Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan

Volume 13 Nomor 2, Juni 2021


e-ISSN 2549-8118; p-ISSN 2085-1049
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan

KUALITAS HIDUP IBU HAMIL DAN MELAHIRKAN BAYI DENGAN CACAT


BAWAAN

Atik Mahmudah Aji Pamungkas


Program Studi Pendidikan Profesi Bidan, STIKES Estu Utomo Boyolali, jl.Tentara Pelajar km 7, mudal,
Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia,Kec Boyolali,Jawa Tengah 58111, Dusun 4, Mudal, Boyolali, Boyolali
Regency, Central Java 57316, Indonesia
atik471k@gmail.com

ABSTRAK
Cacat bawaan menjadi penyebab kedua kematian bayi di Kabupaten Bantul di tahun 2019. Mayoritas
ibu tidak akan mengetahui bahwa bayi yang dikandungnya mengalami cacat bawaan sehingga hal ini
dapat meningkatkan terjadinya stres dan menurunkan kualitas hidup pada ibu. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Banguntapan Bantul Yogyakarta pada bulan Maret 2021 sampai April 2021.
Informasi didapatkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam. ditemukan informan yang
mengatakan bahwa ibu menyembunyikan kelainan kongenital yang terjadi pada anaknya dari tetangga,
Pada aspek psikologi ditemukan bahwa ibu merasa bingung, dan tidak bisa berfikir tentang rencana
perawatan pada bayinya. Penerimaan diri pada ibu yang pernah hamil dan melahirkan bayi dengan
cacat bawaan mayoritas mengalami syok, bingung dan sedih saat pertamakali mengetahui diagnosa
tentang kelainan yang dialami bayinya. Adanya dukungan dari berbagai pihak seperti keluarga, tenaga
kesehatan dan lingkungan membuat ibu dapat menerima dengan ikhlas.

Kata kunci: cacat bawaan; kualitas hidup; pengalaman orang tua

EFFORTS TO INCREASE CD4 IN PEOPLE WITH HIV: SYSTEMATIC REVIEW

ABSTRACT
Mentioned that congenital anomalies ranked as the 2nd cause of infant mortality in Bantul Regency in
2018. Mothers who do not know the beginning of congenital anomalies in the fetus in the womb can
enhance the stress and decrease life quality during postpartum. Research used a qualitative method
with a phenomenological approach. The study was conducted in the working area of Banguntapan
Community Health Center, Bantul, Yogyakarta from March 2021 to April 2021. The data was
obtained using an in-depth interview technique. Informant said that the mother hid her congenital
abnormalitie’s baby from neighbors. In the psychological aspect, it was found that the mother felt
confused, and could not think about a treatment plan for her baby. The majority of mothers who have
been pregnant and given birth to a baby with congenital defects experience shock, confusion and
sadness when they first find out the diagnosis of the abnormality experienced by their baby. The
support from various parties such as family, health workers and the environment allows mothers to
accept sincerely.

Keywords: congenital anomalies; life quality; parents’ experience

PENDAHULUAN
Sidang umum PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) yang diadakan pada tanggal 25 September
tahun 2015 di New York secara resmi mengesahkan SDGs (Sustainable Development Goals)
sebagai pembangunan global yang salah satu tujuannya yaitu menurunkan angka kematian
bayi dan balita hingga 12 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data Kementerian Kesehatan
tahun 2019 menyatakan bahwa angka kematian bayi di Indonesia menurun, namun kematian
bayi yang disebabkan karena cacat bawaan meningkat yaitu sebesar 1,4 %. Menurut WHO

311
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

(World Health Organization) cacat bawaan adalah adanya kelainan struktural atau fungsional
yang ditemukan sejak lahir yang dapat mempengaruhi bentuk organ dan fungsi organ bayi.
Apabila cacat bawaan ini tidak ditangani secara cepat maka dapat meningkatkan angka
morbiditas pada bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Kementerian Kesehatan
telah melakukan survei kejadian cacat bawaan yang dilakukan di 13 rumah sakit di seluruh
Indonesia pada awal September 2014 sampai dengan akhir Agustus 2015 dan hasil dari survei
menunjukkan bahwa terdapat 231 bayi yang mengalami cacat bawaan. Kelainan yang paling
banyak neural tube defect, 16,14% abdominal ditemukan adalah dari kelompok talipes yaitu
21,9%, 20,4% orofacial cleft, 18,4 % wall defect, 9,7% atresia ani, 4,8%
hypoplasia/hyperplasia, 4,2 % kembar siam, dan 2,3 % mikrosefali (Kementerian Kesehatan,
2018).

