Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LOSS, GRIEVING,

DYING And DEATH

DI SUSUN OLEH :

1. FATHHUL AZIZ

2. WAWAN DWI H P

3. RIZMAYANTI

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM B STIKES MATARAM


BAB 1
PENDAHULUAN

A. KONSEP GERONTOLOGI
1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri
a.Gerontologi: 
   Geros = lanjut usia
   Logos = ilmu
Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai
faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap
berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial
ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.
* Gerontologi menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari seluruh aspek
menua.
* Gerontologi Nursing menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia.
* Gerontologi menurut Miller, 1990 = Cabang ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia.
* Gerontologi menurut Pergeri
Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang
berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi,
antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik,
psikologi, dan ekonomi.
b. Geriatri : 
   Geros = lanjut usila
   Eatrie = kesehatan/medical
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang
mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani,
jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.
Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and
ageing people.
* Geriatri adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia
dan akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian, jelas bahwa objek geriatrik
adalah manusia lanjut usia.
* Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek klinis, preventif
dan terapeutik bagi klien lanjut usia.
* Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan
penyakit dan kekurangannya pada lanjut usia.
Geriatri Nursing adalah spesialis perawatan lanjut usia yang dapat
menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan menggunakan
pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi
optimal lanjut usia secara komprehensif.

1.2 Tujuan Gerontologi dan Geriatri


a. Tujuan Gerontologi
- Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya
berkaitan dengan proses penuaan.
- Membantu mempertahankan identitas kepribadian lanjut usia.
- Mempertahankan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik
jasmani, rohani maupun sosial secara optimal.
- Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia.
- Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.
- Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
- Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit.
- Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya
dalam masyarakat.

b. Tujuan Geriatri
- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tinggiya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan
tertentu.
- Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang
simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi
bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung
dengan tenang).
1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
* Lansia menurut Setianto, 2004 = Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun keatas.
* Lansia menurut Pudjiastuti, 2003
Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan.
* Lansia menurut Hawari, 2001
Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual.
* Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987
Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan
atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam
perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
* Lansia menurut BKKBN, 1995
Individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda
terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi.

b. Batasan Umur Lanjut Usia


* Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang
berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.
* Menurut World Health Organization (WHO)

1. . Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun


2. . Lanjut Usia (ederly) : 60-74 tahun  
3. . Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun
4. . Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun
*  Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi
menjadi 4 bagian sbb:
1)    Pertama (fase invertus) : 25-40 tahun
2)   Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
3)   Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun
4)   Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia
* Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
1)    Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun
2)   Masa Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun
3)   Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun
* Menurut Biren dan Jamer, 1997
1)     usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada
dalam keadaan hidup, tidak mati.Usia Biologis
2)    usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.Usia Psikologis
3)    usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.Usia Sosial
* Menurut Smith and Smith, 1990
1)    Young old : 65-74 tahun
2)   Middle old : 75-84 tahun
3)   Old-old : lebih dari 85 tahun

1.4 Proses Menua


a. Pengertian
* Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994
      Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
     Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah.
Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.
* Proses Menua Menurut Deskripansi
   Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya.
Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-
kekurangan yang menyolok.
b. Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000
 Perubahan Fisik
1. Sel
• Pada lansia, jumlah akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar.
• Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang.
• Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati juga ikut berkurang.
• Jumlah sel otak akan menurun.
• Mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atropi.

2. Sistem Persarafan
• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk,
2003).
• Hubungan persarafan cepat menurun.
• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan
stres.
• Mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran
• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).
• Membran timpani atropi.
• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.
• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stres.

4. Sistem Penglihatan
• Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
• Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).
• Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
• Meningkatnya ambang.
• Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan
sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
• Hilangnya daya akomodasi.
• Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara
warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.

5. Sistem Kardiovaskular
• Elastisitas dinding aorta menurun.
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
• Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
• Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi.
• Tekanan darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh


• Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis +350C, hal ini diakibatkan
oleh metabolisme yang menurun.
• Keterbatasan reflek menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem Pernapasan
• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktifitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernapas menurun.
• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada
arteri menurun menjadi 75 mm Hg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan
penurunan kekuatan otot pernapasan.

8. Sistem Gastrointestinal
• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan
• Esofagus melebar.
• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.
• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi menurun.
• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.
• Serta berkurangnya suplai aliran darah.

9. Sistem Genitourinaria
• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga
50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal
untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, protein uria biasanya
+1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun
hingga 200 ml dan menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung
kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat
hingga +75% dari besar normalnya.

