Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN DASAR MASA NIFAS PADA IBU I


DENGAN MASTITIS DI BPM SURIATI, S.ST

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Kelulusan Stase Praktik Asuhan Kebidanan


Fisiologi Holistik Nifas dan Menyusui

Oleh :

PUSPITA DEWI
21177011

PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA
T.A 2021/2022
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN DASAR MASA NIFAS PADA IBU I


DENGAN MASTITIS DI BPM SURIATI, S.ST

Oleh

PUSPITA DEWI

21177011

Tanggal Pemberian Asuhan : 25 Januari 2022

Disetujui :

Pembimbing Lahan

Tanggal : 25 Januari 2022

Di : BPM Suriati.S.ST ( Suriati, S.ST )


NIP.

Pembimbing Akademik

Tanggal : 25 Januari 2022

Di : BPM Suriati.S.ST ( Cut Rahmi Muharrina, S.ST.,M.K.M )


NIDN.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan


selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi
secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia, 2014)
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi biasanya pada masa
nifas atau sampai 3 minggu setelah persalinan. Penyebabnya adalah
sumbatan saluran susu dan pengeluaran ASI yang kurang sempurna
(Sarwono Prawirohardjo, 2014)
Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperkirakan insiden mastitis
pada ibu menyusui sekitar 2,6% - 33% dan prevalensi global adalah sekitar
10%. Presentasi ibu post partum yang menyusui melaporkan dirinya
mengalami tanda gejala mastitis di Amerika Serikat adalah 9,5% dari 1000
wanita. Data masalah menyusui pada bulan april hingga juni 2012 di
Indonesia menunjukkan 22,5% mengalami putting susu lecet, 42% ibu
mengalami bendungan ASI, 18% ibu mengalami air susu tersumbat, 11%
mengalami mastitis dan 6,5% ibu mengalami abses payudara yang
disebabkan oleh kesalahan ibu dalam menyusui bayinya. (Hasana, 2017)
Menurut data WHO terbaru pada tahun 2014 di Amerika Serikat
persentase perempuan menyusui yang mengalami bendungan ASI rata-rata
sebanyak 8242 (87,05%) dari 12.765 ibu nifas, pada tahun 2015 ibu yang
mengalami bendungan ASI sebanyak 7198 (66,87%) dari 10.764 ibu nifas
dan pada tahun 2016 terdapat ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak
6543 (66,34%) dari 9.862 ibu nifas (WHO, 2017).
Menurut data Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada
tahun 2014 disimpulkan bahwa presentase cakupan kasus bendungan ASI
pada ibu nifas di 10 negara yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura,
Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja
tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun 2015 terdapat ibu nifas yang
mengalami bendungan ASI sebanyak 95.698 (66,87%) ibu nifas, serta pada
tahun 2016 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 76.543 (71,10%)
dengan angka tertinggi terjadi di Indonesia (37, 12 %) (Depkes RI, 2017).
Menurut penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI pada
tahun 2018 kejadian bendungan ASI di Indonesia terbanyak terjadi pada
ibu-ibu bekerja sebanyak 16% dari ibu menyusui (Kemenkes, 2019).
Terjadinya mastitis berawal dari kurangnya pengetahuan ibu tentang
cara merawat payudara, cara menyusui yang benar dan bagaimana
pentingnya menyusui bagi kesehatan ibu dan bayi sehingga mengakibatkan
kuman bersarang dan pada akhirnya akan menjadi infeksi pada payudara.
Dengan kurangnya pengetahuan ibu maka ibu mudah terkena mastitis
contohnya banyak ibu sekarang tidak mau memberikan ASI pada bayinya di
karenakan takut payudaranya menjadi kendor terutama pada ibu
primigravida, pada ibu multigravida juga dapat terjadi mastitis karena ibu
malas memberikan ASI pada bayi. Jika ibu tidak memberikan ASI pada bayi
akibatnya ASI akan mengumpul di dalam payudara lama-kelamaan produksi
ASI bertambah banyak dan akan menjadi beku sehingga menjadi sumbatan
di payudara jika ASI tidak di keluarkan. (Norma dan Mustika, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
studi kasus tentang “Asuhan Kebidanan Dasar Masa Nifas Pada ibu I
Dengan Mastitis di BPM Suriati, S.ST”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar belakang di atas yang menjadi rumusan
masalahnya adalah : “Bagaimana Asuhan Kebidanan Dasar Masa Nifas
Pada ibu I Dengan Mastitis di BPM Suriati, S.ST?”

