SEMESTER GENAP
ANGGOTA:
1. DEFINISI
Diare adalah buang air besar yang tidak berbentuk atau dalam
konsistensi cair tidak berbentuk dengan frekuensi yang meningkat, umumnya
>3 kali per hari, atau dengan perkiraan volume tinja >200 gram per hari.
DIagnosis diare dapat ditentukan dengan durasi diare yang dialami pasien.
diare akut dengan durasi <2 minggu, diare persisten dengan durasi 2-4 minggu,
dan diare kronis dengan durasi >4 minggu. Diare kronik merupakan suatu
sindrom yang penyebab dan patogenesisnya multikompleks. Hal itu
dikarenakan banyaknya kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan
diare kronik dan banyaknya pemeriksaan lebih terarah. (Wiryani & Wibawa,
2007).
2. EPIDEMIOLOGI
Diare kronik atau diare non infeksi merupakan suatu keadaan yang
sering dikeluhkan oleh pasien. Berbeda dari diare akut yang studi
epidemiologinya banyak dilaporkan, studi epidemiologi prevalensi diare
kronik sangatlah rendah yakni 3-5%. Data diare kronik di Indonesia masih
belum ada namun dari RISKESDAS Kemenkes Republik Indonesia tahun 2007
dikatakan prevalensi diare di Indonesia sekitar 9% dan merupakan penyebab
kematian terbanyak ke-13 pada semua umur. Data Studi di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo mengulas tentang 207 pasien diare dalam periode tahun 1999-
2000 terdapat 100 pasien (48,3%) diare disebabkan infeksi, 69 pasien (33,3%)
diare non infeksi dan 38 pasien (18,4%) diare dengan penyebab campuran (
Purbayu, 2015).
3. ETIOLOGI
Secara keseluruhan, penyakit non-infeksi merupakan penyebab dari
sebagian besar diare kronis (Abdullah & Firmansyah.,2013). Di negara
berkembang, 20% kasus diare akut dapat berkembang menjadi bentuk kronis.
Faktor yang paling signifikan untuk persistensi adalah perubahan epitel
mukosa usus halus dan defisiensi disakaridase. Kekurangan nutrisi sering
terjadi pada diare kronis. Namun, malnutrisi dengan sendirinya, merupakan
faktor penting yang menyebabkan persistensi. Gejala IBS (Irritable Bowel
Syndrome) kadang-kadang mungkin merupakan presentasi dari penyebab
medis lain dari diare kronis, termasuk intoleransi makanan non alergi dan
malabsorpsi asam empedu. Selain itu, ada juga malabsorbsi asam empedu.
Malabsorpsi asam empedu adalah kegagalan reabsorpsi enterohepatik dari
asam empedu di ileum terminal. Hal tersebut telah ditemukan pada hingga 35%
pasien dengan IBS dan kolitis mikroskopis, dan itu adalah alasan yang
mendasari diare pada penyakit ileum seperti penyakit Crohn. Diare yang biasa
terlihat setelah kolesistektomi dikaitkan dengan malabsorpsi asam empedu.
Penyakit seliaka (Celiac disease), dikenal juga sebagai sariawan celiac atau
enteropati sensitif gluten, biasanya menyebabkan diare lemak malabsorptif,
tetapi juga dapat menyebabkan diare osmotik melalui malabsorpsi asam
empedu (Burgers et al.,2020).
6. TERAPI FARMAKOLOGI
Obat yang digunakan untuk terapi pada diare dikelompokkan dalam
beberapa kategori yaitu antimotilitas, adsorben, senyawa antisecretory,
antibiotik, enzim, dan mikroflora usus. Obat yang sering direkomendasikan
untuk terapi pada diare akut dan kronis yaitu loperamide. Diare yang
berlangsung selama 48 jam setelah pemberian loperamide memerlukan
perhatian medis. Obat yang berada dalam kategori adsorben seperti kaolin-
pektin, digunakan untuk meredakan gejala buang air besar secara terus-
menerus. Adsorben tidak bekerja secara spesifik, obat ini akan menyerap
nutrisi, racun, obat-obatan, dan cairan pencernaan. Pemberian adsorben
bersamaan dengan obat lain dapat mengurangi ketersediaan hayati. Bismuth
subsalicylate sering digunakan untuk pengobatan atau pencegahan diare dan
memiliki efek antisecretory, antiinflamasi, dan antibakteri. Akan tetapi, obat
ini mengandung banyak komponen yang mungkin beracun jika diberikan
secara berlebih untuk mencegah atau mengobati diare. Octreotide, yaitu analog
oktapeptida sintetik dari somatostatin endogen, adalah obat yang diresepkan
untuk pengobatan gejala tumor karsinoid dan peptida lainnya untuk
mengeluarkan tumor. Kisaran dosis untuk mengatasi diare terkait dengan
karsinoid tumor adalah 100-600 mcg setiap hari dalam dua sampai empat dosis
terbagi, secara subkutan, untuk 2 minggu. Octreotide dikaitkan dengan efek
samping seperti cholelithiasis, mual, diare, dan sakit perut (DiPiro, 2015).
