Anda di halaman 1dari 15

PENYULUHAN DAN KONSELING GIZI PESISIR DAN KEPULAUAN

PROGRAM GIZI WASTING (BB/TB)

OLEH:

KELOMPOK III

AULIA ADHARIANA J1A118069

LILIS KARMILA J1A118076

WA MELI J1A118072

WIDYA ASTUTI J1A118177

SULFIYANI J1A118187

KELAS GIZI 2018

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2021
WASTING (BB/TB)

Permasalahan gizi perlu mendapatkan perhatian yang serius demi


kelangsungan hidup anak balita yang pada akhirnya berpengaruh pula pada
kelangsungan hidup bangsa karena gizi berkontribusi besar terhadap
peningkatan sumber daya manusia. Anak-anak berumur dibawah lima tahun
adalah kelompok rentan untuk masalah gizi dan kesehatan. Berbagai hasil
penelitian telah menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kurang gizi
dengan kualitas generasi penerus bangsa. Anak yang mengalami kurang gizi
pada masa pembentukan otak (masa Janin sampai dengan usia 2 tahun) atau
saat ini dikenal dengan seribu hari pertama, akan memberikan pengaruh yang
kurang baik bagi perkembangan fungsi otak yang sifatnya irreversible dan
berdampak jangka panjang.

Wasting merupakan suatu kondisi kekuarangan gizi akut dimana BB anak


tidak sesuai dengan TB atau nilai Z-score kurang dari -2SD (standar deviasi)
(Afriyani, 2016). Wasting adalah kondisi ketika berat badan anak menurun,
sangat kurang, atau bahkan berada dibawah rentang normal. Anak yang
mengalami kondisi ini umumnya memiliki proporsi tubuh yang kurang ideal. WHO
selaku badan kesehatan dunia, menyatakan bahwa wasting adalah salah satu
masalah kesehatan utama.

Wasting disebut juga dengan kurus atau gizi kurang. Yaitu kondisi gizi
yang tidak sesuai dengan umur anak. Balita kurus (Wasting) Ditandai dengan
kurangnya berat badan menurut panjang/tinggi badan anak (BB/TB). Panjang
badan digunakan untuk anak berumur kurang dari 24 bulan dan tinggi badan
digunakan untuk anak berumur 24 bulan ke atas. Balita kurus disebabkan karena
kekurangan makan atau terkena penyakit infeksi yang terjadi dalam waktu yang
singkat. Karakteristik masalah gizi yang ditunjukkan oleh balita kurus adalah
masalah gizi akut.

Laporan Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil


analisis terhadap Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa prevalensi balita
gizi kurus (BB/TB) adalah 5,34% . Pada tahun 2019 mengalami penurunan yaitu
4,83%. Salah satu upaya program perbaikan gizi yang dilakukan adalah
pemberian makanan tambahan untuk balita gizi kurang. Program pemberian
makanan tambahan ini bertujuan memulihkan gizi balita dengan jalan
memberikan makanan dengan kandungan gizi yang cukup sehingga kebutuhan
gizi balita dapat terpenuhi.

PROGRAM PERBAIKAN GIZI WASTING

1. PLANNING
Planning atau perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai
dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh, serta merumuskan sistem
perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan
mengkordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya
tujuan (Robbins dan Coulter, 2002).
Adapun perencanaan program perbaikan gizi berdasarkan prinsip
fungsi manajemen (POACE) untuk wasting yang terjadi pada Provinsi
Sulawesi Tenggara ialah sebagai berikut:
a. Identifikasi Masalah
Bila melihat data sekunder dari Dinas Kesehatan persentase
balita kurus (BB/TB) menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2018 mencapai 5,34% hampir sama dengan
angka Riskesdas yaitu 5,37%. Hal ini sudah menunjukan gambaran
yang lebih baik terutama dalam pelacakan kasus sudah meningkat,
pencatatan dan pelaporan sudah terupdate. Jika dilihat dari tahun
2019 presentase balita kurus untuk Provinsi Sulawesi Tenggara
mencapai 4,83%, angka ini menurun di bandingkan dengan tahun
sebelumnya sebesar 5,34%, dimana Kabupaten Buton Selatan
dengan penemuan kasus tertinggi yaitu 30,57% dan kabupaten
Kolaka dengan penemuan kasus terendah yakni sebesar 0,90%. Jika
dilihat pada tahun 2018-2019 di Sulawesi Tenggara persentase
kejadian wasting mengalami perunanan dimana pada tahun 2018
kejadian wasting dengan angka 5,34% dan pada tahun 2019 kejadian
wasting menurun sebesar 4,83%.

Dari hasil data yang telah dilakukan bahwa dalam


melaksanakan program perbaikan gizi masyarakat ini telah dilakukan
perencanaan. Program perbaikan gizi masyarakat terdiri dari
beberapa kegiatan yang difokuskan kepada ibu dan balitanya
terutama pada kasus gizi kurus (wasting). Target dari program ini
adalah untuk mengurangi kasus gizi kurus (wasting).
Menurut penelitian Lina Handayani, proses perencanaan
dimaksudkan untuk sekedar menunjuk penanggung jawab atau
pemegang program. Petugas gizi puskesmas merupakan
penanggung jawab program PMT anak balita akan tetapi dibantu oleh
tenaga kesehatan yang lain. Sasaran program PMT adalah anak
balita yang berada di bawah garis merah dan berasal dari keluarga
miskin. Dalam perencanaan target sasaran balita yang mendapat
program paket PMT anak balita tidak berdasarkan data dari kelurahan
maupun data dari kecamatan namun berdasarkan laporan dari bidan-
bidan dan petugas gizi puskesmas.
b. Analisis Masalah
Dari identifikasi masalah diatas di dapatkan analisis masalah
ialah kurangnya pengetahuan orang tua mengenai pentingnya
pemberian makan tambahan bagi anak. Kurangnya pengetahuan
tentang gizi dan kesehatan pada orang tua, khususnya ibu
merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada
balita. Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan banyak
mempengaruhi pola makan di daerah pesisir. Seorang ibu yang
memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang kurang akan sangat
berpengaruh terhadap status gizi balitanya dan akan sukar untuk
memilih makanan yang bergizi untuk anaknya dan keluarganya. Ibu
merupakan sosok penting bagi perkembangan balita khususnya
dalam hal status gizi anak, karena merupakan orang yang terdekat
bagi anak. Kurangnya gizi pada balita dapat disebabkan sikap atau
perilaku ibu yang menjadi faktor dalam pemilihan makanan yang tidak
benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang
cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan makanan terutama untuk
anak balita.
Perilaku pemberian makan yang dilakukan orang tua berperan
penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Orang tua
bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak termasuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Orang tua tidak menentukan makanan yang sebaiknya dimakan anak
tetapi cenderung menuruti keinginan makan anak tanpa ada upaya
untuk memberi makanan yang tidak disukai. Perilaku pemberian
makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi balita. Status gizi
baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat
gizi, sehingga dapat memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum
pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh
mengalami kekurangan salah satu atau lebih zat gizi esensial. Status
gizi berlebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat gizi yang berlebih,
sehingga menimbulkan toksis yang membahayakan.
Faktor yang mempengaruhi wasting adalah penyakit diare,
demam, jenis kelamin dan status pekerjaan ibu. Sedangkan faktor
yang paling berpengaruh adalah status pekerjaan ibu. Deteksi dini
dan pencegahan wasting pada anak harus di tingkatkan pada
program pemantauan tumbuh kembang anak.
2. ORGANIZING
Dari identifikasi masalah diatas dapat dilakukan program
perbaikan gizi masyarakat. permasalahan gizi ini yang terjadi pada
kelompok usia balita gizi kurang perlu diselenggarakan program
pemberian makanan tambahan (PMT). Pemberian makanan tambahan
merupakan program intervensi terhadap Balita yang menderita kurang
gizi dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan status gizi anak serta
untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak sehinggga tercapainya status
gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan usia anak tersebut. Jenis
makanan tambahan adalah makanan yang dibuat khusus yang harus
dimodifikasi agar asupan gizi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan,
dimodifikasi agar asupan gizi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
protein dan mikronutrien, aman, bersih, tidak terlalu pedas dan asin serta
mudah dikonsumsi oleh anak.
Program perbaikan gizi masyarakat terdiri dari beberapa kegiatan
yang difokuskan kepada ibu dan balitanya terutama pada kasus gizi kurus
(wasting). Target dari program ini adalah untuk mengurangi kasus gizi
kurus (wasting). Sementara itu kegiatan yang termasuk sebagai upaya
perbaikan gizi khususnya untuk mengurangi gizi kurus yaitu pemberian
makanan tambahan (PMT) pada balita.
Adapun Tata Laksana perencanaan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) pada balita gizi kurus yaitu Melakukan penyuluhan dari
pihak puskesmas langsung. Proses perencanaan yang dilakukan dalam
program pemberian makanan tambahan biasanya setiap minggu sekali,
balita dan ibu balita ke puskesmas, serta ahli gizi melakukan pelacakan
ke desa yang mempunyai kasus balita gizi kurus. Kemudian baru
disimpulkan untuk menentukan jenis Pemberian Makanan Tambahan
(PMT) yang akan di berikan. Petugas gizi puskesmas merupakan
penanggung jawab program PMT anak balita akan tetapi dibantu oleh
tenaga kesehatan yang lain. Sasaran program PMT adalah anak balita
yang berada di bawah garis merah dan berasal dari keluarga miskin.
Dalam perencanaan target sasaran balita yang mendapat program paket
PMT anak balita tidak berdasarkan data dari kelurahan maupun data dari
kecamatan namun berdasarkan laporan dari bidan-bidan dan petugas gizi
puskesmas.
Untuk mengatasi Petugas gizi puskesmas merupakan
penanggung jawab program PMT-anak balita akan tetapi dibantu oleh
tenaga kesehatan yang lain. Sasaran program PMT adalah anak balita
yang berada di bawah garis merah (BGM) dan berasal dari keluarga
miskin. Dalam perencanaan target sasaran balita yang mendapat
program paket PMT anak balita dilihat berdasarkan data dari kabupaten
yang ada di Sulawesi Tenggara.
Berdasarkan pedoman penyelenggaraan PMT-P dari Kementerian
Kesehatan RI tahun 2011, disebutkan bahwa pelaksanaan program
pemberian makanan tambahan pemulihan terdiri dari 4 tahap. Pertama
yaitu persiapan, terdiri dari penentuan balita sasaran, menentukan
makanan, membentuk kelompok ibu balita sasaran, sosialisasi program
dan penyuluhan. Kedua yaitu pelaksanaan, terdiri dari pendistribusian
dan konseling. Ketiga yaitu pemantauan dengan melakukan pengukuran
berat badan dan tinggi badan terhadap balita gizi buruk untuk mengetahui
perkembangan status gizinya dan memastikan bahwa paket makanan
dikonsumsi oleh balita gizi buruk. Keempat yaitu pencatatan dan
pelaporan, dilakukan mulai dari orangtua balita, bidan desa dan petugas
gizi puskesmas kemudian hasil pencatatan dilaporkan dari bidan desa ke
puskesmas, dari puskesmas ke dinas kesehatan setiap bulan. Jenis
pemberian PMT di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Pemberian makanan tambahan penyuluhan. PMT Penyuluhan
merupakan salah satu sarana penyuluhan gizi bagi orang tua dan
balita yang biasanya dilakukan melalui Posyandu. Secara rutin, PMT
Penyuluhan dilakukan setiap sebulan sekali sesuai jadwal Posyandu
yang ditujukan untuk semua balita bukan penderita gizi kurang saja.
b. Pembarian makanan tambahan pemulihan. PMT Pemulihan dapat
dilaksanakan di Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau rumah tangga
melalui Posyandu dan Puskesmas.
3. ACTUATING

Actuating adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua


anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran yang sesuai
dengan perencanaan manejerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi
actuating artinya menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan
sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-sama untuk
mencapai tujuan dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang
dibutuhkan adalah kepemimpinan. Actuating adalah Pelaksanaan untuk
bekerja. Untuk melaksanakan secara fisik kegiatan dari aktivitas tesebut,
makamanajer mengambil tindakan-tindakannya kearah itu. Seperti:
Leadership (pimpinan), perintah, komunikasi dan consoling (nasehat).
Actuating disebut juga“ gerakan aksi “ mencakup kegiatan yang dilakukan
seorang manager untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang
ditetapkan oleh unsur-unsur perencanaan dan pengorganisasian agar
tujuan-tujuan dapat tercapai. Dengan kata lain actuating adalah suatu
usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
berpedoman pada perencanaan (planing) dan usaha perorganisasian.
Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating) atau
fungsi penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staff
agar mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas
pokoknya sesuai dengan keterampilan yang telah dimiliki, dan dukungan
sumber daya yang tersedia.

a. Penentuan Sasaran

Penentuan balita sasaran penerima makanan tambahan


pemulihan merupakan proses untuk menentukan siapa saja yang akan
menerima paket makanan tambahan pemulihan. Petugas gizi puskesmas
merupakan penanggung jawab program pemberian makanan tambahan
pemulihan dibantu oleh tenaga kesehatan yang lain. Penemuan kasus
gizi kurang dapat dilakukan melalui kegiatan penimbangan seluruh balita
secara serentak di posyandu (operasi timbang) disamping penimbangan
bulanan. penentuan balita sasaran penerima makanan tambahan
berdasarkan hasil penimbangan di posyandu setiap bulannya

Sasaran dalam program pemberian makanan tambahan pada


balita yaitu balita dengan usia 6-59 bulan gizi kurang atau kurus termasuk
dengan balita yang pada KMS berada di bawah garis merah. Pemberian
makanan tambahan bertujuan untuk memperbaiki keadaan gizi pada
anak golongan rawan gizi yang menderita gizi buruk, dan diberikan
dengan kriteria anak balita yang dua kali berturut-turut tidak naik
timbangannya serta yang berat badannya pada KMS terletak dibawah
garis merah. Program PMT dilaksanakan sebagai bentuk intervensi gizi
dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi,
khususnya pada kelompok resiko tinggi yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu
nifas yang menderita KEK.

PMT dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti


makanan utama sehari-hari yang berbasis bahan makanan lokal. PMT
yang diberikan kepada kelompok sasaran dalam bentuk biskuit dan
diberikan selama 90 hari makan. PMT Pemulihan dapat dilaksanakan di
Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau rumah tangga melalui Posyandu dan
Puskesmas.
Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di posyandu
dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut :

1) Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di


TFC/pusat pemulihan gizi/puskesmas perawatan.
2) Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T)
3) Balita kurus
4) Balita bawah garis merah (BGM)
b. Penentuan Makanan Tambahan

Penentuan makanan tambahan yang akan diberikan kepada balita


gizi kurang disesuaikan dengan kebutuhan gizi balita sehingga nantinya
dapat meningkatkan status gizi balita tersebut. sebelum penentuan jenis
dan bahan makanan petugas terlebih dahulu melakukan telaah pola
makan dan perhitungan kebutuhan harian anak menurut status gizi anak,
karena jumlah kalori yang diperlukan anak berbeda-beda menurut
kelompok umurnya. Dalam buku Panduan Penyelenggaraan Pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan yang diterbitkan oleh Kemenkes RI
disebutkan bahwa makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis
bahan makanan atau makanan lokal. Jika makanan lokal terbatas, dapat
digunakan makanan pabrikan.

Pemilihan bahan makanan untuk program pemberian makanan


tambahan pemulihan dianjurkan penggunaan bahan makanan setempat
dengan alasan untuk pelaksanaan program tidak tergantung pada
tersedianya bahan makanan dari luar daerah, sehingga upaya pelestarian
program pemberian makanan tambahan pemulihan lebih terjamin (Moehji,
2007:50).

c. Pembentukan Kelompok Ibu Balita Sasaran


Berdasarkan buku Panduan Penyelenggaraan Pemberian
Makanan Tambahan Pemulihan yang diterbitkan oleh Kemenkes RI
(2011) disebutkan bahwa pada tahap persiapan terdapat pembentukan
kelompok ibu balita sasaran. Pembentukan kelompok ibu balita sasaran
dilakukan untuk mempermudah petugas dalam mengawasi dan
mengontrol balita gizi buruk. Dengan adanya kelompok maka kerja
petugas menjadi lebih mudah dan ringan.
d. Sosialisasi Dan Penyuluhan

Sosialisasi dan penyuluhan merupakan proses memberdayakan


dan memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan, dan
melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan, serta pengembangan lingkungan sehat. Penyuluhan adalah
proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh
agar terbangun proses perubahan perilaku yang merupakan perwujudan
dari pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang yang dapat diamati
oleh orang/pihak lain, baik secara langsung atau tidak langsung.

Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan mengenai program


pemberian makanan tambahan perlu dilakukan kepada masyarakat
terlebih orang tua, khusunya ibu balita. Sosialisasi dan penyuluhan dapat
memberikan tambahan pengetahuan kepada otang tua mengenai
kebutuhan gizi keluarga terutama anaknya. Dengan adanya sosialisasi
dan penyuluhan nantinya para orang tua mendapatkan penjelasan
mengenai program pemberian makanan tambahan dari petugas,
sehingga para orang tua dapat ikut serta dalam pelaksanaan program.

Menurut Wonatorey (2006), supaya pelaksanaan program


pemberian makanan tambahan mencapai hasil yang diharapkan dalam
pelaksanaannya perlu diberikan pendidikan gizi kepada orang tua,
khususnya ibu balita. Dengan adanya penyuluhan diharapkan
masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut akhirnya
diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku (Notoatmojo, 2007:56)

e. Pelaksanaan program
Actuating pada pelaksanan Program Makanan Tambahan (PMT)
untuk mengatasi gizi kurang yaitu :
1) pemberian makanan tambahan diberikan ditempat dilaksanakannya
posyandu. Pemberian makanan tambahan dilakukan oleh petugas
puskesmas dan kader, bersamaan dengan kegiatan posyandu yang
dilakukan setiap bulannya saat pengecekan, imunisasi, serta
penimbangan balita di posyandu.
2) Kemudian pada kegiatan pemberian makanan tambahan (PMT) KLB
gizi buruk, kegiatan ini dilakukan dinas kesehatan, dan puskesmas,
serta kader ketika terjadi penemuan kasus.
3) Selain itu ada kegiatan pendampingan kasus gizi kurang.
Pendampingan kasus gizi kurang pada kegiatan ini yang lebih banyak
terlibat juga puskesmas dan kader, karena petugas puskesmas yang
akan selalu melakukan pemantauan secara langsung terhadap
terhadap gizi kurang mulai dari kasus ditemukan hingga
perkembangan ketika kasus ditangani
4) Kemudian untuk kegiatan berikutnya adanya pelatihan keluarga sadar
gizi, pelatihan ini dilakukan kepada kader-kader yang telah ditunjuk di
setiap wilayah yang ada , pada pelatihan itu selain tentang gizi kurang
(Wasting), juga sekaligus membahas tentang kelompok pendukung
ASI. Pelatihan biasanya dilakukan di Dinas Kesehatan. Kemudian
dibentuknya Kelompok Pendukung ASI, kelompok ini melalui kader
dilakukan pelatihan dan bimbingan, kemudian mereka melakukan
sharing di masyarakat tentang ASI, kelompok ini dibentuk agar
pemberian ASI lebih meningkat, karena apabila ASI terpenuhi maka
gizi pada anak akan tercukupi.
5) Ibu PKK atau kader posyandu dibawah bimbingan petugas kesehatan
dapat memberikan penyuluhan tentang gizi seimbang.
6) Kegiatan lain dilakukan yaitu melakukan konseling gizi. Konseling
adalah kegiatan penyuluhan yang diarahkan agar ibu balita pengasuh
sadar akan masalah gizi buruk anaknya serta membimbing dan
berpartisipasi dalam pelaksanaan PMT.. Kegiatan konseling dapat
dilakukan pada saat pemberian PMT atau pada kunjungan balita ke
puskesmas atau dengan mengunjungi rumah keluarga balita.
Konseling dilakukan setiap bulan yaitu pada saat selesai dilakukan
pengukuran berat badan.
Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan ini melibatkan Kepala
Puskesmas, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) puskesmas atau bidan di
desa kepada ibu Kader pelaksana PMT ,tokoh. masyarakat yang ada
seperti penggerak PKK dan kader kader kesehatan dengan pengawasan
tenaga kesehatan setempat (puskesmas).
f. Pendistribusian PMT
Pendistribusian paket makanan tambahan untuk balita gizi kurang di
wilayah kerja Puskesmas dilakukan oleh tenaga gizi puskesmas dan
bidan desa. Petugas kesehatan yang bertugas mengambil paket
makanan tambahan di Puskesmas kemuadian selanjutnya orang tua
balita penerima paket makanan tambahan (PMT) akan mengambil saat
kegiatan posyandu berlangsung. Lama waktu pemberian paket makanan
tambahan merupakan salah satu bagian dalam pendistribusian paket
makanan tambahan pemulihan. pemberian makanan tambahan dilakukan
selama tiga bulan atau 90 hari secara berturut-turut.
g. Pemantauan PMT
Kegiatan pemantauan merupakan proses untuk mengamati secara
terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan pedoman atau
rencana yang sudah disusun sebelumnya. Dengan dilakukan
pemantauan nantinya akan diketahui jika terjadi penyimpangan. Semua
kebijakan publik, baik itu peraturan, larangan, kebijakan retribusi atau
apapun kebijakannya pastilah mengandung unsur kontrol (pengawasan)
(Agustino, 2014:166).
Pemantauan dilakukan setiap bulan selama pelaksanaan pemberian
makanan tambahan (PMT). Pemantauan meliputi pengukuran berat
badan, panjang/tinggi badan dan memastikan bahwa paket makanan
benar-benar dikonsumsi oleh balita gizi kurang. kegiatan penimbangan
dan pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dilakukan setiap
pemberian paket makanan (PMT) atau pada saat posyandu, minimal
dalam satu bulan dilakukan pengukuran satu kali.
h. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan dari bidan desa ke puskesmas dan
puskesmas ke dinas kesehatan dilakukan setiap satu bulan sekali.
Pencatatan dan pelaporan meliputi penggunaan dana, perkembangan
balita gizi kurang dan kendala dalam pelaksanaan program . Pencatatan
hanya dilakukan oleh bidan desa setiap bulan yaitu pencatatan
perkembangan balita. Selanjutnya, hasil akan dilaporakan ke puskesmas.
Tenaga gizi puskesmas melakukan pencatatan kembali dan melaporkan
hasilnya ke dinas kesehatan. Pencatatan dan pelaporan meliputi
penggunaan dana, perkembangan balita gizi kurang dan kendala yang
ada.
Pencatatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
bagaimana berjalannya program apakah dapat terlaksana dan dapat
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pencatatan dapat
dilakukan siapa saja yang ikut terlibat dalam pelaksanaan program atau
petugas pelaksana program. Sedangkan pelaporan adalah pemberian
hasil pencatatan yang telah dilakukan oleh petugas kepada pihak yang
berada diatasnya. Fungsi dari pencatatan dan pelaporan adalah untuk
mengetahui keberhasilan program dan sebagai bahan evaluasi program.
Evaluasi program akan digunakan sebagai masukan untuk elaksanaan
program yang akan datang supaya nantinya program dapat berjalan lebih
baik dari sebelumnya.
4. CONTROLING
Pengawasan dilakukan satu kali sebulan secara berjenjang dari
propinsi ke kabupaten oleh bidang kesehatan masyarakat melalui seksi
gizi dan kesga berupa kegiatan monitoring dan evaluasi. Pengawasan
untuk intervensi gizi dilakukan berjenjang mulai dari pusat ke propinsi,
propinsi ke kabupaten, kabupaten ke puskesmas atau langsung dari
kabupaten ke nagari yang dilakukan secara rutin. Pengawasan dilakukan
satu kali sebulan oleh dinas kesehatan melalui bidang kesehatan
masyarakat melalui Seksi gizi dan Kesehatan keluarga (Kesga).
Pengawasan untuk kegiatan intervensi gizi spesifik melibatkan seluruh
pemegang program di puskesmas dan lintas sektoral dengan melakukan
monitoring per bulan sehingga kegiatan yang belum dilaksanakan atau
mengalami kendala dapat diketahui sejak awal dan segera dilakukan
upaya untuk mengatasinya.

Pemantauan pada sebelum pelaksanaan dilakukan 3 hari sebelum


pelaksanaan, dengan mengawasi data base, logistik makanan, sarana
dan prasarana seperti dacin, mikrotoise, infantometer dan format.
Pengawasan saat pelaksanaan melakukan pelatihan pada kader tentang
penggunaan alat ukur, entry data dan penentuan status gizi. Pengawasan
setelah pelaksanaan pengentrian yang diserahkan pada puskesmas dan
hasil pengentrian tersebut diberikan kepada dinas untuk pengecekan
ulang jika terdapat kesalahan maka data diberikan ke puskesmas untuk
mengulangi pengukuran. Pemantauan program dilakukan setiap bulan
pada monitoring dan evaluasi. Monitoring ini dilakukan dengan seluruh
puskesmas dengan membahas program yang dilaksanakan.
5. EVALUATION
Evaluasi gizi adalah suatu proses penilaian terhadap keberhasilan
kegiatan upaya perbaikan gizi masyarakat yang didasarkan pada kriteria
yang jelas termasuk efektivitas dan efisiensinya. Untuk yang melakukan
evaluasi mengenai program pemberian makanan tambahan dilakukan
oleh tenaga kesehatan. Evaluasi ini dilakukan setelah pemberian
makanan tambahan dan telah dilaksanakan pemantauan dan pelaporan
yang dilakukan pada periode bulan mei, juni dan juli. Dalam proses
evaluasi petugas kesehatan memantau kepatuhan ibu memberikan
makanan tambahan kepada balita, sekaligus memantau perkembangan
balita sebelum dan setelah pemberian makanan tambahan. Indikator
yang digunakan dalaam evaluasi adalah:
a. Input
1) Logistik (jumlah dan ketersedian paket makanan tambahan)
2) Jumlah buku pedoman pemberian makanan tambahan agar
menjadi acuan petugas kesehatan.
3) Sumber daya manusia (tenaga kesehatan dan kader terlatih)
4) Dana operasional (Biaya operasional kesehatan, APBD)
5) Sarana dan prasarana
b. Proses
1) Penetuan sasaran
2) penentuan makanan tambahan
3) Pembentukan kelompok ibu balita sasaran
4) Sosialisasi dan penyuluhan
5) Pelaksanaan program
6) Distribusi paket makanan tambahan
7) Pemantauan PMT
8) Pencatatan dan pelaporan
c. Output
Keberhasilan program pemberian makanan tambahan, terjadi
perubahan berat badan yang signifikan terhadap balita penerima
makanan tambahan.

Sumber Referensi

Agustino, Leo. 2014. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.

Depkes RI. 2008. Pedoman Respon Cepat Penanggunlangan Gizi Buruk.


Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Direktorat Jendral Bina Kesehatan
Masyarakat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi tenggara. 2021. Data Sekunder Bayi kurus
(BB/TB). Kendari.

Moehji, Sjahmen. 2007. Ilmu Gizi Penanggulangan Gizi Buruk. Penerbit Papas
Sinar Sinanti. Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka


Cipta. Jakarta

Wanatorey D, dkk. 2006. Pengaruh Konseling Gizi Individu Terhadap


Pengetahuan Gizi Ibu dan Perbaikan Status Gizi Balita Gizi Buruk
yang Mendapatkan PMT Pemulihan di Kota Sorong Irian Jaya Barat.
SAINS Kesehatan. 19. April 2006

Anda mungkin juga menyukai