PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari
perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi
sampai maturitas/dewasa. Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup
2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit
dipisahkan, yaitu pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat
kuantitatif, yaitu bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel,
organ, maupun individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik,
melainkan juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak.
Sedangkan, perkembangan (development) adalah perubahan yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan/maturitas (Soetjiningsih, 2013)
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh
terhadap tumbuh kembang anak, yaitu pertama faktor genetik yang
merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama dalam mencapai
hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas
dan kuantitas pertumbuhan, yang kedua yaitu faktor lingkungan
merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai tidaknya potensi
genetik. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi : faktor
lingkungan pranatal, faktor lingkungan perinatal dan faktor lingkungan
pascanatal (Soetjiningsih, 2013)
Lingkungan biofisikopsikososial pada masa pascanatal yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak secara umum dapat digolongkan
menjadi : faktor biologis yaitu Umur, umur yang paling rawan adalah
balita, terutama pada umur satu tahun pertama, karena pada masa itu
anak sangat rentan terhadap penyakit dan sering terjadi kurang gizi. Di
samping itu, masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian
anak. Karena itu, pada masa ini, diperlukan perhatian khusus. Kemudian
gizi, makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak.
Kebutuhan anak berbeda dari orang dewasa, karena makanan bagi anak,
selain untuk aktivitas sehari-hari, juga untuk pertumbuhan. Selanjutnya,
faktor keluarga yaitu, pekerjaan/pendapatan keluarga, pendapatan
keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena
orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan dasar anak. Kemudian
pendidikan ayah/ibu, pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor
yang penting untuk tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan
yang baik, orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama
tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan
anak, mendidiknya, dan sebagainya (Soetjiningsih, 2013)
Masalah saat ini yang banyak ditemukan pada anak-anak di
Indonesia yaitu stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak
bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi,
kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek
(stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan
panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang
dari <-2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari <-3SD (severely
stunted) (Kalla, 2017).
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting
merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat
ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia
mengalami stunting. Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada
tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia
(55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6
juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan
(58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Data
pravelansi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization
(WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi
tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR).
Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah
36,4% (Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Hasil RISKESDAS menunjukkan proporsi status gizi sangat pendek dan
pendek pada balita, 2007 – 2018 sebesar 30,8%.
Hasil penelitian oleh Lutfia Tazki Filkrina (2017) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan
kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Desa Karangrejek
Wonosari ( p-value = 0,019 ) < α (0,05) . Pendidikan mempunyai peranan
yang sangat menentukan bagi perkembangan anak.
Penelitian lain yang dilakukan juga oleh Lutfia Tazki Fikrina (2017)
yaitu “Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan kejadian stunting pada
balita usia 24 – 59 bulan di desa Karangrejek Wonosari Gunung Kidul”,
dimana dari penelitian didapatkan koefisien proporsi (p) sebesar 0,000 < α
= 0,05 hal ini berarti terdapat hubungan bermakna antara pendapatan
keluarga dengan angka kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan.
Pendapatan keluarga yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan keluarga
terutama kebutuhan pangan yang beragam, sehingga asupan makanan
balita tercukupi. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian oleh Atin
Nurmayasanti dan Trias Mahmudiono (2019) yang menunjukan bahwa
pendapatan keluarga memiliki hubungan yang siginifikan dengan kejadian
stunting pada balita (p=0,048) dan odd ratio juga menunjukan bahwa
pendapatan keluarga yang rendah beresiko 3,178 kali lebih besar terkena
stunting.
Penelitian lain terkait stunting juga dilakukan oleh (Indrawati, 2016)
yaitu hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada
balita 2-3 tahun. Dimana diperoleh p-value = 0,000 (0,000<0,05). Maka
disimpulkan bahwa terdapat hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita 2-3 tahun. ASI merupakan asupan gizi yang
sesuai dengan kebutuhan, akan membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan cukup
berarti memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan
kekurangan gizi salah satunya dapat menyebabkan stunting.