1.3 Tujuan Penelitian


Mampu memberikan Asuhan Kebidanan Dasar Masa Nifas Pada ibu
I Dengan Mastitis di BPM Suriati, S.ST dengan pendekatan manajemen
SOAP

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat bagi penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari lahan praktek
tentang asuhan kebidanan ibu Nifas dan Menyusui.
2. Bagi Institusi pendidikan
Dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan wawasan yang luas
bagi mahasiwa dengan penyediaan fasilitas sarana dan prasarana yang
mendukung peningkatan kompetensi mahasiwa sehingga dapat
mengahasilkan bidan yang berkualitas.
3. Bagi lahan praktek
Dapat menjadi bahan kajian sehingga dapat lebih meningkatkan
mutu pelayanan agar dapat memberikan asuhan yang lebih baik sesuai
dengan standar asuhan kebidanan serta dapat mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan kesehatan agar dapat menerapkan setiap asuhan
kebidanan sesuai dengan teori khususnya penanganan terhadap kasus
ibu nifas dam menyusui dengan mastitis.
4. Bagi Pasien
Agar klien memiliki kesadaran untuk selalu memeriksakan
kehamilannya secara teratur sehingga akan merasa lebih yakin dan
nyaman karena mendapatkan gambaran tentang pentingnya pengawasan
pada saat hamil, bersalin, nifas dan BBL dengan melakukan
pemeriksaan rutin dipelayanan kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis Medis


A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas (puerperium) adalah dimulai sejak 2 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
Puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous artinya
melahirkan. Jadi, puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi yaitu
masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti pra hamil (Rini & Kumala, 2017)
2. Tujuan Asuhan masa Nifas
Menurut Rini & Kumala (2017) tujuan asuhan masa nifas adalah :
a. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas
Tujuannya untuk mendeteksi adanya kemungkinan
pendarahan postpartum dan infeksi diwaspadai sekurang-
kurangnya 1 jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya komplikasi persalinan.
b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya
Menjaga kesehatan baik fisik maupun psikologis harus
diberikan oleh penolong persalinan. Menganjurkan ibu untuk
menjaga kebersihan badan terutama membersihkan bagian
kelamin.
a. Melaksanakan skrining secara komprehensif
Yaitu dengan mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk
bila terjadi terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. Pengawasan
yang dilakukan adalah pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU,
pengawasan TTV, konsistensi rahim dan pengawan KU ibu.
b. Memberikan pendidikan kesehatan diri
Memberikan pelayanan kesehatan tentang perawatan diri,
nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi, dan perawatan bayi
sehat.
a. Memberikan pendidikan tentang laktasi dan perawatan payudara
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering
2) Menggunakan BH yang menyokong payudara
3) Apabila puting susu lecet, oleskan colestrum atau ASI yang
keluar pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui.
4) Lakukan pengompresan apabila bengkak dan terjadi
bendungan ASI
f. Konseling tentang KB
3. Tahapan masa nifas
Menurut Rini & Kumala (2017) yaitu:
a. Puerperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal (40
hari)
b. Puerperium intermidiate
Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya sekitar 6-8 minggu.
c. Puerperium remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi.

4. Tanda bahaya masa nifas


Menurut Pitriani & Andriyani (2015) berikut adalah tanda-tanda
bahaya dimasa nifas :
a. Perdarahan hebat atau peningkatan perdarahan secara tiba-tiba,
perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah anak
lahir. Perdarahan bisa disebabkan kontraksi uterus yang tidak baik
serta adanya laserasi jalan lahir.
b. Ibu demam tinggi, suhu tubuh > 38°C. Jika ibu memiliki suhu
tubuh yang tinggi, kita harus mewaspadai adanya kemungkinan
infeksi pada ibu tersebut atau ibu mengalami dehidrasi.
c. Kontraksi uterus tidak baik, disebabkan oleh peregangan uterus
yang tidak maksimal, keadaan umum ibu lemah.
d. Lochea yang berbau tidak enak, bau yang normal adalah seperti
bau darah menstruasi biasa
e. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri apigastric, atau masalah
penglihatan
f. Pembengkakan pada wajah dan tangan, muntah, rasa sakit sewaktu
buang air seni, atau merasa tidak enak badan,
g. Payudara yang memerah, panas, atau sakit, adanya bendungan ASI
bisa disebabkan karena ibu tidak mau menyusui bayinya atau ibu
memiliki masalah dengan putting susu sehingga ASI tidak lancar
keluar.