Menurut Cristianson et al (2006) menyebutkan bahwa salah satu penyebab dari cacat bawaan
ini karena terpaparnya ibu hamil saat trimester I dengan alkohol, rokok, virus rubella, cacar
air, toxoplasmosis, konsumsi obat-obatan tertentu, kekurangan yodium dan asam folat yang
dapat mengganggu perkembangan bayi. Menurut Kementerian Kesehatan RI setelah
melakukan pencegahan yang dapat menimbulkan terjadinya cacat bawaan pada janin maka
diperlukan pemantauan ibu hamil dengan cara berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
Kunjungan antenatal dilakukan rutin setiap bulan atau minimal empat kali selama kehamilan
untuk memantau perkembangan janin dan sebagai deteksi dini jika terjadi kelainan pada organ
dan infeksi lainnya. Petugas kesehatan perlu menjelaskan setiap pilihan tindakan dengan rinci
sehingga apabila pasangan mempunyai faktor risiko melahirkan bayi dengan cacat bawaan
mereka dapat memahami masalah yang akan dihadapi dan mempersiapkan diri untuk
menjalani pilihan dengan sebaik mungkin.

Ibu yang tidak mengetahui sejak awal cacat bawaan yang dialami oleh janin di dalam
kandungannya dapat meningkatkan terjadinya postpartum mental health disorder seperti
postpartum blues, depresi postpartum atau bahkan psychosis. Hal ini dapat terjadi karena
ketidaksiapan ibu dalam penerimaan bayi yang mengalami cacat bawaan. Bahaya dari
postpartum mental health disorder ini adalah ibu tidak mampu merawat dirinya sendiri dan
bayinya. Ibu yang mengalami stres atau depresi dapat menurunkan kadar serotonin dan akan
menekan pengeluaran hormon oksitosin. Hormon oksitosin yang menurun menyebabkan ASI
(Air Susu Ibu) yang dikeluarkan juga terganggu dan akan mengakibatkan terganggunya
proses pemberian ASI eksklusif pada bayi sehingga pemenuhan gizi dan kenaikan berat badan
bayi menjadi terganggu.

Menurut Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan bahwa orang tua mempunyai
kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangan anak baik fisik, mental maupun spiritual. Pemenuhan hak anak ini termasuk
non diskriminasi kepada anak, memenuhi kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk
hidup, kelangsungan hidup, perkembangan dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Berdasarkan peraturan undang undang ini dapat disimpulkan bahwa bagaimanapun keadaan
anak maka sebagai orang tua tetap wajib memenuhi hak anak seperti pemberian ASI eklusif
dan merawat bayi dengan baik (Sekretaris RI, 2003).

Menurut Profil Dinas Kesehatan Yogyakarta (2020) menyebutkan bahwa angka kematian
bayi tertinggi berada di Kabupaten Bantul. Menurut data profil kesehatan Bantul pada tahun
2017 sebanyak 23 bayi dan pada tahun 2018 sebanyak 20 bayi dan pada tahun 2020 sebanyak
20 bayi. Kejadian kematian bayi karena cacat bawaan menjadi nomer 2 tertinggi penyebab
kematian bayi di Kabupaten Bantul. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan ke beberapa

312
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Puskesmas di Kabupaten Bantul untuk mengetahui jumlah ibu yang melahirkan bayi dengan
cacat bawaan dan ditemukan bahwa jumlah terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas
Banguntapan yaitu sebanyak 9 bayi. Sesuai dengan latar belakang di atas maka peneliti ingin
mengetahui kualitas hidup ibu hamil dan melahirkan bayi dengan cacat bawaan di Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan
fenomenologi bertujuan untuk memahami fenomena tentang kualitas hidup saat hamil dan
melahirkan pada ibu yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan. Penelitian
kualitatif dipilih untuk penelitian ini kerena dinilai lebih sesuai untuk mendapatkan gambaran
dari subyek penelitian. Hasil penelitian disajikan secara naratif dengan memaparkan
gambaran berbagai hal yang dialami ibu dengan bayi yang memiliki cacat bawaan termasuk
pengalaman dan kualitas hidup ibu saat hamil dan nifas. Instrumen utama pengumpulan data
pada penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode
pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah metode
cara pengumpulan data dengan cara langsung bertatapan dengan informan dengan maksud
mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.

