Anda di halaman 1dari 27

MASALAH GIZI STUNTING DI

INDONESIA
Dosen Pengampu :
Rina Doriana Pasaribu,SKM,M.Kes
KELOMPOK 1

• Citra Yani Sitohang 9. Najla Dwiyanti Siregar


• Desy Nanatia Harianja 10. Naomi Berliana
• Dinda Hardianti Noor 11. Rahel Martina Sitorus
• Ester Rosintan Silalahi 12. Ria Emma Novita Br.Naibaho
• Evi Viosnita Simorangkir 13. Rinda Wulandari Ritonga
• Fitri Miranda 14. Sabrina Dipta Fairuz
• Helga Agnesia Perangin-Angin 15. Selvia Desrininta Br Ginting
• Nailah Rizki Lubis 16. Zul Hidayat
Pengertian Masalah Gizi

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyrakat ,tetapi


penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan
kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor,karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Sektor terkait tersebut adalah bidang kesehatan dan di luar kesehatan.Masalah
gizi,meskipun sering berkaitan dengan masalah kekurangan pangan,pemecahannya
tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan.
Adapun masalah gizi di Indonesia

Kurang Energi
Protein (KEP) Anemia besi
Gangguan
Akibat
Kekurangan
Iodium (GAKI)

Kurang Vitamin
Obesitas A (KVA)
Metode Epidemiologi untuk
mendeskripsikan masalah stunting

• Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi deskriptif merupakan pengumpulan data dasar terhadap ketiga faktor penentu kejadian
penyakit,yang terdiri atas induk semang (hospes),agen penyakit,dan lingkungan tempat terjadinya
penyakit.

Adapun beberapa contoh metode penelitian epidemiologi deskriptif yang dapat dilakukan untuk
mempelajari stunting antara lain :
1. Menganalisa frekuensi stunting pada populasi tertentu.
2.Menganalisa factor risiko yang terkait dengan stunting, seperti pola makan, aktivitas fisik dan factor
genetic.
3.Menganalisa distribusi stunting berdasarkan usia, jenis kelamin dan lokasi geografis.
2. Epidemiologi Analitik (Analytic Epidemiology)
Pendekatan atau studi ini digunakan untuk menguji data dan informasi yang diperoleh dalam studi
epidemiologi deskriptif. Data tersebut dianalisis secara cermat terhadap kejadian penyakit

Contoh analisis epidemiologi analitik stunting dapat mencakup:


1. Studi Kasus-Kontrol: Meneliti anak-anak yang mengalami stunting (kasus) dan anak- anak yang tidak
mengalami stunting (kontrol) untuk mengidentifikasi faktor- faktor risiko yang lebih umum di antara
kasus.
2. Studi Kohort: Mengikuti sekelompok anak- anak dari kelahiran atau usia dini dan menganalisis faktor-
faktor yang dapat memprediksi perkembangan stunting pada masa depan.
3. Analisis Regresi: Menggunakan analisis regresi statistik untuk mengukur hubungan antara faktor-
faktor tertentu seperti pola makan, status sosio ekonomi, akses ke Pelavanan kesehatan, dan stunting
Contoh analisis epidemiologi analitik stunting dapatmencakup:

4. Penilaian Kausalitas: Mempertimbangkan apakahf aktor-faktor yang diidentifikasi dalam


penelitian memiliki hubungan sebab- akibat dengan stunting atau hanya korelasi.

5. Pengendalian Faktor Confounding: Mengidentifikasi dan mengendalikan faktor- faktor


lain yang dapat memengaruhi hubungan antara faktor risiko dan stunting

6. Analisis Spatial: Memeriksa apakah ada pola spasial dalam distribusi stunting dan mencari
faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan pola tersebut
3. Epidemiologi Eksperimen (Experimental Epidemiology)
Studi ini melakukan eksperimen (percobaan) kepada kelompok subjek, kemudian
dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak dikenai percobaan).