DATA PASIEN
a. Kemoterapi (5-flurouracil)
1) Loperamid
- Indikasi : Terapi untuk diare kronik (Aberg et al, 2009).
- Mekanisme Kerja : Loperamide HCl merupakan obat
antidiare yang bekerja dengan cara bereaksi langsung pada
otot-otot usus, menghambat peristaltis dan memperpanjang
waktu transit, mempengaruhi perpindahan air dan elektrolit
melalui mukosa usus, mengurangi volume fecal, menaikkan
viskositas dan mencegah kehilangan air dan elektrolit (Tjay
dan Rahardja, 2007).
- Dosis: Awalnya 4 mg, diikuti dengan 2 mg sampai 5 hari,
dosis harus diminum setelah setiap buang air besar; dosis
biasa 6-8 mg sehari; maksimal 16 mg per hari (BNF, 2015)
- Alasan pemilihan terapi : Loperamid adalah opioid yang
paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak
menembus ke dalam otak sentral dan tidak mungkin
menyebabkan ketergantungan (Neal, 2005).
5. Jelaskan gejala klinis dan data lab yang perlu diperhatikan untuk
mengevaluasi efektivitas dan efek samping terapi diare pada pasien!
PLAN
1) Loperamid
- METO : Berkurangnya volume feses harian, meningkatnya
viskositas dan kepadatan feses
- MESO : Karena memiliki efek samping kram abdomen,
pusing, mengantuk, ileus paralitik, perut kembung maka hal
ini perlu diwaspadai mengingat pasien didiagnosa
mengalami gastric antrum adenocarcinoma serta efek
samping loperamid yang dapat menyebabkan takikardi
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan denyut nadi (PIONas
dan MIMS 2020).
8.1 SUBJEKTIF
Subjektif
8.2 OBJEKTIF
Objektif
Bowel sound
Bowel sound hyperreactive (bising usus) yang dapat
(bising usus)
didengar dengan stetoskop (auskultasi) merupakan bunyi
hyperreactive
yang dihasilkan oleh pergerakan gas dan cairan selama gerak
peristaltik (Elhardello & Macfie, 2018). Pada pasien
menunjukkan bowel sound yang hipereactive dengan
frekuensi 12x/menit. Hyperactive bowel sound terdengar
sebagai suara yang keras dan gemericik (Chanu & Raj,
2018). Hyperactive bowel sound menunjukkan adanya
peningkatan suara yang mengindikasikan peningkatan
motilitas gastrointestinal. Penyebab potensialnya bisa terjadi
yaitu pada keadaan gastroenteritis, diare, penyakit radang
usus, penggunaan pencahar, perdarahan gastrointestinal dan
obstruksi usus. (Baid,2009)
Gastric
Tindakan operasi open distal gastrectomy karena diagnosa
antrum
gastric antrum adenocarcinoma (gastric cancer) melalui
adenocarcino
biopsy endoskopi memiliki resiko yaitu pasien dapat
ma (gastric
mengalami malnutrisi yang disebabkan karena kurangnya
cancer)
asupan makanan, energi, dan protein sehingga
melalui
mempengaruhi status gizi pasien. Riwayat operasi
biopsy
sebelumnya dapat menyebabkan diare karena adanya
endoskopi
penurunan jumlah permukaan absorpsi, peningkatan
malabsorpsi karbohidrat dan lemak, penurunan transit time,
malabsorpsi asam empedu. Pertumbuhan bakteri berlebih
juga dapat terjadi pada situasi ini, terutama pada operasi
bypass seperti pada operasi lambung. (Wiryani & Wibawa,
2007)
8.3 ASSESMENT
Assesment
8.4 PLAN
Target Terapi 1. Total daily stool volume (volume feses perhari) yang
berkurang serta memadat dan tidak berair
Ondansetron
- Indikasi : Antiemetik
- Mekanisme kerja : Ondansetron bekerja anti-emetis
kuat dengan melawan refleks muntah dari usus halus
dan stimulasi CTZ, yang keduanya diakibatkan oleh
serotonin. Selektif terhadap reseptor antagonis 5-
Hidroksi-Triptamin (5-HTM) merupakan reseptor
yang berperan dalam mekanisme terjadinya mual dan
muntah di traktur gastrointestinal dan area postrema
otak
- Dosis : 4-8 mg oral satu kali sehari (Lee, 2015)
- Alasan pemilihan terapi : Antiemetik golongan
antagonis reseptor 5-HT3 dianggap sebagai
antiemetik paling efektif dalam pencegahan mual
muntah akibat kemoterapi (Flood, 2015).
Ondansetron, telah digunakan sebagai antiemetik
untuk mengendalikan dan pasca operasi mual dan
muntah yang diinduksi oleh kemoterapi. Ondansetron
memiliki catatan keamanan yang panjang dan sangat
baik (Lee, 2015).
Evaluasi Loperamid
efektivitas - METO : Berkurangnya total daily stool volume
dan efek (volume feses perhari) serta memadat dan tidak berair
samping - MESO : Pusing, mengantuk, ileus paralitik, perut
terapi kembung dan kram abdomen (BNF, 2015)
Ondansetron
- METO : Gejala mual dan muntah yang dialami pasien
berkurang
- MESO : Sakit kepala, malaise, konstipasi (Aberg et
al, 2009).
8.5 DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M., & Firmansyah MA. 2013. Clinical approach and management of
chronic diarrhea. Acta Med Indones, 45(2), 157-65.
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook, 17th Edition, American Pharmacist Association
Burgers K, Lindberg B, & Bevis ZJ. 2020. Chronic Diarrhea in Adults: Evaluation
and Differential Diagnosis. American family physician, 101(8), 472-480.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. 2015.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Ninth Edition. Mc Graw
Hill Medical. New York.
Elhardello, O. and Macfie, J., 2018. Bowel Sounds: Is it Time for Surgeons to Hang-
up their Stethoscopes?. World Journal of Surgery and Surgical Research-
General Surgery, 1.
Indijah, & Woro, S. 2016. Farmakologi. Buku Ajar Cetak Farmasi, Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kayrus, A., & Latifah, S. 2019. Penatalaksanaan Diare pada Anak di Puskesmas
Gedong Tataan dengan Pendekatan Dokter Keluarga. J Agromedicine.
6(2) : 434-441
Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L., 2009, Drug Information
Handbook 17th Edition, American Pharmacist Association.
Purbayu, H. 2015. Diare Kronik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed. 2: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya, 234.
Salwan, H., Firmansyah, A., Boediarso, A., Hegar, B., Kadim, M., & Alatas, F. S.
2016. Gambaran kadar natrium dan kalium plasma berdasarkan status
nutrisi sebelum dan sesudah rehidrasi pada kasus diare yang dirawat di
departemen IKA RSCM. Sari Pediatri, 9(6), 406-11
Sari, M.I., Wahid, I., & Suchitra, A. 2019. Kemoterapi Adjuvan pada Kanker
Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas. 8(1):51-57)
Shinta, N., & Surarso, B. 2016. Terapi mual muntah pasca kemoterapi. Jurnal THT
- KL. 9(2) : 74 - 83.
Tjokroprawiro, A. (Ed.). 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 2: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Airlangga University Press.
Tyasari, K. D., Kiyatno, K., & Balgis, B. 2016. Effect of ginger extract on
reparation of mucosal damage in ileal rats exposured by 5-fluorouracil.
Biofarmasi Journal of Natural Product Biochemistry, 14(1), 25-32.
Wiryani, N. G. P., & Wibawa, I. D. N. 2007. Pendekatan diagnostik dan terapi diare
kronis. Jurnal Penyakit Dalam 8(1): 66-78