Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PATIENT SAFETY
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Dosen pengampu : Yudi Aditya Himawan,SKM

Oleh :
Risa Sri Rahmawati (09190000162)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEMESTER 3A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
Jl. Harapan No.50, RT.2/RW.7, Lenteng Agung, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12610, Indonesia
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Patient Safety”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan untuk kepentingan proses belajar.

Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan untuk pelajaran bagi
kita semua dalam pembuatan di masa mendatang.

Semoga dengan adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan kita dan kemajuan
ilmu pengetahuan.

Cianjur, 7 Oktober
2020

i
DAFTAR ISI

“KATA PENGANTAR”...................................................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.1. Latar belakang......................................................................................................................1
1.2. Tujuan...................................................................................................................................1
1.3. Manfaat.................................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................................3
2.1. Patient Safety dan Clinical Risk Management.................................................................3
2.2. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit........................................................................6
2.3. Patient Safety Dalam Tinjauan Hukum...........................................................................11
2.4. Safety And Nursing Process.............................................................................................13
2.5. Aplikasi Patient Safety.....................................................................................................15
BAB III PENUTUP........................................................................................................................22
Kesimpulan................................................................................................................................22
Saran...........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien
secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan suatu
tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut
meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).

Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya memberi
dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit harus
memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Standar tersebut
bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang baik serta
sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga tertuang dalam undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal
dalam undang-undang kesehatan yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan
pasien.

Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas medis
yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan pelayanan,
peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya menunjang keselamatan
serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu, tenaga medis harus memiliki
pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui secara luas dan teliti tindakan pelayanan
yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.

1.2. TUJUAN

Untuk mengetahui pengertian dari patient safety.

Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit.

1
Untuk mengetahui patient safety dalam tinjauan hukum.

Untuk mengetahui aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.

1.3. MANFAAT

Mampu memahami pengertian dari patient safety.

Mampu memahami standar keselamatan pasien rumah sakit.

Mampu memahami patient safety dalam tinjauan hukum.

Mampu memahami aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1. PATIENT SAFETY DAN CLINICAL RISK MANAGEMENT

Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian mengenai resiko,
identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah
keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris
terjadi (near miss)

Enam sasaran keselamatan pasien peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/menkes/per/viii/2011Tentang Keselamatan pasien rumah sakit:

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN

Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan


ketelitian identifikasi pasien

Elemen Penilaian Sasaran I :

 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.

 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.

 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.

 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF


3
Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar para pemberi pelayanan.

Elemen Penilaian Sasaran II :

 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.

 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan
secara lengkap oleh penerima perintah.

 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.

 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi


lisan atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI


(HIGH ALERT)

Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert).

Elemen Penilaian Sasaran III :

 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan
lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.

 Implementasi kebijakan dan prosedur.

 Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN


OPERASI
4
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi,
tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :

 Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.

 Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat pre
operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.

 Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time out"
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.

 Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur
medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN


KESEHATAN

Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan.

Elemen Penilaian Sasaran V :

 Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety.

 Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara


berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH

5
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko
pasien dari cidera karena jatuh.

Elemen Penilaian Sasaran VI :

 Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dan lain-lain.

 Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap beresiko jatuh.

 Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat jatuh


dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.

 Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan


berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

2.2. STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Dalam melakukan prosedur perawatan pada pasien, terdapat tujuh standar keselamatan.
Standar ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002.

Tujuh standar tersebut adalah sebagai berikut.

1) Hak pasien

Standar : Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).

Kriteria :

a. Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan

6
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.

c. Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan
atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan.

2) Mendidik pasien dan keluarga

Standar : Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

Kriteria :

Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien


dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu, rumah sakit harus
memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien
dan keluarga memiliki kemampuan untuk :

 Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

 Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

 Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

 Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

 Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit

 Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

 Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati

3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Standar : Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.

7
Kriteria :

 Koordinasi pelayanan secara menyeluruh

 Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya

 Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi

 Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan

4) Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi.

Standar : Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif
kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja.

