KOLOM LAMBAT
SEMESTER GENAP
ANGGOTA:
MUTIA (155070500111013)
DIANNIRA BALQIS WINARDI (175070500111008)
MAULA MICHELIA CHAMPAKA PUTRI (175070501111006)
ERA WILOKA (175070501111008)
KEVIN DIAGONSA ANANDHY (175070501111014)
MUTIA KHAIRUNNISA SYA’BANI (175070507111004)
PENDAHULUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak
dengan menggunakan kromatografi kolom lambat.
Kromatografi kolom, untuk kolom yang diisi dengan bahan penjerap atau sorpsi yang
disebut kolom pemisah. Penggunaan kolom tergantung dari masalah pemisahan yaitu kolom
berfilter dengan gelas berpori, yang pada ujung bawah menyempit (tabung alihan) yang pada
bagian bawah menyempit dan dilengkapi dengan kran sedangkan tabung bola jarang
digunakan Perbandingan panjang tabung terhadap diameter pada umumnya ialah
40:1.Pengisian kolom dengan adsorben yang juga disebut pengemasan kolom.
Agar pemisahan rata, tabung diisi sambil diketuk-ketuk menggunakantangan atau benda
lunak lainnya pada dinding kolom (Stahl,1991).
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang didasarkan pada pemisahan
daya adsorbsi suatu adsorben terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil
isolasinya.Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari
kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara
pengotor dan hasil isolasinya terpisah secara sempurna (Kasiman,2006).
Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom, penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan
tabung plastik. Pelarut (fase gerak), dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang
disebabkan oleh gaya berat atau di dorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak
melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika
keluar dari atas kolom (Sudjadi,1986).
Kromatografi kolom dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan
kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke
permukaan penjerap lalu divakumkan lagi dan siap di pakai. Cuplikan dilarutkan dalam
pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas kolom atau pada lapisan
prapenjerap dan dihisap perlahan-lahan kedalam kemasan dengan memvakumkannya.Kolom
dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, kolom dihisap sampai kering pada setiap
pengumpulan fraksi (Sudjadi,1986).
1. Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi kapas
kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
2. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan cairan pengelusi yang
akan digunakan kemudian dimasukkan kedalam kolom melalui dinding kolom secara
kontinyu sedikit demi sedikit hingga masuk semua, sambil kram kolom dibuka. Eluen
dialirkan hingga silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan mengalir
sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan sampel dimasukan yang terlebih
dahulu dilarutkan dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian
sampel dipipet dan dimasukan kedalam kolom melalui dinding kolom sedikit semi
sedikit hingga masuk semua, dan kran dibuka dan diatur tetesannya, serta cairan
pengemulsi ditambahkan. Tetesan yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi.
Cinnamomum burmani adalah genus besar yang terdiri dari sekitar 450 spesies yang
terdiri dari pepohonan hijau dan semak belukar serta banyak di antaranya memiliki beberapa
kegunaan local (Ravindran,2004). Pada literatur diungkapkan terdapat senyawa metabolit
sekunder pada genus Cinnamomum diantaranya adalah senyawa fenilpropanoid, flavonoid,
asam fenolat, lignan, terpenoid, dan steroid yang teridentifikasikan pada bagian kulit batang,
daun dan buah yang memiliki aktivitas sebagai antidiabetes dan beberapa bioaktivitas
lainya.Seyawa sinnamaldehid dan menunjukkan sinnamaldehid mampu menghambat
aktivitas enzim α-glukosidase dengan nilai IC50 sebesar 27,96 ppm. Penelitian oleh
(Anggriawan et al., 2015) melaporkan kulit batang kayu manis padang (Cinnamomum
burmannii) dapat menghambat enzim αglukosidase dengan nilai aktivitas penghambatan
tertinggi dari ekstrak etanol 30% pada konsentrasi 1,5% sebesar94.88% dan dari ekstrak air
pada konsentrasi 1,5% sebesar 94.51% serta diduga senyawa yang berperan sebagai gen
antdiabetes dari ekstrak etanol dan air adalah 1,2-benzenediol / pyrocatechol.
