Anda di halaman 1dari 6

MENGEJAR TARGET PENURUNAN STUNTING

UNTUK MENUJU GENERASI INDONESIA EMAS

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki peluang yang sangat berharga yang disebut sebagai 'dividen demografis',
peluang ini tidak boleh terlewatkan. Agar dapat memanfaatkan bonus demografi ini, Indonesia perlu
berinvestasi sekarang untuk generasi muda. Investasi ini harus dilakukan dalam bidang kesehatan,
kesejahteraan dan sektor lain yang akan menentukan kemampuan generasi muda tersebut untuk
mencapai potensi mereka secara penuh (Kristanti & Sebtalesy, 2019). Dalam rangka
memanfaatkan kesempatan ini, perlu diberikan perhatian khusus pada kesehatan dan kesejahteraan
generasi muda. (Rudianto, 2022). Salah satu permasalahan utama dalam kesehatan pada generasi
muda di Indonesia adalah tingginya prevalensi stunting.
Stunting merupakan suatu keadaan gagal tumbuh kembang pada bayi (0-11 bulan) dan anak
balita (12-59 bulan) yang mengalami kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 hari pertama
kehidupan, dapat ditandai dengan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya. (Sandjojo, 2017). Anak
yang mengalami stunting dapat ditandai dengan tinggi atau panjang anak yang tidak sesuai dengan
usia < -2 SD berdasarkan table Z-Score (Damanik et al., 2021).
Stunting masih banyak terjadi di Indonesia pada tahun 2018 berjumlah 30,8% dan pada tahun
2021 turun menjadi 24,4% berdasarkan dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (Bayu, 2022). Menurut
World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa jika prosentase masih lebih dari 20% maka
masalah kesehatan stunting itu masih dianggap kronis.
Faktor penyebab langsung terjadinya stunting yaitu gizi buruk yang dialami baik selama
hamil maupun selama masa balita, kurang pengetahuan tentang pentingnya kesehatan dan asupan
nutrisi/gizi, terbatasnya layanan Kesehatan dan kurangnya akses makanan bergizi. (Sandjojo,
2017).
Hasil penelitian Beal et al. (2018) menuliskan faktor utama determinan penyebab stunting di
Indonesia yaitu rendahnya status sosial ekonomi. Penelitian Bustami & Ampera (2020) diketahui
kejadian stunting karena pekerjaan kepala keluarga.

TANTANGAN PENURUNAN STUNTING DI ERA MODERN


Di era modern ini, masalah stunting tidak hanya dipengaruhi oleh faktor gizi yang buruk, tetapi
juga oleh faktor-faktor sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Tantangan dalam pencegahan
stunting di era modern adalah perubahan perilaku masyarakat terkait pola makan. dimana masyarakat
lebih memilih makanan cepat saji dan modern yang seringkali kurang baik dalam hal gizi.
Perubahan pola pemberian ASI pada anak dimana ibu cenderung menggantikan ASI dengan
makanan pendamping ASI (MPASI) sebelum waktunya dapat mengakibatkan anak tidak
mendapatkan nutrisi yang optimal dari ASI, (Hasanah et al., 2020). Perubahan tersebut
mempengaruhi asupan gizi anak dan meningkatkan risiko terjadinya stunting.
Keterbatasan akses terhadap sumber daya dan layanan kesehatan merupakan tantangan
penting dalam pencegahan stunting di era modern. Keterbatasan fasilitas kesehatan menjadi
penghambat dalam mendapatkan layanan kesehatan yang diperlukan untuk memantau pertumbuhan
dan perkembangan anak secara optimal (Sagala dkk, 2016).
Beberapa faktor seperti mitos, kepercayaan, dan praktik tradisional dapat mempengaruhi
pola makan dan kesehatan anak. Contohnya, adanya seperti mempercayai mitos-mitos atau
kepercayaan mengenai makan-makanan yang menjadi pantangan bagi ibu sedang hamil yang dapat
membatasi asupan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan janin yang sehat (Sukartini et al.,
2020). Terdapat hubungan sosial budaya disuatu masyarakat dengan kejadian stunting. Budaya
mempengaruhi asupan gizi anggota keluarga, secara tidak langsung akan berhubungan dengan
kejadian stunting