5. Perubahan fisik yang terjadi pada masa nifas


Perubahan Fisik Yang Terjadi Pada Masa Nifas menurut
Sriwahyu Ningsih (2019) :
a. Uterus
Setelah plasenta lahir, uterus akan mulai mengeras karena
kontraksi dan retraksi otot-otot. Uterus berangsur-angsur akan
mengecil sampai keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan
normal pada uterus selama post partum adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Perubahan Uterus Masa Nifas

Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Diameter


Uteri Uterus Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm
dan simpisis
14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5cm
6 mingu Normal 60 gram 2,5 cm

b. Lochea
Lochea adalah cairan yang berasal dari cavum uteri dan vagina
selama post partum. Berikut adalah macam-mcam lochea :
Tabel 2.3 Macam-Macam Lochea
Lochea Waktu Warna Ciri-ciri
Rubra 1-3 hari Merah Terdiri dari sel desidua,
kehitaman verniks caseosa, rambut
lanugo, sisa mekoneum dan
sisa darah
Sanguilenta 3-7 hari Putih Sisa darah bercampur lendir
bercampur
merah
Serosa 7-14 Kekuningan Lebih sedikit darah dan lebih
hari / kecoklatan banyak serum, juga terdiri
dari leukosit, eritrosit dan
robekan laserasi plasenta.
Alba >14 Putih Mengandung leukosit,
hari selaput lendir servik dan
serabut jaringan yang mati.

c. Serviks
Setelah persalianan serviks terbuka lebar, setelah 7 hari hanya
dapat dilalui 2-3 jari tangan, setelah 6 minggu persalinan serviks
akan menutup kembali.
d. Perinium dan vagina
Vagina secara berangsur-angsur mulai berkurang luasnya,
tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran nullipara, minggu ke 3
ruggae vagina mulai kembali seperti keadaan tidak hamil. Perineum
yang terdapat laserasi atau jahitan serta udem akan berangsur pulih
sembuh 6-7 hari tanpa infeksi. Oleh karena itu vulva hygiene perlu
dilakukan
e. Payudara
Selama kehamilan jaringan payudara tumbuh dan
menyiapkan fungsinya mempersiapkan makanan bagi bayi. Pada
hari ke 3 setelah persalinan efek prolaktin pada payudara mulai
dirasakan, sel acini yang menghasilkan ASI mulai berfungsi. Ketika
bayi menghisap puting, oksitosin merangsang ensit let down
(mengalirkan) sehingga menyebabkan ejeksi ASI.
f. Sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama hal ini
dikarenakan kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher
buli buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin
dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar
akan dihasil kan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan
ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali
normal dalam tempo 6 minggu (Walyani & Purwoastuti, 2017).
g. Perubahan pada sistem pencernaan
Setelah persalinan 2 jam ibu merasa lapar, kecuali ada
komplikasi persalinan, tidak ada alasan menunda pemberian makan.
Konstipasi sering terjadi karena psikis ibu yang takut BAB karena
ada luka jahitan perenium.
h. Perubahan pada sistem Endokrin
Oksitosin berperan dalam kontraksi uterus mencegah
perdarahan, membantu uterus kembali normal. Kadar estrogen
menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam nifas. Progesteron
meningkat dan turun pada hari ke tiga nifas. Kadar prolactin
dikeluarkan oleh kelenjar dimana pituitrin merangsang pengeluaran
prolaktin untuk produksi ASI. Jika ibu post partum tidak menyusui
dalam 14-21 hari akan timbul menstruasi
i. Perubahan pada sistem Muskuloskletal
Ligamen, fasia, diafragma pelvis meregang saat kehamilan,
berangsur-angsur mengecil seperti semula. Ambulasi pada umumnya
dimulia 4-8 jam post partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk
mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
j. Perubahan TTV pada Masa Nifas
Perubahan tanda-tanda vital pada masa nifas diantaranya adalah :
1) Suhu tubuh saat post partum dapat naik kurang lebih 0,5˚C
setelah 2 jam post partum normal. Sekitar hari ke empat setelah
persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, kemungkinan
disebabkan karena aktifitas payudara. Bila kenaikan mencapai
38 pada hari ke dua sampai hari-hari berikutnya, perlu
diwaspadai adanya infeksi sepsis masa nifas.
2) Denyut nadi setelah persalinan jika ibu dalam keadaan istirahat
penuh, denyut nadi sekitar 60x/menit dan terjadi terutama pada
minggu pertama masa nifas. Frekuensi nadi normal yaitu 60-
80x/menit. Denyut nadi masa nifas umum nya lebih stabil di
bandingkan suhu badan.
3) Tekanan darah bisa meningkat dari sebelum persalinan 1-3 hari
masa nifas. Pada masa nifas tekanan darah kadang naik lalu
kembali normal setelah beberapa hari asalkan tidak ada penyakit
yang meneyertai.
4) Respirasi / pernafasan umumnya lambat atau normal, karena ibu
dalam keadaan pemulihan atau keadaan istirahat. Pernafasan
yang normal setelah persalinan adalah 16-24 x/menit atau rata-
ratanya 18 x/menit

B. Mastitis
1. Pengertian Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang terjadi biasanya pada
masa nifas atau sampai 3 minggu setelah persalinan. Penyebabnya
adalah sumbatan saluran susu dan pengeluaran ASI yang kurang
sempurna. Tindakan yang perlu di lakukan adalah:
a. Kompres hangat
b. Masase pada punggung untuk merangsang pengeluaran oksitosin
agar ASI dapat menetes keluar
c. Pemberian antibiotika d. Istirahat dan pemberian obat penghilang
rasa sakit jikalau perlu (Sarwono, 2014)
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara yang disebabkan
oleh kuman,terutana staphylococcus aerus melalui luka pada putting
susu, atau melalui peredaran darah. Terjadinya bendungan ASI
merupakan permulaan dari kemungkinan infeksi mamae. Bakteri yang
sering menyebabkan infeksi mamae adalah staphylococcus aerus yang
masuk melalui luka putting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri
local pada mamae, terjadi pemadatan mamae, dan terjadi perubahan
warna kulit mamae. (Norma dan Mustika, 2016)

2. Jenis-jenis Mastitis
Mastitis terbagi atas 3 yaitu mastitis periductal, mastitis pueperalis,
dan mastitis supurativa.Ketiga jenis mastitis ini terjadi akibat penyebab
yang berbeda dan kondisi yang juga berbeda. Berikut adalah penyebab
tentang jenis–jenis mastitis tersebut :
1) Mastitis Periductal
Biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause
(wanita diatas 45 tahun), penyebab utamanya diduga akibat
perubahan hormonal dan aktivitas menyususi dimasa lalu. Pada
saat menjelang menopause terjadi penurunan hormone estrogen
yang menyebabkan adanya jaringan yang mati. Tumpukan jaringan
mati dan air susu menyebabkan penyumbatan pada saluran di
payudara. Penyumbatan menyebabkan buntunya saluran dan
akhirnya melebarkan saluran dibelakangnya, yang biasanya terletak
di belakang putting payudara. Reaksi peradangan disebabkan
mastitis periductal dan jenis mastitis ini jarang terjadi.
2) Mastitis Puerperalis
Mastitis ini terjadi pada wanita yang sedang menyusui
karena adanya perpindahan kuman dari mulut bayi atau dari mulut
suaminya. Kuman yang paling banyak menyebabkan mastitis
puerperalis adalah staphylococcusaureus. Selain itu kuman dapat
masuk ke payudara karena suntik silicon atau injeksi kolagen
sehingga menyebabkan peradangan. Mastitis puerperalis kuman
berasal dari mulut luar yang masuk ke dalam payudara.
3) Mastitis Supurativa
Mastitis jenis ini disebabkan kuman staphylococcus. Selain
itu juga di sebabkan oleh jamur, kuman TBC, bahkan sifilis.
Mastitis jenis ini harus mendapatkan penanganan yang tepat dan
cepat agar tidak terjadi abses atau luka bernanah dalam jaringan
payudara. Kuman dari mastitis supurative berasal dari dalam tubuh
yang masuk ke dalam jaringan payudara lewat aliran darah.
(Rukiah dan Yulianti, 2017).