10. Sistem Endokrin


• Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal
metabolik rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi
hormon kelamin seperti progesteron, estrogen, dan testosteron.

11. Sistem Integumen


• Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
• Permukaan kulit kasar dan bersisik.
• Menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun.
• Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
• Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
• Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
• Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki
tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
• Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
• Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

12. Sistem Muskuloskeletal


• Tulang kehilangan kepadatan (density) dan semakin rapuh.
• Kifosis.
• Persendian membesar dan menjadi kuku.
• Tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
• Atropi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan
menjadi tremor.

 Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
o Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan

2. Kenangan ( Memory)
berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahano
Kenangan jangka panjang
0-10 menit, kenangan buruko Kenangan jangka pendek atau seketika

3. IQ (Intellegentia Quantion)
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

 Perubahan Psikososial
• PENSIUN
- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain:

1. Kehilangan finansial (income berkurang)


2. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi,
lengkap dengan segala fasilitasnya).
3. Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4. Kehilangan pekerjaan kegiatan.
- Beberapa kondisi faktual di kalangan para pensiunan di Indonesia, disarikan dari
Kontjoro 2002 dalam Dharmodjo, 1985 adalah sbb:
1. Penurunan kondisi kesehatan ternyata tidak disebabkan secara langsung oleh
pensiunan, melainkan oleh problematika kesehatan yang telah dialami sebelumnya.
2. Tidak jarang masa pensiun malahan dapat meningkatkan kesehatan, misalnya
saja akibat berkurangnya beban tekanan hidup yang harus dihadapi.
3. Kalangan masyarakat mulai memandang masa pensiun sebagai masa yang
berkesan dan menarik.
4. Pada masa pensiun, kemungkinan untuk bersantai berkurang, karena waktu yang
ada cenderung tersita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
5. Kepuasan perkawinan tidak secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi pensiun.
6. Akan ada banyak waktu dan kesempatan bersama keluarga pasangan.
7. Penempatan ke rumah jompo, meninggalnya pasangan, mengidap penyakit
serius, serta adanya cacat biasanya menyebabkan perubahan gaya hidup yang
drastis pada mereka yang pensiun.

o Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awarness of mortality)


o Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit bertambahnya biaya
pengobatan
o Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic depriviation)
o Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
o Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
o Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
o Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
keluarga.
o Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.

 Perkembangan Spiritual
1. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow,1979)
2. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam
berpikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970)
3. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978,
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan
bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
B. KONSEP DASAR LOSS, GRIEVING, DYING, AND DEATH

 1.KEHILANGAN
1.1  DEFINISI KEHILANGAN
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang
tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui atau dialami. Tipe dari
kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin
tidak menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat
dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespon terhadap  kehilangan
secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan ke hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang
hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distress emosional yang
lebih besar dibanding dengan saudaranya yang sudah tidak pernah bertemu selama
bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka; namun
perawat harus mengenali bahwa setiap interpretasi seseorang tentang kehilangan
sangat bersifat individualistis.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat
aktual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman
bermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat
bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti
kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna dari apa yang
hilang, maka makin besar perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami
kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan
normal untuk pertama kalinya, kehilangan situasional (kehilangan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian
mendadak dari orang yang dicintai) atau keduanya.

1.2   JENIS KEHILANGAN


1.2.1 Kehilangan Objek Eksternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikian yang telah
menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi
seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang
dewasa berupa perhiasan atau aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda
tersebut.

1.2.2   Kehilangan Lingkungan yang Telah Dikenal


Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah
dikenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selma periode
tertentu atau perpindahan secara permanen. Contohnya termasuk pindah ke kota
baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit. Kehilangan melalui
perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi melalui situasi
maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah perawatan, atau
situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana alam atau
mengalami cedera atau penyakit.

1.2.3   Kehilangan Orang Terdekat


Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Kehilangan dapat
terjadi akibat perpisahan, pidah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan
kematian.

1.2.4   Kehilangan Aspek Diri


Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota
gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup
kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikologi termasuk kehilangan ingatan, rasa humor,
harga diri, percaya diri, kekuatan, respeks, atau cinta. Kehilngan seperti ini dapat
menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen
dalam citra tubuh dan konsep diri.

1.2.5   Kehilangan Hidup
Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir,
dan merespons terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian.
Perhatian utama sering bukan kepada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri
dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut tentang kematian dan
gelisah mengenai kematian, masalah yang sama tidak akan sama pentingnya bagi
setiap orang.

