BAB I
PENDAHULUAN
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Hasil studi
membuktikan bahwa pengaruh faktor keturunan hanya berkontribusi sebesar 15%,
sementara unsur terbesar adalah terkait masalah asupan zat gizi, hormon
pertumbuhan dan terjadinya penyakit infeksi berulang. Variabel lain dalam
pertumbuhan stunting yang belum banyak disebut adalah pengaruh paparan asap
rokok maupun polusi asap juga berpengaruh terhadap pertumbuhan stunting.
Anak yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika
dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak
hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
B. Rumusan Masalah
1
2
C. Tujuan Penulisan
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang
menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko
untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi
kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau
tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur
dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting termasuk masalah
gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi,
gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.
Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam
mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Perawakan pendek atau stunting merupakan suatu terminologi untuk
tinggi badan yang berada dibawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan
normal yang berlaku pada populasi tersebut. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
dapat digunakan untuk menilai status gizi masa lampau, ukuran panjang badan
dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Sedangkan kelemahannya adalah
tinggi badan tidak cepat naik sehingga kurang sensitif terhadap masalah gizi
dalam jangka pendek.
3
4
1) Ketersediaan pangan
4
5
5
6
5) ASI Eksklusif
B. Fenomena stunting
Indonesia merupakan salah satu negara dengan triple ganda permasalahan
gizi. Indonesia merupakan Negara ke 5 dengan jumlah balita tertinggi mengalami
stunting. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) menunjukkan angka yang
cukup menggembirakan terkait masalah stunting. Prevalensi Balita stunting turun
6
7
dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30.8% pada tahun 2018. Prevalensi Baduta
stunting juga mengalami penurunan dari 32.8% pada tahun 2013 menjadi 29,9%
pada tahun 2018.
1. Proporsi Berat Badan Lahir Rendah (< 2500 gram /BBLR) mengalami
kenaikan tipis dari 5,7% pada tahun 2013 menjadi 6.2% pada tahun 2018
2. Panjang badan lahir kurang dari 48 cm mengalami kenaikan dari 20,2%
pada 2013 menjadi 22,7% di 2018.
3. Proporsi Imunisasi Dasar Lengkap pada anak usia12 –23 bulan mengalami
penurunan dari 59,2% pada tahun 2013 menjadi 57,9% di 2018.
Sedangkan proporsianak yang tidak imunisasi meningkatdari 8,7% pada
tahun 2013 menjadi 9,2% pada tahun 2018.
Percepatan penurunan stunting kedepan antara lain dapat dilakukan dengan
mengatasi masalah berikut:
1. Ibu hamil dan Balita yang belum mendapatkan Program Makanan
Tambahan (PMT) masih cukup tinggi–masing-masingsekitar74,8%
dan59%.
2. Proporsi anemia pada Ibu Hamil mengalami kenaikan dari 37.1% pada
tahun 2013 menjadi 48.9% pada tahun2018
7
8
8
9
b. Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita;
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
untuk balita;
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
9
10
2. Upaya kuratif
10
11
11
12
akar masalah gizi bukanlah hal yang langsung berkaitan dengan masalah gizi
dengan kata lain kegiatan yang dilakukan tidak secara eksplisit ditujukan
untuk tujuan penanggulangan masalah gizi,namun intervensi ini dapat
menjadi bagian penting dari perbaikan gizi.
12
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan
tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak seusianya. Anak
yang menderita stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa
berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya
pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak.
Angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2 persen pada
Riskesdas 2013 menjadi 30,8 persen pada Riskesdas 2018. Akan tetapi capaian
prevalensi stunting di indonesia belum sesuai dengan WHO yang harus kurang
dari 20 persen. Untuk mencapai target WHO pemerintah masih melanjutkan
Kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap stunting :
B. Saran
13
14
DAFTAR PUSTAKA
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/ situasi-balita-pendek-di-indonesia.html
http://www.depkes.go.id/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-2018.pdf
http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Sesi%201_01_RakorStunting
TNP2K_Stranas_22Nov2018.pdf
https://www.persi.or.id/images/2019/data/FINAL_PAPARAN_PERSI_22_FEB_2019_I
r._Doddy.pdf
RISKESDAS 2013-2018
14