Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2020 menunjukkan
prevalensi kejadian stunting didunia mencapai 26,7% (UNICEF Report, 2020).
Menurut data yang dikeluarkanoleh UNICEF, terdapat sekitar 150 juta anak yang
hidup di negara miskin dan berkembang mengalami stunting (Jayani, 2020). Di Asia,
prevalensi stunting tergolong tinggi yaitu sebesar 33%, dengan prevalensi kejadian
tertinggi di kawasan Asia Selatan yaitu setengah dari jumlah total anak dibawah 5
tahun mengalami stunting (Jayani, 2020).
Salah satu tujuan Suitanable Development Goals (SDGs) sampai tahun 2030
adalah menurunkan angka kemiskinan dan prevalensi gizi buruk terutama mengurangi
angka kejadian stunting. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024, mencantumkan bahwa salah satu
sasaran strategis yang ingin dicapai adalah menurunkan prevalensi anak balita yang
pendek (stunting). Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi
secara global pada anak balita baik di negara miskin maupun negara berkembang
termasuk Indonesia. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang
disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis
maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut usia
(TB/U) < -2 SD berdasarkan standar WHO.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF, Indonesia termasuk 5
besar negara dengan jumlah anak dibawah 5 tahun yang mengalami stunting yaitu
status Indonesia masih berada di urutan 4 dunia. Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2020 menginformasikan bahwa prevalensi stunting secara nasional adalah
27,67%. Menurut WHO angka prevalensi tersebut masih cukup tinggi bila
dibandingkan dengan batas (cut off) “non public health problem”. Apabila masalah
stunting di atas 20% masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (Kemenkes RI,
2020).
Stunting bukan hanya menjadi permasalahan gizi pada balita secara nasional,
melainkan menjadi permasalahan global. Hal ini dibuktikan dengan jumlah anak

1
2

mengalami stunting di negara berkembang yaitu 165 juta anak dan sekitar 80% negara
berkembang menyumbangkan untuk kasus stunting (MCAIndonesia, 2018).
Masalah gizi khususnya stunting pada balita disebabkan asupan makan yang
kurang memadai dan penyakit yang merupakan penyebab langsung masalah gizi pada
anak. Keadaan tersebut terjadi karena praktik pemberian makan yang tidak tepat,
penyakit infeksi yang berulang, perilaku kebersihan dan pengasuhan yang buruk,
penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, pendapatan yang
rendah dan keterbatasan akses terhadaap pangan (Unicef Indonesia, 2018).
Gizi merupakan indikator kondisi fisik seseorang yang dapat dilihat dari
makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat gizi dalam tubuh (Sari et al., 2020).
Status gizi merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, dan
kekurangan gizi pada masa pertumbuhan dapat mempengaruhi keterlambatan
perkembangan fisik, motorik dan kognitif (Np Ginting, 2020). Kurang gizi merupakan
dampak dari tidak terpenuhnya kebutuhan gizi anak yang telah berlangsung sejak
lama (Hartono, S.Gz, 2017).
Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk menjangkau
generasi muda diawali dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pemberian
gratifikasi dasar seperti pengasuhan dan makanan bergizi secara tepat dan penuh kasih
selama masa tumbuh kembang anak akan menghasilkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang sehat, cerdas dan produktif. Menurut World Health Organization tahun
2019, kelompok usia balita merupakan salah satu kelompok prioritas tertinggi
pemerintah untuk perbaikan gizi, karena mereka masih memerlukan gizi yang baik
dan seimbang untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Anak kecil yang
kekurangan gizi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan mereka
yang tidak kekurangan gizi (World Health Organization, 2018).
Ada dua faktor penyebab masalah gizi, langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung seperti makanan dan penyakit dapat secara langsung
menyebabkan malnutrisi. Penyebab tidak langsung adalah pola asuh yang tidak tepat
dan pelayanan kesehatan dan lingkungan yang tidak memadai, sedangkan masalah
utama di masyarakat adalah pemberdayaan keluarga yang tidak memadai dan sumber
daya masyarakat yang kurang dimanfaatkan (Irianto, 2018).
Asupan makanan yang tidak adekuat juga pada anak disebabkan oleh perilaku
atau pola asuh orang tua yang kurang baik (Kemenkes RI, 2017). Salah satu
penyebabnya adalah orang tua kurang memperhatikan gizi pada makanan untuk
3

anaknya, dan hanya memberikan makanan yang disukainya saja, ketika anak sulit
makan, orang tua cuek dan tidak berusaha membujuk anak untuk makan (Sari et al..,
2020). Dampaknya adalah terganggunya pertumbuhan fisik dan perkembangan
intelektual, selain peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas anak (Dyah, 2020).
Hal tersebut menyatakan bahwa pola asuh orang tua sangat erat kaitannya, dan jika
pola asuh baik maka status gizi anak balita akan lebih baik (Sari et al, 2020).
Peran orang tua yaitu pola asuh yang baik berdasarkan perilaku pemberian
makan, orang tua berperan penting dalam memenuhi kebutuhan gizi anak. Orang tua
bertanggung jawab untuk merawat anaknya, termasuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya melalui pola makan yang baik dan mendorong pertumbuhan dan
perkembangannya (Pristiya & Rinowanda, 2019).
Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI 2021), diketahui bahwa laju
pertumbuhan terhambat di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 29,8% pada tahun 2021.
Sedangkan Kota Singkawang memiliki prevalensi stunting sebesar 21,2%. di tahun
yang sama. Sesuai laporan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat (e-PPGBM)yang diperbarui pada 10 Agustus 2022, kasus stunting di Kota
Singkawang tersebar di 26 kelurahan, dengan total 634 anak mengalami stunting atau
setara dengan 12,24%.
Data stunting yang ditemukan di Puskemas Singkawang Timur I dari 3
Kelurahan/Desa yaitu Kelurahan/Desa Pajintan, Kelurahan/Desa Sanggau Kulor dan
Kelurahan/Desa Nyarungkop jumlah balita dengan indeks TB/U kategori pendek (-
3SD sampai <-2SD) berjumlah 83 balita, balita dengan indeks TB/U kategori sangat
pendek (<-3SD) berjumlah 30 balita. Maka jumlah balita dengan indeks TB/U
kategori stunting berjumlah 113 balita. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita. Salah satunya yaitu pola
asuh pemberian makan. Oleh karena itu, peneliti tertarik menganalisis gambaran pola
asuh pemberian makan (feeding parenting) dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Singkawang Timur I.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran pola asuh pemberian makan (feeding
parenting) dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Singkawang Timur I.”
4

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pola asuh pemberian makan (feeding parenting)
dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Singkawang Timur I
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui karakteristik balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Singkawang
Timur I
b. Mengetahui tinggi badan balita kejadian stunting di wilayah kerja UPT
Puskesmas Singkawang Timur I
c. Mengetahui pola pemberian makan pada balita di wilayah kerja UPT
Puskesmas Singkawang Timur I
d. Menganalis gambaran pola asuh pemberian makan (feeding parenting) dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Singkawang
Timur I

D. Manfaat Penenelitian
a) Bagi UPT Puskesmas Singkawang Timur I
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan terhadap pihak puskesmas sehingga
memberikan perhatian dengan memberikan informasi mengenai pola pemberian
makan yang sehat dan menerapkan pola makan yang sesuai dengan gizi seimbang
b) Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan
menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Akademi Gizi
Sinka Dharma Madani Singkawang
c) Bagi Peneliti
Dapat mengembangkan penelitian yang telah ada ini dengan dapat memperluas
variabel yang akan diteliti dan metode penelitian yang berbeda serta tempat peneliti
yang berbeda.
5