Teknik sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive
sampling merupakan jenis pengambilan sampel yang digunakan untuk menggali situasi
khusus kepada seseorang. Sampel ini digunakan dalam penelitian eksploratori atau lapangan
(Ahmadi, 2016). Banyaknya informan yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan
saturasi yaitu peneliti berhenti mengumpulkan data saat kategori atau tema terpenuhi dan
ketika mengumpulkan data yang tidak mencetuskan gagasan baru atau mengungkapkan sifat-
sifat baru (Creswell, 2019). Informan yang diambil dalam penelitian ini adalah ibu dengan
riwayat hamil dan melahirkan bayi dengan cacat bawaan yang tempat tinggalnya berada di
wilayah kerja Puskesmas Banguntapan Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Informan yang ditemukan peneliti sebanyak 8 orang ibu dari 9 jumlah ibu yang pernah hamil
dan melahirkan bayi dengan cacat bawaan, karena 1 ibu telah pindah rumah. Pengambilan
informan dipilih berdasarkan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan. Kriteria Inklusi
penelitian ini yaitu ibu yang melahirkan bayi dengan cacat bawaan, ibu yang mengasuh
sendiri bayinya, bayi masih hidup saat dilahirkan, ibu yang bersedia menjadi informan dan
bertempat tinggal di Bantul. Kriteria Eksklusi penelitian ini yaitu ibu yang mengundurkan diri
untuk menjadi informan. Rekruitmen partisipan pada penelitian ini dengan mengidentifikasi
data pasien yang melahirkan anak dengan cacat bawaan yang ada di Puskesmas Banguntapan
Kecamatan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rekruitmen partisipan pada penelitian ini dimulai dari mengidentifikasi data pasien yang
melahirkan anak dengan cacat bawaan yang ada di Puskesmas Banguntapan Kecamatan
Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan maret 2021 sampai dengan april 2021.
Peneliti menghubungi bidan dan dukuh desa masing masing alamat informan untuk meminta
izin melakukan penelitian. Peneliti melakukan kunjungan rumah untuk melakukan
perkenalan, inform consent dan perjanjian untuk dilakukan wawancara, kemudian peneliti
melakukan wawancara kepada ibu. Peneliti melakukan wawancara dengan suami atau anggota
keluarga yang lain untuk triangulasi. Peneliti melakukan wawancara dengan key informan
yaitu Kepala Puskesmas Banguntapan dan dokter spesialis obgyin fetomaternal.

Definisi operasional dari variabel dalam penelitian ini adalah kualitas hidup ibu yaitu kondisi
sosial, psikologi, penerimaan diri yang dirasakan oleh ibu selama masa kehamilan serta

313
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

pengalaman ibu dalam merawat bayinya yang berusia 0 sampai 1 bulan. Definisi operasional
yang kedua adalah ibu dengan anak cacat bawaan yaitu ibu yang melahirkan bayi dengan
cacat bawaan dengan syarat bayinya masih hidup saat dilahirkan, mengasuh sendiri bayinya
dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Banguntapan. Cacat bawaan yang diteliti
yaitu semua cacat bawaan yang telah terdiagnosis oleh dokter. Pada penelitian kualitatif
peneliti berfungsi sebagai instrumen utama atau alat untuk penelitian, namun harus tetap
dilakukan validasi yaitu seberapa siap peneliti tersebut untuk melakukan penelitian. Peneliti
bertugas untuk menentukan fokus penelitian, pemilihan informan, melakukan pengumpulan
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan (Sugiyono, 2018). Pada
penelitian ini, peneliti juga menggunakan instrumen penunjang yaitu panduan wawancara
mendalam. Teknik pengumpulan data merupakan langkah dalam penelitian yang bertujuan
untuk mendapatkan data atau informasi yang mana dapat dilakukan dengan menggunakan
kondisi yang alami, sumber data primer, wawancara mendalam dan dokumentasi (Ghony,
2016).

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
wawancara mendalam Wawancara mendalam merupakan suatu cara pengumpulan data atau
informasi dengan langsung bertatapan dengan informan dilakukan secara sadar, terarah, dan
senantiasa bertujuan memperoleh informasi yang diperlukan, penelitian kualitatif dilakukan
sampai data yang didapatkan oleh peneliti jenuh (Sugiyono, 2018). Sebelum mendatangi
rumah informan untuk melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu meminta izin ke
Bappeda yang kemudian mendapatkan surat tembusan ke Puskesmas Banguntapan I, II, dan
III dan seluruh desa di Kecamatan Banguntapan. Peneliti mendapatkan data dari Puskesmas
kemudian dihubungkan dengan bidan desa dan kepala dukuh dari masing masing informan.
Kemudian peneliti melakukan koordinasi dan menyampaikan tujuan dari penelitian kepada
informan. Setelah informan bersedia sebagai partisipan maka selanjutnya peneliti melakukan
musyawarah dengan ibu untuk menentukan waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.

Data awal hasil wawancara mendalam dengan 8 orang informan ini ditulis secara lengkap
dalam bentuk transkrip, kemudian dibaca berulang kali sampai ditemukan makna dari setiap
pernyataan informan yang mendukung tujuan penelitian. Untuk memudahkan proses
pengorganisasian data, maka peneliti membuat kode pada hasil wawancara. Pengkodean
tersebut yaitu Singkatan I menunjukkan informan yang digunakan dalam penelitian ini, yang
selanjutnya akan diikuti angka 1 sampai 8 yang menunjukkan urutan informan. Significant
other yaitu keluarga informan yang digunakan peneliti sebagai triangulasi, dan IK adalah
informan kunci seperti dokter spesialis atau kepala Puskesmas. Wawancara dilakukan di
rumah informan atau tempat yang diinginkan informan, kemudian hasil wawancara tersebut
dilakukan transkrip oleh peneliti yang dilanjutkan dengan melakukan member checking untuk
memeriksa apakah hasil wawancara sudah sesuai dengan yang ingin disampaikan oleh peneliti
atau belum

