Anda di halaman 1dari 4

Azahra Salshabila_G1D121004_4C

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING DI ASIA TENGGARA

PENDAHULUAN

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai dengan


penurunan kecepatan pertumbuhan dan dampak dari ketidakseimangan gizi. Menurut
World Health Organization (WHO) Child Growth Standart, stunting didasarkan pada
indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. Stunting akan menyebabkan dampak jangka
panjang yaitu terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta kognitif. Anak
yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan
berlanjut hingga dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat badan
lahir yang rendah (BBLR).

Berdasarkan data WHO tahun 2016, di wilayah Asia Tenggara prevalensi balita
stunting mencapai 33,8%. Pada tahun 2011, Indonesia berada di peringkat lima dari 81
negara dengan jumlah anak stunting terbesar di dunia yang mencapai 7.547.000 anak.
Indonesia dilaporkan memiliki jumlah anak stunting yang lebih besar dari pada beberapa
negara Afrika, seperti Ethiopia, Republik Demokratik Kongo, Kenya, Uganda, dan Sudan.
Selama tahun 2007-2011, Indonesia dilaporkan memiliki anak-anak dengan berat badan
sedang, berat badan rendah, dan berat badan berlebih yang masing-masing mencapai
13%, 18% dan 14%.

Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan


masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentase balita pendek di
Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi.
Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita pendek di Indonesia juga
tertinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%),
dan Singapura (4%).Sebagaimana diketahui bahwa asupan zat gizi yang optimum
menunjang tumbuh kembang balita baik secara fisik, pisikis, maupun motorik, atau
dengan kata lain asupan zat gizi yang optimal pada saat ini merupakan gambaran
pertumbuhan dan perkembangan yang optimum pula kedepannya.

TUJUAN

Untuk mengetahui apa faktor penyebab tingginya kejadian stunting di asia


tenggara

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah literature review. Literature review atau kajian
literatur adalah satu penelusuran dan penelitian kepustakaan dengan membaca
berbagai buku, jurnal, dan terbitan-terbitan lain yang berkaitan dengan topik penelitian,
untuk menghasilkan satu tulisan berkenaan dengan satu topik atau isu tertentu. Studi
literatur menyajikan ulang materi yang diterbitkan sebelumnya dan melaporkan fakta
atau analisis baru dan tinjauan literatur memberikan ringkasan berupa publikasi terbaik
dan paling relevan kemudian membandingkan hasil yang disajikan dalam artikel , untuk
pemilihan artikel yang digunakan merupakan artikel dari penelitian yang signifikas
berkaitan dengan stunting di Asia Tenggara yang dikorelasi menggunakan studi cross-
sectional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stunting merupakan permasalahan gizi yang kronis yang terjadi karena asupan
gizi yang kurang dalam jangka waktu yang lama, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur.
Stunting masih merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia yang belum
terselesaikan. Stunting memiliki dampak besar yang akhirnya menyebabkan dampak
jangka panjang yaitu terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta
kognitif.

Kekurangan gizi pada masa balita selalu dihubungakan dengan kurangnya


vitamin mineral yang spesifik dan berhubungan dengan mikronutrien maupun
makronutrien tertentu. Beberapa tahun terakhur ini telah banyak penelitian mengenai
dampak dari kekurangan intake zat gizi, dimulai dari meningkatkanya risiko terhadap
penyakit infeksi dan kemanian yang pada akhirnya menghambat petumbuhan dan
perkembangan. Menurut WHO tahun 2016, prevalensi balita stuting di dunia sebesar
22,9% dan keadaan gizi dari si balira pendek menjadi penyebab 2,2 juta dari seluruh
penyebab kematian balita di seluruh dunia. Hampir setengah tingakt kematian pada
anak dan balita di bawah lima tahun sekarang ini di Asia dan Afrika disebabkan oleh
kekurangan gizi.Faktor penyebab dari kejadian stunting pada balita usia 0-59 Bulan ada
banyak sekali diantaranya yaitu:

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ; apabila ang ibu tidak memiliki akses terhadap
makanan sehat dan bergizi seperti makanan berprotein tinggi, sehingga menyebabkan
buah hatinya turut kekurangan nutrisi. Selain itu, rendahnya asupan vitamin dan mineral
yang dikonsumsi ibu juga bisa ikut memengaruhi kondisi malnutrisi janin. Hasil uji
statistik dengan menggunakan uji regresi logistik menunjukkan p value = 0,047. Hal ini
berarti faktor resiko berat badan lahir kurang dari 2500 gram juga memiliki pengaruh
terhadap kejadian stunting.

Tingkat Pendidikan Ibu ; Apabila tingkat pendidikan ayah dan ibu semakin tinggi, maka
resiko anak terkena stunting akan menurun sebesar 3-5 % (Soekatri, Sandjaja dan
Syauqy, 2020). Hasil regresi logistik menunjukkan bahwa nilai odds ratio untuk balita
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram adalah 1,67 (95 % CI 1, 13- 2,47). Hal ini
berarti bahwa balita dengan ibu yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar memiliki
risiko mengalami stunting sebesar 1,67 kali dibandingkan ibu yang menyelesaikan
sekolah menengah atas.

Pemberian Asi ; Salah satu cara agar kita dapat mencegah terjadinya stuting menurut
WHO dan UNICEF adalah pemberian air susu (ASI) ekslusif sampai bayi berumur enam
bulan. Asi ekslusif artinya bayii tidak mendapat asupan lainnya selain ASI. Pola asuh yang
baik sejak anak dalam kandungan merupakan hal penting dalam pencegahan stunting.
Odds ratio pemberian ASI yaitu p value=0,023.

Tingkat Pendapatan Keluarga ; tingkat ekonomi yang dapat mempengaruhi kemampuan


keluarga untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita, pemilihan macam makanan
tambahan dan waktu pemberian makananya serta kebiasan hidup sehat (Apriluana &
Fikawati, 2018). Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa nisli odds ratio untuk balita
pada rumah tangga dengan kuintil pendapatan terendah ( 95% CI 1,43-3,68). Hal ini
berarti bahwa balita pada rumah tangga kuintil pendapatan terendah memilii risiko
mengalami stunting sebesar 2,30 kali. Dengan jurnal pertama memiliki p value= 0,001.

Keragaman Pangan ; gambaran dari kuallitas makanan yag dikonsumsi oleh balita.
Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata skor keragaman pangan pada penelitian ini
adalah 4,8. Kondisi ini menunjukkan bahwa asupan makanan pada balita tidak beragam
karena skor keragaman kurang dari 5. Balita yang tidak mempunyai asupan makanan
beragam memiliki resiko 3,213 kali untuk menderita stunting dibandingkan dengan
balita yang mempunyai asupan pangan yang beragam (p value= 0,017), OR=3,213, 95%
CI;1,123-9,189). Pada anak usia 6-24 bulan bahwa Skor Individual Detary Diversity Score
(IDDS) terkait dengan kejadian stunting.

Hampir setengah tingkat kematian pada anak dan balita di bawah lima tahun sekarang
ini di Asia dan Afrika disebabkan oleh kekurangan gizi. Ini menyebabkan kematian tiga
juta anak per tahun. Ibu memengang peranan penting dalam mendukung upaya
mengatasi masalah gizi, terutama dalam hal asupan gizi keluarga, muali dari penyiapan
makanan, pemilihan bahan makanan bahkan sampai menu makanan.

KESIMPULAN DAN SARAN

1.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam review literatur ini, maka dapat
dibuat simpulan bahwa faktor status gizi dengan berat badan lahir < 2.500 gram
memiliki pengaruh secara bermakna terhadap kejadian stunting pada anak dan memiliki
risiko mengalami stunting sebesar 3,82 kali. Faktor pendidikan ibu memiliki pengaruh
secara bermakna terhadap kejadian stunting pada anak dan memiliki risiko mengalami
stunting sebanyak 1,67 kali. Faktor pendapatan rumah tangga yang rendah diidentifikasi
sebagai prediktor signifikan untuk stunting pada balita sebesar 2,1 kali. Faktor sanitasi
yang tidak baik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kejadian stunting pada balita
dan memiliki risiko mengalami stunting hingga sebesar 5,0 kali. Faktor sanitasi yang tidak
baik merupakan faktor dominan terhadap risiko anak mengalami stunting.

2.SARAN

Berdasarkan hasil analisis di atas, pengembangan kebijakan untuk


menggabungkan manajemen kekurangan gizi kronis dan kelebihan gizi diperlukan.
Untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi yang baik untuk pertumbuhan anak
adalah penting untuk memperkuat pendidikan ibu. Peningkatan status sosial ekonomi
dan program pendidikan kesehatan harus dimasukkan dalam strategi kontrol dan
pencegahan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boucot A, Poinar Jr. G. Stunting. Foss Behav Compend. 2010;5:243–243


2. Yanti dkk. (2020). Faktor Penyebab Stunting pada Anak. Real in Nursing Journal.
3 (1), 1-10
3. Apriluana G, Fikawati S. Analisis Faktor-Faktor Risiko terhadap Kejadian Stunting
pada Balita (0-59 Bulan) di Negara Berkembang dan Asia Tenggara. Media
Penelit dan Pengemb Kesehat. 2018;28(4):247–56.

Anda mungkin juga menyukai