3. Patofisiologis Mastitis
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam
duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera
dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan
mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa
komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma
masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga
memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi, dan
kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus
laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe
sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen
(pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang
menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah
endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
(Alasiry, 2010).
Mastitis adalah suatu inflamasi atau infeksi jaringan pada payudara
wanita yang menyusui, meskipun hal ini dapat terjadi pada wanita yang
tidak menyusui. Infeksi dapat terjadi akibat perpindahan
mikroorganisme kepayudara oleh tangan pasien atau tangan pemberi
perawatan atau dari bayi menyususi yang mengalami infeksi oral,mata
atau kulit. Mastitis dapat juga di sebabkan oleh organisme yang
ditularkan melalui darah. Sejalan berkembangnya inflamantasi, terjadi
infeksi pada duktus, sehingga menyebabkan stagnasi ASI pada satu
lobus atau lebih. Tekstus payudara menjadi keras atau memadat, dan
nyeri pekak padaregio yang terkena. (Rukiah dan Yulianti, 2017)

4. Penyebab Mastitis
Penyebab terjadinya mastitis menurut Soetjiningsih (2014) adalah
sebagai berikut :
1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya
terjadi mastitis.
2) Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan
terjadinya payudara bengkak.
3) Bra yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement,
kalau tidak disusui dengan adekuat, bisa terjadi mastitis.
4) Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, anemia akan mudah
terkena infeksi.
5. Tanda dan Gejala Mastitis
Menurut Rukiyah (2013) tanda mastitis adalah rasa panas dingin
disertai dengan kenaikan suhu, penderita sangat lesu, tidak nafsu
makan, penyebab staphylococcus aureus, bengkak, nyeri seluruh
payudara/nyeri local, kemerahan pada seluruh payudara, payudara keras
dan berbenjol–benjol (merongkol), infeksi terjadi1–3 minggu pasca
persalinan.
Gejala mastitis non-infeksius : ibu dapat merasakan bercak kecil
yang keras di daerah nyeri tekan tersebut, ibu tidak mengalami demam
dan merasa baik-baik saja. (Rukiyah, 2013).
Gejala mastitis infeksius : ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada
otot seperti flu, sakit kepala, demam dengan susu di atas 38 derajat
celcius, kulit pada payudara tampak kemerahan, kedua payudara terasa
keras dan tegang pembengkakan. (Rukiyah, 2013).
6. Penatalaksanaan Mastitis
Mastitis yang parah dengan gejala seperi demam yang tak kunjung
reda atau malah meninggi dan bahkan mencapai 40°C, serta payudara
semakin terasa nyeri dan terjadi perubahan warna dari kecoklatan
menjadi kemerahana,perlu di konsultasikan pada dokter atau klinik
lakatsi. Infeksi yang tidak di tangani bisa memperburuk kondisi ibu
karena kuman pada kelenjar susu akan menyebar keseluruh tubuh,
kemudian timbul abses (luka bernanah) berikut penanganan mastitis
yaitu :
1) Menyususi diteruskan pertama bayi disusukan pada payudara yang
terkena selama dan sesering mungkin, agar payudara kososng
kemudian pada payudara yang normal.
2) Berilah kompres panas, bisa menggunakan shower hangat atau lab
basah panas pada payudara yang terkena
3) Ubahlah posisi menyusui dari waktu ke waktu yaitu dengan posisi
tiduran, duduk atau posisi memegang bola.
4) Memakai BH yang menyokong
5) Istirahat yang cukup, makanan yang bergizi.
6) Banyak minum sekitar 2 liter/hari.
7) Beri antibiotic dan analgesic, anti biotik jenis penisilin dengan
dosis tinggi dapat membantu sambil menunggu pembiyakan dan
kepekaan air susu, fllucloxacilin dan eriktronisin selama 7–10 hari.
(Soetjiningshi, 2012)

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Kunjungan I
Hari dan tanggal : Senin, 25 Januari 2022
Tempat : BPM Suriati, S.ST

Identitas
Nama : Ny. I
Umur : 28 Tahun
Alamat : Sabang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Suku/Bangsa : Aceh/Indonesia

Nama Suami : Tn. I


Umur : 30 Tahun
Alamat : Sabang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/Bangsa : Aceh/Indonesia