HASIL
Penulis telah mengelompokkan tema penelitian ini berdasarkan hasil temuan wawancara yang
telah dinamakan nama kelompoknya berdasarkan jurnal dan tujuan penelitian. Tema
penelitian ini adalah kualitas hidup ibu yang mencakup tentang kondisi social, keuangan,
psikologi dan penerimaan diri ibu. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa
karakteristik informan adalah sebagai berikut. Umur dari dua informan (I1 dan I5) melebihi
dari standar perempuan diperbolehkannya untuk hamil yaitu kurang dari 35 tahun, sedangkan
usia informan lainnya sudah sesuai standar usia diperbolehkannya untuk hamil. Mayoritas
pendidikan terakhir informan adalah SMA (Sekolah Menengah Atas) dan hanya 2 informan

314
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

yang pendidikan terakhirnya SMP (Sekolah Menengah Pertama). Dari 8 informan ada 3
informan yang mempunyai riwayat abortus dan ada 3 informan yang multiparitas.

Dari 8 informan hanya 2 informan yang mengetahui penyebab cacat bawaan pada anaknya (I4
dan I6) yaitu disebabkan karena infeksi virus TORCH. Hal ini dapat diketahui saat ibu
memeriksakan diri setelah melahirkan bayi dengan cacat bawaan. Mayoritas informan tidak
mempunyai keluarga yang mempunyai cacat bawaan, hanya 1 informan yaitu I1 yang
mengatakan bahwa anak dari pamannya mengalami cacat bawaan yang sama yaitu sindrom
down. Kedelapan informan tersebut juga mengatakan bahwa telah melakukan pemeriksaan
kehamilan di tenaga kesehatan, baik di Puskesmas, bidan atau dokter.

Berdasarkan hasil penelitian dari 8 bayi informan ditemukan mengalami cacat bawaan seperti
sindrom down, bibir sumbing, hernia, polidaktili, kelainan paru, single atrium, dan
insufisiensi katup jantung. Karakteristik berdasarkan berat badan bayi saat lahir ditemukan 2
informan mengalami BBLR (Berat Bandan Lahir Rendah) dikarenakan bayi lahir prematur.
Semua informan mengatakan bahwa bayinya lahir di rumah sakit karena mengalami penyulit
saat melahirkan. Penyulit yang dialami oleh informan tersebut antara lain yaitu sungsang,
kehamilan lewat waktu, ketuban pecah dini, dan perdarahan. Semua informan mengatakan
bahwa ibu mengetahui diagnosa bahwa anaknya mengalami cacat bawaan setelah melahirkan,
hal ini terjadi pada informan baik yang sudah rutin melakukan USG maupun tidak rutin
melakukan USG.

1. Aspek sosial
Aspek sosial merupakan aspek yang menunjukkan bagaimana hubungan ibu terhadap
lingkungan sosialnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu tidak malu atas
kondisi anaknya, bahkan mereka ikut membawa anaknya saat berkumpul dengan tetangga dan
saling menyapa. Ada yang mengatakan bahwa ia tidak peduli dengan tetangga yang
mengatakan hal yang tidak baik pada anaknya. Namun ada satu informan yang mengatakan
bahwa ibu menyembunyikan kelainan yang dialami oleh anaknya dari tetangga. Ibu juga
mengatakan bahwa selama 5 hari perawatan di rumah sakit tidak ada tetangga yang
menjenguk dan saat bayinya meninggal, ibu langsung membawa bayinya ke rumah
keluarganya di luar kota agar tidak diketahui oleh tetangganya tentang kondisi anaknya.

2. Aspek keuangan
Aspek keuangan menjadi beban bagi keluarga yang memiliki bayi dengan kelainan
kongenital, namun dari 8 informan terdapat sebanyak 7 informan menyatakan tidak kesulitan
dengan biaya saat melahirkan maupun perawatan bayi. Hal ini dikarenakan biaya ditanggung
oleh BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) sehingga ibu hanya mengeluarkan biaya
untuk transport menuju rumah sakit. Berikut adalah salah satu pernyataan dari I1
“Gratis, itukan punya BPJS jadi Alhamdulillah, saat sakit sama semuanya dibiayai BPJS
hanya transport itu paling” (I1)

Pernyataan I1 di atas menjelaskan bahwa informan bersyukur atas adanya program BPJS dari
pemerintah, karena ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk perawatan bayinya di rumah
sakit. Namun ada satu informan (I3) yang tidak menjadi anggota BPJS sejak awal, sehingga
sebelum mendaftar sebagai peserta BPJS. Ibu mengeluarkan biaya perawatan untuk anaknya
sebesar Rp 30 juta dan masih belum bisa melunasi sampai sekarang. Selain itu hasil penelitian
juga menemukan bahwa I2 merasa khawatir atas biaya operasi bayinya di masa yang akan
datang. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas di rumah sakit Indonesia, sehingga
operasi bayinya harus dilakukan di luar negeri. Mengingat biaya perawatan rumah sakit di

315
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Indonesia sudah sangat mahal meskipun sudah ditanggung oleh BPJS, maka ibu hanya pasrah
agar anaknya dirawat semampu rumah sakit di Indonesia.

