Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di
dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang (Unicef, 2013). Stunting menjadi
permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan
kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan
terhambatnya pertumbuhan mental (Yesi, 2019) . Dalam Global Nutrition Targets 2025
stunting merupakan insiden yang terjadi secara global, diperkirakan sekitar 171 juta sampai
314 juta anak berusia di bawah lima tahun mengalami stunting dan 90% diantaranya berada
di negara-negara Benua Afrika dan Asia. Global Nutrition Report menunjukkan Indonesia
termasuk dalam 17 negara di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu
stunting, wasting dan overweight pada balita (Venny, 2018)
Sustainable Development Goals (SDGs) menyatakan bahwa segala bentuk malnutrisi
akan diselesaikan pada tahun 2030, termasuk mencapai target internasional 2025 untuk
menurunkan
stunting dan wasting pada balita (Nova, 2020). Menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2017, prevalensi stunting di dunia sekitar 150,8 juta balita, dan lebih dari dua juta anak
di bawah umur 5 tahun meninggal dunia karena stunting yang banyak disebabkan oleh
praktik pemberian makan yang buruk dan terjadinya infeksi berulang. Indonesia menempati
peringkat ketiga dengan negara prevalensi stunting tertinggi di Asia Tenggara setelah Timor
Leste dan India yaitu 29,6% pada tahun 2017 (Buletin Stunting, 2018).
Pada anak balita dan baduta yang mengalami stunting akan cenderung memiliki
kecerdasan yang tidak maksimal, lebih rentan terhadap penyakit, dan dapat berisiko
menurunnya tingkat produktivitas di masa depan. Stunting pada akhirnya akan menghambat
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan (Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017). Stunting sendiri merupakan
gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai dengan penurunan kecepatan pertumbuhan dan
merupakan dampak dari ketidak seimbangan gizi. Menurut World Health Organization
(WHO) Child Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding
umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2
SD.
Akar masalah faktor penyebab stunting adalah krisis ekonomi, politik dan sosial. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam masyarakat, seperti: (a)
pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan, (b) kurang pemberdayaan wanita dan
keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat serta (c) kurang pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan. Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3
(tiga) hal sebagai penyebab tidak langsung stunting, yaitu tidak cukup persediaan pangan,
pola asuh anak tidak memadai, dan sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak
memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak seimbang serta
menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kekurangan gizi
Kejadian stunting perlu pola asuh yang baik dengan membutuhkan peranan dari keluarga
atau tenaga kesehatan dan pemerintah. Tenaga kesehatan harus melakukan penyuluhan atau
memberi pengetahuan tentang pola asuh ibu supaya anaknya tidak mengalami stunting dan
pengetahuan tentang tumbuh kembang anak. Faktor pola asuh yang tidak baik dalam keluarga
merupakan salah satu penyebab timbulnya permasalahan gizi.Pola asuh meliputi kemampuan
keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan
fisik, mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam keluarga.Pola asuh terhadap
anak dimanifestasikan dalam beberapa hal berupa pemberian ASI dan makanan pendamping,
rangsangan psikososial, praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, perawatan anak
dalam keadaan sakit berupa praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan
kesehatan. Kebiasaan yang ada didalam keluarga berupa praktik pemberian makan,
rangsangan psikososial, praktik kebersihan/hygiene, sanitasi ingkungan dan pemanfaatan
pelayanan kesehata mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadia stunting . Selain
faktor pola asuh yang mempengaruhi terjadinya stunting salah satunya salah satu faktor lain
adalah kurangnya pemberian makanan yang bergizi pada anak balita dan masyarakat juga
biasanya mentabukan makanan yang mengandung banyak zat gizi yang baik bagi tumbuh
kembang anak (Zian, 2018).

