Anda di halaman 1dari 19

B PROGRAM

1
PENANGGULANGAN
KEP PADA ANAK DI
INDONESIA

A. Pendahuluan
Wasting merupakan istilah gabungan dari gizi buruk dan
gizi kurang. Wasting adalah kondisi anak yang berat badannya
menurun seiring waktu hingga total berat badannya jauh
dibawah standar kurva pertumbuhan. Tingkat gizi yang diukur
dengan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Tinggi
badan menurut umur (TB/U) adalah masalah gizi yang disebut
stunting. Underwight atau berat badan kurang adalah berat
badan anak berada di bawah rentang rata-rata atau normal
yaitu dibawah 18 yang diukur berdasarkan berat badan
berdasarkan umur (BB/U) (Andriany et al., 2021).
Gizi buruk menjadi penyebab paling umum
morbiditas dan mortalitas di antara anak-anak dan remaja
di seluruh dunia. Setiap tahun, lebih dari 5 juta anak di
seluruh dunia meninggal karena kekurangan gizi. gizi
buruk yang berkepanjangan pada anak-anak dapat
menurunkan produktifitas, pertumbuhan fisik, kapasitas
kerja, dan kinerja reproduksi pada saat dewasa. Selain itu,
gizi buruk dapat meningkatkan angka kesakitan, risiko
gangguan penyakit kronis pada saat dewasa, dan angka

1
kelahiran bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
(Erna Wati, 2019).
Gizi buruk berdampak pada angka kematian balita, hal
tersebut disebabkan karena asupan nutrisinya yang kurang dan
diikuti dengan adanya penyakit penyerta karena balita dengan
gizi buruk akan mempengaruhi sistem imunitas sehingga
rentan mengalami penyakit infeksi (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2020). Data dari World Health
Organization (WHO) menunjukkan kondisi malnutrisi pada
balita terbagi menjadi 3 kondisi yaitu overweight sebanyak 38,9
juta balita, gizi buruk 45,4 juta, dan kasus malnutrisi terbanyak
adalah stunting mencapai 149,2 juta balita (WHO, 2021).
Berdasarkan surveilans gizi tahun 2020 menunjukkan
bahwa anak bawah dua tahun (baduta) dalam kategori berat
badan sangat kurang sebanyak 58.425 (1,3%) sedangkan baduta
dengan kategori berat badan kurang sebanyak 248.407 (5,4%)
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2021). Data juga
menunjukkan bahwa Balita di Jawa Barat berdasarkan hasil
Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan
tahun 2021 yang mengalami stunting sekitar 24,5%. Sedangkan
prevalensi tertinggi kejadian stunting terdapat di Kabupaten
Garut mencapai 35,3%, diikuti oleh Kabupaten Cianjur dengan
33,7%, dan Kabupaten Bandung mencapai 31,1% (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Badan Pembangunan Kebijakan
Kesehatan, 2021). Data tersebut menunjukkan bahwa angka
kejadian malnutrisi membutuhkan penanganan yang serius,
terutama dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat.

2
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya kasus
malnutrisi pada balita diantaranya: kondisi ekonomi
masyarakat, cakupan imunisasi dasar lengkap, lahirnya BBLR,
pendapatan keluarga, jumlah anak dalam keluarga, pola
pemberian makan, dan keluarga dengan malnutrisi
(Ambarwati & Hastono, 2020). Penelitian lain juga menegaskan
penyakit infeksi pada sistem gastrointestinal yang
mengakibatkan terjadinya diare, sehingga diare yang terus
terjadi bisa berdampak terjadinya malnutrisi balita (Rouhani et
al., 2022). Faktor lain yang berkaitan dengan malnutrisi balita
adalah pemberian MP ASI, penyakit infeksi dan berat badan
lahir yang kurang, dan pengetahuan orang tua (Andolina,
2022).

Pengetahuan orang tua merupakan hal yang penting


terutama terkait dengan informasi-informasi yang diperoleh
terkait bagaimana melakukan perawatan balita dalam hal
pengasuhan pemberian makan. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada ibu adalah dengan
pemberian pendidikan kesehatan berupa informasi terkait
dengan malnutrisi balita sehingga orang tua bisa tahu dan
paham bagaimana cara mencegah terjadinya malnutrisi balita.
Penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian pendidikan
kesehatan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dan
sikap ibu tentang gizi pada balita (Rosdiana et al., 2022).
Pengetahuan orang tua yang kurang berhubungan dengan
bagaimana pola asuh orang tua terhadap anaknya.

3
Permasalahan kesehatan gizi masih tergolong serius dan
tidak boleh diabaikan. Jika masalah gizi buruk pada balita tidak
dituntaskan dengan cepat, maka Indonesia akan kehilangan
generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kejadian gizi buruk
dapat dicegah dengan melakukan modifikasi dampak resiko
yang dapat dikendalikan melalui program- program yang telah
disediakan oleh Puskesmas atau layanan kesehatan lainnya.
Program layanan kesehatan yang telah dilaksanakan berupa
pemberian makanan tambahan, pemberian vitamin dan
mineral, dan melakukan edukasi dan konseling gizi.
B. Sejarah program Penangulangan KEP pada Anak di
Indonesia
Mengenal Indonesia adalah negara yang terkenal kaya
dengan sumber daya alam (SDA), namun negara ini seakan
tidak lepas dari persoalan gizi buruk yang telah terjadi sejak
lama. Penanganan yang tidak serius terhadap gizi buruk
menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit kronis,
salah satunya stunting. Kasus kekurangan gizi pada anak balita
yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi
buruk. Pemerintah Pusat melalui Undang-Undang No. 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 50
ayat (1) mengatur bahwa Pemerintah Daerah
bertanggungjawab atas penyelenggaraan, meningkatkan, dan
mengembangkan upaya kesehatan. Pentingnya kebijakan gizi
dalam penanganan masalah gizi belum menjadi perhatian
terutama daerah-daerah dengan tingkat masalah gizi yang
tinggi. Pengetahuan dan dasar masalah, politik dan
pemerintahan, serta kapasitas dan sumber daya daerah
merupakan faktor-faktor dalam manajemen dan proses

4
kebijakan gizi yang berperan dalam membentuk lingkungan
gizi yang baik dengan tingkat masalah gizi yang tinggi,
cenderung kurang memperhatikan proses kebijakan yang
dilaksanakan.

C. Pengertian program Penangulangan KEP pada Anak di


Indonesia
Kurang Energi Protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi
yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan harian sehingga tidak mencukupi Angka
Kecukupan Gizi (Soegiyanto, 2007). Kurangnya energi protein
dalam waktu cukup lama akan berakibat buruk bagi
pertumbuhan dan perkembangn bayi-balita. Keadaan ini akan
lebih dipercepat lagi apabila bayi menderita diare atau infeksi
lainnya. Dalam penelitian ini, sebagian responden mengalami
KEP sedang sebanyak 19 (81%). KEP yaitu salah satu masalah
utama gizi yang dapat berpengaruh terhadap proses tumbuh
kembang anak. Kekurangan energi dan protein dalam jangka
waktu yang lama akan menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan balita (Tampongangoy, 2019).
Hal ini mungkin disebabkan karena pendidikan ibu
sebagian besar adalah sekolah menengah pertama, sehingga
pengetahuannya dapat dikatakan rendah dan kesadarannya
untuk membawa balitanya ke Puskesmas kurang baik. Apabila
tidak teratasi, dan berlangsung lama dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan balita.
Balita KEP yang mengalami ISPA sebanyak 13 balita
(20%), dengan rincian sebanyak 8 Balita (71%)diantaranya
berjenis kelamin perempuan dan 5 responden (29%)terjadi pada

5
anak laki- laki.Kejadian ISPA ini tidak bisa lepas dari faktor
keturunan, perilaku dan pelayanan (Men.Kes. RI nomor
829/99).

D. Tujuan program Penangulangan KEP pada Anak di Indonesia


Program Penanggulangan Gizi Buruk Intervensi gizi dan
kesehatan bertujuan memberikan pelayanan langsung kepada
Balita. Terdapat dua bentuk pelayanan gizi dan kesehatan yaitu
pelayanan perorangan dan pelayanan masyarakat. Pelayanan
perorangan bertujuan menyembuhkan dan memulihkan anak
dari kondisi gizi buruk. Pelayanan masyarakat bertujuan untuk
mencegah tim- bulnya gizi buruk di masyarakat. Program per-
baikan gizi masyarakat dalam penanggulangan gizi buruk
sesuai dengan rencana aksi daerah pangan dan gizi Kabupaten
Pati tahun 2017- 2022 meliputi kegiatan koordinasi pelayanan
gizi masyarakat dan koordinasi pelayanan kesehatan ibu dan
anak. observasi, dan dokumentasi.
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah triangulasi. Proses analisis data dalam penelitian ini
menggunakan model analysis interactive dari Miles dan
Huberman (Sugiyono, 2012). Aktivitas dalam analisis data
berdasarkan Model Miles dan Huberman terdiri dari
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, serta
penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Adapun tujuan dari
program KEP :
1) Mengintegrasikan dan mengkonvergensikan perencanaan
pembangunan pangan dan gizi nasional melalui koordinasi
program dan kegiatan multisector.

6
(2) Meningkatkan pemahaman peran dan komitmen
pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemangku
kepentingan lainnya dalam meningkatkan ketahanan pangan
dan gizi keluarga dan
(3) Memberikan panduan dan masukan bagi pemerintah pusat
dan daerah dalam menajamkan program/kegiatan multisektor
untuk pencapaian target kedua TPB dan RPJMN 2020-2024
dalam pembangunan pangan dan gizi.
Dalam operasionalisasinya difokuskan pada pemenuhan
kebutuhan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga melalui
empat tujuan strategis (TS) yaitu:
a. Peningkatan Ketersediaan Pangan Beragam, Bergizi
Seimbang dan Aman (B2SA)
b. Peningkatan Keterjangkauan Pangan B2SA
c. Peningkatan Pemanfaatan Pangan yang B2SA dan Pelayanan
Gizi (Esensial)
d. Penguatan Kelembagaan dan Tata Kelola Pangan dan Gizi

E. Jenis-Jenis program Penangulangan KEP pada Anak di


Indonesia
a) Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
Acara yang diawali dengan senam bersama ini
berlangsung setiap hari minggu di lingkungan puskesmas
se kabupaten Buton Selatan yang dilakukan oleh pegawai
puskesmas dan masyarakat sekitar. Sebenarnya Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat ini sudah lama ada, namun
dibutuhkan power untuk lebih memperkuat gerakan
tersebut dengan adanya kegiatan ini setidaknya
masyarakat sadar betapa pentingnya menjaga pola hidup

7
sehat agar terhindar dari berbagai macam penyakit,
kegiatan ini akan mendorong semua komponen
masyarakat dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan
berprilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup,
dengan adanya kegiatan-kegiatan dalam Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat melalui puskesma-puskesma ini
dapat mendorong masyarakat khusunya Kabupaten Buton
Selatan betapa pentingnya menjaga pola hidup sehat.
b) Gerakan Masyarakat Peduli Stunting
Penanggulangan Stunting menjadi tanggung jawab
kita Bersama, tidak hanya Pemerintah tetapi juga setiap
keluarga di Kabupaten Buton Selatan. Karena stunting
dalam jangka panjang berdampak buruk tidak hanya
terhadap tumbuh kembang anak tetapi juga terhadap
perkembangan emosi yang berakibat pada kerugian
ekonomi. Mulai dari pemenuhan gizi yang baik selama
1000 hari pertama kehidupan anak hingga menjaga
lingkungan agar tetap bersih dan sehat. Untuk menekan
angka stunting Dinas Kesehatan Kabupaten Buton
Selatan akan melakukan berbagai program yang
menyasar pada ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan
serta program intervensi yang mengarah pada ibu
menyusui dan anak usia 7-23 bulan. Diharapkan
Implementasi kampanye Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat dan Gerakan Masyarakat Peduli Stunting yang
melibatkan lintas sektor terkait yakni Puskesmas dan
organisasi kemasyarakatan, sekolah dan lembaga
pendidikan untuk mendukung dan mendorong agar
tercapai masyarakat sehat mandiri. Percepatan Perbaikan

8
Gizi yang merupakan upaya bersama antara pemerintah
dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan
kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan
terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi
masyarakat dengan prioritas pada Seribu Hari Pertama
Kehidupan (1000 HPK).
c) Pola menu 4 sehat 5 sempurna
Pola menu 4 sehat 5 sempurna adalah pola menu
seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung
semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu
ini diperkenalkan pada tahun 1950 oleh bapak ilmu gizi
prof. DR. Poorwo soedarmo melalui Lembaga Makanan
Rakyat Depkes dalam rangka melancarkan gerakan
“sadar gizi”.
Pola menu 4 sehat 5 sempurna digali dari pola menu
yang pada umumnya sejak dahulu telah dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Pada umumnya menu di
Indonesia terdiri atas makanan sebagai berikut :
1. Makanan pokok untuk memperoleh rasa kenyang :
nasi, jagung, ubi jalar, singkong, talas, sagu, serta
hasil olahan seperti mie, bihun, macaroni dan
sebagainya.
2. Lauk untuk memeperoleh rasa lebih nikmat, karena
selain menyumbang kandungan protein adanya
lauk juga memberikan rasa nikmat, karena pada
dasarnya bahan makanan pokok memiliki rasa yang
netral, lauk barasal dari dua golongan yaitu yang
berasal dari hewani (daging, ayam, ikan, kerang,
telur dan sebagainya) dan yang berasal dari

9
golongan nabati (jenis kacang-kacangan dan hasil
olahannya seperti kacang kedelai, kacang hijau,
kacang merah, tempe, tahu dan oncom).
3. Sayur-sayuran, fungsinya adalah untuk memenuhi
akan kebutuhan vitamin dan mineral, banyak sekali
zat penting yang terkandung didalamnya yang
diperlukan oleh tubuh. Selain itu sayuran juga
member rasa segar pada makanan yang kita makan.
4. Buah-buahan, pada saat pola makan ini popular
dikalangan masyarakan dimasanya, buah-buahan
dimakan setelah makan makanan utama (makanan
pokok, lauk dan sayur).
5. Minum susu. Karena menu yang tersebut diatas
merupakan makanan yang sehat dan bernilai gizi
untuk lebih memantapkan nilai gizinya ditambah
lah dengan yang ke lima.
Dalam menyusun menu 4 sehat 5 sempurna
diperlukan pengetahuan bahan makanan, karena nilai
gizi bahan makanan dalam tiap golongan tidak sama,
jadi setiap individu haru mempelajari setiap bahan
makanan dan kandungan gizinya.
d) Pedoman umum gizi seimbang (PUGS)
Sebagai alat memberikan penyuluhan pangan dan
gizi kepada masyarakat luas dalam rangka
memasyarakatkan gizi seimbang, pada tahun 1995
Direktorat Gizi Depkes telah mengeluarkan Pedoman
Umum Gizi Seimbang (PUGS). Pedoman ini disusun
dalam rangka memenuhi salah satu rekomendasi
Konferensi Gizi Internasional di Roma pada tahun 1992

10
untuk mencapai dan memelihara kesehatan dan
kesejahteraan gizi (nutritional well-being) semua
penduduk yang merupakan prasyarat untun
membangun sumberdaya manusia. PUGS merupakan
penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 sehat 5 sempurna
yang menurut pesan-pesan yang berkaitan dengan
pencegahan baik masalah gizi kurang, maupun masalah
gizi lebih yang selama 20 tahun terakhir telah mulai
menampakan diri di Indonesia.
e) Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat
dalam Usaha Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Pengertian posyandu adalah suatu wadah
komunikasi alih teknologi dalam pelayanan kesehatan
masyarakat dari keluarga berencana dari masyarakat,
oleh mesyarakat dan untuk masyarakat dengan
dukungan pelayanan serta pembinaan teknis dari petigas
kesehatan dan keluarga. Berencana yang mempunyai
nilai strategis intuk pengembangan sumber daya
manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai
strategis untuk pengembangan pengembangan sumber
daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkatan mutu
manusia masa yang akan dating dan akibat dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia ada tiga
intervensi yaitu :
a. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child
Survival) yang ditujukan untuk menjaga
kelangsungan hidup anak sejak janin dalam
kandungan sampai usia balita.

11
b. Pembinaan perkembangan anak (child
development) yang ditujukan untuk membina
tumbuh kembang anak secara sempurna, baik fisik
maupun mental sehingga siap menjadi tenaga
kerja tangguh.
c. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang
dimaksud untuk memberikan kesempatan
berkarya dan berkreasi dalam pembangunan
bangsa dan Negara.
Isi dari Inmendagri No. 9 tahun 1990 berisi berbagai
petunjuk yaitu :
1) Dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya
manusia sebagai potensi pembangunan bangsa agar
dapat membangun dan menolong dirinya sendiri,
merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat, maka posyandu cukup
strategis dalam pengembangan kualitas sumber
daya manusia sejak dini perlu ditingkatkan
pembunaannya.
2) untuk meningkatkan pembinaan posyandu sebagai
pelayanan KB-kesehatan yang dikelola untuk dan
oleh masyarakat dan dukungan pelayanan teknis
dari petugas perlu ditumbuh kembangkan perlu
serta aktif mesyarakat dalam wadah LKMD.
3) meningkatkan mutu pengelolaan posyandu, perlu
dimantapkan koordinasi dan keterpaduan
pembinaan disemua tingkatan pemerintahan.
Petunjuk tersebiu dapat kita artikan betapa
pentingnya keberadaan posyandu ditengah-tengah

12
masyarakat yang merupakan pusak kesehatan
masyarakat, dimana masyarakat sebagai pelaksana
sekaligus memperoleh pelayanan kesehatan serta
keluarga berencana. Dasar pelaksanaan posyandu
adalah bedasarkan surat keputusan bersama :
Mendagri/menkes/BKKBN. Masing-masing No.23
tahun 1985. 21/Men.Kes/Inst.B./IV 1985, 112/HK-
011/ A/1985 tentang penyelenggaraan posyandu
yaitu :
1. Mengerjakan kerja sama lintas sektoral untuk
menyelenggarakan posyandu dalam lingkup
LMDK dan PKK
2. Mengembangkan peran serta masyarakat
dalam meningkatkan fungsi posyandu serta
meningkatkan peran serta masyarakat dalam
program-program pembangunan masyarakat
desa.
3. Meningkatkan fungsi dan peran LMDK PKK
dan mengutamakan peranan kader
pembangunan.
4. Melaksanakan pembentukan posyandu di
wilayah atau di daerah masing-masing dari
melaksanakan pelayanan paripurna sesuai
petunjuk Depkes dan BKKBN \.
5. Undang-undang no.23 tahun 1992 pasal 66,
dana sehat sebagai cara penyelenggaraan dan
pengelolaan pemeliharaan kesehatan secara
peripurna.
Tujuan penyelenggaraan posyandu adalah :

13
1. Menurunkan angka kematian bayi (AKB),
angka kematian ibu (ibu hamil, melahirkan
dan nifas).
2. Membudayakan NKKBS.
3. Meningkatkan peran serta dan kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang
menunjang untuk tecapainya masyarakat
sehat sejahtera.
4. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan
Reproduksi Keluarga Sejahtera, Gerakan
Ketahanan Keluarga dan Geakan Ekonomi
Keluarga Sejahtera.

F. Unsur program Penangulangan KEP pada Anak di Indonesia


Kegiatan pengabdian dilakukan melalui metode survei
konsumsi pangan menggunakan food recall 24jam. Penilaian
tingkat konsumsi protein remaja putri dilakukan dengan
beberapa unsur, yaitu:
1. Perencanaan: Tahap perencanaan diawali dengan analisis
situasi yang dilanjutkan dengan identifikasi masalah.
Setelah diketahui masalah pada lokasi kegiatan, kemudian
melakukan penyusunan program berdasarkan masalah
yang telah diidentifikasi. Pada tahap perencanaan juga
dipersiapkan materi yang akan digunakan pada tahap
pelaksanaan. Pengurusan administrasi berupa permohonan
izin kepada pemerintah Desa Mekar juga dilakukan serta
sosialisasi kegiatan khususnya kepada khalayak sasaran.

14
Memastikan kesiapan mahasiswa yang terlibat dalam
pengumpulan data konsumsi pangan juga dilakukan.
2. Pelaksanaan: Pelaksanaan pengumpulan data konsumsi
pangan dilakukan di Balai Desa Mekar Kecamatan Soropia
tepatnya pada tanggal 13 Juni 2022.
3. Tahap Evaluasi: Tahap akhir berupa tahap evaluasi adalah
menghitung jumlah asupan protein yang telah dikumpulkan
melalui metode food recall 24 jam dengan menggunakan
aplikasi nutrisurvey. Jumlah asupan protein yang diperoleh
selanjutnya dibandingkan dengan AKG Tahun 2019 untuk
mendapatkan tingkat konsumsi protein remaja putr
4. Hasil Program Penangulangan Kep Pada Anak Di Indonesia
Hasil penilaian tingkat asupan protein, diperoleh
masih terdapat remaja putri yang tingkat asupannya
rendah. Hal ini disebabkan karena pola makan remaja putri
tidak beragam disertai dengan tingkat pengetahuan remaja
putri tentang konsumsi pangan khususnya pemenuhan zat
gizi makro dan mikro. Remaja putri seringkali membatasi
asupan makanan untuk mendapatkan bentuk tubuh yang
ideal, sehingga mengabaikan prinsip pemenuhan zat gizi
berdasarkan prinsip gizi seimbang.
Protein merupakan zat gizi makro yang dibutuhkan
oleh remaja putri, tidak hanya sebagai sumber energi, akan
tetapi memiliki fungsi lainnya yaitu berperan dalam proses
pembentukan hemoglobin yaitu senyawa yang terkandung
pada sel darah merah untuk mencegah terjadinya anemia.
Menurut (Putri et al., 2022) bahwa remaja harus memenuhi
asupan energi, zat gizi makro misalnya protein serta zat gizi
mikro berupa vitamin dan mineral. Untuk remaja putri

15
kebutuhan protein dengan rentang usia 14-18 tahun adalah
0,85 gram/kgBB/hari dimana kebutuhan ini dapat
diperoleh dari protein hewani maupun nabati.
Perbandingan jumlah asupan protein nabati adalah sekitar
60-80% kebutuhan protein dan 20- 40% untuk protein
hewani. Asupan protein yang tidak terpenuhi dapat
menyebabkan remaja putri mengalami kurang energi kronis
(KEK).

CONTOH PENYUSUNAN TABEL

Tabel 1.1. Hubungan antara keputusan menolak atau


menerima hipotesis

Keadaan sebenarnya
Keputusan
Hipotesis benar Hipotesis salah

16
Terima Tidak membuat Kesalahan Tipe II
hipotesis kesalahan
Menolak Kesalahan tipe I Tidak membuat
hipotesis kesalahan

CONTOH PENULISAN GAMBAR

Gambar 1. Model Tahapan Penelitian Pengembangan

DAFTAR PUSTAKA

Delfi Heni Susanti, Rumzi Samin, Okparizan (2023) Evaluasi


Program Penanggulangan Gizi Buruk Pada Balita di Dinas
Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga
Berencana Kota Tanjungpinang. Kepulauan Riau: Doktrin.

17
Febriana Muchtar (2024) Penilaian Tingkat Asupan Protein Remaja
Putri Di Desa Mekar Kecamatan Soropia Kabupaten
Konowae. Sulawesi Tenggara: Pedamas

Jumiriyam Buulolo, Heru Santoso, Dewi Bancin, Kesaktian


Manurung, Jasmen Manurung, Mido Ester J. Sitorus (2022)
Implementasi Penanggulangan Gizi Buruk Pada Balita Studi
Kualitatif Dipuskesmas Lolowa. Medan: Jurnal Ners
Universitas Pahlawan ISSN

Jihan Ekanita Anwar, Akas Yekti Pulih Asih, Aviana Gita Lara
(2023) Gambaran Penanganan Status Gizi Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Jagir Surabaya. Surabaya: Sehatmas

Novi Enis Rosuliana, Triya Yestika Saleh, Yasmin Nur M., Nabila
Azarin (2023) Promosi Kesehatan Tentang Malnutrisi Balita
Sebagai Upaya Meningkatkan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat di Kabupaten Garut. Tasikmalaya: Sigdimas

Nur Azizah, Nastia, Anwar Sadat (2022) Strategi Dinas Kesehatan


Dalam Menekan Laju Penderita Stunting di Kabupaten
Buton Selatan. Sulawesi Tenggara: JIP

Prima Putra (2022) Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan


Perbaikin Gizi Berdasarkan Undang Undang Sebuah Studi
Pustaka. Riau: NCSSR SOCIAL SCIENCE AND RELIGION

Waryana (2020) Pengaruh Program Pemberdayaan Masyarakat


Penanggulangan KEP diKecamatan Srandakan Kabupaten
Bantul. Yogyakarta: Nutrire Diaita

18
19

Anda mungkin juga menyukai