Hasil penelitian menemukan bahwa I7 tidak menggunakan BPJS sejak pertama melakukan
perawatan pada bayinya. Hal ini disebabkan karena ribetnya proses kepengurusannya,
sehingga ibu membiayai sendiri semua perawatan bayinya selama 5 hari. Akhirnya ibu dan
keluarga tidak sanggup membiayai seluruh biaya perawatan dan ibu terpaksa membawa
pulang bayinya dan memutuskan untuk melakukan perawatan di rumah yang mengakibatkan
meninggalnya bayi tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari aspek keuangan yaitu
besarnya biaya perawatan pada bayi dengan kelainan kongenital membuat ibu dan keluarga
keberatan dalam menanggung biaya perawatan, namun dengan adanya program BPJS ibu dan
keluarga merasa sangat terbantu dan bersyukur.

Aspek psikologis yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu terdapat hal yang positif dan
negatif yang muncul dari informan. Hal positif yang ditemukan yaitu ibu tetap berusaha tegar
merawat bayi meskipun ibu merasa takut dengan keadaan bayinya. Hal ini didukung oleh
pernyataan dari I1 yang mengatakan bahwa ibu merasa senang karena anaknya mendatangkan
rezeki tersendiri bagi usaha keluarganya. Hal negatif yang muncul yaitu ibu merasa kecewa
terhadap rumah sakit atas perawatan yang diberikan kepada anaknya, ibu tidak bisa berfikir
dan bingung atas rencana perawatan selanjutnya, ibu pesimis terhadap kemajuan perawatan
anaknya, dan ibu menyalahkan diri sendiri atas kelainan yang terjadi pada anaknya. Adanya
dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan membuat ibu belajar bagaimana cara pasrah,
berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

Aspek psikologi yang muncul setelah anak ibu meninggal yaitu ibu merasa kecewa, sedih, dan
pasrah terhadap takdir. Mengingat rencana biaya perawatan yang membutuhkan biaya yang
besar membuat ibu berfikir bahwa ini adalah jalan terbaik untuk anak ibu dan keluarga.
Ditemukan juga rasa trauma jika ibu melihat sesuatu barang yang berhubungan dengan
memori terhadap anaknya seperti baju dan rumah sakit, dan bahkan ibu enggan untuk
bercerita mengenai anaknya dan enggan untuk menggendong bayi orang lain. Aspek
penerimaan diri meliputi bagaimana ibu dalam merawat bayinya, harapan ibu untuk bayinya
dan penerimaan diri saat bayi meninggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu
melakukan perawatan kepada bayinya, namun hanya satu informan (I5) yang tidak sempat
melakukan perawatan pada bayinya. Hal ini dikarenakan ibu belum sadar dari pengaruh
anastesi ketika bayinya meninggal. Perawatan pada bayi dengan kelainan kongenital akan
membutuhkan alat bantu seperti oksigen, inkubator dan alat yang lainnya, sehingga ibu untuk
datang ke rumah sakit setiap pagi dan pulang saat sore, atau menginap di rumah sakit untuk
menjenguk bayinya.

Hasil penelitian menemukan bahwa mayoritas informan mengatakan bahwa ibu mencoba
untuk meneteki bayinya, meskipun ada rasa takut jika terjadi apa-apa pada bayinya. Namun
karena kondisi bayi yang tidak bisa lepas dari peralatan membuat ibu tidak bisa meneruskan
pemberian ASInya secara langsung sehingga ibu memompa ASInya untuk diberikan kepada
bayinya melalui selang maupun sendok. Enam informan mengatakan bahwa ASI yang keluar
sedikit sehingga ibu terpaksa menyambung ASInya dengan susu formula maupun susu donor.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa aspek penerimaan diri ibu sudah bagus karena ibu mau
berusaha merawat dan menyusui anaknya.

Hasil penelitian tentang harapan ibu terhadap bayinya menunjukkan bahwa ibu menginginkan
bayinya bisa bertahan sampai dewasa, namun mendengar dari penjelasan dokter bahwa

316
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

sedikitnya kemungkinan anak untuk bertahan hidup membuat ibu menyerahkan perawatan
kepada dokter. Seperti yang dikatakan oleh I7 yaitu ia merasa kecewa dan sedih atas
meninggalnya anaknya, karena ia sangat mengharapkan anak dengan jenis kelamin
perempuan. Berdasarkan penerimaan ibu terhadap meninggalnya bayi menemukan bahwa I1,
I2, I4, I5 dan I8 mengatakan mereka pasrah kepada Tuhan dan berharap bayinya yang
meninggal akan menjadi tabungan di akhirat nanti. Hal di atas dapat disimpulkan bahwa
meskipun ibu melahirkan anak dengan kelainan kongenital, ibu tetap mengharapkan
kehadirannya di keluarga mereka tanpa menanggung malu ataupun beban.