Berikut ini adalah contoh studi eksperimen yang dapat dilakukan dalam epidemiologi
stunting:
1. Pemberian Suplemen Gizi: Sebuah studi eksperimen dapat dilakukan untuk menguji efek
pemberian suplemen gizi kepada sekelompok anak-anak yang berisiko stunting. Kelompok ini
dapat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak menerima suplemen. Hasil dari studi
ini dapat mengungkapkan apakah pemberian suplemen gizi dapat mengurangi risiko stunting

2. Intervensi Gizi pada Ibu Hamil: Penelitian ini dapat melibatkan intervensi pada ibu hamil
dengan memberikan pendidikan gizi yang lebih baik, serta pemantauan yang lebih intensif
selama kehamilan
Berikut ini adalah contoh studi eksperimen yang dapat dilakukan dalam epidemiologi
stunting

3. Program Pendidikan Kesehatan: Sebuah studi eksperimen dapat menguji efek dari
program pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada orangtua atau perawat anak

4. Intervensi Makanan pada Anak-Anak: Sebuah eksperimen dapat memeriksa efek


dari memberikan makanan tambahan atau perubahan dalam pola makan anak-anak
yang berisiko stunting
Ukuran Epidemiologi menjelaskan masalah
stunting di Indonesia

Ukuran dasar yang digunakan dalam epidemiologi mencakup rate (angka), rasio
dan proporsi. Ketiga bentuk perhitungan ini digunakan untuk mengukur dan
menjelaskan peristiwa kesakitan,kematian,dan nilai statistik vital lainnya. Misalnya
kesakitan dapat diukur dengan angka insidensi, prevalensi dan angka serangan,
sedangkan kematian dapat diukur dengan angka kematian. Ukuran epidemiologi
selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor person atau orang,faktor
place dan faktor time
SSGI mencatat mayoritas kasus stunting di Indonesia ditemukan pada anak rentang
usia 3-4 tahun (36-47 bulan) dengan persentase 6%.Kemudian kasus stunting di
kelompok usia 24-35 bulan mencapai 5,6%, usia 48-59 bulan 4,5%, dan 18-23 bulan
3,6%. Anak usia 12-17 bulan yang mengalami stunting sebesar 2,3%, usia 6-11
bulan 1,6%, dan usia 0-5 bulan 0,7%.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi underweight,
stunting, wasting berturut-turut ialah 17,8 %, 30,8%, dan 10,24%. Berdasarkan data
Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2021 melaporkan bahwa
prevalensi anak penderita stunting di Indonesia merupakan angka tertinggi ke-2 di
Asia Tenggara dan Indonesia merupakan angka tertinggi ke-5 di dunia yaitu
memiliki prevalensi sebanyak 24,4 % atau 5,33 juta balita stunting
DATA STUNTING DI INDONESIA
DATA STUNTING DI SUMATERA UTARA
DATA STUNTING DI DELI SERDANG
Penyebab masalah stunting
di Indonesia

Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diperoleh oleh balita sejak awal masa
emas kehidupan pertama,dimulai dari dalam kandungan (9 bulan 10 hari) sampai dengan usia
dua tahun. Penyebab utama stunting diantaranya, asupan gizi dan nutrisi yang kurang
mencukupi kebutuhan anak, pola asuh yang salah akibat kurangnya pengetahuan dan edukasi
bagi ibu hamil dan ibu menyusui,buruknya sanitasi lingkungan tempat tinggal seperti
kurangnya sarana air bersih dan tidak tersedianya sarana MCK yang memadai serta
keterbatasan akses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan bagi ibu hamil,ibu menysusi dan
balita
faktor risiko atau penyebab utama stunting

A. Faktor genetik

Banyak penelitian menyimpulkan bahwa tinggi badan orang tua sangat mempengaruhi
kejadian stunting pada anak. Salah satunya adalah penelitian di Semarang pada tahun 2011
menyimpulkan bahwa ibu pendek (< 150 cm ) merupakan faktor risiko stunting pada anak 1-
2 tahun. Ibu yang tubuhnya pendek mempunyai risiko untuk memiliki anak stunting 2,34 kali
dibanding ibu yang tinggi badannya normal. Ayah pendek (<162 cm) merupakan faktor risiko
stunting pada anak 1-2 tahun. Ayah pendek berisiko mempunyai anak stunting 2,88 kali lebih
besar dibanding ayah yang tinggi badannya normal
B. Status ekonomi