E. Keaslian penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penelitian mengenai’Gambaran Pola Asuh
Makan (Feeding Parenting) dengan Kejadian Stunting Pada Balita 12-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur I’. Adapun beberapa penelitian yang
pernah diteliti atau keaslian penelitian dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 keaslian penelitian
Peneliti dan judul Variabel dan design Hasil
Sari Saraswati Purba (2019) Variabel dependen status gizi Ada hubungan yang signifikan
“hubungan pola asuh dengan balita dan variabel antara pola asuh dengan status
status gizi balita di wilayah independen pola asuh gizi.
kerja puskesmas batu anam
kabupaten simalungun.

Khoirun dan Nadhiroh, Design penelitian Hasil penelitian menunjukkan


(2015) Faktor yang menggunakan bahwa panjang badan lahir
berhubungan dengan kejadian observational analitik. yang rendah, balita yang tidak
stunting pada Balita. Variabek Independen: mendapatkan ASI Eksklusif,
kejadian stunting, berat pendapatan keluarga yang
badan lahir, panjang badan rendah, pendidikan ibu yang
lahir, riwayat pemberian rendah
ASI Eksklusif, pendapatan dan pengetahuan gizi yang
keluarga, Pendidikan kurang merupakan faktor yang
orang tua balita, berhubungan dengan kejadian
pengetahuan gizi ibu dan stunting pada balita.
jumlah anggota keluarga.
Dependen: stunting
Niga dan Purnomo (2016) Desain penelitian analitik Faktor obesitas tidak terbukti
Hubungan antara Praktik dengan pendekatan sebagai faktor risiko dengan
Pemberian Makan, observasional. nilai p = 0,440.
Perawatan Kesehatan, dan Independen: praktik
Kebersihan Anak dengan pemberian makan, perawatan
Kejadian Stunting pada kesehatan, kebersihan anak,
Anak Usia 1-2 tahun di Dependen : kejadian
Wilayah Kerja Puskesmas Stunting
Oebobo Kota Kupang.
Damayanti, Muniroh dan Desain penelitian cross Hasil penelitian menunjukkan
Farapti (2016) Perbedaan sectional. terdapat
tingkat kecukupan zatgizi Independen: karakteristik perbedaan antara balita
dan riwayat pemberian ASI balita (usia, jenis kelamin, stunting dan non stunting
Eksklusif pada balita berat badan lahir, dan dalam jumlah konsumsi
stunting dan non stunting. panjang badan lahir), tingkat energi, protein, zinc, dan zat
kecukupan (energi, protein, besi.
zinc, dan zat besi), jumlah
konsumsi (energi, protein,
zinc dan zat besi), pola asuh
(riwayat pemberian ASI
Eksklusif dan Makanan
6

Pendamping ASI/MP ASI)


Dependen : status gizi
Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U)
Ridha Cahaya Prakhasita Penelitian ini menggunakan Hasil penelitian menunjukkan
(2018) Hubungan pola peneltian korelasional terdapat hubungan yang
pemberian makan dengan dengan pendekatan cross- signifikan antara pola
kejadian stunting pada balita sectional. pemberian
di wilayah kerja Puskesmas Variabel independen dalam makan dengan kejadian
Tambak Wedi Surabaya penelitian ini adalah pola stunting pada balita usia 12-59
pemberian bulan (p=0,002; r=0,326).
makan. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah
stunting.

Perbedaan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti :


1. Variabel independen pada penelitian ini adalah pola asuh pemberian makan (feeding
parenting)
2. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kejadian stunting yang di ukur
menggunakan microtoise
3. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola asuh pemberian makan (feeding
parenting) dengan kejadian stunting pada balita 12-59 bulan.
4. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita stunting.
5. Desain penelitian yang akan digunakan yaitu menggunakan desain penelitian
deskristif kuantitatif
6. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner Child Feeding Questionnaire
(CFQ)

Anda mungkin juga menyukai