PEMBAHASAN
Mayoritas ibu mempunyai kualitas hidup yang baik jika dilihat dari aspek sosial karena ibu
tidak malu atas kondisi anaknya, bahkan ibu ikut membawa anaknya saat berkumpul dengan
tetangga dan saling menyapa. Ibu juga mengatakan bahwa ibu tidak peduli dengan tetangga
yang mengatakan hal yang tidak baik tentang anaknya. Namun ditemukan juga informan yang
mengatakan bahwa ibu menyembunyikan kelainan kongenital yang terjadi pada anaknya dari
tetangga. Hal ini sesuai dengan jurnal bahwa stres pada orang tua secara signifikan
dipengaruhi oleh dukungan sosial (Lee et al., 2007). Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan
dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga, meliputi perasaan tertekan malu,
rasa bersalah, serta perhatian dan pembiayaan yang lebih besar daripada anak yang lahir
normal.

Hasil penelitan menemukan bahwa 7 informan menyatakan bahwa mereka mendapatkan


bantuan dari BPJS ketika melahirkan dan selama perawatan bayinya, namun ada satu
informan yang menggunakan dana mandiri dalam merawat anaknya. Ibu yang menggunakan
dana mandiri terpaksa membawa pulang anaknya dari rumah sakit yang akhirnya
menyebabkan anaknya meninggal. Informan mengatakan bahwa kedua orang tua akan
mencari uang bagaimanapun caranya seperti mencari pekerjaan dan berjualan online, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lemacks et al (2013) bahwa kebanyakan orang
tua akan merasa keberatan dalam pengeluaran uang, orang tua akan sering izin untuk merawat
bayinya, bahkan ada orang tua yang kehilangan pekerjaannya, pindah pekerjaan, atau salah
satu ibu harus keluar dari pekerjaan agar bisa merawat bayinya.

Pada aspek psikologi ditemukan bahwa ibu merasa bingung, dan tidak bisa berfikir tentang
rencana perawatan pada bayinya. Hal ini sesuai dengan tulisan Lemacks et al (2013) bahwa
ketika kelainan kongenital terdiagnosis setelah melahirkan maka orang tua akan mengalami
kesedihan dan harapan ibu untuk mempunyai anak yang sehat telah hilang, sehingga
konseling mungkin sangat membantu bagi ibu. Hasil penelitian juga menemukan bahwa ibu
merasa tidak bisa menjaga dan merawat diri selama kehamilan sehingga menyebabkan bayi
yang dikandungnya mengalami kelainan kongenital. Kondisi ini sesuai dengan tulisan
Lemacks (2013) bahwa banyak orang tua menyalahkan dirinya sendiri atas kelainan bawaan
pada anaknya. Perasaan merasa bersalah yang dibendung dan dibiarkan dapat menekan ibu
dan dapat menyebabkan depresi.

Menurut tulisan oleh Lemacks et al (2013) bahwa orang tua membutuhkan komunikasi yang
baik dengan tenaga kesehatan, sehingga mereka dapat melakukan perawatan yang terbaik
untuk anaknya, hal ini sudah sesuai dengan pernyataan informan bahwa dokter memberi
pengaruh besar dalam proses transfer ilmu pengetahuan mengenai perawatan untuk bayinya
yang mengalami kelainan kongenital. Ibu akan mengetahui hal apa saja yang harus dilakukan
dalam merawat bayinya dan ibu akan lebih percaya diri dalam merawat bayinya meskipun
beberapa informan mengatakan masih takut jika terjadi apa-apa dengan bayinya. Selain itu

317
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

dokter juga berperan sebagai pendukung psikologis bagi ibu, hal ini seperti profesi konseling
genetik. Tugas dari konseling genetik ini yaitu menginformasikan kemungkinan penyebab
terjadinya kelainan kongenital dan mempersiapkan pasangan untuk hamil, melakukan
pemeriksaan kelainan kongenital saat hamil dan sebagai pendukung psikologis dan
penerimaan diri bagi ibu yang memiliki bayi dengan kelainan kongenital (Wright, 2008).
Menurut tulisan Rujito (2010) mengatakan bahwa belum adanya kebijakan dari pemerintah
mengenai konseling genetik ini dan hanya dua universitas yang meluluskan profesi dokter
khusus konseling genetik. (Almesned et al., 2013).