Dalam percobaan ini digunakan beberapa macam perbandingan kombinasi eluen antara
toluene dan etil asetat. hal ini dikarenakan agar dapat diketahui kepolaran yang tepat untuk
pemisahan senyawa fitokimia yang diinginkan dan selanjutnya dilakukan analisis
menggunakan plat KLT.
BAB II
METODE EKSPERIMEN
2.1. ALAT
2.2. BAHAN
1. Fraksi Etil Asetat (Fraksi C) Ekstrak Cinnamomum burmannii
2. Etil asetat
3. H2SO4 10 %
4. Silika gel
5. Toluene
2.3. METODE
I. Preparasi sampel
Fraksi Etil Asetat (Fraksi C) Ekstrak Cinnamomum burmannii dikerok dengan spatel
Sisa kerokan sampel fraksi etil asetat ditetesi dengan etil asetat lalu dimasukkan juga ke
dalam gelas arloji
Hasil kerokan sampel fraksi etil asetat pada gelas arloji dicampur dan dilarutkan ad
homogen
Sampel fraksi etil asetat disisakan dan dimasukkan ke microtube sebanyak 5 - 8 tetes
lalu disimpan untuk uji KLT tahap selanjutnya. Sedangkan larutan sampel fraksi sisa
lainnya digunakan pada tahap fraksinasi ekstrak kromatografi kolom lambat
II. Fraksinasi Ekstrak Kromatografi Kolom Lambat
silika gel dimasukkan pada 1/2 bagian dari panjang kolom lalu dikeluarkan dan
ditimbang bobot silika gel (8,6617gram)
Silika gel yang telah dilarutkan itu dimasukkan ke dalam kolom lalu diatasnya
ditambahkan eluen +/- 1cm diatas silika gel dalam kolom
Diatas silika gel dengan dipisahkan +/- 1cm eluen tersebut lalu ditambahkan larutan
sampel Fraksi C (fraksi etilasetat)
Diatas larutan sampel Fraksi C pada kolom tersebut ditambahkan eluen sampai batas
atas
Larutan sampel Fraksi C ditunggu menurun sampai 1/3 dari bagian bawah kolom. Hal
ini ditandai dengan perbedaan perambatan warna dari kolom (atas ke bawah)
Setelah mencapai 1/3 bagian bawah kolom lalu kran dibuka dan hasilnya ditampung
pada 30 vial dengan volume hasil tiap vial sebanyak 5ml
Silika gel dipertahankan basah dan tidak boleh kering. Apabila eluen sudah habis maka
harus di tambahkan kembali hingga tercukupi 30 vial
Hasil 30 vial tersebut ditutup dengan aluminium foil dan disimpan untuk uji KLT tahap
selanjutnya
III. Analisis Profil KLT Ekstrak dan hasil fraksinasi
Disiapkan fase gerak (eluen) dengan perbandingan toluene : etil asetat = 7 : 3 (10ml)
pada chamber lalu dijenuhkan dengan kertas saring
Disiapkan Plat KLT 8 cm dan telah diberi jarak garis untuk tempat penotolan
Hasil pada vial 1, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 yang telah menguap ditambahkan etil asetat
qs atau +/- 0,5 ml (10 tetes) kemudian masing - masing dihomogenkan
Hasil pada vial 1, 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 ditotolkan pada plat KLT (8cm). Penotolan
dilakukan dengan 2 kali totol dan ditunggu kering terlebih dahulu untuk penotolan
yang kedua
Plat KLT yang telah ditotolkan tersebut dieluasi pada fase gerak yang telah disiapkan
Plat KLT hasil eluasi diamati pada sinar UV 254 nm dan 366 nm
