PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak terjadi sangat pesat. Pada
masa-masa ini anak membutuhkan asupan gizi yang cukup dan kualitas yang
lebih banyak karena umumnya mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi
pematangan organ yang terlambat, serta ukuran tubuh jauh lebih pendek
(Fikawati, 2017). Salah satu masalah yang sering terjadi adalah Stunting.
1
2
kurva pertumbuhan anak WHO. Stunting atau pendek merupakan salah satu
penilaian status gizi pada anak. Stunting menggambarkan status gizi kurang
dan merupakan dampak dari buruknya kesehatan serta kondisi gizi seseorang.
Hal ini menjadi ancaman serius terhadap anak-anak sebagai penerus suatu
bangsa.
3
permasalahan gizi dengan angka kejadian 150,8 juta anak atau 22,2%. Saat ini
cukup tinggi. Prevalensi diperoleh dari hasil utama Riset Kesehatan Dasar
tahun 2018 yaitu 30,8 % atau 19,3 % balita pendek dan 11,5 % balita sangat
tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan istilah pendek dengan
kategori < - 3 SD dan sangat pendek dengan kategori > 3 SD sampai dengan <
- 2 SD. Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) pada tahun 2017
(KEMENKES, 2017).
meliputi riwayat berat badan lahir rendah (BBLR), pemberian ASI eksklusif,
Imunisasi. Serta faktor tidak langsung yaitu pendidikan orang tua, sosial
satunya yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR). Menurut WHO bayi berat lahir
rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang < 2500 gram
diukur pada saat lahir atau sampai hari ke tujuh setelah lahir (Putra, 2012).
penanganan stunting ditemukan 9,5% bayi dengan berat badan lahir rendah
Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF) tahun 2010 status gizi rendah
secara langsung dapat dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang rendah maupun
tersebut, maka diperlukan kajian tentang hubungan antara riwayat berat badan
Faktor yang kedua yaitu pemberian Air Susu Ibu (ASI) merupakan
merupakan asupan gizi terbaik dan paling ideal bagi bayi baru lahir.
energi dan zat gizi lainnya untuk bayi dapat dipenuhi dari ASI. Pemberian
ASI eksklusif merupakan hak bayi yang berkaitan dengan komitmen ibu,
dukungan keluarga, dan lingkungan sekitar. Adanya faktor protektif dan zat
gizi yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi dapat optimal dan dapat
stunting pada anak balita ditinjau dari pemberian ASI eksklusif, MP-ASI,
status imunisasi dan karakteristik keluarga di kota Banda Aceh tahun 2010.
Kota Banda Aceh tahun 2010 disebabkan oleh pemberian ASI yaitu 95%.
Artinya anak balita yang mengalami stunting resikonya 4 kali lebih besar
disebabkan oleh anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif dibandingkan
Ibu (MP-ASI) yang merupakan proses transisi dari asupan yang hanya
berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat, setelah masa pemberian
ASI selama enam bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga
yang sering disebut Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). Periode
pemberian MP-ASI merupakan salah satu perubahan besar pada pola makan
bayi. Pilihan makanan beralih, dari sumber makanan tunggal menjadi sumber
makanan beragam, dengan komposisi gizi, rasa, dan tekstur yang berbeda
(Perng dan Oken, 2016). Pemberian MP-ASI pada usia yang cukup akan
sebelum enam bulan beresiko 95% atau 3,6 kali lebih tinggi mengalami
masyarakat, seperti pisang, madu, air gula, susu formula, dan makanan lain
sebelum bayi berusia enam bulan (Mufida, 2015). Risiko pemberian MP-ASI
terlalu dini antara lain risiko jangka pendek dan risiko jangka panjang. Risiko
sehingga produksi ASI berkurang. Selain itu, pengenalan serealia dan sayur-
utama dari pemberian makanan yang terlalu dini pada bayi (Fahmida, 2014).
8
efektif dan murah. Imunisasi bukan saja dapat melindungi individu dari
Pandan Kabupaten Sintang tahun 2019 diperoleh data bahwa status imunisasi
yang lengkap yaitu sebesar 61,8 %. Artinya tidak ada hubungan status
dengan kejadian stunting pada balita diperoleh data sebesar 67,6 % ayah dan
ibu berpendidikan tinggi dan 32,4 % ayah dan ibu berpendidikan rendah.
Pendidikan orang tua bukan merupakan faktor resiko sebab tidak semua orang
tua berpendidikan rendah memiliki anak stunting, dan sebaliknya orang tua
yang berpendidikan tinggi tidak semuanya memiliki anak dengan status gizi
normal. Pendidikan orang tua merupakan penyebab dasar dari masalah kurang
gizi.
gizi dan pola asuh anak yang tepat akan mencegah terjadinya malnutrisi,
2013).
10
terbesar di dunia. Negara yang memiliki tingkat kemakmuran tinggi dan akses
2016). Menurut penelitian Khoirun Ni’mah tahun 2019 yang berjudul faktor
menyimpulkan bahwa kejadian stunting pada anak disebabkan juga oleh sosial
ekonomi yang rendah yaitu 76,5 %. Artinya anak yang mengalami stunting
Menurut Soedjadmiko (2018) tentang Pola asuh orang tua adalah gaya
pengasuhan yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari
karakteristik ibu dan pola asuh gizi dengan kejadian balita stunting di desa
Hargorejo Kulonprogo DIY tahun 2016. Hasil penelitian diperoleh data 51,1
%. Artinya ibu memiliki pola asuh yang baik terhadap pemenuhan gizi.
11
Lebdosari Kota Semarang ada kejadian stunting yang dilihat dari hasil
pemberian ASI eksklusif, pemberian MP-ASI dilihat dari cara pemberian MP-
ASI sesuka hatinya dan pola asuh karena status ibu bekerja sehingga anak
menjaga anak.
Semarang”.
12
A. Rumusan Masalah
generasi emas yang ada di Kota Semarang, jika permasalahan stunting itu
Semarang”
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Semarang.
2. Tujuan Khusus
Semarang
Semarang
13
C. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
b. Bagi Masyarakat
tersebut.
c. Bagi Institusi
14
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP STUNTING
1. Pengertian
anak memiliki tinggi atau panjang badan kurang dari -2.0 standar deviasi
(WHO, 2018).
Stunting adalah keadaan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur
anak akibat kekurangan gizi dalam waktu lama yang diawali sejak masa
janin hingga dua tahun pertama kehidupan. Sejak masa janin sampai usia
dua tahun pertama, anak akan mengalami fase pertumbuhan cepat (growth
2. Penyebab Stunting
a. Kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang lama sejak konsepsi
b. Anak sering sakit terutama diare, campak, TBC, dan penyakit infeksi
lainnya.
12
13
3. Dampak Stunting
Dampak yang diakibatkan oleh stunting dibagi menjadi dua yang terdiri
dari jangka pendek dan jangka panjang (Siti Helmyati dkk, 2019).
sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia dua tahun yang disebut
periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu, perbaikan
gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan yaitu 270 hari
selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang
dilahirkannya.
tersebut.
sakit
Eksklusif).
pertumbuhan.
yang lahir dengan berat < 2500 gram diukur pada saat lahir atau
1. Prematuritas murni
masa gestasinya.
2. Dismaturitas
(Nurhasanah, 2019).
tissue debris dan redual material, yang terdapat dalam alveoli dan
energi dan zat-zat gizi yang diperlukan anak karena ASI tidak
nutrisi total pada anak dengan jumlah yang didapatkan dari ASI.
dengan berbagai tekstur dan rasa. Memasuki usia enam bulan bayi
(Wisnusanti, 2019).
4) Status Imunisasi
21
Ketika tubuh kita diberi vaksin atau imunisasi, tubuh akan terpajan
tubuh akan mengikat virus atau bakteri yang telah dimasukan dan
meresponnya.
22
terinfeksi.
usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi umur 2
0-11 bulan dan juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang
diberikan 4 kali (polio I, II, III, dan IV) dengan interval tidak
2010).
23
pada usia dibawah satu tahun, dan dapat dilakukan pada usia 15-18
suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropic dan bila diatas
yaitu :
akan datang.
sederajat.
25
(Nurhasanah, 2019).
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
terjadi dalam tubuh dapat berjalan dengan baik, lancar, dan normal
2) Sosial ekonomi
ekonomi yaitu :
a) Pekerjaan
b) Pendapatan
28
c) Pendidikan
3) Pola asuh
umumnya.
30
2019).
32
B. Kerangka Teori
Penyebab Stunting
Pencegahan dan
Faktor yang Penangglangan
mempengaruhi stunting Stunting :
secara langsung 1. Pada ibu hamil
1. Riwayat BBLR 2. Pada saat bayi
Kejadian Stunting lahir
2. Pemberian
ASI eksklusif 3. Bayi berusia 6
3. Pemberian bulan sampai 2
MP-ASI tahun
4. Status 4. Memantau
Imunisasi Dampak Stunting : tumbuh
kembang anak
Secara tidak langsung 1. Dampak jangka 5. PHBS
pendek
1. Tingkat 2. Dampak jangka
pengetahuan panjang
ibu
2. Sosial Ekonomi
3. Pola Asuh
Sumber : Anshori (2013), Allen & Gillespie (2001), Sudirman (2008), Kemenkes
(2010), WHO (2010), Prawirohartono et al (2009), Zakiyah (2012), Purnawati (2010)
,Nurhasanah (2019)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan
kerangka konsep yang baik dapat memberikan informasi yang jelas kepada
Variabel Independen
Kejadian Stunting
Pola asuh
Pemberian MP-ASI
Status Imunisasi
34
35
B. Hipotesis Penelitian
Semarang
Semarang
Semarang
36
Semarang
Semarang
Semarang
Semarang
waktu yang sama. Artinya dalam penelitian ini setiap responden hanya
D. Lokasi Penelitian
Kota Semarang pada bulan Mei 2020 sesuaikan lagi dengan pelaksanaan
ya
1. Populasi
2. Sampel
38
N
n=
1+ N e 2
Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
ditolerir 5%
Dalam penelitian ini jumlah populasi (n) adalah 77 anak, maka jumlah
77
n=
1+77 ¿ ¿
77
n=
1+77 ( 0,0025 )
77
n=
1+0,1925
77
n=
1,1925
n=64,57
n=65
39
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Kriteria Inklusi
2. Kriteria Eksklusi
3. Teknik sampling
(Riyanto, 2017).
adalah :
Keterangan :
Fi = Ni
N
65 = 26
77
65 = 0.337
= 0.337 x 65
41
= 21.905
= 22
Kelurahan Kalibanteng Kulon
Fi = Ni
N
65 = 11
77
65 = 0.142
= 0.142 x 65
= 9.23
=9
Kelurahan Gisikdrono
Fi = Ni
N
65 = 37
77
65 = 0.480
= 0.480 x 65
= 31.2
= 31
Kelurahan Tambakharjo
Fi = Ni
N
65 =3
77
65 = 0.038
= 0.038 x 65
= 2.47
=3
Table 3.1
Jumlah perhitungan sample Masing-masing Kelurahan
di wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
h
Sumber : Puskesmas Lebdosari Kota Semarang dalam
angka
F. Definisi Operasional
1. Variabel Bebas
2. Variabel Terikat
3. Definisi Opeasional
dapat diukur atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
menjawab pertanyaan 22
pertanyaan favourable
pengertian,dampak, (1,2,4,5,6,7,8,
penyebab, dan 9,10,11,12,13,
pencegahan serta 14,15) dan 1
faktor-faktor yang pertanyaan
mempengaruhi unfavourable
stunting (3) dengan
(Nurhasanah, skor :
2019). 1 : salah
2 : benar
nilai tertinggi
30 dan nilai
terendah 15
Pemberian ASI Pemberian Kuesioner 1. ASI Nominal
eksklusif makanan hanya menggunakan parsial
berupa ASI tanpa skala guttman 2. ASI
pemberian dengan 5 item eksklusif
makanan pertanyaan, 1
pendamping ASI pertanyaan
(MP-ASI) pada favourable (2)
saat anak berusia 0- dan 4
6 bulan. pertanyaan
unfavourable
(1,3,4,5)
dengan skor :
1 : tidak
2 : ya
nilai tertinggi
10 dan nilai
terendah 5
Dikatakan ASI
eksklusif
apabila
pemberian
ASI selama 6
bulan tanpa
menambahkan
makanan
tambahan.
