah sedikit
4. Pada subfraksi 4 meliputi fraksi 39-47 terdapat warna kuning yang menunjukkan flavonoid
dan fenol
5. Pada subfraksi 5 meliputi fraksi 49-59 terdapat warna kuning yang menunjukkan flavonoid
dan fenol
Subfraksi- Subfraksi tersebut juga dapat diperoleh subfraksi yang memiliki kemurnian
tertinggi. Hal ini dapat dilihat dari senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi maka flavonoid
merupakan senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi dengan jelas sehingga dapat
disimpulkan bahwa subfraksi 4,5 merupakan subfraksi murni
Rf 2 = 0, 63 Rf 2= 0,4
Rf 3= 0,45
Rf 4=0,55
Rf 4= 0,83
Rf 3= 0,5
Rf 2= 0,4625
.
BAB V
Pada praktikum Fraksinasi cair cair dapat disimpulkan bahwa senyawa metabolisme pada
Strychnos lucida bersifat nonpolar sehingga dapat terelusi dengan sempurna pada pelarut yang
memiliki nilai kepolaran rendah akibat adanya sifat like dissolve like. sehingga pada nilai
kepolaran tersebut banyak senyawa metabolisme sekunder yang tertarik pada fase tersebut
sehingga pada hasil fraksinasi menggunakan pelarut tersebut dapat teridentifikasi senyawa
metabolismenya dengan melalui uji KLT yang menunjukkan banyak spot ketika dilakukan
pengamatan dibawah sinar UV dan dengan menggunakan penampak noda H2SO4 10%. .
Berdasarkan pengamatan kolom lambat yang telah dilakukan pemisahan subfraksi dilakukan
berdasarkan warna yang muncul pada plat dan golongan senyawa. pada hasil Daun Alectryon
serratus kolom lambat didapatkan 5 subfraksi dengan kandungan senyawa berupa memiliki
bermacam- macam kandungan golongan metabolit sekunder diantaranya yaitu biru senyawa
steroid; warna oranye senyawa terpenoid tipe monoterpenoid; warna hitam pada bagian atas
senyawa fenol; warna kuning senyawa flavonoid dan kemungkinan memiliki fenol dengan
jumlah sedikit ; serta warna kuning yang menunjukkan flavonoid dan fenol.
Pada praktikum Kromatografi Kolom lambat terdapat fase diam yaitu adsorben dan fase
gerak yang merupakan cairan yang mengalir membawa komponen senyawa campuran sepanjang
kolom. Fase gerak ini akan bergerak membawa campuran senyawa melewati kolom. Sephadex
LH-20 Adalah resin khusus yang dirancang untuk pemisahan dan pemurnian zat alami keberadaan
pelarut organik untuk menjaga kelarutannya. Hal ini Membuat resin color glue untuk pemurnian
molekul seperti steroids, terpenoids, lipids, dan peptida dengan berat molekul rendah (hingga 35
resadu asam amino). Sephadex LH-20 diaplikasikan pada size exclusion Chromatographic dan
jenis kromatografi lainnya. Sifat hidrofilik dan hidrofobik resin membuatnya berguna untuk
kromatografi partisi cair/cair. Berdasarkan hasil praktikum apabila gabungkan profil KLT fraksi
sehingga didapatkan beberapa subfraksi. Pada sinar tampak UV 254 nm; pada kondisi sebelum di
sinar tampak UV 366 nm sebelum disemprot H2SO4; pada kondisi setelah di sinar tampak UV
366 nm setelah disemprot H2SO4 serta pada kondisi sinar tampak UV Vis pengelompokkan fraksi
yang diperoleh 5 Pemisahan subfraksi
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Atun, S., 2014. Metode isolasi dan identifikasi struktur senyawa organik bahan alam. Jurnal
konservasi cagar budaya borobudur, 8(2), pp.53-61.
Anita Devi Ariesnawati (2007) Identifikasi Flavonoid Hasil Fraksinasi Dengan Kromatografi
Kolom Vakum Ekstrak Metanol-Air Herba Pegagan Embun (Hydrocotyle sibthorpoiides
Lmk.). Universitas Sanata Dhara.