Plat KLT disemprot H_2 SO_4 10% lalu dipanaskan pada suhu 120° selama 3-4 menit
Plat hasil KLT diamati pada sinar UV 366 nm dan pada sinar tampak (secara visual)
Dilakukan analisis pada hasil KLT terkait golongan secara umum metabolit sekunder
yang terkandung pada larutan sampel fraksi C (fraksi etil asetat ekstrak Cinnamomum
burmannii )
BAB III
HASIL EKSPERIMEN
Fraksi
- - - - - - - -
A
Merah
muda
0,15 Hitam 0,29
Fraksi Biru
0,29 Hitam 6,9 Biru tua - - 0,33
Ekstraksi B berpendar
0,69 Hitam 0,84
Merah
muda
Biru 0,26 Hitam
Fraksi 0,09 Hitam 0,57
tua 0,69 Abu-abu 0,38 Biru
C 0,26 Hitam 0,80
Biru 0,57 berpendar
tua 0,80 Merah
jingga
Biru
berpendar
Fraksi
- - - - - - - -
D
Vial 1 0,98 Hitam 0,98 Biru tua 0,98 Abu-abu 0,98 Merah muda
Merah
muda
0,44
Ungu
Biru Abu 0,50
Ungu
0,44 Hitam 0,81 tua 0,44 -abu 0,60
Vial 5 pudar
Kolom 0,94 Hitam 0,95 Biru 0,99 Abu 0,81
Jingga
Lambat tua -abu 0,94
pudar
0,99
Hijau
Hijau
Biru Abu 0,28 Merah
Vial 0,81 tua 0,54 -abu 0,54 muda
0,94 Hitam
10 0,95 Biru 1 Abu 0,61 Biru tua
tua -abu 0,83 Biru
0,95 berpendar
1 Jingga
pudar
Merah
muda
pudar
Hijau
Merah
muda
Abu 0,23 Biru tua
Biru -abu 0,50 Biru
0,23 0,23
Vial tua Abu 0,61 berpendar
0,94 Hitam 0,81 0,50
15 Biru -abu 0,81 Jingga
0,95 1
tua Abu 0,95 pudar
-abu 1 Merah
muda
Biru tua
Biru 0,19 Merah
Vial 0,81 tua 0,60 muda
0,94 Hitam 1 Abu-abu
20 0,95 Biru 0,81 Biru tua
tua 0,94 Biru
1 berpendar
Jingga
pudar
Biru pudar
Merah
Biru Abu 0,13 muda
Vial 0,81 tua 0,13 -abu 0,81 Biru tua
0,95 Hitam
25 0,95 Biru 1 Abu 0,95 Biru
tua -abu 1 berpendar
Hijau
Merah
muda
Biru Abu 0,13
Biru
Vial 0,60 Hitam 0,81 tua 0,13 -abu 0,60
berpendar
30 0,95 Hitam 0,95 Biru 1 Abu 0,80
Jingga
tua -abu 1
pudar
Hitam
0,25 Hitam Biru 0,08 Abu 0,08 Merah
0,25
Fraksi 0,45 Hitam tua 0,14 -abu 0,14 muda
0,83
C 0,63 Hitam Biru 0,25 Abu 0,25 Merah tua
1
0,83 Hitam tua 0,63 -abu 0,45 Biru
1 Hitam 1 Abu 0,53 terang
-abu 0,63 berpendar
Abu 0,83 Jingga
-abu 1 pudar
Abu Merah
-abu muda
pudar
Hijau
Ungu
gelap
Hitam
3.2. Gambar Hasil Kromatografi Kolom Lambat
Gambar 4. Vial berjumlah 30 buah hasil praktikum Kolom Lambat dimasukkan ke dalam lemari asam
3.3 Gambar Hasil Pengamatan Plat KLT pada Sinar UV
Ekstraksi
Kolom
Lambat
B. Sesudah disemprot H2SO4
Visual 366 nm
Ekstraksi
Kolom
Lambat
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktium kali ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan fraksinasi ekstrak
dengan menggunakan kromatografi kolom lambat. Prinsip pemisahan kromatografi kolom
yaitu adanya distribusi komponen-komponen dalam fase diam dan fase gerak dengan proses
elusi berdasarkan gaya gravitasi selain itu daya serap komponen campuran dengan afinitas
berbeda terhadap permukaan fase diam. Memiliki fase diam dan fase gerak yaitu adsorben
yang bertindak sebagai fase diam dan fase geraknya adalah cairan yang mengalir membawa
komponen campuran sepanjang kolom.
