Anda di halaman 1dari 6

STUNTING; THE SILENT EMERGENCY

dr. Ulya Uti Fasrini, M.Biomed1,a


a
Bagian Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Pendahuluan

Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibandingkan tinggi
badan orang lain seusianya pada umumnya (WHO, 2019). Kondisi ini terjadi akibat kekurangan
gizi yang lama, sering tidak mendapat perhatian (silent) dan saat diketahui sudah terlambat untuk
mengatasinya (UNICEF, 1998). Stunting merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia saat
ini (Pusdatin Kemenkes RI, 2018). Kondisi ini terlihat jelas pada anak-anak yang prosesnya pada
dasarnya dimulai sejak dalam kandungan. Apabila terjadi pada masa yang sangat dini, atau
dikenal sebagai seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK), stunting akan menyebabkan
konsekuensi penyimpangan fungsional anak pada saat dewasa. Tidak hanya stunting, Indonesia
juga dihadapkan pada berbagai masalah kekurangan gizi lainnya, seperti bayi dengan berat
badan lahir rendah (10,2%), balita dengan berat badan kurang (19,6%) dan balita yang memiliki
tinggi badan tidak sesuai dengan usianya atau pendek yang mencapai 37,2%. Dapat dikatakan,
satu dari tiga anak Indonesia mengalami stunting atau lebih kurang 8 juta anak Indonesia
mengalami pertumbuhan tidak maksimal (Pusdatin Kemenkes RI, 2018). Sehingga tidak
berlebihan bila dikatakan stunting merupakan silent emergency dari gizi.

Gambar 1. Sustainable Development Goals

Terjadinya stunting ini berkaitan erat dengan kurangnya asupan gizi, baik selama masa
dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Oleh karena itu, secara global ditetapkanlah
beberapa target untuk mengatasi permasalahan ini yang lebih dikenal sebagai Sustainable
Development Goals (SDGs). Dalam SDGs (gambar 1) sebagian besar target global berkaitan
dengan gizi, terutama pada poin 2, yaitu zero hunger. Maka, mengaitkan antara satu target
dengan target yang lain merupakan kunci tercapainya keamanan pangan dan gizi.

1
Plt. Ketua Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Unand

Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Gizi, Convention Hall STIKes Perintis Padang, 12 Januari 2019
Penyebab

Menurut WHO, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat jeleknya
asupan nutrisi, terjadinya infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.
Kurangnya pemenuhan nutrisi individu dapat terjadi akibat kurangnya asupan, gangguan
penyerapan, gangguan dalam distribusi dan penggunaan di dalam tubuh, ataupun terjadinya
peningkatan kebutuhan yang tidak sebanding dengan asupan yang diterima. Dalam siklus
kehidupan, kegagalan memenuhi kebutuhan nutrisi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama
akan bermuara pada kondisi stunting dan seterusnya (WHO, 2019).
Siklus stunting di bawah ini memperlihatkan anak stunting akibat berat badan lahir
kurang. Kondisi ini disebabkan oleh kehamilan ibu yang mengalami kurang gizi, baik sebelum
hamil atau prekonsepsi maupun saat hamil atau setelah terjadinya konsepsi. Fase prekonsepsi
tersebut dimulai sejak masa remaja, dimana remaja putri yang mengalami kurang gizi akan
memberikan kontribusi terhadap kekurangan gizi pada masa kehamilan. Di sisi lain, kondisi
anak yang stunting juga cenderung berdampak terhadap kondisi remaja putri yang kurang gizi.
Berikut akan dibahas tentang faktor risiko maupun penyebab dari stunting ini.

Gambar 2. Siklus stunting

WHO dalam laporannya oleh Stewart et al. (2013) menggarisbawahi beberapa penyebab
utama stunting, yaitu struktur rumah tangga dan keluarga, pemberian makan yang tidak adekuat,
pemberian ASI, dan infeksi (gambar 3). Di Indonesia, Depkes melansir penyebab stunting
adalah kekurangan gizi yang terjadi lama, dimulai sejak janin sampai dua tahun pertama
kehidupan (1000 HPK). Hal ini dapat terjadi akibat rendahnya akses terhadap makanan bergizi,
rendahnya keragaman pangan dan sumber protein hewani. Perilaku dan praktik pemberian
makan anak yang tidak baik, ibu yang masa remajanya kurang gizi sampai masa kehamilan dan
laktasi. Lebih lanjut penyebab stunting di Indonesia dari pihak maternal adalah infeksi selama
kehamilan, kehamilan remaja, gangguan mental ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan
hipertensi (Depkes RI, 2018; Pusdatin Kemenkes RI, 2018).

Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Gizi, Convention Hall STIKes Perintis Padang, 12 Januari 2019
Gambar 3. Kerangka kerja konsep terjadinya stunting pada masa kanak-kanak.
Sumber: Stewart CP, et al. (2013)

Selain penyebab di atas, para peneliti juga telah menemukan beberapa hal spesifik yang
dikaitkan dengan stunting pada awal kehidupan, antara lain rendahnya kadar asam amino dalam
sirkulasi dan kualitas protein yang kurang (Uauy et al., 2016), berat badan lahir rendah, anak
dari ibu dengan tinggi < 145 cm, kurangnya asupan makanan pendamping ASI, rendahnya
konsumsi telur, dan terbatasnya akses ke sanitasi (Aguayo et al., 2016). Kekurangan asupan zat
gizi berbasis tanaman juga berkaitan dengan gangguan pertumbuhan linear. Selain asupan
protein, asupan zinc, iodium, protein dan energi juga mempengaruhi pertumbuhan linear tersebut
(Millward, 2017).

Yang menarik, di luar masalah gizi, perubahan iklim dan lingkungan juga memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap hal ini (Ly and Carpenter, 2017). Perubahan iklim ini
memungkinkan terjadinya disfungsi enteric akibat perubahan lingkungan (Owino et al., 2016),
abnomalitas intestinal (usus) dan, pada beberapa tempat, paparan mikotoksin yang bermuara
pada kondisi stunting pada anak.

Konsekuensi dari terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak dapat muncul segera atau
terjadi dalam masa yang pendek setelah paparan terhadap penyebab, dan dapat pula mempunyai
konsekuensi jangka panjang.

Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Gizi, Convention Hall STIKes Perintis Padang, 12 Januari 2019
Pencegahan

Stunting dapat dicegah. Empat pencegahan utama yang dapat dilakukan adalah 1) Pemberian
ASI dan MPASI yang cukup (pola makan), 2) Akses air bersih dan fasilitas sanitasi, 3)
Pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil, dan 4) Pemantauan pertumbuhan balita di Posyandu.
Meskipun demikian, pencegahan yang dilakukan pada masa prekonsepsi dan 1000 HPK
merupakan tindakan yang lebih tepat, sedangkan pada masa setelah itu yang dapat dilakukan
adalah penanganan anak-anak stunting dengan pemberian stimulasi, pengasuhan dan pendidian
berkelanjutan (pola asuh). Pencegahan yang dimaksud sudah semestinya memperhatikan semua
faktor yang mungkin meningkatkan risiko terjadinya stunting, termasuk perubahan iklim dan
lingkungan (Pusdatin Kemenkes RI, 2018).

Penanganan stunting yang dimaksud akan melibatkan intervensi gizi yang spesifik maupun
intervensi gizi sensitif. Secara umum intervensi kemenkes dalam upaya perbaikan gizi adalah
sebagai berikut:

Intervensi Gizi Spesifik


1. Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon pengantin, ibu hamil
(suplementasi besi folat)
2. Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah
3. Kelas Ibu Hamil
4. Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu hamil yang positif malaria
5. Suplementasi vitamin A
6. Promosi ASI Eksklusif
7. Promosi Makanan Pendamping-ASI
8. Suplemen gizi mikro (Taburia)
9. Suplemen gizi makro (PMT)
10. Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium dan besi
11. Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan perilaku
12. Tata Laksana Gizi Kurang/Buruk
13. Pemberian obat cacing
14. Zinc untuk manajemen diare

Intervensi Gizi Sensitif lingkup Kemenkes:


1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan
2. Penyediaan air bersih dan sanitasi
3. Pendidikan gizi masyarakat
4. Imunisasi
5. Pengendalian penyakit Malaria
6. Pengendalian penyakit TB
7. Pengendalian penyakit HIV/AIDS
8. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
9. Jaminan Kesehatan Nasional
10. Jaminan Persalinan (Jampersal)

Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Gizi, Convention Hall STIKes Perintis Padang, 12 Januari 2019
11. Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga (PIS PK)
12. Nusantara Sehat (Tenaga Ahli Gizi dan Tenaga Promosi Kesehatan, Tenaga
Kesling)
13. Akreditasi Puskesmas dan RS

Beberapa penelitian di negara berkembang mendapatkan efek positif pemberian probiotik


terhadap pertumbuhan anak. Agustina et al. (2013) mendapatkan probiotik laktobasilus dapat
meningkatkan pertumbuhan secara perlahan, tapi tidak berkaitan dengan status besi dan zinc
pada usia 1-6 tahun. Akan tetapi, Petry et al. (2016) dalam systematic reviewnya menyimpulkan
bahwa pemberian asupan Fe dosis rendah dan Zinc dalam 1000 HPK memberikan efek positif
terhadap status besi dan zinc anak. Lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang et
al. (2017), suplementasi zinc dan multiple mikronutrien dan albendazol tidak mengurangi
stunting yang disebabkan oleh disfungsi enteric akibat lingkungan.