S:
Ibu mengatakan telah melahirkan anak pertamanya 7 hari yang lalu. Ibu
mengeluh payudara sebelah kanan nyeri, merah, panas dingin dan bengkak sejak 2
hari yang lalu
A. Riwayat Obstetri
1. Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 Tahun
Lama : 5-6 Hari
Siklus : 28 Hari, teratur.
Warna Darah : Merah Kehitaman
Dismenore/ Tidak : Tidak
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit pernah diderita : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit ginekologi : Tidak ada
3. Riwayat Persalinan
Riwayat persalinan Tanggal/Jam persalinan : 20-03-2018/03.05 wib
Tempat persalinan : Klinik Penolong persalinan : Bidan Jenis
persalinan : Spontan
Komplikasi persalinan : Tidak ada
Keadaan plasenta : Baik/Utuh
Tali pusat : Baik
Lama persalinan : Kala I : 8 jam, Kala II : 30 menit,
Kala III : 15 menit, Kala IV : 2 Jam
Jumlah perdarahan : Kala I : 50 cc, Kala II : 50 cc,
Kala III : 50 cc Kala IV: 50 cc
Perineum Ruptur/Tidak : Ruptur Derajat II
BB Bayi : 3.300 gram
PB : 52 cm
LK : 34 cm
LD : 35 cm
Jenis Klamin : Laki - laki
Nilai Apgar : 9/10
Cacat bawaan : Tidak ada
Masa gestasi : 38 minggu
B. Pola Kehidupan Sehari – hari
1. Pola diet/nutrisi dan cairan:
 Nutrisi : 2-3x/hari porsi sedikit
 Cairan : Minum air putih 7 gelas sehari
2. Pola Eliminasi:
 BAB : 1x dalam sehari, konsistensi lembek dan berwarna kuning
 BAK : 4-5x dalam sehari, warna kuning jernih
3. Pola Aktivitas
 Pekerjaan sehari-hari : Ibu Rumah Tangga
 Keluhan : Tidak ada
 Menyusui : Ya
 Keluhan : ASI keluar sediki

4. Pola Istirahat:
 Tidur malam : 7-8 jam
 Tidur siang : + 1 jam
5. Pola Personal Hygiene:
Mandi 2x sehari, ganti baju/pakaian dalam 3x sehari, gosok gigi 2x sehari
keramas 3x seminggu

O:
K/U : Baik
Kesadaran: composmentis

Tanda-tanda vital (TTV)


TD : 120/70 mmHg
N : 80 x/m
RR : 20 x/m
T : 38,1 C
HPHT : 16-04-2021
HPL : 23-01-2022
GOL Darah :O
Pemeriksaan Fisik
 Kepala : Bersih,tidak ada ketombe
 Wajah : Normal, tidak ada oedema
 Mata : Conjungtiva merah muda, sclera putih
 Telinga : Bersih, tidak ada serumen
 Hidung : Bersih, tidak ada polit
 Mulut : Bersih, tidak ada caries
 Leher : Normal, tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid.
 Payudara : Tidak simetris, puting susu menonjol, payudara kiri
normal, payudara kanan terlihat membesar, memerah dan terdapat luka
atau lecet pada putting susu
 Abdomen : Bersih, tidak ada striae, tidak ada bekas luka operasi
- TFU : Tidak Teraba
- Kontraksi Uterus : Baik
- Kandung kemih : Kosong
- Kelainan : Tidak ada
 Genetalia :
- Varises : Tidak ada
- Oedema : Tidak ada
- Pembesaran kelenjar bartolini : Tidak ada
- Pengeluaran pervaginam : Lochea : Serosa
- Bau : Amis
- Bekas luka/jahitan perineum : Ada
- Anus : Tidak ada Haemoroid
 Ekstremitas : Tidak ada varises, tidak oedema, Reflek patella +

A:
Ibu I P1A0 usia 28 tahun postoartum hari ke 7 dengan Mastitis
Keadaan umum lemah