Pola Asuh Proses interaksi Kuesioner 1. Kurang Ordinal
antara orang tua menggunakan baik jika
dan anak dalam skala guttman nilai 9-13
mendukung dengan 9 item 2. Baik jika
perkembangan pertanyaan. nilai 14-
44
Variabel
Terikat
Kejadian Kondisi dimana Table Z-Score 1. Pendek : Ordinal
Stunting tinggi badan anak -3 s/d <-
tidak memenuhi -3 s/d <- 2 2 SD
tinggi badan SD : pendek 2. Sangat
normal menurut <-3 SD : pendek :
umumnya. Dengan sangat pendek <-3 SD
standar defisiensi
-2SD maupun -3SD
(WHO dalam
Kepmenkes no :
1995/MENKES/SK
/XII/2010)
46
1. Instrumen Penelitian
bernilai = 2
a. Uji Validitas
N . ∑ X .Y −∑ X . ∑ Y
rₓᵧ=
√¿¿¿
48
Keterangan :
penelitian.
1) Kuesioner A
dinyatakan valid.
2) Kuesioner B
49
dinyatakan valid.
3) Kuesioner C
4) Kuesioner D
5) Kuesioner E
dinyatakan valid.
b. Uji Reliabilitas
50
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini
konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali
yaitu melalui uji coba instrumen sekali saja kemudian hasil yang
∑ pi . q
r ii = [ ][
k
k −1
. 1−
S 2t
i
]
Keterangan:
r ii = rabilitas instrumen
∑ pi . q =
i
jumlah varian skor tiap-tiap item
1) Kuesioner A
51
2) Kuesioner B
3) Kuesioner C
4) Kuesioner D
5) Kuesioner E
stunting.
tersebut.
untuk melengkapinya.
a. Editing
b. Coding
jawaban responden.
54
c. Tabulating
d. Entry Data
I. Analisa Data
a. Analisis Univariate
b. Analisis Bivariat
( fo−fe)²
x ²=∑
fe
Keterangan :
X2 = Chi kuadrat
dari 5 lebih dari 20% jumlah sel, maka uji hipotesis yang
correction.
Square
J. Etika Penelitian
yang meliputi :
1. Informed Consent
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
didalamnya.
K. Jadwal Penelitian
HASIL PENELITIAN
Tambakharjo.
Kota Semarang buka setiap hari senin-kamis pukul 07.00-17.00 wib, hari
jum’at pukul 07.00-15.00 wib dan hari sabtu pukul 07.00-12.00 wib.
2. KIA dan KB
3. IVA-PKPR
4. Imunisasi
5. Konsultasi Gizi
6. Pemeriksaan Sanitasi
7. Pemeriksaan Gigi
8. Laboratorium
9. Farmasi
59
60
dibawah ini :
stunting.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak Yang Mengalami
Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Agustus 2020
n = 65
Usia Anak Frekuensi Presentase
(n) (%)
0-11 bulan 7 10,8
12-24 bulan 24 36,9
25-36 bulan 17 26,2
37-48 bulan 11 16,9
49-59 bulan 6 9,2
Total 65 100
mengalami stunting.
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak
Yang Mengalami Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas
Lebdosari Kota Semarang
61
Agustus 2020
n = 65
Usia Anak Frekuensi (n) Presentase
(%)
Laki-Laki 25 38,5
Perempuan 40 61,5
Total 65 100
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota
Semarang
Agustus 2020
n = 65
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian ASI
Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Agustus 2020
n = 65
26 responden (40,0%).