1.3 DAMPAK KEHILANGAN
Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan
situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang
telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu.
Perawat merawat klien yang mengalami banyak tipe kehilangan, seperti
klien yang dirawat di rumah sakit yang mengalami banyak kehilangan termasuk
kesehatan, kemandirian, kontrol terhadp lingkungannya, dan keamanan finansial.
Kehilangan mengancam konsep diri, harga diri, keamanan, dan rasa makna diri.
Perawat harus mengenali makna dari setiap kehilangan bagi klien dan dampaknya
bagi fungsi fisik dan psikologis.
Efek atau dampak dari kehilangan tergantung pada faktor-faktor, yaitu :
1.Usia
2.Jalannya kematian
3.Hubungan dengan orang yang meninggal
4.Pengalama masa lalu
5.Kepribadian
6.Persepsi tentang kehilangan
7.Makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki
8.Respon keluarga terhadap keluarga

2.  BERDUKA
2.1 DEFINISI BERDUKA
Duka cita bermakna kesedihan yang mendalam disebabkan karena
kehilangan seseorang yang dicintainya (misal kematian). Menurut Cowles dan
Rodgers (2000), duka cita dapat digambarkan sebagai berikut : Duka cita dilihat
sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak
berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau
bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:
1.Menolak (denial)
2.Marah (anger)
3.Tawar-menawar (bargaining)
4.Depresi (depression)
5.Menerima (acceptance

2.2  JENIS BERDUKA
Dukacita mencakup pikiran, perasaan, dan prilaku. Tujuan duka cita adalah
untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintegrasikan kehilangan
kedalam pengalaman hidup klien. Pencapaian ini membutuhkan waktu dan upaya.
Istilah ”upaya melewati dukacita” berasal dari seorang psikiater Erich Lindemann
(1965) yang menggambarkan tugas dan proses yang harus diselesaikan dengan
berhasil agar dukacita terselesaikan. Orang yang mengalami dukacita mencoba
berbagai strategi untuk menghadapinya. Worden (1982) menggarisbawahi empat
tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan,
dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim ”TEAR’:
1.T- To accept the reality of the loss (untuk menerima realitas dari kehilangan.)
2.E- Experience the pain of the loss (mengalami kepedihan akibat kehilangan).
3.A- Adjust to the new environment without the lost object (menyesuaikan
lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang).
4.R- Reinvest in the new reality (memberdayakan kembali energi emosional ke
dalam hubungan yang baru).

2.3  RESPON BERDUKA
Respon dukacita dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Dukacita Adaptif
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan,
dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran
tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang
berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa mendatang. Dukacita yang adaptif
terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka
panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien
mungkin merasa sangat sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam
merespons informasi tentang kehilangan di masa mendatang yang berkaitan
dengan penyakit. Dalam situasi seperti ini , dukacita adaptif dapat mendalam lama
dan dapat terbuka. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas
harapan, impian, dan harapan terhadap masa depan jangka panjang. Keterlibatan
secara kontinu dengan klien menjelang ajal dan tujuan untuk memaksimalkan
kemungkinan hidup bukan hal yang tidak sesuai dengan pengalaman dukacita
adaptif. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mempunyai akhir yang pasti.
Hal tersebut akan menghilang sejalan dengan kematian klien; meskipun duka cita
berlanjut, tetapi dukacita tersebut tidak lagi adaptif. Klien, keluarganya, dan
perawat dihadapkan dengan serangkaian tugas adaptasi dalam proses dukacita
adaptif (Rando,1986).

2. Dukacita Terselubung
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang
tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,atau didukung secara
sosial. Konsep mengenali bahwa masyarakat mempunyai serangkaian norma
mengenai “aturan berduka” yang berupaya untuk mengkhususkan siapa, kapan, di
mana, bagaimana, berapa lama, dan kepada siapa orang harus berduka. Dukacita
mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan
meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini
dapat mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan non-
tradisional, seperti hubungan di luar perkawinan atau hubungan homoseksual dan
mereka yang hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.