Status ekonomi kurang dapat diartikan daya beli juga rendah sehingga kemampuan
membeli bahan makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas makanan yang
kurang menyebabkan kebutuhan zat gizi ana ktida kterpenuhi, padahal anak memerlukan
zat gizi yang lengkap untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa orang tua dengan daya beli rendah jarang memberikan telur,
daging, ikan atau kacang-kacangan setiap hari. Hal ini berarti kebutuhan protein anak
tidak terpenuhi karena anak tidak mendapatkan asupan protein yang cukup
C. Jarak kelahiran

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak kelahiran dekat (< 2 th) merupakan faktor
risiko stunting pada anak 1-2 th. Anak yang memiliki jarak atau selisih umur dengan
saudaranya <2 th mempunyai risiko menjadi stunting 10,5 kali dibanding anak yang
memiliki jarak 22 th atau anak tunggal Jarak kelahiran mempengaruhi pola asuh orang tua
terhadap anaknya. Jarak kelahiran dekat membuat orang tua cenderung lebih kerepotan
sehinga kurang optimal dalam merawat anak. Hal ini disebabkan karena anak yang lebih
tua belum mandiri dan masih memerlukan perhatian yang sangat besar. Apalagi pada
keluarga dengan status ekonomi kurang yang tidak mempunyai pembantu atau pengasuh
anak.
D. Riwayat BBLR

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara riwayat


BBLR dengan kejadian stunting pada anak 1-2 th Ada riwayat BBLR
merupakan faktor risiko stunting pada anak 1-2 th. Hasil analisis pada
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa anak yang mempunyai riwayat
BBLR akan berisiko menjadi stunting 11,88 kali dibanding anak yang tidak
mempunyai riwayat BBLR.
Adapun segitiga epidemiologi pada stunting yaitu

1. Agent

a. Intake zat gizi mikro (vitamin dan mikromitrien) Intake protein dan vitamin A yang kurang
maksimal sehingga mempengaruhi daya tahan tubuh anak balita dimana kebutuhan akan zat gizi
pada usia balita sangatlah penting karena digunakan untuk proses pertumbuhan.

b. Kondisi infeksi pada anak


Infeksi adalah salah satu faktor penyebab terjadinya stunting, zat gizi mikro dan makro yang
harusnya digunakan untuk pertumbuhan digunakan untuk pemulihan infeksi
2. Host
a. Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan perkembangan janin.
Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahi rrendah
(WHO,2014)

b. Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi dengan berat lahir rendah mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk menjadi stunting (Paudel, et al., 2012).

c. Panjang lahir bayi juga berhubungan dengan kejadian stunting Penelitian di Kendal
menunjukkan bahwa bayi dengan panjang lahir yang pendek berisiko tinggi terhadap
kejadian stunting pada balita (Meilyasari dan Isnawati, 2014).
3. Environment
Faktor environment merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya
stunting pada anak. Secara garis besar faktor environment dibagi menjadi 2
yaitu prenatal dan postnatal Faktor environment prenatal adalah faktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak sebelum lahir.Sedangkan untuk faktor
environment postnatal adalah faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak ketika sudah lahir. Faktor ini meliputi:

a. Pola asuh keluarga pada anak sangat memengaruhi kejadian stunting


b. Masih terbatasnya layanan kesehatan
c. RendahnyaekonomikeluargaKeluarga
Intervensi penanggulangan masalah stunting di Indonesia

Pelayanan
Peningkatan gizi
kesehatan ibu
dan pangan
dan anak
pendekatan
air,sanitasi dan
kesehatan
lingkungan
Edukasi dan Pemantauan dan
penyuluhan evaluasi
Kerangka Konsep Penentuan Sebab Terjadinya Stunting Pada Anak
Yang menjadi host pada keadaan stunting terutama pada kelompok umur balita usia 0-5
tahun, intake zat gizi mikro (vitamin dan mikronutrien) dan kondisi infeksi berperan
sebagai agent, sedangkan enviroment disini memiliki peran yang sangat besar dalam
terjadinya stunting. Yang termasuk ke dalam kelompok enviroment adalah pemberian
ASI ekslusif, BBLR, pendidikan orang tua, lingkungan, dan pendapatan keluarga.
@reallygreatsite

Anda mungkin juga menyukai