Azkiyah, S. Z. (2013) Isolasi senyawa aktif antioksidan dari fraksi antioksidan dari fraksi n-
Heksana tumbuhan paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr. Tersedia pada:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26473/1/SITI ZAMILATUL
AZKIYAH-FKIK.pdf
Braithwaite, A and Smith F.J. 1995. Chromatographic Methods. Kluwer Academic Publishers.
London
Darise M, Taebe B. 1993. Isolasi dan identifikasi striknin dan brusin dari bidara laut asal
maluku tenggara. Warta Tumbuhan Obat Indones .2(1):1-3
Farida, Y. and Amadea, E., 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Fase N-Butanol dari
Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya (Carica papaya L.). In SEMINAR NASIONAL
POKJANAS (p. 24).
Frederich M, Hayette MP, Tits M, Mol PD, Angenot L. 1999. In vitro of strychnos alkaloids and
extracts against Plasmodium falciparum. Antimicrob. Agents Chemother 43 (9):2328 -
2331
Giri, G.S., 2020. IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN KADAR SENYAWA KUININ FRAKSI
ETIL ASETAT KULIT BATANG KINA (Cinchona succirubra Pav. Ex Klotzsch)
SECARA KLT-DENSITOMETERI. Berkala Ilmiah Mahasiswa Farmasi Indonesia
(BIMFI), 7(2), pp.1-12.
Harris,et.al., 1982. AN Introduction To Chemical Analysis, Savders CollegePublishing
Philadelpia, Holt-Savders : Japan
Heftmann, E., 1983. Steroids Dalam Kromatografi , Fundamentals and Aplication: Amsterdam
Huda 2006. Aktivitas antimalaria ekstrak air kayu bidara laut ( Strychnos ligustrina BI) terhadap
Plasmodium berghei in vivo [tesis]. Surabaya: Universitas Airlangga
Itoh A, Tanaka Y, Nagakura N, Nishi T, Tanahashi T. 2006. A quinic acid ester from Strychnos
lucida . J Natural Med 60(2):146-148
Murningsih T, Subeki, Matsuura H, Takahashi K, Yamasaki M, Yamato O, Maede Y, Katakura
K, Suzuki M, Kobayashi S, Chairul, Yoshihara T. 2005. Evaluation of the inhibitory
activities of the extr acts of Indonesian traditional medicinal plants against Plasmodium
falciparum and Babesia gibsoni. J Vet Med Sci 67(8): 829 -831.
Mutmainnah, P.A., Hakim, A. and Savalas, L.R.T., 2017. Identifikasi Senyawa Turunan Hasil
Fraksinasi Kayu Akar Artocarpus Odoratissimus. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 3(2).
Partridge JJ Jr, Montclair, Uskokovic MR, inventors; 1975 Sept 23. Process for preparing
loganin and analogs thereof. United States Patent US3907772
Phillipe G, Angenot L, Tits M, Frederich M. 2004. About the toxicity of some Strychnos
species and their alkaloids. Toxicon 44: 405 - 416
Rauf, R., Santoso, U. and Suparmo, S.,2020. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Gambir yang
Dipurifikasi Menggunakan Kromatografi Kolom Sephadex LH-20. agriTECH, 32(2).
Syafii, W., Sari, R.K., Cahyaningsih, U. and Anisah, L.N., 2016. Aktivitas Antimalaria Ekstrak
Kayu Bidara Laut. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 14(1), pp.1-10.
Wagner, H., & Bladt, S., 1996, Plant Drug Analysis : A Thin Layer Chromatography, Second Ed,
New York, Springer.
Wijaya, L., Saleh, I., Theodorus, T. and Salni, S., 2015. Efek Antiinflamasi Fraksi Daun Andong
(Cordyline Fruticosa L) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus Norvegicus) Galur Spraque
Dawley. Biomedical Journal of Indonesia, 1(1), pp.16-24.