2.4  KONSEP DAN TEORI BERDUKA


Konsep dan teori berduka hanya cara yang dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya serta merencanakan
intervensi untuk membantu mereka memahami duka cita dan menghadapinya.
Penting artinya untuk mempertimbangkan beberapa teori tentang kedukaan.
Ketika mendiskusikan tentang tahapan, fase atau tugas, penting artinya untuk
mengingat bahwa hal ini tidak terjadi dengan urutan yang kaku, tetap dapat
diperkirakan. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi duka cita klien. Dengan
demikian perawat tidak harus mengidentifikasi duka cita klien sebagai mengalami
tahapan khusus duka cita. Peran perawat adalah mengamati perilaku berduka,
mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan yang
empatik.
a. Teori Engel
Engel (1964) mengajukan bahwa proses berduka mempunyai tiga fase yang dapat
diterapkan pada seseorang yang berduka dan menjelang kematian.
Fase pertama, individu menyangkal realitas kehidupan dan mungkin menarik diri,
duduk tidak bergerak, atau menerawang tanpa tujuan. Hal tersebut mungkin
dipandang oleh pengamat bahwa orang tersebut tidak menyadari apa makna
kehilangan. Reaksi fisik dapat mencakup pingsan, berkeringat, mual, diare,
frekuensi jantung cepat, gelisah, insomnia, dan keletihan.
Fase kedua adalah individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin
mengalami keputusasaan. Secara mendadak terjadi marah, rasa bersalah, frustasi,
depresi dan kehampaan. Menangis adalah khas sejalan dengan individu menerima
kehilangan.
Fase ketiga, dikenali realitas kehilangan. Marah dan depresi tidak lagi dibutuhkan.
Kehilangan telah jelas bagi individu, yang mulai mengenali hidup. Dengan
mengalami fase ini seorang beralih dari tingkat fungsi emosi dan intelektual yang
lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Berkembang kesadaran diri.

b. Tahapan Menjelang Ajal Menurut Kubler-Ross


Kerangka kerja yang diberikan oleh Kebler-Ross (1969) berfokus pada perilaku
dan mencakup lima tahapan.
1.Pada tahap menyangkal individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
2.Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada
seseorang dan segala sesuatu dilingkungan sekitarnya.
3.Pada tahap tawar menawar terdapat penundaan realitas kehilangan. Individu
mungkin berusaha membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan.
4.Tahap depresi terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari
makna kehilangan tersebut timbul. Seseorang merasa terlalu sangat kesepian dan
menahan diri. Tahap ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
5.Dan pada tahap terakhir ini dicapai suatu penerimaan. Reaksi fisiologis menurun,
dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan penerimaan lebih
sebagai menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau pututs asa.

c. Fase Berduka Menurut Rando


Rando (1993) mendefinisikan kembali respon berduka menjadi tiga kategori, yaitu:
1.Penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal dan ketidakpercayaan.
2.Konfrontasi, dimana terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang melawan kehilangn mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan palinga kaut.
3.Akomodasi, ketika terdapat secara bertahap penurunan kedudukan akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan social dunia sehari-hari dimana
klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehilangan mereka.

3.  MENJELANG AJAL
3.1 DEFINISI MENJELANG AJAL
       Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju
akhir. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi
individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup
yang diperlukan. Dukungan kolega sebagaimana perawat yang mengasuh orang
menjelang ajal merupakan hal yang penting agar pada masa-masa tersebut
menjadipengalaman yang normal dan meningkatkan pertumbuhan.
Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah :
1.  Rumah sakit perawatan akut
2.  Perawatan jangka panjang
3.  Hospice
4.  Perawatan di rumah

3.2  TEORI MENJELANG AJAL


3.2.1  Elisabeth Kubler-Ross
Ada 5 tahap :
1.     Penyangkalan dan isolasi
2.    Perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.
3.    Tawar menawar
4.    Depresi
5.    penerimaan

3.2.2  Lamberton
Mengisolasi 4 strategi koping utama yang digunakan oleh orang yang menjelang
ajal :
1.     Penyangkalan
2.    Ketergantungan
3.    Pemindahan
4.    Regresi

3.2.3 Pattison
1.     Fase akut
2.    Fase kehidupan kronis
3.    Fase menjelang ajal
4.    Fase akhir

3.2.4  Wiesman
Mengemukakan adeanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi respons
emosional yang kontinu dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal.

3.2.5 Kastenbaum
Membagi kehidupan dan menjelang ajal menajdi 2 fase psikobiologis yang
sama, yang berkembang sampai akhir kehidupan.

3.2.6  Giacquinta
Fase-fase yang dialami keluarga setelah diagnose kanker dinyatakan:
1.     Hidup dengan kanker
2.    Restrukturisasi selama interval hidup dan mati
3.    Kehilangan
4.    Pembentukan kembali
  

4.  KEMATIAN
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital,
akhir dari kehidupan.  Kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien
dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

C. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN LOSS, GRIEVING, DYING and


DEATH

1.  PENGKAJIAN :
-Perawat menggali makna kehilangan pada klien dan keluarga
-Menggunakan komunikasi tulus dan terbuka
-Menekankan keterampilan mendengar
-Mengamati respon dan perilaku
-Perawat mengkaji bagaimana klien bereaksi, bukan bagaimana seharusnya klien
bereaksi
-Perawat harus memahami fase duka yang dapat terjadi scr berurutan dan mungkin
juga tidak urut bahkan berulang.
-Perawat mempertimbangkan variabel yang mempengaruhi dukacita

Ø  Faktor Yang Mempengaruhi Cara Individu Merespon Kehilangan :


1.Karakteristik Personal
2.Sifat Hubungan dg Objek yg Hilang
3.Sistem Pendukung Sosial
4.Sifat Kehilangan
5.Keyakinan Spiritual dan Budaya

Ø  Karakteristik Personal
A.Usia
Respon Anak Terhadap Kematian :
1. Lahir – 2 Tahun
- Tidak mempunyai konsep tentang kematian
- Dapat mengalami rasa kehilangan dan dukacita
- Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep tentang kehilangan
dan dukacita

2. 2 s/d 5 Tahun
- Menyangkal kematian sbg ssuatu proses yang normal
- Melihat kematian sbg ssuatu yg dapat hidup kembali
- Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dlm kemampuannya untuk membuat
suatu hal terjadi
- Dapat bereaksi dg marah atau menunjukkan kemarahan
3. 5 s/d 8 Tahun
- Melihat kematian sbg akhir; tidak melihat bahwa kematian akan tjd pada
dirinya
- Melihat kematian sbg hal yang menakutkan
- Mencari utk menemukan apa penyebab dan arti kematian

4. 8 s/d 12 Tahun
- Melihat kematian sbg akhir & tidak dapat dihindar
- Menyadari kemungkinan kematiannya sendiri
- Mengembangkan respon afektif thdp kematian
- Mengalami egosentris dan pikiran magis
- Menyadari apa makna kematian ini bagi dirinya dimasa datang

REMAJA
- Memahami seputar kematian serupa dengan orang dewasa
- Harus menghadapi implikasi personaltentang kematian
- Menunjukkan perilaku berasiko
- Dengan serius mencari makna tentang hidup
- Lebih sadar tentang masa depan
Ø  Faktor yang Mempengaruhi Dukacita Lansia :
1.  Perubahan fisik yang menyertai penuaan
2. Kehilangan pekerjaan
3. Kehilangan respek sosial
4. Kehilangan hubungan
5. Kehilangan kapabilitas perawatan diri
6. Ketakutan tentang kehilangan kontrol
7. Rasa pemenuhan tanggung jawab dan kontribusi yang dibuat
8. Ikatan kepribadian
9. Perasaan nilai diri
10. Kemampuan berfungsi

B.Peran Jenis Kelamin


1. Reaksi kehilangan dipengaruhi oleh harapan sosial ttg peran pria dan wanita
2. Pria dan wanita melekatkan makna berbeda thdp bagian tubuh, fungsi,
hubungan interpersonal, dan benda.
C.Pendidikan dan Status Ekonomi
Mengkaji hal ini penting krn hal ini mempengaruhi kemampuan klien untuk
menggunakan pilihan dan dukungan ktika menghadapi kehilangan
Sifat Hubungan dengan Objek yang Hilang
1. Penting untuk mengkaji Karakteristik hubungan dan fungsi kehilangan yang
dilakukan oleh almarhum atau almarhumah dalam kehidupan individu yang
ditinggalkan
2. Reaksi terhadap kehilangan orang tua, pasangan dan anak akan berbeda
tergantung pada kualitas hubungan tersebut.
Ø  Sistem Pendukung Sosial
1. Visibilitas kehilangan, seperti kehilangan rumah akibat bencana alam,sering
memunculkan dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan
2. Visibilitas kehilangan seperti deformitas wajah dapat menyebabkan
kehilangan dukungan dari temen atau keluarga, sehingga menambah keparahan
proses kehilangan.
Ø  Sifat Kehilangan
1. Kemampuan untuk menyelesaikan berduka bergantung pada makna
kehilangan dan situasi disekitarnya.
2. Kemampuan untuk menerima bantuan mempengaruhi apakah yang berduka
akan mampu mengatasi kehilangan.
3. Visibilitas kehilangan mempengaruhi dukungan yang diterim.
4. Durasi perubahan mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam
menetapkan kembali ekuilibrium fisik,psikologis dan sosial
Ø  Keyakinan Spiritual dan Budaya
1. Latarbelakang budaya dan dinamika keluarga mempengaruhi
pengekspresian berduka
2. Keyakinan spiritual mencakkup praktik, ibadah dan ritual.
3. Individu mungkin akan menemukan dukungan, ketenagan dan makna dalam
kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual.
4. Perawat harus waspada terhadap makna praktik keagamaan, tidak hanya
pada klien tetapi juga pada keluarganya

