DI SUSUN OLEH :
1. FATHHUL AZIZ
2. WAWAN DWI H P
3. RIZMAYANTI
A. KONSEP GERONTOLOGI
1.1 Pengertian Gerontologi dan Geriatri
a.Gerontologi:
Geros = lanjut usia
Logos = ilmu
Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai
faktor-faktor yang menyangkut lanjut usia.
Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap
berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial
ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi is comprehensive study of ageing and the problem of the aged.
* Gerontologi menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari seluruh aspek
menua.
* Gerontologi Nursing menurut KOZIER, 1987 = Ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia.
* Gerontologi menurut Miller, 1990 = Cabang ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia.
* Gerontologi menurut Pergeri
Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang
berusia lanjut, yang didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi,
antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik,
psikologi, dan ekonomi.
b. Geriatri :
Geros = lanjut usila
Eatrie = kesehatan/medical
Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang
mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badani,
jiwa dan sosial, serta penyakit cacat.
Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of old age and
ageing people.
* Geriatri adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia
dan akibatnya pada tubuh manusia. Dengan demikian, jelas bahwa objek geriatrik
adalah manusia lanjut usia.
* Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari aspek klinis, preventif
dan terapeutik bagi klien lanjut usia.
* Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari tentang pencegahan
penyakit dan kekurangannya pada lanjut usia.
Geriatri Nursing adalah spesialis perawatan lanjut usia yang dapat
menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan menggunakan
pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi
optimal lanjut usia secara komprehensif.
b. Tujuan Geriatri
- Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tinggiya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan.
- Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik dan mental.
- Merangsang para petugas kesehatan (dokter, perawat) untuk dapat mengenal dan
menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan
tertentu.
- Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu
penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal
tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal).
- Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai
pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang
simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi
bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga kematiannya berlangsung
dengan tenang).
1.3 Konsep Lanjut Usia (Lansia)
a. Pengertian
* Lansia menurut Setianto, 2004 = Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun keatas.
* Lansia menurut Pudjiastuti, 2003
Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan.
* Lansia menurut Hawari, 2001
Keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara
individual.
* Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987
Dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan
atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam
perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
* Lansia menurut BKKBN, 1995
Individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda
terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi.
2. Sistem Persarafan
• Rata-rata berkurangnya syaraf neucortical sebesar 1 per detik (Pakkenberg dkk,
2003).
• Hubungan persarafan cepat menurun.
• Lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khusus dengan
stres.
• Mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran
• Gangguan pada pendengaran (presbiakusis).
• Membran timpani atropi.
• Terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin.
• Pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stres.
4. Sistem Penglihatan
• Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
• Kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis).
• Lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak.
• Meningkatnya ambang.
• Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan
sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
• Hilangnya daya akomodasi.
• Menurunnya lapang pandang dan menurunnya daya untuk membedakan antara
warna biru dengan hijau pada skala pemeriksa.
5. Sistem Kardiovaskular
• Elastisitas dinding aorta menurun.
• Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
• Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
• Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi.
• Tekanan darah meningkat di akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
7. Sistem Pernapasan
• Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
• Menurunnya aktifitas dari silia.
• Paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
• Menarik napas lebih berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan
kedalaman bernapas menurun.
• Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada
arteri menurun menjadi 75 mm Hg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan
penurunan kekuatan otot pernapasan.
8. Sistem Gastrointestinal
• Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan
• Esofagus melebar.
• Sensitifitas akan rasa lapar menurun.
• Produksi asam lambung dan waktu penggosongan lambung menurun.
• Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
• Fungsi absorbsi menurun.
• Hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat menyimpan.
• Serta berkurangnya suplai aliran darah.
9. Sistem Genitourinaria
• Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun hingga
50%, fungsi tubulus berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal
untuk mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, protein uria biasanya
+1), Blood Urea Nitrogen (BUN) meningkat hingga 21 mg%, nilai ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat.
• Otot-otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun
hingga 200 ml dan menyebabkan rekurensi buang air kecil meningkat, kandung
kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
• Pria dengan usia 65 tahun keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat
hingga +75% dari besar normalnya.
Perubahan Mental
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
o Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
o Kesehatan umum
o Tingkat pendidikan
o Keturunan (Hereditas)
o Lingkungan
2. Kenangan ( Memory)
berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup beberapa perubahano
Kenangan jangka panjang
0-10 menit, kenangan buruko Kenangan jangka pendek atau seketika
3. IQ (Intellegentia Quantion)
o Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
o Berkurangnnya penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor: terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
Perubahan Psikososial
• PENSIUN
- Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas yang dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
- Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain:
Perkembangan Spiritual
1. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow,1979)
2. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini terlihat dalam
berpikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970)
3. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer 1978,
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan
bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. KONSEP DASAR LOSS, GRIEVING, DYING, AND DEATH
1.KEHILANGAN
1.1 DEFINISI KEHILANGAN
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan
adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang
tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui atau dialami. Tipe dari
kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin
tidak menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat
dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan
secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan ke hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang
hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distress emosional yang
lebih besar dibanding dengan saudaranya yang sudah tidak pernah bertemu selama
bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka; namun
perawat harus mengenali bahwa setiap interpretasi seseorang tentang kehilangan
sangat bersifat individualistis.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat
aktual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman
bermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat
bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti
kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna dari apa yang
hilang, maka makin besar perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami
kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan
normal untuk pertama kalinya, kehilangan situasional (kehilangan yang terjadi
secara tiba-tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian
mendadak dari orang yang dicintai) atau keduanya.
1.2.5 Kehilangan Hidup
Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berpikir,
dan merespons terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai terjadinya kematian.
Perhatian utama sering bukan kepada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri
dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang takut tentang kematian dan
gelisah mengenai kematian, masalah yang sama tidak akan sama pentingnya bagi
setiap orang.
1.3 DAMPAK KEHILANGAN
Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan dengan
situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan kehilangan yang
telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk berlangsung tanpa batas waktu.
Perawat merawat klien yang mengalami banyak tipe kehilangan, seperti
klien yang dirawat di rumah sakit yang mengalami banyak kehilangan termasuk
kesehatan, kemandirian, kontrol terhadp lingkungannya, dan keamanan finansial.
Kehilangan mengancam konsep diri, harga diri, keamanan, dan rasa makna diri.
Perawat harus mengenali makna dari setiap kehilangan bagi klien dan dampaknya
bagi fungsi fisik dan psikologis.
Efek atau dampak dari kehilangan tergantung pada faktor-faktor, yaitu :
1.Usia
2.Jalannya kematian
3.Hubungan dengan orang yang meninggal
4.Pengalama masa lalu
5.Kepribadian
6.Persepsi tentang kehilangan
7.Makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki
8.Respon keluarga terhadap keluarga
2. BERDUKA
2.1 DEFINISI BERDUKA
Duka cita bermakna kesedihan yang mendalam disebabkan karena
kehilangan seseorang yang dicintainya (misal kematian). Menurut Cowles dan
Rodgers (2000), duka cita dapat digambarkan sebagai berikut : Duka cita dilihat
sebagai suatu keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak
berbanding lurus dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau
bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:
1.Menolak (denial)
2.Marah (anger)
3.Tawar-menawar (bargaining)
4.Depresi (depression)
5.Menerima (acceptance
2.2 JENIS BERDUKA
Dukacita mencakup pikiran, perasaan, dan prilaku. Tujuan duka cita adalah
untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintegrasikan kehilangan
kedalam pengalaman hidup klien. Pencapaian ini membutuhkan waktu dan upaya.
Istilah ”upaya melewati dukacita” berasal dari seorang psikiater Erich Lindemann
(1965) yang menggambarkan tugas dan proses yang harus diselesaikan dengan
berhasil agar dukacita terselesaikan. Orang yang mengalami dukacita mencoba
berbagai strategi untuk menghadapinya. Worden (1982) menggarisbawahi empat
tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan,
dan Harper (1987) merancang tugas dalam akronim ”TEAR’:
1.T- To accept the reality of the loss (untuk menerima realitas dari kehilangan.)
2.E- Experience the pain of the loss (mengalami kepedihan akibat kehilangan).
3.A- Adjust to the new environment without the lost object (menyesuaikan
lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang).
4.R- Reinvest in the new reality (memberdayakan kembali energi emosional ke
dalam hubungan yang baru).
2.3 RESPON BERDUKA
Respon dukacita dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Dukacita Adaptif
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan,
dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran
tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang
berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa mendatang. Dukacita yang adaptif
terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka
panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien
mungkin merasa sangat sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam
merespons informasi tentang kehilangan di masa mendatang yang berkaitan
dengan penyakit. Dalam situasi seperti ini , dukacita adaptif dapat mendalam lama
dan dapat terbuka. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas
harapan, impian, dan harapan terhadap masa depan jangka panjang. Keterlibatan
secara kontinu dengan klien menjelang ajal dan tujuan untuk memaksimalkan
kemungkinan hidup bukan hal yang tidak sesuai dengan pengalaman dukacita
adaptif. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mempunyai akhir yang pasti.
Hal tersebut akan menghilang sejalan dengan kematian klien; meskipun duka cita
berlanjut, tetapi dukacita tersebut tidak lagi adaptif. Klien, keluarganya, dan
perawat dihadapkan dengan serangkaian tugas adaptasi dalam proses dukacita
adaptif (Rando,1986).
2. Dukacita Terselubung
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang
tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,atau didukung secara
sosial. Konsep mengenali bahwa masyarakat mempunyai serangkaian norma
mengenai “aturan berduka” yang berupaya untuk mengkhususkan siapa, kapan, di
mana, bagaimana, berapa lama, dan kepada siapa orang harus berduka. Dukacita
mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan
meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini
dapat mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan non-
tradisional, seperti hubungan di luar perkawinan atau hubungan homoseksual dan
mereka yang hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.
3. MENJELANG AJAL
3.1 DEFINISI MENJELANG AJAL
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju
akhir. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi
individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup
yang diperlukan. Dukungan kolega sebagaimana perawat yang mengasuh orang
menjelang ajal merupakan hal yang penting agar pada masa-masa tersebut
menjadipengalaman yang normal dan meningkatkan pertumbuhan.
Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah :
1. Rumah sakit perawatan akut
2. Perawatan jangka panjang
3. Hospice
4. Perawatan di rumah
3.2.2 Lamberton
Mengisolasi 4 strategi koping utama yang digunakan oleh orang yang menjelang
ajal :
1. Penyangkalan
2. Ketergantungan
3. Pemindahan
4. Regresi
3.2.3 Pattison
1. Fase akut
2. Fase kehidupan kronis
3. Fase menjelang ajal
4. Fase akhir
3.2.4 Wiesman
Mengemukakan adeanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi respons
emosional yang kontinu dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal.
3.2.5 Kastenbaum
Membagi kehidupan dan menjelang ajal menajdi 2 fase psikobiologis yang
sama, yang berkembang sampai akhir kehidupan.
3.2.6 Giacquinta
Fase-fase yang dialami keluarga setelah diagnose kanker dinyatakan:
1. Hidup dengan kanker
2. Restrukturisasi selama interval hidup dan mati
3. Kehilangan
4. Pembentukan kembali
4. KEMATIAN
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital,
akhir dari kehidupan. Kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam
lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien
dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN :
-Perawat menggali makna kehilangan pada klien dan keluarga
-Menggunakan komunikasi tulus dan terbuka
-Menekankan keterampilan mendengar
-Mengamati respon dan perilaku
-Perawat mengkaji bagaimana klien bereaksi, bukan bagaimana seharusnya klien
bereaksi
-Perawat harus memahami fase duka yang dapat terjadi scr berurutan dan mungkin
juga tidak urut bahkan berulang.