Kriteria :

 Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai dengan ‘Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’.

 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis.

5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

Standar :

 Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien melalui


penerapan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.’

8
 Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk mengidentifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi kejadian tidak diharapkan.

 Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.

 Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.

 Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja


rumah sakit dan keselamatan pasien

Kriteria :

 Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.

 Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan program


meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.

 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi.

 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden termasuk asuhan kepada pasien


yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain, dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.

 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden.

 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.

 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan.

 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.

 Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif


untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.

9
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien

Standar : Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. Rumah sakit
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.

Kriteria :

 Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik mengenai
keselamatan pasien

 Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.

 Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan


interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

 Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Standar : Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan
pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. Transmisi data dan
informasi harus tepat waktu dan akurat.

Kriteria :

 Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk


memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.

 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi


manajemen informasi yang ada.

2.3. PATIENT SAFETY DALAM TINJAUAN HUKUM

10
Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang diwujudkan dalam bentuk
peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun peraturan hukum lainnya. Peraturan
hukum tidak semata dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan, namun berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh perundangan-undangan.
Undang-undang sebagai wujud peraturan hukum dan sumber hukum formal merupakan alat
kebijakan pemerintah negara dalam melindungi dan menjamin hak-hak masyarakat sebagai
warga negara.

UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman merupakan
hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas menyatakan bahwa rumah sakit
wajib menerapkan standar keselamatan pasien. Standar tersebut dilakukan dengan cara
melaporkan insiden, menganalisa dan menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan, rumah
sakit menyampaikannya kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan
oleh menteri (Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum
atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit bersangkutan
(Pasal 46).

Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena UU Rumah
Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk dewan pengawas. Dewan pengawas
yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh
masyarakat tersebut bersifat independen dan non struktural. Salah satu tugas dewan adalah
mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah
Sakit juga mengamanatkan pembentukan badan pengawas rumah sakit Indonesia. Badan tersebut
bertanggung jawab kepada menteri kesehatan dan berfungsi untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap rumah sakit. Komposisi badan tersebut terdiri dari unsur pemerintah,
organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal 57).

Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009.
Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan tersebut adalah :

11
 Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

 Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

 Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional.

 Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus mendahulukan


keselamatan nyawa pasien.

 Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan


secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non diskriminatif.

Selain itu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan No.
36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :

 Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian
dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

 Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.

Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam Pasal 46 UU
Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara
hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula batas tanggung jawab rumah sakit yang
tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45 No. 44 tahun 2009. Pasal tersebut menyatakan bahwa :

12
 Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif.

 Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.

2.4. SAFETY AND NURSING PROCESS

Definisi dari keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian pelayanan
kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Dalam proses
pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan kondisi
pasien, baik melalui pasien pribadi atau melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan, dan
lainnya. Informasi yang dikumpulkan oleh seorang perawat haruslah berupa fakta dan aktual.

Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat melakukan proses
pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengunpulkan informasi mengenai kondisi pasien
secara akurat, tepat, dan aktual. Jika seorang perawat melakukan kesalahan pada tahap awal ini,
maka akan terjadi pula kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat mengancam keselamatan
nyawa pasien. Oleh karena itu, pada tahap ini perawat harus mampu mengidentifikasi secara
benar dan meningkatkan komunikasi secara efektif agar tidak terdapat informasi yang salah
dimengerti oleh perawat atau informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.

13
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa
keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar untuk seorang perawat merumuskan tindakan
keperawatan. Analisis data yang telah didapat oleh perawat merupakan kunci keberhasilan dari
proses keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi tubuh pasien dan
kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada saat perawat melakukan
proses diagnosa atau terdapat hal yang terlewatkan oleh perawat, maka rencana tindakan yang
akan disusun menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, dalam melakukan proses diagnosa, seorang
perawat harus mampu berpikir secara kritis dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan yang dapat
mengancam nyawa pasien.

3. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap
tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian
rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan
merupakan dasar bagi seorang perawat dalam melaksanakan implentasi. Oleh karena itu, pada
tahap ini, perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan diberikan kepada pasien
secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kekurangan yang dapat
mengancam keselamatan pasien saat proses implementasi dijalankan.

4. Implementasi

Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jalannya proses implementasi harus mendukung
keselamatan pasien. Perawat saat melakukan proses implentasi harus menjamin bahwa tindakan
yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga harus mampu menilai kemampuan
secara pribadi dalam melaksanakan proses impelentasi agar tidak terjadi kesalahan saat
memberikan tindakan pada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan
medis dan lingkungan sekitar pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar
dari infeksi lain akibat melakukan kontak dengan benda asing atau lingkungan di luar tubuhnya.

14
5. Evaluasi

Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan
penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. Proses evaluasi
merupakan cermin bagi seorang perawat terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya. Jika
pada saat melakukan proses evaluasi perawat menemukan tindakan atau kejadian yang salah,
maka hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga mencegah terjadinya kondisi buruk pada
pasien serta menjaga keselamatan pada pasien.

Oleh karena, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau keselamatan
pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila seorang perawat melakukan
kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan dalam menangani pasien, maka
kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam
keselamatan pasien.

2.5. APLIKASI PATIENT SAFETY

Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang memperhatikan


keselamatan pasien. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan beserta dengan peralatan dan
lingkungan sekitar sudah seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang
keselamatan pasien. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien.
Pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut :

1. Struktur

2. Lingkungan

3. Peralatan dan teknologi

4. Proses

5. Orang

6. Budaya

15
Mengacu kepada enam bidang tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien dapat dilakukan pada
tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut.

a. Kamar operasi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat
untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut. Secara umum, lingkungan
kamar operasi terdiri dari tiga area, yaitu :

1. Area bebas terbatas (unrestricted area)

Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

2. Area semi ketat (semi restricted area)

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi,
masker, baju dan celana operasi.

3. Area ketat atau terbatas (restricted area).

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan
melaksanakan prosedur aseptik. Selain itu, petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar
operasi lengkap yang berupa topi, masker, baju dan celana operasi.

Pelaksanaan atau aplikasi patient safety dalam kamar operasi dapat berupa hal sebagai
berikut :

 Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah dibersihkan.

 Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar
mudah dibaca.

 Sistem pelistrikan harus aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan arus
listrik mencegah bahaya gas anestesi.

16
 Air yang tersedia dalam kamar operasi harus bersih, yaitu air yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, tidak mengandung kuman pathogen, tidak mengandung zat kimia,
dan tidak mengandung zat beracun.

 Setiap petugas medis yang akan melakukan tindakan operasi wajib mengenakan pakaian
khusus operasi.

Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aspetik, salah satu contohnya adalah mencuci
tangan.

b. Unit Gawat Darurat

Unit Gawat Darurat (UGD) adalah suatu unit di dalam rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya.

 Sifat pasien yang mendapatkan perawatan di UGD adalah sebagai berikut :

 Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dan aman

 Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga

 Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat

 Unik

Selain itu, pasien yang mendapatkan perawatan di UGD, diklasifikasikan berdasarkan kondisi
atau keadaan jasmani pasien. Klasifikasi tersebut meliputi :

 Pasien TGDG “false emergency” (Label Hijau)

Merupakan pasien yang memerlukan tindakan medis tidak segera

 Pasien DTG (Label Kuning)

17
Merupakan korban tidak gawat tetapi memerlukan pertolongan medik untuk mencegah
keadaan yang lebih gawat atau mencegah cacat.

 Pasien GD (Label Merah)

Merupakan korban yang berada dalam keadaan nyawa terancam apabila tidak
memperoleh pertolongan dengan segera.

 Pasien GTD (Label Putih)

Merupakan pasien dalam keadaan parah yang tidak memiliki harapan atau harapan yang
tipis jika diberikan pertolongan.

 Pasien yang meninggal atau death on arrival (Label Hitam)

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

 Fasilitas yang terdapat dalam UGD terlah tersedia dengan lengkap.