2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku yang menandakan dukacita maladaptif :
1. Aktifitas berlebihan tanpa rasa kehilangan
2. Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga
3. Bermusuhan terhadap oang tertentu
4. Depresi agitasi dg ketegangan, agitasi, insomnia, perasaan tidak berharga,
rasa bersalah yang berlebihan, dan kecenderungan untuk bunuh diri.
5. Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang
berhubungan dg budaya klien
6. Ketidakmampuan mediskusikan kehilangan tanpa menangis
7. Rasa sejahtera yang salah.
Contoh Diagnosa :
a. Dukacita adaptif yang berhubungan dengan :
 Potensial orang terdekat yang dirasakan
 Potensial kehilangan kesejahteraan fisiopsikososial yang dirasakan
 Potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang dirasakan
b. Dukacita maladaptif yang berhubungan dengan :
 Kehilangan objek potensial atau aktual
 Rintangan respon berduka
 Tidak ada antisipasi terhadap berduka
 Penyakit terminal kronis
 Kehilangan orang terdekat
c. Gangguan penyesuaian yang berhubungan dengan berduka yang tidak
selesai.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
Respon dukacita tertahan.
e. Perubahan koping keluarga berhubungan dengan :

 Preokupasi sementara oleh orang terdekat yang mencoba untuk menangani


konflik emosional dan personal

 Menderita dan tidak mampu untuk menerima atau bertindak secara efektif
dalam kaitannya dengan kebutuhan klien.
f. Perubahan Proses Keluarga yang berhubungan dengan Transisi atau krisis
situasi
g. Keputus asaan berhubungan dengan :
 Kekurangan atau penyimpangan kondisi fisiologis
 Stress jangka panjang
 Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha kuasa.
h. Isolasi Sosial berhubungan dengan Sumber  pribadi tidak adekuat.
i. Disress Spiritual berhubungan dengan Perpisahan dari ikatan keagamaan dan
kultural
j. Gangguan Pola Tidur yang berhubungan dengan stress karena respon
berduka

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Tahap denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu
bagi klien untuk melihat kebenaran..bantu untuk melihat kebenaran dengan
konfirmasi kondisi a.l. melalui second opinion
2. Tahap anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan
dan ketidak berdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa
aman
3. Tahap bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam..
Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhapap
bayang-bayang dosa masa lalu…Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa
yang dirasakan…apabila perlu refer ke pemuka agama untuk pendampingan.
4. Tahap depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan
kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar.
5. Tahap menerima
Klien merasa damai dan tenang.dampingi klien untuk mempertahankan rasa
berguna (self worth).berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang
masih mampu dilakukan dengan pendampingan.fasilitasi untuk menyiapkan
perpisahan abadi

4. EVALUASI
1)  Klien mampu mengkomunikasikan dan mengekspresikan dukacita.
2) Pada perawatan menjelang ajal mengharuskan perawat    mengevaluasi    
tingkat kenyamanan klien dengan penyakit dan kualitas hidupnya.
3)     Tingkat kenyamanan klien dievaluasi dg dasar hasil spt penurunan nyeri,
kontrol gejala, pemeliharaan funsi sistem tubuh, penyelesaian tugas yang belum
terselesaikan, dan ketenangan emosional.

DAFTAR PUSTAKA
Martono, Hadi dan Krispranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric,Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta : Balai penerbit FK UI

Kemp & Pillitteri (1984) ,Fundamentals of Nursing, Boston :Little Brown&co 

Kubler-Ross,E.,(1969) ,On Death and Dying, ,London: Tavistock Publication

Pattison,Mansell (1977), The Experience of Dying, Englewood Cliffs:Prentice-


Hall Inc.
www.growthhouse.org, Grief,anger and loss : Improving care of the Dying
http://ie-cha-ndd.blogspot.com/2010/05/konsep-kehilanga-dan-berduka. html?
zx=9d3d7f76549a3b0a
http://wordlibraries.wordpress.com/2010/05/28/asuhan-keperawatan-kehilangan-
kematian-dan-dukacita/

Anda mungkin juga menyukai