Menurut tulisan Almesned et al (2013) menyebutkan bahwa kelainan kongenital pada anak
akan mempengaruhi pengasuhan pada anak yang lain. Hal ini juga ditemukan dari wawancara
pada informan yang mempunyai anak lain selain bayi dengan kelainan kongenital khususnya
jika anak ibu tersebut kembar. Ibu mengatakan bahwa tidak bisa fokus merawat bayinya yang
lain dan ada informan yang menitipkan anak yang masih duduk di sekolah dasar kepada
nenek. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ibu yang mempunyai anak dengan kelainan
kongenital memerlukan tenaga dan menyita banyak waktu untuk merawat anaknya, sehingga
dukungan dari keluarga dan anaknya yang lain sangat dibutuhkan bagi ibu. Hasil wawancara
juga ditemukan bahwa anak ibu yang lain ikut membantu dalam pengasuhan anak yang
mengalami kelainan kongenital. Namun ada pula satu informan yang menyembunyikan
kelainan kongenital pada anaknya yang lain, hal ini terjadi karena ibu khawatir jika anaknya
yang lain akan berfikir berat.

Informan juga mengatakan bahwa setelah anaknya meninggal ibu masih trauma melihat hal
yang berkaitan tentang bayinya seperti rumah sakit tempat dimana anaknya dahulu dirawat
dan baju-baju bayinya, bahkan ada informan yang tidak mau mengingat kembali cerita
tentang anaknya yang mengalami kelainan kongenital. Kondisi ini sesuai dengan keterangan
para ahli bahwa penyakit dan hospitalisasi merupakan pengalaman yang menyebabkan stres
pada orang tua (Zeytino et al., 2016). Hal yang dilihat dari aspek penerimaan diri yaitu
perawatan pada bayi yang mengalami kelainan kongenital. Ibu yang memiliki anak dengan
bibir sumbing mengatakan bahwa memberikan susu kepada bayinya merupakan tantangan
tersendiri dan terkadang ibu takut karena anak pernah tersedak dan melotot saat diberi minum.
Hal ini sesuai dengan tulisan Zeytino et al (2016) bahwa orang tua merasa frustasi karena
kesulitan dalam memberikan perawatan pada bayi mereka, terutama kesulitan dalam
memberikan minum melalui feeder bottle untuk bayi yang bibir sumbing. Orang tua dalam
penelitian ini tidak sampai mengalami frustasi karena tenaga kesehatan sudah memberikan
pengetahuan yang cukup kepada orang tua. Seperti memberi informasi bagaimana
penanganan jika anak mengalami tersedak, sehingga orang tua segera menerapkan ilmu yang
diberikan oleh tenaga kesehatan walaupun terkadang masih ada perasaan takut pada ibu.

Aspek harapan yang ditemukan adalah ibu masih berharap untuk mempunyai anak yang sehat,
hal ini dibuktikan dengan informan melakukan tes TORCH sebelum merencanakan program
kehamilan berikutnya. Hal ini sesuai dengan tulisan Lemacks et al (2013) bahwa orang tua
juga menginginkan anaknya tidak mengalami kelainan kongenital lagi, dan mereka
melakukan konsultasi dengan dokter. Pada aspek kualitas hidup ibu disimpulkan bahwa
mayoritas ibu mempunyai kualitas hidup yang baik jika dilihat dari aspek sosial, keuangan,
perawatan dan harapan namun dalam aspek psikologi ibu masih mengalami trauma dan sedih
jika mengingat kembali anaknya yang sudah meninggal. Namun dengan spiritualitas yang
tinggi membuat ibu mampu menerima keadaan tersebut dengan baik. Selain itu masih ada
beberapa informan yang tidak mempunyai kualitas hidup yang baik. Ibu menyembunyikan
dari tetangga tentang kelainan pada anaknya, dan ada 1 ibu yang tidak mampu membayar

318
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

biaya perawatan karena bukan peserta BPJS yang mana menyebabkan ibu membawa pulang
paksa anaknya sehingga menyebabkan anaknya meninggal. Peneliti juga menemukan bahwa
dukungan keluarga lebih mengarah ke nilai keagamaan atau spiritualitas seperti ketika suami
ibu menyuruh ibu untuk banyak berdo’a dan meminta ibu untuk pasrah dengan takdir yang
telah ditentukan. Hal ini juga didukung oleh jurnal yang ditulis oleh Ardila dan Wahyuni
(2012) bahwa mayoritas orang tua yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital pasrah
atas keadaan anak mereka dan mereka menganggap bahwa segala sesuatu telah diatur oleh
Tuhan.

SIMPULAN
Semua informan mengetahui diagnosa bahwa anaknya mengalami kelainan kongenital setelah
melahirkan. Penerimaan diri pada ibu yang pernah hamil dan melahirkan dengan kelainan
kongenital mayoritas mengalami syok, bingung dan sedih saat pertamakali mengetahui
diagnosa tentang kelainan yang dialami bayinya. Adanya dukungan dari berbagai pihak
seperti keluarga, tenaga kesehatan dan lingkungan membuat ibu dapat menerima dengan
ikhlas. Penelitian ini juga menemukan bahwa kedekatan dengan Tuhan merupakan sumber
terkuat dalam mempengaruhi penerimaan ibu yang memiliki bayi dengan kelainan kongenital,
hal ini dibuktikan bahwa dukungan dari suami maupun tenaga kesehatan mengarahkan ibu ke
nilai agama, bahkan sampai bayi meninggalpun ibu berharap bayi tersebut dapat menolong
ibu di akhirat nanti.

Penerimaan diri ibu yang bagus dibuktikan dengan ibu yang mau meneteki bayinya yang
mengalami kelainan kongenital meskipun masih terdapat rasa takut pada ibu. Penerimaan diri
ibu yang positif juga dipengaruhi oleh kebutuhan finansial, mengingat biaya perawatan anak
dengan kelainan kongenital yang tidak sedikit membuat orang tua berfikir dua kali untuk
melakukan perawatan untuk anaknya, namun adanya layanan BPJS sangat membantu
finansial keluarga dalam perawatan bayi dengan kelainan kongenital meskipun ada beberapa
informan harus menambah biaya dalam perawatan anaknya. Mayoritas informan mengatakan
tidak mendapatkan pendampingan psikologis saat ibu melakukan perawatan pada bayi dengan
kelainan kongenital. Ibu hanya mendapatkan dorongan psikologi dari dokter yang merawat
anaknya. Meskipun program Puskesmas sudah menyediakan psikiater untuk ibu hamil
sebagai syarat ANC terpadu, namun belum sampai pada tahap pendampingan psikologis pada
ibu yang mempunyai bayi dengan kelainan kongenital.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Almesned et al. (2013). Social Impact on Families of Children with Complex Congenital
Heart Disease. https://doi.org/DOI: 10.5144/0256-4947.2013.140
Ardila, D. & Wahyuni, S. (2012). Adaptasi Psikologis Ibu Nifas yang Memiliki Bayi dengan
Kelainan Kongenital di RSUP H . Adam Malik Medan, 48–53.
Christianson et al. (2006). March of Dimes. Retrieved from
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:hEkN5cVESMEJ:https://ww
w.marchofdimes.org/global-report-on-birth-defects-the hidden-toll-of-dying-and-
disabled-children-full report.pdf+&cd=12&hl=en&ct=clnk&gl=id
Kementrian Kesehatan. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa

319
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 311 - 320, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan


Kesehatan Seksual Nomor 97 Tahun 2014. Diakses di www. kesga.kemkes.go.id
Kementrian Kesehatan. (2018). Info DATIN Kelainan Bawaan. Diakses di
www.kemkes.go.id pada tanggal 20 Desember 2019.
Liet al. (2015). Maternal Abortion History and the Risk of Congenital Heart Defects. A Case-
Control Study. Jour Reprod Med. 2015 May-Jun;60(5-6):236-42. PMID: 26126309.
Rujito, L. (2010). Initiating Development of Genetic Counseling Services in the Health
Services Unit: An Initial Assessment Article. Research Gate, 430.
https://doi.org/10.5281/zenodo.244551Sekertaris RI. (2003). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Diakses di
https://pih.kemlu.go.id/files/UUNo23tahun2003PERLINDUNGANANAK pada tanggal
20 Desember 2019
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kualitatif: Untuk Penelitian yang Bersifat Eksploratif,
Enterpretif, Interaktif, dan Konstruktif. Edisi ke-3. Bandung: Alfabeta.
WHO. (2010). Birth defects. Diakses dari
https://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/WHA63/A63_10-en.pdf
WHO. (2016). Hospital Based Birth Defects Surveillance. Diakses dari
www.searo.who.int/entity/child_adolescent/documents/bds/en/
Wright, J. A. (2008). Prenatal and Postnatal Diagnosis of Infant Disability : Breaking the
News to Mothers. Journal of Perinatal Education, 17, 27–32.
https://doi.org/10.1624/105812408X324543
Zeytino et al. (2016). Experiences of Couples Caring For a Child Born With Cleft Lip nd/or
Palate: Impact of the Timing of Diagnosis. https://doi.org/doi: 10.1111/jmft.12182
Zhang et al. (2008). Correlation Between Birth Defects and Dietary Nutrition Status in a High
Incidence Area of China. Biomedical and environmental sciences : BES Journal.
https://doi.org/10.1016/S0895-3988(08)60005-7
______. Profil Kesehatan Kabupaten Bantul 2019. Diakses di https://dinkes.bantulkab.go.id
Yang, Yang, Yan Hui Liu, Hong Fu Zhang, and Jing Ying Liu. 2015. “Effectiveness of
Mindfulness-Based Stress Reduction and Mindfulness-Based Cognitive Therapies on
People Living with HIV: A Systematic Review and Meta-Analysis.” International
Journal of Nursing Sciences 2 (3): 283–94. https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2015.07.003.
Yar ’zever, I S, U Abubakar, A L Toriola, and Nicholas U Igbokwe. 2013. “Effects of 12
Weeks Cycle Exercise Programme on CD4 Count and Viral Load in HIV Sero-Positive
Patients in Kano, Nigeria.” Journal of AIDS and HIV Research 5 (11): 415–21.
https://doi.org/10.5897/JAHR2013.0261.

320

Anda mungkin juga menyukai