 Peralatan medis yang terdapat pada UGD adalah alat yang steril.

 Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

 Petugas medis harus menerapkan komunikasi antar petugas dengan baik saat melakukan
serah terima pasien sehingga tidak terjadi kesalahan saat melakukan tindakan kepada
pasien.

 Petugas medis harus mampu mengatasi pasien secara cepat dan tepat.

 Petugas medis harus memiliki kognitif yang baik dalam menangani pasien.

 Petugas medis wajib melaksanakan prosedur aseptik mencegah infeksi nosokomial.


18
c. Intensif Care Unit (ICU)

Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah tempat atau unit tersendiri
di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma atau
komplikasi penyakit lain. Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang
memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasien-pasien sakit kritis
yang membutuhkan monitoring intensif.

Pasien yang perlu mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah pasien yang dalam keadaan
terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ atau
sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan
dan pengobatan intensif. Pasien yang memperoleh perawatan di ruang ICU berbeda dengan
pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat inap biasa. Pasien yang dirawat di ruang ICU
mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Pasien yang berada
di ruang ICU adalah pasien yang berada dalam keadaan kritis atau kehilangan kesadaran atau
mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat
diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.

Pengelolaan pasien yang mendapatkan perawatan di ruang ICU adalah sebagai berikut.

 Pendekatan Pasien ICU (Anamnesis)

Merupakan tindakan pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.

 Serah Terima Pasien

Bertujuan untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai


bentuk aspek legal.

 Pemeriksaan Fisik

Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,


kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi
pasien.

 Kajian hasil pemeriksaan

19
Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek
pengobatan.

a) Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya

b) Informasi kepada keluarga

c) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang diberikan kepada pasien meliputi :

a) ABC

b) Jalan nafas dan kepala

c) Sistem pernafasan

d) Sistem sirkulasi

e) Sistem gastrointestinal

f) Anggota gerak

g) Monitoring rutin

h) Intubasi dan Pengelolaan Trakhea

i) Cairan

Berdasarkan penjelasan diatas, maka aplikasi keselamatan pasien dalam ICU dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

 Fasilitas dalam ruang ICU tersedia lengkap sehingga monitoring terhadap kondisi pasien
dapat berjalan dengan baik.

 Tenanga medis harus berhati-hati saat hendak melakukan pemasangan kateter dan slang
atau tube sehingga tida terjadi kesalahan.

 Menggunakan alat injeksi sekali pakai.

20
 Peralatan medis yang tersedia harus dalam kondisi steril.

 Petugas medis wajib melakukan prosedur aseptik.

 Tenaga kesehatan harus menerapkan komunikasi yang baik antar petugas sehingga tidak
terjadi kesalahan saat serah terima pasien dilakukan.

 Tenaga kesehatan harus mampu melaksanakan prosedur pengelolaan pasien secara tepat
dan aman.

BAB III
21
KESIMPULAN

3.1. KESIMPULAN

Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan pelayanan
pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko, identifikasi,
manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk
belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga medis kepada
pasien mengacu kepada tujuh standar pelayanan pasien rumah sakit yang meliputi hak
pasien, mendididik pasien dan keluarga, keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,
penggunaan metode- metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien, mendidik staf tentang keselamatan pasien, dan komunikasi merupakan kunci bagi
staf untuk mencapai keselamatan pasien. Selain mengacu pada tujuh standar pelayanan
tersebut, keselamatan pasien juga dilindungi oleh undang-undang kesehatan sebagaimana
yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 serta UU Rumah Sakit No. 44 tahun
2009.

3.2. SARAN

Sebagai tenaga kesehatan kita wajib melakukan tindakan dengan baik dan benar sesuai
standar pelayanan kesehatan pada pasien, sehingga akan terjamin keselamatan pasien dari
segala aspek tindakan yang kita berikan.

DAFTAR PUSTAKA

22
Komalawati, Veronica. 2010. Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.

Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

Pabuti, Aumas. 2011. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit.
Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai