Anda di halaman 1dari 12

1

STUNTING

1. Pengertian Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang

kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan

kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak

saat anak berusia dua tahun.7 Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan

seseorang ternyata lebih pendek disbanding tinggi badan orang lain pada umumnya

(yang seusia).

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan

gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi

dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi

baru nampak setelah anak berusia 2 tahun, di mana keadaan gizi ibu dan anak

merupakan faktor penting dari pertumbuhan anak. Periode 0-24 bulan usia anak

merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga disebut dengan

periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif karena akibat yang

ditimbulkan terhadap bayi masa ini bersifat permanen, tidak dapat dikoreksi.

Diperlukan pemenuhan gizi adekuat usia ini. Mengingat dampak yang ditimbulkan

masalah gizi ini dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,

kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.

Jangka panjang akibat dapat menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

dan menurunnya kekebalan tubuh (Branca F, Ferrari M, 2002; Black dkk, 2008).

2. Penilaian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat

gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.15 Sistem
2

penilaian status gizi dapat menggambarakan berbagai tingkat kekurangan gizi yang

tidak hanya berhubungan dengan kekurangan zat gizi tertentu, melainkan juga status

gizi yang berkaitan dengan tingkat kesehatan, atau berhubungan dengan penyakit

kronis yang menyebabkan status gizi menjadi rendah.15 Berdasarkan Supariasa, dkk

(2012) penilaian status gizi dibagi menjadi dua yaitu, penilaian secara langsung dan

penilaian tidak langsung :

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian, yaitu:

pengukuran antropometri, pemeriksaan klinis, pemeriksaan biokimia, dan

pemeriksaan biofisik. Pengukuran antropometri adalah berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat

badan, panajng badan atau tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan

tebal lemak bawah kulit. Tinggi badan merupakan parameter antropometri untuk

pertumbuhan linear dan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang

telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui secara tepat.

Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, yang relative kurang

sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

kekurangan zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relative lama.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur panjang badan atau tinggi badan

harus memiliki ketelitian 0,1 cm.15 Bayi atau anak yang tidak dapat berdiri dengan

tegak dapat diukur panjang badan sebagai pengganti tinggi badan. Pengukuran

panjang badan dilakukan pada bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun
3

menggunakan alat pengukur Panjang badan yang disebut infatometer. Anak yang

berumur lebih dari 2 tahun diukur dengan menggunakan alat ukur microtoise.

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Berdasarkan Supariasa, dkk (2012) Penilaian status gizi secara tidak langsung

dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Survei konsumsi makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara

tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Survei konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi

berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat

mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

2) Statistik vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis

data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,

angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang

berhubungan dengan gizi.

3) Faktor ekologi

Malnutrisi berhubungan dengan masalah ekologi sebagai hasil interaksi

beberapa faktor fisik, biologis, ekonomi, politik dan budaya. Jumlah makanan

yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,

irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi digunakan untuk mengetahui

penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan

program intervensi gizi.


4

3. Faktor yang Memengaruhi Stunting pada Anak

a. Praktek Pengasuhan yang Kurang Baik

Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada

masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang

ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air

Susu Ibu (ASI) secara eksklusif dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan atau mulai

diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk

mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP- ASI juga dapat mencukupi

kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI. Serta

membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan system imunologis anak

terhadap makanan maupun minuman.

b. Terbatasnya Layanan Kesehatan

Layanan kesehatan yang terbatas termasuk layanan ANC-Ante Natal Care

(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan

pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi

Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di

Posyandu semakin menurun dari 79% di tahun 2007 menjadi 64% di tahun 2013

dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain

adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai

serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru

1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftardi layanan PAUD (Pendidikan Usia

Dini).

c. Masih Kurang Akses Rumah Tangga/Keluarga ke Makanan Bergizi

Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong


5

mahal, menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS),

komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibandingkan dengan di New

Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di

Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah

berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.

d. Kurangnya Akses Air Bersih dan Sanitasi

Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk dapat meningkatkan

kejadian penyakit infeksi yang dapat membuat enrgi untuk pertumbuhan

teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, zat gizi sulit diserap oleh

tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.

Data yang diperoleh di lapangan menunjukan bahwa satu dari lima rumah

tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta satu dari

tiga rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.

Berdasarkan WHO (2013) penyebab terjadinya stunting pada anak dibagi menjadi

4 kategori besar, yaitu :

a. Faktor keluarga dan rumah tangga

1) Faktor maternal

Berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan dan laktasi.

Tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan pada usia remaja, kesehatan

mental, intrauterine groeth restriction (IUGR), kelahiran preterm, jarak

kehamilan yang pendek dan hipertensi saat kehamilan.5

2) Faktor lingkungan rumah

Berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan yang

kurang, sanitasi dan suplai air yang tidak mencukupi, akses dan ketersediaan

pangan yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai
6

dan rendahnya edukasi mengenai pengasuhan.5

b. Makanan tambahan yang tidak adekuat

1) Kualitas makanan yang rendah

Kualitas mikronutrien yang rendah, kurangnya keberagaman makanan yang

dikonsumsi dan rendahnya konsumsi lauk hewani, makanan yang tidak atau

kurang mengandung nutrisi/zat gizi dan makanan pendamping yang

mengandung energi rendah

2) Cara pemberian yang tidak adekuat

Frekuensi pemberian makanan yang kurang, pemberian makanan yang tidak

adekuat saat sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang kurang tepat,

pemberian makanan dalam jumlah yang tidak mencukupi.

3) Kemanan makanan dan minuman

Makanan dan minuman yang dikonsumsi terkontaminasi, kebersihan yang

rendah, penyimpanan dan persiapan makanan yang kurang aman dan bersih

c. Pemberian ASI (fase menyusui)

Praktek yang kurang memadai dalam hal inisiasi yang terlambat, tidak ASI

eksklusif, penghentian menyusui yang terlalu cepat.

d. Infeksi

Infeksi klinis dan subklinis, seperti infeksi pada usus: diare, environmental

enteropathy, infeksi cacing, infeksi pernafasan, malaria, peradangan dan nafsu

makan yang kurang akibat infeksi.

4. Dampak dari Kejadian Stunting

WHO (2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting menjadi 2 yaitu :
7

a. Jangka Pendek

1) Di bidang kesehatan yang dapat meneyebabkan peningkatan mortalitas dan

morbiditas

2) Di bidang perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motorik

dan bahasa

3) Di bidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran untuk biaya kesehatan

dan peningkatan pengeluaran biaya untuk perawatan anak yang sakit.

b. Jangka Panjang

1) Di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan risiko

untuk obesitas dan penurunan kesehatan reproduksi

2) Di bidang perkembangan berupa penurunan prestasi dan kapasitas belajar

3) Di bidang ekonomi berupa penurunan kemampuan dan kapasitas kerja.

5. Epidemiologi Stunting

Satu dari tiga anak di negara berkembang dan miskin mengalami stunting,

dengan jumlah kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan yang mencapai 46%

disusul dengan kawasan Afrika sebesar 38%, sedangkan secara keseluruhan angka

kejadian stunting di negara miskin dan berkembang mencapai 32%. Stunting ini

disebabkan oleh kurangnya asupan makan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama

dan frekuensi menderita penyakit infeksi. Akibat dari stunting ini meliputi

perkembangan motoric yang lambat, mengurangu fungsi kognifit, dan menurunkan

daya berpikir (UNICEF,2007 dalam Wiyogowati, 2012). Menurut Martorell et al

(1995) dalam Wiyogowati 2012, stunting postnatal terjadi mulai usia 3 bulan pertama

kehidupan, suatu kondisi dimana terjadi penurunan pemberian ASI, makanan

tambahan mulai diberikan dan mulai mengalami kepekaan terhadap infeksi.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Hautvast et al.(2000), kejadian stunting


8

bayi 0-3 bulan kemungkinan lebih disebabkan genetic orangtua sedangkan pada usia

6-12 bulan lebih diakibatkan oleh kondisi lingkungan (Astri, Nasoetion, & Dwiriani,

2006, dalam Wiyogowati, 2012).

6. Ciri-ciri Anak Stunting

Agar dapat mengetahui kejadian stunting pada anak maka perlu diketahui ciri-

ciri anak yang mengalami stunting sehingga jika anak mengalami stunting dapat

ditangani sesegera mungkin.

a. Tanda pubertas terlambat

b. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebIh pendiam, tidak banyak melakukan eye contact

c. Pertumbuhan terhambat

d. Wajah tampak lebih muda dari usianya

e. Pertumbuhan gigi terlambat

f. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar

Pubertas merupakan salah satu periode dalam proses pematangan seksual

dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Pubertas ditandai dengan munculnya

karateristik seks sekunder dan diakhiri dengan datangnya menars pada anak

perempuan dan lengkapnya perkembangan genital pada anak laki-laki. Usia awal

pubertas pada anak laki-laki berkisar antara 9–14 tahun dan perempuan berkisar 8–13

tahun. Pubertas terlambat apabila perubahan fisik awal pubertas tidak terlihat pada

usia 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki, karena

keterlambatan pertumbuhan dan maturasi tulang (Lee P.A, 1996).

Calon ibu yang menderita anemia, kekurangan gizi, atau kehilangan berat badan

secara drastis di masa kehamilan akan meningkatkan resiko sang calon bayi untuk

mengalami gangguan pertumbuhan. Kondisi ini dapat diperburuk bila sang ibu

menolak untuk memberikan ASI kepada bayi, yang membuatkan kehilangan banyak
9

nutrisi penting yang dibutuhkannya untuk bertumbuh dan berkembang.

7. Program Penanganan Stunting

Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif

pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun.

Peraturan Presiden No. 42 tahun 2013 menyatakan bahwa Gerakan 1000 HPK terdiri

dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Intervensi spesifik, adalah

tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan khusus untuk kelompok

1000 HPK. Sedangkan intervensi sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di

luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000

HPK.

Salah satu sasaran untuk intervensi gizi sensitif adalah remaja. Remaja

merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian serius mengingat masa remaja

adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa dan belum mencapai tahap kematangan

fisiologis dan psikososial. Menurut Heriana yang dikutip oleh Rosa (2012) remaja

mempunyai sifat yang selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan untuk

mencoba hal-hal baru. Sehingga, apabila tidak dipersiapkan dengan baik remaja sangat

beresiko terhadap kehidupan seksual pranikah. Di berbagai daerah kira-kira separuh

dari remaja telah menikah (Anas, 2013).

a. Intervensi Gizi Spesifik

Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari

Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting.

Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor

kesehatan. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil: 1). Memberikan makanan

tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein

kronis.2). Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, 3) Mengatasi


10

kekurangan iodium, 4). Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil, 5).

Melindungi ibu hamil dari Malaria.

Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan: 1)

Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum), 2).

Mendorong pemberian ASI Eksklusif. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui

dan Anak Usia 7-23 bulan: 1). Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia

23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI. 2). Menyediakan obat cacing, 3).

Menyediakan suplementasi zink, 4). Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam

makanan, 5). Memberikan perlindungan terhadap malaria, 6). Memberikan

imunisasi lengkap, 7). Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

b. Intervensi Gizi Sensitif

Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sector

kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi

gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan

balita pada 1.000 Hari PertamaKehidupan (HPK). 1). Menyediakan dan

Memastikan Akses pada Air Bersih, 2). Menyediakan dan Memastikan Akses

pada Sanitasi, 3). Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan, 4). Menyediakan Akses

kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB), 5). Menyediakan

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), 6). Menyediakan Jaminan Persalinan

Universal (Jampersal). 7). Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.,

8). Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal. 9). Memberikan

Pendidikan Gizi Masyarakat. 10). Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan

Reproduksi, serta Gizi pada Remaja. 11). Menyediakan Bantuan dan Jaminan

Sosial bagi Keluarga Miskin. 12). Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.
11

8. Upaya Pencegahan Stunting

Usia 0–2 tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode emas (golden

age) untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada masa tersebut terjadi

pertumbuhan yang sangat pesat. Periode 1000 hari pertama sering disebut window of

opportunities atau periode emas ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai

anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh-kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada

kelompok usia lain.

Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan kesehatan pada

usia dewasa. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan masalah stunting ini

mengingat tingginya prevalensi stunting di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan kebijakan

pencegahan stunting, melalui Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan

Nasional Peningkatan Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari

kehidupan, yaitu sevagai berikut: (Kemenkes RI, 2013).

a. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan

b. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil

c. Pemenuhan gizi

d. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli

e. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

f. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan

g. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas 6 bulan hingga 2

tahun

h. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A 9. Pemantauan pertumbuhan balita di

posyandu terdekat

i. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Selain itu, pemerintah menyelenggarakan pula PKGBM yaitu Proyek Kesehatan dan

Gizi Berbasis Masyarakat untuk mencegah stunting. PKGBM adalah program yang

komprehensif dan berkelanjutan untuk mencegah stunting di area tertentu. Dengan tujuan
12

program sebagai berikut:

a. Mengurangi dan mencegah berat badan lahir rendah, kurang gizi, dan stunting pada anak

– anak

b. Meningkatkan pendapatan rumah tangga/keluarga dengan penghematan biaya,

pertumbuhan produkstifitas dan pendapatan lebih tinggi

Anda mungkin juga menyukai