UPAYA PENCEGAHAN STUNTING


Upaya penanganan stunting di Indonesia tentunya akan berbeda dengan penanganan stunting
diberbagai negara. Hal ini dikarenakan faktor penyebab stuntingnya juga berbeda. Beberapa penyebab
terjadinya permasalahan gizi pada anak di Indonesia termasuk stunting pada anak disebabkan karena
kurangnya asupan gizi dan status kesehatan (Kementerian PPN/ Bappenas, 2018), akses sarana
sanitasi lingkungan (Hasan & Kadarusman, 2019), pengetahuan orangtua (Adriany, Hayana,
Nurhapipa, Septiani, & Sari, 2021). Faktor yang berkaitan dengan permasalahan gizi diantaranya
karena permasalahan akses ketahanan pangan bergizi, dan faktor yang berkaitan dengan lingkungan
sosial yaitu pola pengasuhan pemberian anak yang tidak tepat, pelayanan kesehatan, dan kesehatan
lingkungan misalnya fasilitas air bersih dan penyediaan sanitasi (Hasanah et al., 2021).
Penyebab tidak langsung pada stunting sangat berkaitan erat dengan ekonomi atau pendapat
masyarakat sehingga akses terhadap pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan tidak dapat dilakukan.
Selain itu perlunya edukasi perubahan perilaku terutama mengenai gizi (Ringgi & Keuytimu, 2022)
karena masih terdapat kepercayaan pada masyarakat bahwa stunting disebabkan keturunan, pada
dasarnya ini tidak sepenuhnya juga salah. Namun mengabaikan pertumbuhan dan perkembangan anak
yang dapat dilihat secara langsung memiliki kelainan juga memperparah kondisi anak atau balita.
Sehingga pendekatan dalam penanganan stunting perlu dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya
pada penyelesaian kesehatannya saja.
Maka dari itu, penanganan stunting di Indonesia saat ini juga telah berfokus pada 2 (dua)
intervensi yaitu intervensi spesifik berkaitan langsung dengan kesehatan misalnya asupan makanan,
gizi ibu, penyakit, dan intervensi sensitive yaitu intervensi yang tidak berkaitan langsung misalnya
saja air minum dan sanitasi, pelayanan gizi dan kesehatan, edukasi, perubahan perilaku dan akses
terhadap pangan
Adapun upaya penanganan stunting di Indonesia yang telah terpublikasi dapat diketahui
dengan melalui analisis konten yang dilakukan pada seluruh artikel yang telah terjaring. Didapatkan
bahwa ada 12 kategorisasi upaya, sebagai berikut:
1. Peningkatan Nutrisi dan Gizi;
2. Peningkatan Pengetahuan dan Perilaku;
3. Peningkatan Kapasitas Lingkungan;
4. Peningkatan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat;
5. Pemberian ASI Eksklusif dan Susu Pertumbuhan;
6. Penggunaan Metode, Sistem Penilaian, Aplikasi Stunting, dan Promosi Kesehatan;
7. Peningkatan dan Perawatan Kesehatan;
8. Pencegahan dan Penanganan Bayi Berat Lahir Rendah
9. Pemenuhan Pangan;
10. Pemberian Protein;
11. Pemberian Jaminan Kesehatan Masyarakat;
12. Penanganan diberbagai Multisektor

Adapun pengkategorian upaya penanganan stunting diatas pada dasarnya telah sejalan dengan
Intervensi Penurunan Stunting yang dilakukan saat ini. Sebagaimana dalam Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, bahwa terdapat 2 (dua) intervensi
yang dapat dilakukan yaitu intervensi spesifik berupa kegiatan yang dilakukan oleh para stakeholder
dan masyarakat untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya stunting, dan Intervensi sensitif yaitu
kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting. Berdasarkan
data yang telah di analisis ditemukan bahwa intervensi spesifik yang menyasar langsung pada
permasalahan gizi yaitu peningkatan nutrisi dan gizi, pemberian ASI eksklusif dan susu pertumbuhan,
peningkatan dan perawatan kesehatan, pencegahan dan penanganan bayi berat lahir rendah,
pemberian protein. Sedangkan Intervensi sensitif yang yang dilakukan secara tidak langsung memiliki
pengaruh pada gizi atau sektor non kesehatan yaitu peningkatan pengetahuan dan perilaku,
peningkatan kapasitas lingkungan, peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, penggunaan
metode, sistem penilaian, aplikasi stunting, dan promosi kesehatan, pemenuhan pangan, pemberian
jaminan kesehatan masyarakat, penanganan diberbagai multisektor.
Sedangkan menurut penelitian lainnya, dengan upaya yang lebih sepsisifik yaitu usia 0–2
tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode emas (golden age) untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak, karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Gagal
tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada usia dewasa.
Hasil kajian terhadap jenis intervensi dalam rangka upaya pencegahan stunting pada anak
batita, ada 4 jenis intervensi dalam upaya penanggulangan masalah stunting pada anak batita, yaitu
imtervensi tentang zat gizi tunggal, kombinasi 2–3 zat gizi, multi-zat-gizi-mikron dan zat gizi
plus penambahan energi. Jenis zat gizi sebagai bahan intervensi yang paling banyak digunakan
untuk peningkatan pertambahan panjang linier adalah mineral seng (Zn), zat besi (Fe), serta
kombinasi keduanya, seperti halnya vitamin A. Intervensi dengan memberikan multi-micronutrient
(MMN) pada bayi menunjukkan peningkatan panjang badan yang bermakna setelah 6 bulan
intervensi. MMN ada yang disebut Taburia untuk di Indonesia atau sprinkle merupakan bahan
intervensi untuk menanggulangi masalah defisiensi mikronutrien pada anak balita dan merupakan
salah satu program secara nasional di Indonesia.
Intervensi pada bayi dalam rangka penanggulangan masalah stunting dengan memberikan zat
gizi tunggal, kombinasi 2-3 zat gizi atau multi-zat-gizi-mikro telah banyak dilakukan dan
dampaknya, walau sedikit, bisa mencegah anak batita menjadi stunting. Selain suplementasi zat gizi
mikro, seperti vitamin A, Zn, Fe, dan iodium, peningkatan ASI eksklusif, makanan pendamping
ASI serta konseling gizi semasa ibu hamil, harus juga terus dilakukan.

GAMBAR DEMOGRAFI INDONESIA SEKARANG DAN PREDIKSI 2045

GRAFIK PREVALENSI STUNTING DI INDONESIA


TABEL UPAYA INTERVENSI SPESIFIK DAN SENSITIF
Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of child
stunting determinants in Indonesia. Maternal and Child Nutrition, 14(4), 1–10.
https://doi.org/10.1111/mcn.12617
Bustami, B., & Ampera, M. (2020). The identification of modeling causes of stunting children
aged 2–5 years in Aceh province, Indonesia (Data analysis of nutritional status monitoring
2015). Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences, 8(E), 657–663.
https://doi.org/10.3889/oamjms.2020.4659
Damanik, S. M., Sitorus, E., & Mertajaya, I. M. (2021). Sosialisasi Pencegahan Stunting pada Anak
Balita di Kelurahan Cawang Jakarta Timur. JURNAL Comunità Servizio : Jurnal Terkait
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat, Terkhusus Bidang Teknologi, Kewirausahaan Dan
Sosial Kemasyarakatan, 3(1), 552–560. https://doi.org/10.33541/cs.v3i1.2909
Sandjojo, E. putro. (2017). Buku saku desa dalam penanganan stunting. Buku Saku Desa Dalam
Penanganan Stunting, 42.
Kristanti, L. A., & Sebtalesy, C. Y. (2019). Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar
Siswa Sekolah Dasar Negeri Purworejo 3 Kabupaten Madiun.Jurnal Komunikasi
Kesehatan,10(1), 73-80. https://doi.org/10.56772/jkk.v10i1.139
Rudianto, Z. N. (2022). Pengaruh Literasi Kesehatan terhadap Kesadaran Kesehatan Mental Generasi
Z di Masa Pandemi.Jurnal Pendidikan Kesehatan,11(1), 57-72.
https://doi.org/10.31290/jpk.v11i1.2843.
Hasanah, S., Masmuri, M., & Purnomo, A. (2020). Hubungan Pemberian ASI dan MP ASI dengan
Kejadian Stunting pada Baduta (Balita Bawah 2 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampung Dalam. Khatulistiwa Nursing Journal, 2(1). https://doi.org/10.53399/knj.v2i1.18.
Sagala, I., Trisnantoro, L., & Padmawati, R. S. (2016). Implementasi Kebijakan JKN oleh Pemberi
Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kepulauan Anambas.Jurnal Kebijakan Kesehatan
Indonesia : JKKI, 5 (3) ,115-121. https://core.ac.uk/download/pdf/295415845.pdf.
Delima , Firman, & Riska Ahmad (2023). Analisis Faktor Sosial Budaya Mempengaruhi Kejadian
Stunting: Studi Literatur Review. Jurnal Endurance : Kajian Ilmiah Problema Kesehatan
8(1):79-85.
Sukartini, T., Rahmawati, P. D., & Mone, M. (2020). Gambaran Kejadian Stunting Di Kabupaten
Sumba Timur. Critical Medical and Surgical Nursing Journal, 9(1).
https://doi.org/10.20473/cmsnj.v9i1.17888
Yuniar R., Erna L., Aditianti & Fitrah E. (2017). Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Batita
Stunting: Systematic Review. Gizi Indonesia 2018, 41(1):1-14.
https://doi.org/10.36457/gizindo.v41i1.221
Hardianto R., dkk. Upaya Penanganan Stunting Di Indonesia. Analisis Bibliometrik Dan Analisis
Konten. Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa (JIPSK). Akreditasi Jurnal Nasional
Sinta 4. Vol VIII, No.01, Juni 2023.

Anda mungkin juga menyukai