P:
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Menjelaskan tentang mastitis yang ibu alami yaitu peradangan payudara
yang terjadi biasanya pada masa nifas atau sampai 3 minggu setelah
persalinan, adanya sumbatan saluran ASI sehingga menyebabkan nyeri
tekan, kemerahan pada payudara ibu.
3. Ajarkan ibu tentang perawatan payudara untuk mempercepat
penyembuhan
4. Beritahu ibu kompres air hangat sebelum menyusui dan air dingin setelah
menyusui untuk mengurangi rasa nyeri pada payudara
5. Beritahu ibu cara menyusui yang benar
6. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dengan kedua
payudara secara bergantian Agar nutrisi bayi terpenuhi dan dapat
memperlancar pengeluaran ASI
7. Anjurkan ibu menggunakan bra yang menyokong payudara agara
payudara tetap sehat
8. Anjurkan pada ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
banyak minum air putih agar mempercepat penyembuhan dan memenuhi
kebutuhan nutrisi ibu dan bayi misalnya daun katuk, bayam, tempe, dan
tahu
9. Berikan therapy kepada ibu untuk mengurangi rasa sakit yang ibu alami
Cefadroxil 2x1, PCT, 3X1, Vit C 2x1
10. Menganjurkan untuk melakukan kunjungan ulang 1 minggu kemudian
atau jika ada keluhan
11. Ibu telah mengerti dengan penjelasan dari bidan dan ibu bisa
menggulangi kembali apa yang telah di jelaskan oleh bidan.
12. Melakukan pendokumentasian.

3.2 Kunjungan II
Hari dan tanggal : Senin, 28 Januari 2022
Tempat : BPM Suriati, S.ST
S:
Ibu mengatakan payudara sudah tidak panas lagi dan payudara sudah tidak
terlalu nyeri. Ibu mengatakan sudah aktif menyusui bayinya, Ibu mengatakan ASI
nya sudah lancar keluar

O:
K/U : Baik
Kesadaran: composmentis

Tanda-tanda vital (TTV)


TD : 120/80 mmHg
N : 82 x/m
RR : 22 x/m
T : 36,5 C

Pemeriksaan Fisik
 Payudara : Puting susu menonjol
- Payudara kiri : Normal, Puting susu menonjol
- Payudara Kanan : Bengkak dan merah sudah berkurang, nyeri
tekan membaik, luka pada puting membaik, pengeluaran ASI
lancar
 Abdomen : Bersih, tidak ada striae, tidak ada bekas luka operasi
- TFU : Tidak Teraba
- Kandung kemih : Kosong
- Kelainan : Tidak ada
 Genetalia :
- Pengeluaran pervaginam : Lochea Serosa
- Bau : Amis
- Bekas luka/jahitan perineum : Ada, luka membaik

A:
Ibu I P1A0 usia 28 tahun postoartum hari ke 10 dengan Mastitis teratasi
Keadaan umum baik

P:
1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan
2. Anjurkan ibu untuk tetap melakukan perawatan payudara.
3. Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya sesering mungkin dengan kedua
payudara secara bergantian.
4. Anjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi makanan bergizi dan banyak
minum air putih.
5. Anjurkan ibu untuk beristirahat yang cukup, tidur siang 1-2 jam dan
malam 7-8 jam.
6. Ajarkan ibu melakukan personal hygiene,dengan cara mencuci tangan
sebelum atau sesudah BAK/BAB dan mengganti celana dalam bila sudah
dalam keadaan lembab atau basah
7. Anjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi obat yang sudah diberikan
8. Menganjurkan untuk melakukan kunjungan jika ada keluhan
9. Ibu telah mengerti dengan penjelasan dari bidan dan ibu bisa menggulangi
kembali apa yang telah di jelaskan oleh bidan.
10. Melakukan pendokumentasian

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penjelasan

Pada bab ini membahas mengenai proses manajemen asuhan kebidanan


menurut SOAP pada Ny.I dengan Mastitis secara terperinci mulai dari langkah
pertama yaitu pengkajian data sampai dengan penatalaksanaan sebagai langkah
terakhir. Pada kasus ini Ny.I ibu mengeluh payudaranya nyeri, bengkak, merah
dan panas dingin sudah sejak 2 hari yang lalu.
Data objektif pada pasien dengan kasus ini adalah hasil pemeriksaan fisik
dan TTV dalam batas normal, akan tetapi Diagnosa masalah potensial pada kasus
ibu nifas pada ibu I dengan mastitis akan terjadi abses payudara, namun tidak
terjadi karena pasien cepat mendapatkan penanganan yang tepat. Setelah
dilakukan pengkajian data subjektif dan objektif, maka dilakukan rencana
tindakan terhadap ibu I dengan mastitis adalah sesuai dengan kebutuhan pasien
yaitu melakukan kompres air hangat dan dingin, ajarkan teknik menyusui yang
baik, anjurkan perawatan payudara, penkes tentang pola nutrisi, penkes tentang
pola istirahat dan memberikan therapy
Pelaksanaan pada ibu nifas umur 28 tahun dengan perawatan payudara
adalah dilaksanakan sesuai dengan recana tindakan yaitu kompres air hangat dan
dingin pada payudara secara bergantian, penkes cara perawatan payudara, teknik
menyusui bayi dengan baik dan pemberian therapy.
Evaluasi pada ibu nifas 28 tahun dengan mastitis didapatkan hasil keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis, TTV : TD : 120/80 mmHg, RR :
20x/menit, P : 82x/menit, T : 36,3 C, ASI lancar, luka puting membaik, bayi dapat
menyusui dengan lancar dan mastitis sudah teratasi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Setelah dilaksanakan asuhan kebidanan secara menyeluruh dengan


menggunakan manajemen kebidanan menurut SOAP dan data perkembangan soap
maka penulis dapat menyimpulkan Pada pengkajian Ibu I usia 28 tahun dengan
Mastitis didapatkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif di peroleh dari
wawancara dengan pasien dimana saat bidan melakukan kunjungan nifas hari ke
7. Dan Setelah dilakukan pengkajian, menunjukkan adanya temuan diagnosis
kebidanan yaitu ibu dengan mastitis.
Ibu I dianjurkan untuk melakukan kompres air hangat dan dingin, ajarkan
teknik menyusui yang baik, anjurkan perawatan payudara, penkes tentang pola
nutrisi, penkes tentang pola istirahat dan memberikan therapy.
Intervensi dilakukan mulai dari kunjungan pertama dan dilanjutkan
kunjungan ke dua. Evaluasi yang dilakukan pada kunjungan ke dua didapatkan
hasil yaitu keluhan yang dirasakan ibu telah berkurang, ASI nya sudah mulai
lancar keluar dan bayi telah aktif menyusui.

B. Saran

1. Bagi Lahan Praktek


Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan dengan konseling,
informasi dan edukasi(KIE) tentang ibu nifas dan menyusui.
2. Bagi Penulis
Diharapkan lebih memperdalam ilmu dan teori tentang bahaya pada masa
nifas, sehingga dapat mengambil tindakan secara lebih cepat
dan tepat. Selain itu mahasiswa diharapkan dapat mengkaji setiap
informasi yang dapat menunjang analisa dengan rinci sehingga
pendokumentasian dapat dilakukan sesuai dengan managemen langkah
varney.

3. Bagi pasien
Diharapkan kepada klien untuk lebih meningkatkan kesadaran akan
pentingnya melakukan pemeriksaan pada saat masa nifas atau kunjungan
ulang kepada bidan atau tenaga kesehatan dan kesadaran akan pentingnya
melakukan perawatan payudara (breast care) selama kehamilan sampai
pada masa nifas
DAFTAR PUSTAKA

Alasiry, E. (2010). Buku Indonesia Menyusui. Terdapat pada: www.idai.or.id


Hasanah, A. I (2017). Hubungan Teknik Menyusui dengan Resiko terjadinya
Mastitis pada Ibu Menyusui di Desa Kemuning Kecamatan Arjasa
Kabupaten Jember, Skripsi, Fakultas Keperawatan Universitas Jember :
Jember.
Kemenkes RI. (2019). Profil Dinas Kesehatan Indonesia. Jakarta
Maritalia Dewi. (2014). Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Norma, Nita D, Mustika Dwi S. (2016). Asuhan Kebidanan Patologi.
Yogyakarta : Nuha medika
Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Purwoastuti & Walyani. (2015).Ilmu Obstetri dan ginekologi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Rini, Susilo & Kumala, Feti. D. (2017). Panduan Asuhan Nifas. Yogyakarta:
Deepublish.
Risa Pitriani, Rika Andriyani. (2015) Panduan Lengkap Asuhan Kebidan Ibu
Nifas Normal (Askeb III). Yogyakarta: Depublish CV Budi Utama
Rukiyah, Yulianti. (2017). Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info
Media.
Rukiyah, dkk. (2013). Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media.
Sri Wahyuningsih. (2019). Asuhan Keperawatan Postpartum. Yogyakarta:
Deepublish
WHO (Word Health Organization). Word Health Statistics. 2015.

Anda mungkin juga menyukai