Penutup
Stunting merupakan masalah gizi kronis yang sangat serius di Indonesia saat ini. Penyebab
stunting dapat dibagi menjadi empat kategori besar antara lain keluarga, asupan makanan,
pemberian ASI, dan infeksi. Perubahan iklim dan lingkungan juga memberikan sumbangan
terhadap kondisi ini. Oleh karena itu, terlepas dari program kementrian kesehatan yang berkaitan
dengan stunting ini, sudah selayaknya semua individu, bangsa Indonesia, memberikan perhatian
lebih dan terlibat aktif dalam upaya pencegahan maupun penanganannya.

Referensi
Aguayo, V. M. et al. (2016) ‘Determinants of stunting and poor linear growth in children under
2 years of age in India: an in-depth analysis of Maharashtra’s comprehensive nutrition survey’,
Maternal & Child Nutrition, 12, pp. 121–140. doi: 10.1111/mcn.12259.
Agustina, R. et al. (2013) ‘Probiotics Lactobacillus reuteri DSM 17938 and Lactobacillus casei
CRL 431 Modestly Increase Growth, but Not Iron and Zinc Status, among Indonesian Children
Aged 1–6 Years’, The Journal of Nutrition, 143(7), pp. 1184–1193. doi: 10.3945/jn.112.166397.
Depkes RI (2018) Ini Penyebab Stunting pada Anak. Available at:
http://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-pada-anak.html.
Ly, S. and Carpenter, C. (2017) ‘Environmental and Climate Factors in Childhood Stunting:
Moving beyond Nutrition’, Advances in Nutrition, 8(1), pp. 1–14. doi: 10.1093/advances/8.1.14.
Millward, D. J. (2017) ‘Nutrition, infection and stunting: the roles of deficiencies of individual
nutrients and foods, and of inflammation, as determinants of reduced linear growth of children’,
Nutrition Research Reviews, 30(1), pp. 50–72. doi: 10.1017/S0954422416000238.
Owino, V. et al. (2016) ‘Environmental Enteric Dysfunction and Growth Failure/Stunting in
Global Child Health’, PEDIATRICS, 138(6), pp. e20160641–e20160641. doi:
10.1542/peds.2016-0641.
Petry, N. et al. (2016) ‘The Effect of Low Dose Iron and Zinc Intake on Child Micronutrient
Status and Development during the First 1000 Days of Life: A Systematic Review and Meta-

Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Gizi, Convention Hall STIKes Perintis Padang, 12 Januari 2019
Analysis’, Nutrients, 8(12), p. 773. doi: 10.3390/nu8120773.
Pusdatin Kemenkes RI (2018) ‘Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia’, Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan, pp. 1–56. Available at:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-
2018.pdf.
Stewart, C. P. et al. (2013) ‘Contextualising complementary feeding in a broader framework for
stunting prevention’, Maternal & Child Nutrition, 9, pp. 27–45. doi: 10.1111/mcn.12088.
Uauy, R. et al. (2016) ‘Low Circulating Amino Acids and Protein Quality: An Interesting Piece
in the Puzzle of Early Childhood Stunting’, EBioMedicine, 8, pp. 28–29. doi:
10.1016/j.ebiom.2016.05.026.
UNICEF (1998) ‘The Silent Emergency’, in The State of the World’s Children 1998. Oxford
University Press, pp. 7–11. Available at: https://www.unicef.org/sowc98/silent.htm.
Wang, A. Z. et al. (2017) ‘A Combined Intervention of Zinc, Multiple Micronutrients, and
Albendazole Does Not Ameliorate Environmental Enteric Dysfunction or Stunting in Rural
Malawian Children in a Double-Blind Randomized Controlled Trial’, The Journal of Nutrition,
147(1), pp. 97–103. doi: 10.3945/jn.116.237735.
WHO (2019) Stunting in a nutshell, Nutrition. Available at:
https://www.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en/.

Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Gizi, Convention Hall STIKes Perintis Padang, 12 Januari 2019

Anda mungkin juga menyukai