Definisi lain dari kromatografi kolom adalah metode yang digunakan untuk
memurnikan bahan kimia tunggal dari campurannya. Ada 2 metode dalam kromatografi
kolom yaitu metode kering dan metode basah. Adapun metode yang kami gunkan adalah
metode basah. Pada metode basah, fasa diam (15 gram silica gel) dibasahi dengan fasa gerak
hingga menjadi bubur di luar kolom, dan kemudian dituangkan perlahan-lahan ke dalam
kolom. Pencampuran dan penuangan harus dilakukan perlahan lahan untuk mencegah
munculnya gelembung udara. Larutan ekstrak Cinnamomum burmanii diletakkan di bagian
atas fasa diam menggunakan pipet. Eluen (toluene : etil asetat = 7 : 3) kemudian dialirkan
perlahan melalui kolom. Kemudian hasil isolasi ditampung pada masing-masin vial yang
telah dikalibrasi sebanyak 5 ml.
Mekanisme kerja dari kromatografi kolom adalah pemisahan suatu senyawa dalam
kolom kromatografi dengan silika gel sebagai fasa diam dan campuran pelarut polar-nonpolar
sebagai fasa gerak yang akan mengelusi sampel, eluen bergerak turun dan mengelusi sampel
digerakkan oleh gaya grafitasi bumi. Proses pengemasan silica dibuat dalam cara kering
sehingga proses untuk untuk ekstrak melewati fase diam dengan lambat dan pemisahannya
lebih baik. Pada saat proses fraksinasi ekstrak dengan kolom lambat. Proses memasukan
penyerap (fase diam/silica gel) dalam corong dilakukan sebaik mungkin dan homogen serta
hindari terdapatnya gelembung udara, karena gelembung udara dapat menyebabkan putusnya
penyerap dalam kolom. Penambahan eluen harus dilakukan 2 cm diatas sampel untuk
menghindari sampel dan silica kering, sebab jika pada bagian silika ada yang basah dan
kering akan menyebabkan tidak meratanya eluen yang akan digunakan selanjutnya. Eluen
diatur agar tidak terlalu cepat, sehingga komponen dapat terpisah. Alirannyapun diusahakan
tidak terlalu lama. Eluen mengalir akan mengelusi sampel kayu manis menyusuri fase diam
di sepanjang kolom dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Hasil isolasi yang diperoleh terbentuk fraksi-fraksi yang warna yang berbeda. Fraksi
warna yang berbeda ini menunjukkan perbedaan senyawa atau zat aktif yang dipisahkan dari
setiap fraksi. Semakin pekat warna fraksi, maka semakin banyak senyawa atau zat aktif yang
terpisahkan dalam fraksi tersebut. Dalam percobaan ini diperoleh 30 vial dengan 8 fraksi
yang berbeda dalam segi kepekatan warnanya. Dari fraksi yang dihasilkan pada kromatografi
kolom selanjutnya dilakukan kromatografi lapis tipis, namun sebelumnya fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom dilarutkan terlebih dahulu dengan menambahkan beberapa
tetesan etil asetat. Hal ini bertujuan untuk membasahi hasil isolasi yang sempat menguap
akibat menunda proses KLT. Fraksi yang dilakukan KLT adalah dari vial no 1, 5, 10, 15, 20,
25, 30 dan fraksi C hasil dari praktikum ekstraksi sebelumnya. Dari semua vial tersebut,
sampel ditotolkan pada plat KLT 10 cm, kemudian plat KLT dieluasi dengan toluene yang
sudah disediakan dan dideteksi hasilnya pada sinar UV dengan panjang gelombang 366 dan
254 nm. Ada beberapa noda terbentuk setelah dideteksi pada sinar UV. Sebelum dilakukan
pengamatan di bawah sinar UV, plat KLT yang telah dieluasi disemprot menggunakan reagen
H2SO4 kemudian dipanaskan suhu 120oC selama 3 menit. H2SO4 bersifat reduktor dalam
merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombang akan bergeser
menjadi visible sehingga noda menjadi tampak oleh mata dan berfluoresensi pada sinar UV
dengan panjang gelombang 366 nm.