-Perawat mempertimbangkan variabel yang mempengaruhi dukacita
Ø Karakteristik Personal
A.Usia
Respon Anak Terhadap Kematian :
1. Lahir – 2 Tahun
- Tidak mempunyai konsep tentang kematian
- Dapat mengalami rasa kehilangan dan dukacita
- Pengalaman ini menjadi dasar untuk berkembangnya konsep tentang kehilangan
dan dukacita
2. 2 s/d 5 Tahun
- Menyangkal kematian sbg ssuatu proses yang normal
- Melihat kematian sbg ssuatu yg dapat hidup kembali
- Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dlm kemampuannya untuk membuat
suatu hal terjadi
- Dapat bereaksi dg marah atau menunjukkan kemarahan
3. 5 s/d 8 Tahun
- Melihat kematian sbg akhir; tidak melihat bahwa kematian akan tjd pada
dirinya
- Melihat kematian sbg hal yang menakutkan
- Mencari utk menemukan apa penyebab dan arti kematian
4. 8 s/d 12 Tahun
- Melihat kematian sbg akhir & tidak dapat dihindar
- Menyadari kemungkinan kematiannya sendiri
- Mengembangkan respon afektif thdp kematian
- Mengalami egosentris dan pikiran magis
- Menyadari apa makna kematian ini bagi dirinya dimasa datang
REMAJA
- Memahami seputar kematian serupa dengan orang dewasa
- Harus menghadapi implikasi personaltentang kematian
- Menunjukkan perilaku berasiko
- Dengan serius mencari makna tentang hidup
- Lebih sadar tentang masa depan
Ø Faktor yang Mempengaruhi Dukacita Lansia :
1. Perubahan fisik yang menyertai penuaan
2. Kehilangan pekerjaan
3. Kehilangan respek sosial
4. Kehilangan hubungan
5. Kehilangan kapabilitas perawatan diri
6. Ketakutan tentang kehilangan kontrol
7. Rasa pemenuhan tanggung jawab dan kontribusi yang dibuat
8. Ikatan kepribadian
9. Perasaan nilai diri
10. Kemampuan berfungsi
2.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku yang menandakan dukacita maladaptif :
1. Aktifitas berlebihan tanpa rasa kehilangan
2. Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga
3. Bermusuhan terhadap oang tertentu
4. Depresi agitasi dg ketegangan, agitasi, insomnia, perasaan tidak berharga,
rasa bersalah yang berlebihan, dan kecenderungan untuk bunuh diri.
5. Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang
berhubungan dg budaya klien
6. Ketidakmampuan mediskusikan kehilangan tanpa menangis
7. Rasa sejahtera yang salah.
Contoh Diagnosa :
a. Dukacita adaptif yang berhubungan dengan :
Potensial orang terdekat yang dirasakan
Potensial kehilangan kesejahteraan fisiopsikososial yang dirasakan
Potensial kehilangan kepemilikan pribadi yang dirasakan
b. Dukacita maladaptif yang berhubungan dengan :
Kehilangan objek potensial atau aktual
Rintangan respon berduka
Tidak ada antisipasi terhadap berduka
Penyakit terminal kronis
Kehilangan orang terdekat
c. Gangguan penyesuaian yang berhubungan dengan berduka yang tidak
selesai.
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
Respon dukacita tertahan.
e. Perubahan koping keluarga berhubungan dengan :
Menderita dan tidak mampu untuk menerima atau bertindak secara efektif
dalam kaitannya dengan kebutuhan klien.
f. Perubahan Proses Keluarga yang berhubungan dengan Transisi atau krisis
situasi
g. Keputus asaan berhubungan dengan :
Kekurangan atau penyimpangan kondisi fisiologis
Stress jangka panjang
Kehilangan keyakinan nilai luhur atau yang maha kuasa.
h. Isolasi Sosial berhubungan dengan Sumber pribadi tidak adekuat.
i. Disress Spiritual berhubungan dengan Perpisahan dari ikatan keagamaan dan
kultural
j. Gangguan Pola Tidur yang berhubungan dengan stress karena respon
berduka
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.Tahap denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu
bagi klien untuk melihat kebenaran..bantu untuk melihat kebenaran dengan
konfirmasi kondisi a.l. melalui second opinion
2. Tahap anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan kehilangan
dan ketidak berdayaan..siapkan bantuan berkesinambungan agar klien merasa
aman
3. Tahap bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam..
Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhapap
bayang-bayang dosa masa lalu…Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa
yang dirasakan…apabila perlu refer ke pemuka agama untuk pendampingan.
4. Tahap depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan
kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar.
5. Tahap menerima
Klien merasa damai dan tenang.dampingi klien untuk mempertahankan rasa
berguna (self worth).berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang
masih mampu dilakukan dengan pendampingan.fasilitasi untuk menyiapkan
perpisahan abadi
4. EVALUASI
1) Klien mampu mengkomunikasikan dan mengekspresikan dukacita.
2) Pada perawatan menjelang ajal mengharuskan perawat mengevaluasi
tingkat kenyamanan klien dengan penyakit dan kualitas hidupnya.
3) Tingkat kenyamanan klien dievaluasi dg dasar hasil spt penurunan nyeri,
kontrol gejala, pemeliharaan funsi sistem tubuh, penyelesaian tugas yang belum
terselesaikan, dan ketenangan emosional.
DAFTAR PUSTAKA
Martono, Hadi dan Krispranarka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatric,Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta : Balai penerbit FK UI