Berdasarkan buku TNP2K ( Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan ), 2017 mengenai prevalensi jumlah balita
Stunting di Mamuju tahun 2013, ( 47,26% ) dengan jumlah balita stunting
2013 sebesar 22.241 jiwa. Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi
(PSG) 2017, persentase gizi buruk provinsi Sulawesi Barat sebesar 4,9%
dan balita gizi kurang sebesar 19,9%. Tercatat kabupaten Mamuju
memiliki angka Gizi buruk 7,9% dan Gizi kurang 18,9% (Kalla, 2017)
Profil Kesehatan Puskesmas Botteng Mamuju Tahun 2018, status
gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Botteng kecamatan Simboro
pada tahun 2018 berdasarkan penimbangan yang dilakukan setiap
Posyandu diperoleh hasil sebagai berikut : Status Bawah Garis Merah
sebanyak 23 balita dengan persentase 0,9% dari 2.597 balita yang
ditimbang , Gizi buruk 11 ( 0,7% ) balita dari jumlah balita yang ditimbang
dan status BB naik sebanyak 1.958 atau sekitar 75,3%. Masih terdapatnya
beberapa balita yang dibawah garis merah (BGM) dan Gizi buruk ini
disebabkan karena tingkat pengetahuan dan kesadaran dari masyarakat
tentang pola makanan yang sehat dan bergizi, juga disebabkan karena
perhatian orang tua yang kurang dalam memantau tumbuh kembang
anaknya (Muhlis, 2018).
Berdasarkan kronologi diatas penulis tertarik untuk mengetahui
faktor yang berhubungan dengan angka kejadian stunting pada balita di
Desa Salletto di Wilayah Kerja Puskesmas Botteng Mamuju.
B. Rumusan Masalah
Beberapa hasil riset kesehatan menggambarkan prevalensi
kejadian stunting pada balita masih cukup tinggi. Keadaan tersebut akan
membuat anak terlihat terlalu pendek untuk usianya. Berbagai faktor
mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan anak.
Hal ini menjadi acuan peneliti untuk menganalisis faktor yang
berhubungan dengan angka kejadian stunting pada balita di Desa Salletto
Kabupaten Mamuju ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor
yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Desa
Salletto wilayah kerja Puskesmas Botteng Mamuju.
2.Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi tingkat pendidikan ibu.
b. Mengidentifikasi status ekonomi keluarga.
c. Mengidentifikasi pemberian ASI Eksklusif pada balita
d. Mengidentifikasi kejadian stunting pada balita.
e. Menganalisis faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Memberikan informasi kepada ibu yang berguna untuk
menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan mengenai
stunting.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan informasi
kepada Puskesmas tentang faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting pada balita sehingga dapat membuat rancangan
program untuk mewaspadai meningkatnya angka kejadian
stunting pada balita.
3. Bagi Perawat
Hasil penelitian yang diperoleh dapat memberikan informasi
kepada perawat tentang faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting pada balita di masyarakat desa Salletto Mamuju,
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
menyusun intervensi keperawatan dalam upaya menurunkan
angka kejadian stunting pada balita.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai data penunjang untuk penelitian yang terkait dengan
analisis faktor yang berhubungan dengan angka kejadian
stunting pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
Stunting (kerdil) adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
balita ( bayi di bawah lima tahun ) akibat dari kekurangan gizi kronis
sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah
bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi
berusia 2 tahun. Kelompok usia 24-60 bulan adalah kelompok usia
yang berisiko besar untuk mengalami stunting. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan stunting antara lain praktek pengasuhan yang
tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan, masih kurangnya akses
rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi, kurangnya akses ke
air bersih dan sanitasi, situasi sosial ekonomi dan lingkungan, dan
faktor pendidikan ibu.
Situasi sosial ekonomi menjadi faktor yang berhubungan
dengan stunting pada anak balita. Apabila ditinjau dari karakteristik
pendapatan keluarga bahwa akar masalah dari dampak
pertumbuhan bayi dan berbagai masalah gizi lainnya salah satunya
disebabkan dan berasal dari krisis ekonomi.