3. Pola Asuh
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Asuh Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Agustus 2020
n = 65
(47,7%).
4. Pemberian MP-ASI
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemberian MP-ASI
Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Agustus 2020
n = 65
5. Status Imunisasi
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Agustus 2020
n = 65
(n)
Lengkap 38 58,5
Tidak Lengkap 27 41,5
Total 65 100
6. Kejadian Stunting
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Stunting
Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Agustus 2020
n = 65
Anak
65
Tabel 4.9
Hubungan Faktor Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota
Semarang Bulan Agustus 2020
n = 65
Kejadian Stunting
Tingkat Sangat Total
Pendek
Pengetahuan Ibu Pendek
N % N % N %
Baik 23 35,4 14 21,5 37 56,9
Kurang Baik 7 12,9 21 32,3 28 43,1
Total 30 48,3 35 53,8 65 100
Pvalue
0,006
lebih kecil dari tingkat kesalahan (p-value 0,006 < 0,05) maka Ho
Tabel 4.10
Hubungan Faktor Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota
Semarang Bulan Agustus 2020
n = 65
Kejadian Stunting
Sangat Total
Pemberian ASI Pendek
Pendek
n % n % N %
ASI Eksklusif 26 40,0 13 20,0 39 60,0
ASI Parsial 4 6,2 22 33,8 26 40,0
Total 30 46,2 35 53,8 65 100
Pvalue
0,000
orang (6,2%), ibu yang memberikan ASI parsial yang memiliki anak
lebih kecil dari tingkat kesalahan (p-value 0,000 < 0,05) maka Ho
67
Tabel 4.11
Hubungan Faktor Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota Semarang
Bulan Agustus 2020
n = 65
Kejadian Stunting
Sangat Total
Pola Asuh Pendek
Pendek
N % n % N %
Baik 24 36,9 10 15,4 34 52,3
Kurang Baik 6 14,3 25 38,5 31 47,7
Total 30 51,2 35 53,8 65 100
Pvalue
0,000
stunting pada anak, didapatkan hasil ibu yang memiliki pola asuh
orang (14,3%), ibu yang memiliki pola asuh kurang baik yang
(38,5%), sedangkan ibu yang memiliki pola asuh baik yang memiliki
anak dengan kategori pendek sejumlah 24 orang (36,9%) dan ibu yang
memiliki pola asuh baik yang memiliki anak dengan kategori sangat
lebih kecil dari tingkat kesalahan (p-value 0,000 < 0,05) maka Ho
68
Tabel 4.12
Hubungan Faktor Pemberian MP-ASI Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota
Semarang Bulan Agustus 2020
n = 65
Kejadian Stunting
Sangat Total
Pemberian MP-ASI Pendek
Pendek
n % n % n %
Sesuai 23 35,4 13 20,0 36 55,4
Tidak Sesuai 7 10,8 22 33,8 29 44,6
Total 30 46,2 35 53,8 65 100
Pvalue
0,003
lebih kecil dari tingkat kesalahan (p-value 0,003 < 0,05) maka Ho
69
Tabel 4.13
Hubungan Faktor Status Imunisasi Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Lebdosari Kota
Semarang Bulan Agustus 2020
n = 65
Kejadian Stunting
Sangat Total
Status Imunisasi Pendek
Pendek
N % n % N %
Lengkap 29 44,6 9 13,8 38 58,5
Tidak Lengkap 1 1,5 26 40,0 27 41,5
Total 30 46,1 35 53,8 65 100
Pvalue
0,000
kejadian stunting pada anak, didapatkan hasil ibu yang memiliki status
orang (44,6%) dan ibu yang memiliki status imunisasi lengkap yang
(13,8%).
70
lebih kecil dari tingkat kesalahan (p-value 0,000 < 0,05) maka Ho
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
Mengalami Stunting
membutuhkan asupan gizi yang cukup dan kualitas yang lebih banyak
hasil sebagian besar responden berusia 25-36 bulan sebanyak 34,6% dan
ibu yang memiliki anak dengan stunting diketahui anak yang berusia 0-
(36,9%), usia 25-36 bulan sebanyak 17 anak (26,2%), usia 37-48 bulan
bulan.
71
72
Mengalami Stunting
dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Hungu, 2010).
ibu yang memiliki anak dengan stunting diketahui anak yang berjenis
Semua pembahasan ;
hasil tersebut. Kaitkan dg teori yang mendukung – rujuk hasil penelitian yg lain –
dan stimulus yang baik dirumah dapat bertindak sebagai faktor bersifat
balita diperoleh data sebesar 67,6 % ayah dan ibu berpendidikan tinggi
gizi terbaik dan paling ideal bagi bayi baru lahir. Pemberian ASI
eksklusif di berikan selama enam bulan bayi. Kebutuhan energi dan zat
gizi lainnya untuk bayi dapat dipenuhi dari ASI. Pemberian ASI
dan zat gizi yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi dapat
(Koletzko, 2010).
2010 yang berjudul kajian stunting pada anak balita ditinjau dari
Banda Aceh tahun 2010 disebabkan oleh pemberian ASI yaitu 95%.
besar disebabkan oleh anak balita yang tidak mendapat ASI eksklusif
75
Aceh.
Pola asuh orang tua adalah gaya pengasuhan yang diterapkan pada
2018).
2016 yang berjudul hubungan karakteristik ibu dan pola asuh gizi
baik.
76
keluarga yang sering disebut Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-
besar pada pola makan bayi. Pilihan makanan beralih, dari sumber
komposisi gizi, rasa, dan tekstur yang berbeda (Perng dan Oken, 2016).
B. Analisis Bivariat
balita dengan hasil p-value 0,000 < 0,05 menyimpulkan bahwa ada
pada anak.
optimal. Durasi pemberian ASI yang tidak cukup menjadi salah satu
Hendra (2010) tentang kajian stunting pada anak balita ditinjau dari
keluarga di kota Banda Aceh tahun 2010 dengan hasil p-value 0,002 <
Anak
Pola asuh merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak
Kusuma (2016) tentang hubungan karakteristik ibu dan pola asuh gizi
tahun 2016 dengan hasil p-value 0,000 < 0,05 menyimpulkan bahwa
ada hubungan antara pola asuh dengan kejadian stunting pada balita
antara faktor pola asuh dengan kejadian stunting pada anak di wilayah
makan dan rasa percaya diri pada anak. Tujuan pemberian MP-ASI
adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang diperlukan anak
sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya
hasil p-value 0,001 < 0,05 menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
Pada Anak
untuk melawan infeksi atau penyakit. Ketika tubuh kita diberi vaksin
atau imunisasi, tubuh akan terpajan oleh virus atau bakteri yang sudah
yang telah dimasukan dan melawan infeksi yang disebabkan oleh virus
(Nurhasanah, 2019).
Sintang dengan hasil p-value 0,315 < 0,05 menyimpulkan bahwa status
C. Keterbatasan Penelitian
BAB VI
A. KESIMPULAN
2. Pemberian ASI yang diberikan kepada anak dalam kategori ASI Parsial
(60,0%).
5. Semua anak yang mendapat kan status imunisasi tidak lengkap sebanyak
6. Berdasarkan uji korelasi Chi – Square di dapatkan hasil p-value 0,006 <
7. Berdasarkan uji korelasi Chi – Square di dapatkan hasil p-value 0,000 <
8. Berdasarkan uji korelasi Chi – Square di dapatkan hasil p-value 0,000 <
pola asuh dengan kejadian stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas
9. Berdasarkan uji korelasi Chi – Square di dapatkan hasil p-value 0,003 <
10. Berdasarkan uji korelasi Chi – Square di dapatkan hasil p-value 0,000 <
B. SARAN
diberikan adalah :
86
pada masyarakat.