Berdasarkan hasil analisis warna hasil KLT yang telah dipaparkan sebelumnya, warna
yang terbentuk setelah plat KLT disemprot dengan H2SO4 pada panjang gelombang 366 nm
yaitu :
Mengacu pada spot KLT yang dihasilkan dan kesesuaian warna dengan golongan
senyawa pada literatur dapat diketahui bahwa pada vial no 1 mengandung senyawa golongan
minyak atsiri. Pada vial no 5 mengandung senyawa golongan minyak atsiri, terpenoid, steroid
dan flavonoid. Pada vial no 10 mengandung seyawa golongan minyak atsiri, terpenoid,
steroid dan flavonoid. Pada vial no 15 diperoleh kandungan senyawa golongan minyak atsiri,
terpenoid, dan flavonoid. Pada vial no 20 didapatkan senyawa golongan minyak atsiri,
terpenoid, flavonoid, dan steroid. Pada vial no 25 mengandung senyawa golongan minyak
atsiri, terpenoid, dan senyawa fenol sederhana. Pada vial no 30 mengandung senyawa
golongan minyak atsiri, terpenoid, flavonoid, dan senyawa fenol sederhana. Pada fraksi
ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmannii) diperoleh kandungan senyawa minyak atsiri,
terpenoid, flavonoid, steroid, dan senyawa fenol sederhana. Dari pembahasan tersebut dapat
diketahui pula bahwa untuk golongan seyawa minyak atsiri diinterpretasikan dengan spot
berwarna merah muda dan biru berpendar, dalam hal ini spot berwarna merah muda
menunjukkan senyawa eugenol dan spot berwarna biru berpendar menunjukkan seyawa
sinamaldehid.
BAB V
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji senyawa ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang
dilakukan dengan metode kolom lambat dan diamati dengan menggunakan metode KLT pada
sinar UV 254 nm dan 366 nm dapat disimpulkan bahwa kandungan senyawa tertinggi pada
ekstrak kayu manis (Cinnamomum burmannii) adalah senyawa golongan minyak atsiri. Hal
tersebut dibuktikan pada kandungan setiap sampel dalam vial yang menunjukkan adanya
senyawa tersebut. Untuk seyawa golongan minyak atsiri didominasi oleh senyawa eugenol
dan sinamaldehid yang diinterpretasikan dengan spot warna merah muda (untuk eugenol) dan
biru berpendar (untuk sinamaldehid) pada uji KLT.
5.2 SARAN
Pada praktikum ini sebaiknya pada saat praktikum, asisten mengawasi kerja yang
dilakukan para praktikan agar lebih meminimalisirkan kesalahan dalam praktikum ataupun
memberikan arahan yang baik dalam pengerjaan praktikum yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggriawan, M.B., Anna P. Roswiem., Waras Nurcholis., 2015. Potensi Ekstrak Air Dan
Etanol Kulit Batang Kayu Manis Padang (Cinnamomum burmanii) Terhadap
Aktivitas Enzim A-Glukosidase. Jurnal Kedokteran Yarsi. 23 (2) : 091-102.
Baderos, A. 2017. Pemisahan Senyawa Steroidfraksi Petroleum Eter Alga Merah (Eucheuma
cottoni) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan Identifikasi
menggunakan LC-MS. Malang: UIN Press
Darweni, Y. T. Uji Toksisitas Minyak Atsiri Kulit Batang Kayu Manis (Cinnamomum
burmannii) Terhadap Larva Artemia Salina dengan Metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Surakarta: UNS Press
Hargono, D. dkk, 1986, Sediaan Galenik, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Herdwiani, W dan Rejeki, E. S. 2015. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Kulit Batang Kayu
Manis (Cinnamomum burmannii) Terhadap Kultur Sel T47D. Jurnal Farmasi
Indonesia, Vol 12 No. 2, hal 102- 113
Kasiman, Peranginangin. 2006. Aplikasi WEB dengan PHP dan MySQL,Yogyakarta: Andi.
Khopkar, S.M., 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik Edisi Kedua. Liberty. Yogyakarta
Ravindran, P.N., Babu, K.N., And Shylaja,M. 2004. Cinnamon And Cassia The Genus
Cinnamomum. Crc Press Llc: Usa. Hal.259-278.
Stahl, E., 1991, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro,3-17, ITB, Bandung.
Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, 167 – 177, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Susanti, N. M. P., dkk. 2017. Identifikasi Senyawa Golongan Fenol dari Ekstrak Etanol
Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn.) dengan Metode KLT-
Spektrofotodensitometri. Jurnal Metamorfosa IV (1): 108-113
LAMPIRAN