Kekurangan gizi masa anak anak selalu dihubungkan dengan kekurangan vitamin mineral
yang spesifik dan berhubungan dengan mikronutrien tertentu. Beberapa tahun terakhir ini
telah banyak penelitian mengenai dampak dari kekurangan mikronutrien, dimulai dari
meningkatnya resiko terhadap penyakit infeksi dan kematian yang dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan mental. Kekurangan protein juga sering ditemukan secara
bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan
marasmus.Protein sendiri mempunyai banyak fungsi, diantaranya membentuk jaringan tubuh
baru dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara jaringan tubuh,
memperbaiki serta mengganti jaringan yang aus, rusak atau mati, menyediakan asam amino
yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, dll.

Masalah gizi berhubungan dengan aspek kesehatan, masalah sosial, ekonomi, lingkungan,
sikap dan perilaku. Untuk mewujudkannya diperlukan seorang motivator dalam keluarga
yang memiliki pengetahuan serta bersedia melakukan perubahan agar berperilaku gizi yang
baik. Pengetahuan dan pendidikan dasar ibu merupakan faktor penting dalam pemenuhan
kecukupan makanan bagi bayi dan balita. Pendidikan yang tinggi akan memudahkan
penyerapan informasi dan pengetahuan mengenai cara pemberian makanan pada bayi dan
anak. Ibu yang memiliki status gizi baik akan melahirkan anak yang bergizi baik.
Kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan baik dalam jumlah maupun mutu
gizinya sangat berpengaruh bagi status gizi anak. Perkembangan dan pertumbuhan anak
sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu. Tingkat pendidikan ibu yang rendah
merupakan faktor risiko terjadinya keterlambatan perkembangan anak. Ibu dengan tingkat
pendidikan yang rendah akan kurang dalam memberikan stimulasi dibandingkan dengan ibu
pendidikan tinggi. Pola asuh kepada anak, perilaku hidup sehat, ketersediaan dan pola
konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orangtua terutama ibu (Ariani
dan Yosopranoto M. 2012)

Salah satu parameter untuk menentukan sosial ekonomi keluarga adalah tingkat
pendidikan, tingkat pendidikan dapat memudahkan seseorang atau masyarakat untuk
menyerap informasi dan menerapkannya dalam perilaku hidup sehari-hari. Terutama tingkat
pendidikan pengasuh anak. Pendidikan dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak
mampu untuk memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi syarat gizi
seimbang. Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko bahwa pendidikan ibu sangat
penting dalam hubungannya dengan pengetahuan gizi dan pemenuhan gizi keluarga
khususnya anak, karena ibu dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap
informasi gizi sehingga anak dapat berisiko mengalami stunting (Soekirman, 2000 dalam
Rahayu dkk, 2014).

B. Rumusan masalah
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah Apakah terdapat Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu, Pola Asuh Ibu , Kecukupan Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) Pada
Balita Usia 0-24 bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sekolaq Darat Kabupaten Kutai Barat

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah terdapat hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pola Asuh Ibu ,
Kecukupan Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 0-24 bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Sekolaq Darat Kabupaten Kutai Barat
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis pengaruh Tingkat pendidikan ibu dengan stunting pada balita
usia 0-24 bulan di wilayah kerja puskesmas sekolaq darat kabupaten kutai
barat
b. Menganalisis pengaruh pola asuh ibu dengan stunting pada balita usia 0-24
bulan di wilayah kerja puskesmas sekolaq darat kabupaten kutai barat
c. Menganalisis pengaruh pemberian protein & zinc dengan stunting pada balita
usia 0-24 bulan di wilayah kerja puskesmas sekolaq darat kabupaten kutai
barat
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoristis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi satu informasi atau acuan referensi ilmiah
mengenai Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pola Asuh Ibu , Kecukupan Protein &
Zinc dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 0-24 bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sekolaq Darat Kabupaten Kutai Barat
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pertimbangan bagi tenaga
kesehatan dan instansi kesehatan dalam memberikan arahan dan edukasi tentang
pentingnya tingkat pendidikan ibu, pola asuh ibu dan pemberian zinc dan protein
dengan stunting pada balita usia 0-24 bulan di wilayah kerja puskesmas sekolaq darat
kabupaten kutai Barat.

Anda mungkin juga menyukai