Faktor pendidikan ibu mempengaruhi keadaan gizi balita
karena tingkat pendidikan ibu akan mempengaruhi kemampuan
dan pengetahuan ibu mengenai perawatan kesehatan terutama
dalam memahami pengetahuan mengenai gizi, begitu juga dengan
bayi yang tidak mendapat ASI dengan cukup berarti memiliki
asupan gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan kekurangan
gizi salah satunya dapat menyebabkan stunting.
Berdasarkan uraian diatas peneliti menyusun kerangka
konsep sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Situasi sosial ekonomi
B. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian
stunting.
2. Ada hubungan status ekonomi keluarga dengan kejadian
stunting.
3. Ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian
stunting.
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional.
N Definisi Paramet Cara Skala
Variabel Skor
o Operasional er Ukur Ukur
1. Stunting Tinggi balita Tinggi Menggu Ordinal 1 = stunting
menurut umur badan nakan gabungan
(TB/U) kurang alat antara data
dari <-2 SD Microtoi stunting dan
sehingga lebih se severe
pendek ,tinggi stunting (< -2
daripada tinggi badan SD)
yang balita 2 = Normal
seharusnya. diukur (≥-2 SD)
dengan
posisi
berdiri.
2. Pendidi Jenjang Ijazah Kuesion Ordinal 1 = Rendah
kan Ibu pendidikan terkahir er (tamat SMP
formal terakhir kebawah)
yang dicapai 2 =
oleh ibu. Menengah
(tamat SMA)
3 = Tinggi
(tamat
perguruan
tinggi)
3 Status Gambaran Pendap Wawan Ordinal 1 = Rendah
ekonomi status ekonomi atan cara (<Rp.800.000
keluarg keluarga balita keluarga )
a yang perbula 2 = Sedang
dikelompokkan n. (>Rp.800.000
berdasarkan –
jumlah Rp.1.500.000
pendapatan )
perbulan. 3 = Tinggi
(Rp.
1.500.000 –
>Rp.2.500.00
0)
4 Pemberi ASI Eksklusif Ibu Kuesion ordinal 1 = Ya
an ASI adalah member er 2 = Tidak
Eksklusi pemberian Air ikan ASI
f Susu Ibu (ASI) Eksklusi
tanpa dan atau f
mengganti
dengan
makanan atau
minuman lain
sejak bayi
dilahirkan
selama 6 bulan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional
study, artinya penelitian dengan pengukuran variabel independen
dan variabel dependen dilakukan secara bersamaan guna
menganalisis hubungan kedua variabel tersebut.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat, wilayah kerja Puskesmas Botteng Desa
Salletto. Pemilihan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan
bahwa pada Kabupaten Mamuju menunjukkan adanya
kejadian stunting.
2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Februari tahun
2020.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di
Puskesmas Botteng, Kelurahan Simboro Desa Salletto,
yakni sebanyak 270 balita.
2. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
Probability Sampling melalui metode simple random
sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota
populasi, sehingga setiap anggota populasi memiliki
kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel
dalam penelitian, dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi:
1) Balita berusia 24-60 bulan yang bertempat tinggal di
wilayah penelitian.
2) Orang tua balita bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
3) Balita yang mempunyai orang tua masih lengkap.
b. Kriteria Eksklusi:
1) Balita yang tidak tinggal menetap di wilayah
penelitian.
2) Balita yang mengalami gangguan mental dan cacat
fisik.
3) Jika ada balita terpilih namun sudah tidak tinggal di
daerah tersebut atau balita yang orang tuanya tidak
lengkap, maka akan diganti dengan balita lain yang
masuk dalam kriteria inklusi.
Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan rumus pengujian populasi
terbatas (finit), maka jumlah sampel dibutuhkan adalah:
N. z 2 . p. q
𝑛 =
d2 (N − 1) + z 2 . p. q
𝑛 = 158,802
𝑛 = 159 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Keterangan :
n = Perkiraan jumlah sampel
N = Perkiraan besar populasi
z = Nilai standar normal untuk α (1,96)
p = Perkiraan porporsi (0,5)
q = 1- p (0,5)
d = Taraf signifikansi yang dipilih (5% = 0,05)
D. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengukur
variabel penelitian baik variabel independen maupun variabel
dependen. Dalam penelitian ini untuk mengukur variabel
independen yaitu situasi sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu dan
pemberian ASI ekskusif menggunakan kuesioner, dan untuk
mengukur variabel dependen yaitu status gizi (stunting)
menggunakan microtoise.
E. Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dipandang perlu adanya rekomendasi dari
pihak institusi kampus STIK Stella Maris atas Puskesmas Botteng
Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat dengan mengajukan
permohonan izin penelitian dengan etika penelitian sebagai berikut:
1. Informed Consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang
akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai
jadwal penelitian dan manfaat penelitian.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden, tetapi lembaran tersebut
diberikan initial atau kode.
3. Confidentially
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai
hasil penelitian. Data yang akan dikumpulkan disimpan
dalam disk dan hanya bisa diakses oleh peneliti dan
pembimbing, data ini dimusnahkan pada akhir penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data langsung yang
diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuesioner
yang berisi pertanyaan terkait variabel yang diteliti kepada
orang tua balita.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari
kepustakaan dan puskesmas, seperti profil puskesmas dan
data balita.
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul.
Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan antara lain:
1. Coding
Untuk memudahkan proses analisis, maka dilakukan
pemberian kode pada setiap data.
2. Editing
Setelah data didapatkan dan sebelum diolah, terlebih dahulu
dilakukan pengecekan ulang (edit) pada data untuk
memastikan bahwa semua data yang diperlukan telah terisi
dan menghilangkan keraguan dari peneliti.
3. Data Entry
Merupakan proses memasukkan data ke dalam sistem
perangkat lunak komputer untuk pengolahan lebih lanjut.
4. Data Cleaning
Merupakan proses pengecekan kembali data yang telah
dimasukkan (entry), untuk memastikan bahwa data tersebut
telah dimasukkan dengan benar. Hal ini dilakukan untuk
melihat dan menemukan apabila terdapat kesalahan yang
dilakukan peneliti pada saat memasukkan data.
Pada penelitian ini peneliti melakukan pengolahan data
menggunakan program SPSS (Statistical Package for the Social
Sciences) versi 25.
G. Analisa Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, maka
langkah selanjutnya adalah analisis data. Analisis data merupakan
langkah yang sangat penting, sebab dari hasil ini dapat digunakan
untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan peneliti.
Dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data diarahkan untuk
menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan. Disebabkan
datanya adalah kuantitatif, maka analisis data menggunakan
metode statistik yang telah tersedia.
1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari tiap
variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis
penelitian dengan cara mengetahui hubungan antara
variabel independen (Situasi sosial ekonomi, Tingkat
pendidikan ibu dan pemberian ASI Eksklusif) dan variabel
dependen (Kejadian stunting). Analisis data dilakukan
dengan uji statistik chi-square dengan tingkat kemaknaan α
= 0,05.
Interpretasi hasil uji statistik:
a. Apabila nilai p < 0,05 maka Ha diterima Ho ditolak,
artinya ada hubungan faktor determinan dengan
kejadian stunting.
b. Apabila nilai p ≥ 0,05 maka Ha ditolak Ho diterima,
artinya tidak ada hubungan faktor determinan dengan
kejadian stunting.
3. Analisis Multivariat
Pada penelitian ini menggunakan analisis multivariat yang
memungkinkan peneliti melakukan penelitian terhadap lebih
dari dua variabel secara bersamaan. Dengan menggunakan
teknik analisis ini maka peneliti dapat menganalisis
hubungan antara banyak variabel bebas dengan satu
variabel terikat.
a. Langkah-langkah analisis multivariat adalah sebagai
berikut:
1) Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan
dalam analisis multivariat. Variabel yang
dimasukkan dalam analisis multivariat adalah
variabel yang pada analisis bivariat mempunyai
nilai p < 0,25.
2) Melakukan analisis multivariat. Analisis
multivariat yang digunakan adalah multivariat
regresi logistik dengan pendekatan metode
backward.
3) Melakukan interpretasi hasil.
Apabila nilai Exp β (OR) paling besar diantara
yang lainnya maka disimpulkan itulah faktor
yang paling berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita.