Anda di halaman 1dari 52

KONSEP TEORITIS SISTEM SARAF

“Anatomi, Fisiologi, dan Pemeriksaan Fisik”


ii
DAFTAR ISI

BAB I KONSEP ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF


A. Pengertian Sistem Saraf.........................................................................1
B. Jaringan Saraf........................................................................................2
C. Pembagian Sistem Saraf........................................................................7
D. Susunan Saraf Pusat (Otak)...................................................................8
E. Meninges.............................................................................................10
F. Lapisan Otak........................................................................................12
G. Vaskularisasi Otak...............................................................................13
H. Cairan Serebrospinal...........................................................................14
I. Susunan Saraf Pusat (Medula Spinalis)...............................................15
J. Vaskularisasi Medula Spinalis............................................................15
K. Susunan Saraf Perifer (Saraf Kranialis)..............................................17
L. Susunan Saraf Perifer (Saraf Spinalis)................................................22

BAB II KONSEP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SARAF


A. Pemeriksaan Kesadaran......................................................................24
B. Pemeriksaan Kekuatan Otot...............................................................25
C. Pemeriksaan Fungsi Luhur (Berbahasa).............................................26
D. Pemeriksaan Saraf Kranialis...............................................................28
E. Pemeriksaan Serebelum......................................................................43
F. Pemeriksaan Rangsang Meningeal.....................................................45

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

KONSEP ANATOMI FISIOLOGI SISTEM SARAF

A. Pengertian Sistem Saraf


Sistem saraf adalah pusat kontrol tubuh, pengaturan dan jaringan
komunikasi. Dia mengarahkan fungsi organ dan sistem tubuh. Pusat dari
semua aktivitas mental, meliputi pemikiran, pembelajaran, dan memori
(Chalik, 2016).

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu
dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur
kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf
tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem
inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi
dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi
respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku
individu (Price & Wilson, 2006).

Berbagai aktivitas sistem saraf dapat dikelompokkan bersama dalam tiga


kategori umum. Tiga fungsi yang tumpang tindih, diilustrasikan dengan
contoh dari orang yang haus melihat dan kemudian mengangkat segelas air :
(gambar 1.1)
 Fungsi sensorik.
Sistem saraf menggunakan jutaan reseptor sensorik nya untuk
memantau perubahan yang terjadi baik di dalam dan luar tubuh.
Informasi yang dikumpulkan disebut input sensorik.

1
 Fungsi Integritas
Sistem saraf memproses dan menafsirkan input sensorik kemudian
memutuskan apa yang harus dilakukan pada setiap saat. Proses ini
disebut integrasi.
 Fungsi motorik
Sistem saraf mengaktifkan organ efektor, (otot dan kelenjar) untuk
menimbulkan respon. Proses ini disebut output motorik. (Chalik, 2016).

Gambar 1.1. Fungsi Sistem Saraf


(Sumber : Raimundus Chalik, 2016)

B. Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari Neuroglia dan sel Schwann (sel-sel penyokong)
serta Neuron (sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan
dan terintegrasi satu sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai
satu unit (Price & Wilson, 2006).

1. Neuroglia dan Sel Schwann


Neuroglia (berasal dari nerve glue) mengandung berbagai macam sel
yang secara keseluruhan menyokong, melindungi dan sumber nutrisi sel
saraf (Neuron) pada otak dan Medulla spinalis. Sedangkan sel Schwann
merupakan pelindung dan penyokong neuron-neuron di luar system
saraf pusat. Neuroglia menyusun 40 % volume otak dan medulla
spinalis. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan
perbandingan sekitar sepuluh banding satu. Ada empat sel Neuroglia
yang berhasil diidentifikasi yaitu : Oligodendroglia, Ependima,
Astroglia dan Microglia. Masing-masing mempunyai fungsi yang
khusus (Price & Wilson, 2006).
 Oligodendroglia merupakan sel glia yang bertanggungjawab
menghasilkan myelin dalam susunan saraf pusat. Sel ini
mempunyai lapisan dengan substansi lemak mengelilingi
penonjolan atau sepanjang sel saraf sehingga terbentuk selubung
mielin. Mielin pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann.

Sel Schwann membentuk myelin maupun neurolemma saraf tepi.


Tidak semua neuron ssusunan saraf tepi bermielin. Neurolema
adalah membran sitoplasma halus yang dibentuk oleh sel-sel
Schwann yang membungkus semua neuron SST (bermielin atau
tidak bermielin). Neurolema merupakan struktur penyokong dan
pelindung bagi tonjolan saraf. Myelin merupakan suatu kompleks
protein lemak bewarna putih yang mengisolasi tonjolan saraf.
Selubung myelin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf, dan
terdapat celah-celah yang tidak memiliki myelin dinamakan nodus
Ranvier. Tonjolan saraf pada susunan saraf pusat dan tepi dapat
bermielin atau tidak bermielin. Serabut saraf yang mempunyai
selubung myelin dinamakan serabut bermielin, dan dalam SSP
dinamakan massa putih (Substansia Alba). Serabut-serabut yang
tak bermielin dinamakan serabut tak bermielin dan terdapat dalam
massa kelabu (Substansia Grisea) SSP. Transmisi impuls saraf di
sepanjang serabut bermielin lebih cepat dari transmisi di sepanjang
serabut tak bermielin, karena impuls berjalan dengan cara
“meloncat” dari nodus ke nodus yang lain di sepanjang selubung
myelin. Cara transmisi seperti ini dinamakan konduksi saltatorik.
Pada orang-orang dengan Multiple Sclerosis, lapisan myelin yang
mengelilingi serabut saraf menjadi hilang. Sejalan dengan hal itu
orang tersebut mulai kehilangan kemampuan untuk mengontrol
otot-ototnya dan akhirnya menjadi tidak mampu sama sekali.
 Ependima berperanan dalam produksi Cerebro Spinal Fluid.
Ependima adalah neuroglia yang membatasi system ventrikel SSP.
Sel-sel inilah yang merupakan epithel dari Plexus Coroideus
ventrikel otak.
 Astrocytes atau Astroglia berfungsi sebagai “sel pemberi makan”
bagi neuron yang halus. Badan sel Astroglia berbentuk bintang
dengan banyak tonjolan.
 Microglia mempunyai sifat-sifat phagocyte yang menyingkirkan
debris-debris yang dapat berasal dari sel-sel otak yang mati, bakteri
dan lain-lain. Sel jenis ini ditemukan di seluruh SSP dan dianggap
berperanan penting dalam proses melawan infeksi dan kebanyakan
berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki perivaskular atau “foot
processes”. Bagian ini juga membentuk dinding perintang antara
aliran kapiler darah dengan neuron, sekaligus mengadakan
pertukaran zat diantara keduanya. Dengan kata lain membantu
neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk
konduksi impuls dan transmisi sinaptik. Dengan cara ini pula sel-
sel saraf terlindungi dari substansi yang berbahaya yang mungkin
saja terlarut dalam darah. Tetapi fungsinya sebagai sawar darah
otak tersebut masih memerlukan pemastian lebih lanjut, karena
diduga celah endothel kapiler darahlah yang lebih berperan sebagai
sawar darah otak.
Walaupun Neuroglia secara struktur menyerupai neuron, tetapi
tidak dapat menghantarkan impuls saraf, suatu fungsi yang
merupakan bagian yang paling berkembang pada neuron.
Perbedaan lain yang penting adalah neuroglia tidak pernah
kehilangan kemampuan untuk membelah dimana tidak dipunyai
oleh neuron. Karena alasan inilah kebanyakan tumor-tumor otak
adalah Gliomas atau tumor yang berasal dari sel-sel glia (Price &
Wilson, 2006).
2. Neuron
Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan
fungsional sistem saraf. Setiap neuron mempunyai badan sel yang
mempunyai satu atau beberapa tonjolan. Dendrit adalah tonjolan yang
menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan tunggal dan
panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut
Axon. Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut
saraf atau tonjolan saraf (Price & Wilson, 2006).

Setiap neuron memiliki tiga bagian yaitu Badan sel, Satu atau lebih
dendrit, dan Satu akson.

Gambar 1.2. Neuron dan bagian-bagiannya


(Sumber : Raimundus Chalik, 2016)

No Nama Bagian Fungsi


1 Nukleus (Inti Sel) Pengatur seluruh kegiatan sel
2 Dendrit Penghubung impuls rangsang dari reseptor ke badan sel
3 Badan Sel Penerima impuls rangsang dari dendrit dan
melanjutkannya ke akson
4 Akson Menghubungkan impuls rangsang ke sel saraf
berikutnya atau efektor (organ yang disarafi)
5 Selubung Mielin Pelindung akson dari kerusakan
6 Sel Schwann Membentuk jaringan yang membantu menyediakan
makanan dan membantu regenerasi akson
7 Nodus Ranvier Mempercepat transmisi impuls rangsang
8 Sinapsis Penghubung antara ujung akson suatu sel saraf dengan
dendrit sel saraf lain
Neuron dapat diklasifikasikan menurut bentuknya yaitu :
- Neuron Unipolar
Neuron unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi
menjadi satu cabang sentral yang berfungsi sebagai satu akson dan
satu cabang perifer yang berguna sebagai satu dendrit. Jenis neuron
ini merupakan neuron-neuron sensorik saraf perifer (misalnya, sel-
sel ganglion cerebrospinalis).
- Neuron Bipolar
Neuron bipolar mempunyai dua serabut, satu dendrit dan satu
akson. Jenis neuron ini dijumpai dalam epithel olfaktorius, dalam
retina mata dan dalam telinga dalam.
- Neuron Multipolar
Neuron multipolar mempunyai beberapa dendrit dan satu akson.
Jenis neuron ini merupakan yang paling sering dijumpai pada
sistem saraf sentral yaitu otak dan medulla spinalis (Price &
Wilson, 2006).

Gambar 1.3. Jenis Struktural Neuron


(a) Neuron multipolar (b) Neuron bipolar (c) Neuron unipolar
(Sumber : Raimundus Chalik, 2016)
C. Pembagian Sistem Saraf

Lobus Frontal

Cerebru Lobus
m Parietaelis
Lobus
Ota Cerebel
Temporalis
k um
Lobus
Mesensefalon
Occipitalis
Brain Pons
Susunan Stem Medula
Saraf Oblongata
Pusat
Cervikal

Medul Thoracal
a Lumbal
Spinal Sacral
is Coccigeal

Saraf Nervus I -
Sistem Saraf Krani XII
Manusia alis
Susunan
Saraf Cervik
Tepi al
Sara
f Thora
Spin cal
alis
Lumb
al
Sacral
Cocci
geal

Bagan 1.1. Pembagian Sistem Saraf


(Sumber : Badrul Munir, 2017)
D. Susunan Saraf Pusat (Otak)
Otak manusia beratnya 2% dari berat badan manusia, terletak di dalam
cranium yang kuat dan dilapisi oleh selaput otak yang bernama meningeal.
Otak terbagi menjadi 2 hemisfer yaitu hemisfer kanan dan kiri dimana
kedua hemisfer dibatas oleh falks serebri (Munir, 2017).

Gambar 1.4. Bagian otak


(Sumber : Raimundus Chalik, 2016)

Otak terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu cerebrum, cerebellum dan Brain
stem/ batang otak (Munir, 2017).

1. Cerebrum (otak besar)


Cerebrum terbagi menjadi 4 lobus antara lain :
- Lobus frontalis
 Area motoris
 Area Bahasa broca
 Area konjugate mata
 Area kepribadian lain
- Lobus parietalis
 Area sensorik
- Lobus temporalis
 Area Bahasa Wernicke
 Area emosi
 Area pembauan
 Area pendengaran
- Lobus occipitalis
 Area penglihatan
 Pemahaman warna

2. Cerebelum (otak kecil)


Cerebellum (otak kecil) dan cerebrum (otak besar) dipisahkan oleh
tulang yang kuat bernama os.tentorium, ditengah tentorium terdapat
lubang tempat keluarnya batang otak disebut hiatus tentorium.

Fungsi cerebellum terbagi menjadi 3 yaitu :


- Vestibuloserebelum yang berguna menjaga kesetimbangan dan
kontrol pergerakan mata
- Spinoserebelum yang berguna meningkat tonisitas otot dan
kemampuan terkoordinasi serta gerakan yang disadari
- Sereberoserebelum yang berguna untuk perencanaan, dan
menginisiasi gerakan yang disadari pada area motorik korteks, serta
area ini merupakan tempat penyimpanan memori.

3. Brain Stem (batang otak)


- Mesensefalon (otak tengah) yang merupakan inti nervus III, IV, V,
VI
- Pons yang merupakan inti nervus VII, VIII
- Medulla oblongata yang merupakan inti nervus IX, X, XI, XII.
E. Meninges
Selaput meninges menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan, yaitu :
a. Duramater
Duramater, secara embriologi berasal dari mesoderm. Terletak paling
luar, terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan luar (lapisan periosteal)
langsung melekat pada endosteum tabula interna dan lapisan dalam
(lapisan meningeal). Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri
atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari
kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya,
maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak
antara duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan
subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut Bridging Vein, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena
ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini
dapat mengakibatkan perdarahan hebat. Diperdarahi oleh arteri
meningea anterior, media, dan posterior. Masing-masing merupakan
cabang dari arteri opthtalmika untuk yang anterior, arteri carotis
eksterna untuk yang media, dan arteri vertebralis untuk yang posterior.
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis.
b. Arakhnoid
Arakhnoid, secara embriologi berasal dari ektoderm. Terletak tepat
dibawah duramater. Lapisan ini merupakan lapisan avaskuler,
mendapatkan nutrisi dari CSS (Cairan Serebospinal). Ke arah dalam,
lapisan ini memiliki banyak trabekula yang melekat pada lapisan epipial
dari piamater.
Ruang subarachnoid terletak di antara lapisan arachnoid dan piamater.
Ruang ini berisi cairan serebrospinal yang berperan dalam melindungi
otak dan saraf tulang belakang, serta mengandung banyak pembuluh
darah yang berfungsi untuk membawa nutrisi dan oksigen bagi otak.
Jika pembuluh darah tersebut pecah dan mengakibatkan perdarahan di
ruangan subarachnoid, dapat menyebabkan kerusakan pada otak yang
mengakibatkan penderitanya mengalami kelumpuhan, koma, atau
bahkan kematian.
c. Pia mater
Pia mater secara embriologis dan histologis sama dengan arachnoid,
hanya pada lapisan ini sel-selnya tidak saling tumpang tindih. Terdiri
dari dua lapisan yaitu lapisan epipial (luar) dan lapisan pia-glia (dalam).
Melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri
dan masuk ke dalam sulci yang paling dalam. Membrana ini
membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-
arteri yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater
(Japardi, 2004).

Gambar 1.5. Lapisan Pelindung Otak.


(Sumber : Raimundus Chalik, 2016)
F. Lapisan Otak
Lapisan otak terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Korteks (grey matter)
Grey matter (yang berwarna abu-abu bila disimpan, dan berwarna
merah muda (pink) atau coklat muda dalam jaringan yg hidup)
mengandung proporsi tinggi badan sel neuron, disebut juga substansi
Grisea.
2. Sub korteks (white matter)
White matter komposisi utamanya adalah akson bermielin, dan
mengambil warnanya dari myelin (Lapisan lemak berwarna putih),
tidak semua sel mengandung myelin, disebut juga substansi Alba
(Munir, 2017).

Pada otak, substansi Grisea terletak pd bagian luar (korteks) dan substansi
Alba terletak dibagian tengah/dalam (sub korteks). Sebaliknya pada sumsum
tulang belakang, substansi Grisea terletak dibagian tengah/dalam dan
substansi Alba terletak di bagian luar.

Gambar 1.6. Perbandingan letak substansi grisea dan substansi alba


pada otak dan medulla spinalis
(Sumber : J. Gordon Betts, et al, 2013)
G. Vaskularisasi Otak
Otak mendapatkan vaskularisasi dari 2 pasang arteri besar yaitu sepasang
arteri karotis interna dan sepasang arteri vertebralis dan cabang-cabangnya
beranastomosis pada permukaan bawah otak membentuk sirkulus Willis.
Berat otak sekitar 2% dari berat tubuh, namun otak memakai 18% dari total
volume darah yang beredar dalam tubuh. Darah merupakan sarana
transportasi oksigen, nutrisi dan bahan-bahan lain yang sangan diperlukan
untuk mepertahankan fungsi penting jaringan otak dan mengangkut sisa
metabolit. Kehilangan kesadaran terjadi bila aliran darah ke otak berhenti 15
detik atau kurang, kerusakan jaringan otak yang permanen terjadi bila alirah
darah ke otak terhenti dalam waktu 5 menit. Penyakit serebrovaskular atau
stroke terjadi sebagai akibat gangguan pembuluh darah atau perdarahan dan
merupakan penyebab terbanyak kecacatan neurologi (Misbach &
Soertidewi, 2011).

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Mekanisme yang terjadi merupakan
salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah di
otak. Mekanismenya dapat berupa : 1) keadaan penyakit pada pembuluh
darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding
pembuluh darah, atau peradangan ; 2) berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran darah, misalnya syok hi perviskosi tas darah ; 3) gangguan
aliran darah akibat bekuan atau embol us infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau 4) ruptur vascular di dalam jaringan otak
atau ruang subaraknoid (Price & Lorraine, 2005).
Gambar 1.7. Suplai Darah ke Otak
(Sumber : Wiebers, et al, 2006)

H. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari
akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari ((Price & Wilson, 2006).
Gambar 1.8. Aliran Cairan Cerebrospinal.
(Sumber : J. Gordon Betts, et al, 2013)

I. Susunan Saraf Pusat (Medula Spinalis)


Medula spinalis berfungsi sebagai pusat reflex spinal dan juga sebagai jaras
konduksi impuls dari atau ke otak. Medulla spinalis terdiri dari substansi
alba (serabut saraf bermielin) pada bagian luar dan substansi grisea
(jaringan saraf tak bermielin) pada bagian dalam. Substansi alba berfungsi
sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai tingkat
medula spinalis dan otak. Substansi grisea merupakan tempat integrasi
refleks-refleks spinal (Price & Wilson, 2006).

J. Vaskularisasi Medula Spinalis


Medulla spinalis diperdarahi oleh susunan arteri yang memiliki hubungan
yang erat. Arteri-arteri spinal terdiri dari arteri spinalis anterior dan posterior
serta arteri radikularis.

Arteri spinalis anterior dibentuk oleh cabang kanan dan dari segmen
intrakranial kedua arteri vertebralis sebelum membentuk menjadi arteri
basilaris. Di peralihan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, kedua
cabang tersebut menjadi satu dan meneruskan perjalanan sebagai arteri
spinalis anterior. Sebagai arteri yang tunggal, arteri tersebut berjalan di
sulkus anterior sampai bagian servikal atas saja.

Arteri spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri
vertebralis juga, tetapi pada tempat yang terletak agak kaudal dan dorsal
daripada tempat arteri spinalis berpangkal. Kedua arteri spinalis posterior
bercabang dua. Yang satu melewati lateral medial, dan yang lain disamping
lateral dari radiks dorsalis. Arteri radikularis dibedakan menjadi arteri
radikularis posterior dan anterior. Kedua arteri tersebut merupakan cabang
dorsal dan ventral dari arteria radkularis yang dikenal juga dengan ramus
vertebromedularis arteri interkostalis. Jumlah pada orang dewasa berbeda-
beda. Arteri radikularis posterior berjumlah lebih banyak, yaitu antara 15
sampai 22, dan paling sedikit 12. Ke atas pembuluh darah tersebut ber
anastomose dengan arteria spinalis posterior dan ke kaudal sepanjang
medulla spinalis mereka menyusun sistem anastomosis arterial posterior.

Sistem anastomosis anterior adalah cabang terminal arteria radikularis


anterior. Cabang terminal tersebut berjumlah dua, satu menuju rostral dan
yang lain menuju ke kaudal dan kedua nya berjalan di garis terngah
permukaan ventral medulla spinalis. Dibawah tingkat servikal kedua cabang
terminal tiap arteri radikularis anterior beranastomose satu dengan yang
lain. Anastomose ini merupakan daerah dengan vaskularisasi yang rawan.

Gambar 1.9. Vaskularisasi Medulla Spinalis


K. Susunan Saraf Perifer (Saraf Kranialis)
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada dibagian luar otak dan
medulla spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf kranial yang berasal dari
otak, saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta
reseptor sensorik yang berhubungan. Merupakan bagian dari sistem saraf
sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori (saraf I, II,
VIII); 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis
gabungan (saraf V, VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai
urutan dari depan hingga belakang, Saraf-saraf ini terhubung utamanya
dengan struktur yang ada dikepala dan leher manusia seperti mata, hidung,
telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II mencuat dariotak besar,
sementara yang lainnya mencuat dari batang otak.

Terdapat 12 pasang syaraf Kranial yaitu sebagai berikut :


1. SK I (olfactorius) adalah Saraf Sensorik
Fungsi : penciuman, Sensori Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau II
Mekanisme : Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima
rangsangan olfaktorius Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan
menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di
bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.

2. SK II (Opticus) adalah Saraf Sensorik


Fungsi : Penglihatan, input refleks fokusing dan konstriksi pupil di
limbik, Sensori Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya
ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual III
Mekanisme : Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang
dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen
optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum, Serabut-
serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina)
menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal
tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari
kiasma optikum berakhir di kolikulussuperior, dimana terjadi
hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang
meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di
dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini
serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian
posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri
sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal
sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari
dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut
yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital
kanan dan sebaliknya.
3. SK III (Okulomotorius) adalah Saraf Motorik
Fungsi : Pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan
memfokuskan lensa, Saraf ini mengontrol sebagian besar gerakan mata,
konstriksi pupil, dan mempertahankan terbukanya kelopak mata (saraf
kranial IV dan VI juga membantu pengontrolan gerakan mata.)
4. SK IV (Trochlearis) adalah Saraf
Motorik Fungsi : Pergerakan bola mata
ke bawah
5. SK V (Trigeminus) adalah Saraf Motorik dan Saraf Sensorik
Fungsinya : 1) oV1(Syaraf optalmik) adalah saraf sensorik. Fungsi:
input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit kepala bagian
frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata; 2) oV2
(Syaraf maksilari) adalah saraf sensorik. Fungsi : input dari dagu, bibir
atas, gigi atas, mukosa rongga hidung, palatum, faring; 3) oV3 (Syaraf
Mandibular) adalah saraf motorik dan sensorik.
Fungsi: (a) sensorik : input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah,
kulit di bawah dagu, (b) motorik : mengunyah.
6. SK VI (Abdusen) adalah Saraf
Motorik Fungsi : Pergerakan mata ke
lateral
7. SK VII (Fasialis) adalah Saraf Motorik dan Sensorik
Fungsi: (a) Sensorik : Menerima rangsang dari bagian anterior lidah
untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa (b) Motorik :
Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah.
Mekanisme : Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi
sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak
pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul
bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke
lateral ke dalam kanalis akustikus interna. Serabut motorik saraf fasialis
mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli,
otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut
sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8. SK VIII(Vestibulocochlearis) adalah Saraf Sensorik
Fungsi : Vestibular untuk keseimbangan, cochlearis untuk pendengaran
Mekanisme : Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu
serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler
yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ
corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat
transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju
girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan
mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan
serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar
melewati batang dan serebelum.
9. SK IX (Glossofaringeus) adalah Saraf Motorik dan Sensorik
Fungsi : (a) Motoris : membantu menelan (b) Sensoris : Menerima
rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai
sensasi rasa.
Mekanisme : Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus
dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion
intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal,
saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil
dan sepertiga posterior lidah.
10. SK X (vagus) Adalah saraf motorik dan sensorik
Fungsi : (a) Sensori : Menerima rangsang dari organ dalam (b) Motorik:
Mengendalikan organ-organ dalam XI.
Mekanisme : Nervus vagus meninggalkan anterolateral bagian atas
medula oblongata sebagai rangkaian dalam jalur oliva dan pedunculus
serebelaris inferior. Serabut saraf meninggalkan tengkorak melalui
foramen jugulare. Nervus vagus memiliki dua ganglia sensorik, yaitu
ganglia superior dan ganglio inferior. Nervus vagus kanan dan kiri akan
masuk rongaa toraks dan berjalan di posterior radix paru kanan untuk
ikut membentuk plexus pulmonalis. Selanjutnya, nervus fagus berjalan
ke permukaan posterior esofagus dan ikut membentuk plexus esogafus.
Nervus fagus kanan kemudian akan didistrubusikan ke permukaan
posterior gaster melalui cabang celiaca yang besar ke duodenum, hepar,
ginjal, dan usus halus serta usus besar sampai sepertiga kolon
transversum.
11. SK XI(Aksesorius) adalah Saraf Motorik
Fungsi : (a) Motorik: Mengendalikan pergerakan kepala (b) Saraf
aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
Mekanisme : Nervus asesoris merupakan saraf motorik yang dibentuk
oleh gabungan radix cranialis dan radix spinalis. Radix spinalis berasal
dari C1-C5 dan masuk ke dalam tengkorak melalui foramen magnum,
bersatu dengan saraf kranial membentuk nervus asesoris. Nervus
asesoris ini kemudian keluar dari tengkorak melalui foramen jugulare
dan kembali terpisah, saraf spinalnya akan menuju otot
sternocleidomastoid dan trapezius di leher yang berfungsi untuk
menggerakkan leher dan kepala, sedangkan saraf kranialnya akan
bersatu dengan vagus melakukan fungsi motorik brakial di faring,
laring, dan palate.
12. SK XII(Hipoglosus) adalah Saraf Motorik.
Fungsi : Pergerakan lidah saat bicara, mengunyah.

Gambar 1.10. Saraf Kranialis


(Sumber : Praktekdokter.info)
L. Susunan Saraf Perifer (Saraf Spinalis)
Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga
sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang
berjumlah 31 dibedakan menjadi :
1. 8 pasang saraf leher (Saraf Cervical)
2. Meliputi : C menunjukkan sekmen T,L,S,Co (1) Pleksus servikal
berasal dari ramus anterior saraf spinal C1 – C4; (2) Leksus brakial
C5 – T1/T2 mempersarafi anggota bagian atas, saraf yang mempersarafi
anggota bawah L2 – S3.
3. 12 pasang saraf punggung (Saraf Thoracal)
4. 5 pasang saraf pinggang (Saraf Lumbar)
5. 5 pasang saraf pinggul (Saraf Sacral)
6. 1 pasang saraf ekor (Saraf Coccyigeal).

Otot-otot representatif dan segmen-segmen spinal yang bersangkutan serta


persarafannya :
- Otot bisep lengan C5 – C6
- Otot trisep C6 – C8
- Ototbrakial C6 – C7
- Otot intrinsic tangan C8 – T1
- Susunan otot dada T1 – T8
- Otot abdomen T6 – T12
- Otot quadrisep paha L2 – L4
- Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 – S2

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksuster bagi menjadi
3 macam, yaitu :

- Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher)


- Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)
- Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang).
Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah
akar, yaitu akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar
anterior dibentuk oleh beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum
tulang belakang pada satu alur membujur dan teratur dalam satu baris.
Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk depan terletak paling
dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang akar
dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar
posterior pun terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai
sumsum tulang belakang pada satu alur di permukaan belakang sumsum
tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai sebuah kumpulan sel
saraf yang dinamakan simpul saraf spinal. Akar anterior dan posterior
bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan
tulang belakang melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan
kemudian segera bercabang menjadi sebuah cabang belakang, cabang
depan, dan cabang penghubung.

Cabang-cabang belakang sraf spinal mempersarafi otot-otot punggung sejati


dan sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi
semua otot kerangka batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit
tubuh kecuali kulit punggung. Cabang-cabang depan untuk persarafan
lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman lengan (plexus
brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah
bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan.
Demikian pula dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota
gerak bawah dan untuk panggul sebuah anyaman yang disebut plexus
lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa cabang pendek ke arah
pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk tungkai atas
dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini
terletak di bidang posterior tulang paha.
BAB II

KONSEP PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SARAF

A. Pemeriksaan Kesadaran
Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih
digunakan adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala
neurologic yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran
seseorang. GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham
Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah saraf pada Institute of
Neurological Sciences, Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas
digunakan oleh dokter umum maupun para medis karena patokan/ kriteria
yang lebih jelas dan sistematis.

GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata


(eye opening), respons motorik terbaik (best motor response), dan respons
verbal terbaik (best verbal response). Masing-masing komponen GCS serta
penjumlahan skor GCS sangatlah penting, oleh karena itu, skor GCS harus
dituliskan dengan tepat, sebagai contoh : GCS 10, tidak mempunyai makna
apa-apa, sehingga harus dituliskan seperti GCS 10 (E2M4V3). Skor
tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15
(E4M6V5), dan skor terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1).

Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS, misalnya:


pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal Tube/ETT).
Pada kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi keterangan tambahan,
misalnya : E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT)
Tabel Glasgow Coma Scale

Parameter Patient’s Response Score


Best Eye Response Spontaneous eyeopening 4
Eye opening to voice stimuli 3
Eye opening to pain stimuli 2
None 1

Best Motor Response Obeys commands 6


Localizes to pain 5
Withdraws to pain 4
Abnormal Flexion (decorticate response) 3
Extensor posturing (decerebrate response) 2
No movement 1

Best Verbal Response Conversant and oriented 5


Confused and disoriented 4
Utters inappropriate words 3
Makes incomprehensible sounds 2
Makes no sounds 1
Total score 3 – 15

Tekanan Pada Jari Cubitan Pada Trapezius Cekukan Supraorbita

Gambar 2.1. Lokasi untuk Stimulasi Nyeri Secara Fisik

B. Pemeriksaan Kekuatan Otot


Tujuan memeriksa adanya kelumpuhan dan kekuatan otot, yaitu dilakukan
dengan :
- Mempersilahkan pasien menggerakkan sendi sekuat-kuatnya untuk
melawan gravitasi dan kita menahan gerakan ini. Menilai kekuatan bila
bisa menggerakkan melawan gravitasi nilainya 3 s/d 5, bila tidak
terangkat melawan gravitasi nilainya 0 s/d 2.
- Menilai kekuatan motorik semua otot mulai otot penggerak sendi bahu,
sendi siku, pergelangan tangan, jari-jari, otot penggerak sendi panggul,
sendi lutut, pergelangan kaki, jari kaki.

Tabel Penilaian Kekuatan Otot


Skor Ketentuan
5 Normal
4 Bisa melawan gravitasi, dapat mempertahankan gravitasi,
dapat melawan tahanan sedang
3 Bisa melawan gravitasi, sulit mempertahankan gravitasi,
dapat melawan tahanan ringan
2 Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak, masih
ada gerakan kontraksi otot
1 Tidak bisa melawan gravitasi, sendi tidak bergerak dan
tidak ada gerakan kontraksi otot
(Sumber : Badrul Munir, 2017)

C. Pemeriksaan Fungsi Luhur (Berbahasa)


Pemeriksaan berbahasa dapat dilakukan terutama dengan 4 kriteria :
1. Kelancaran (Fluently)
Pemeriksa memberi pertanyaan untuk dijawab oleh pasien, kemudian
dilihat kelancaran jawabannya, apakah dia bisa menjawab dengan
lancar atau tidak lancar.
2. Pemahaman (Comprehensive)
Pemeriksa memberi perintah dalam bentuk ucapan dan pasien disuruh
melakukan perintah tersebut, apakah bisa melakukan perintah atau
tidak. Contoh : “Tolong angkat tangan kanan Pak/ Bu”
3. Pengulangan (Repetiting)
Pasien disuruh menirukan kalimat yang diucapkan oleh pemeriksa
seperti “saya ingin sembuh”.
4. Penamaan (Naming)
Pasien disuruh menyebut nama benda disekitarnya yang dikenali oleh
pasien seperti ; bantal, meja, kursi, dan lain-lain.
5. Membaca (Reading)
Pasien disuruh untuk membaca beberapa kalimat dan diamati kebenaran
bacaannya.
6. Menulis (Writing)
Pasien diminta menulis kalimat lengkap dan diamati kebenaran
tulisannya oleh pemeriksa.

Pemeriksaan fungsi luhur harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai
dengan fungsi dasar tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar
seperti berbahasa dan pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung,
pertimbangan dsb. Berbagai lesi serebral dapat menyebabkan terganggunya
fungsi luhur, misalnya tumor otak, strok, trauma kapitis, dan sebagainya.
Salah satu contoh gangguan fungsi luhur adalah afasia motorik, yakni di
mana pasien kehilangan kemampuan untuk berbicara (berbahasa), akan
tetapi dapat memahami apa yang diperintahkan (fungsi komprehensif baik).
Perangkat terstandarisasi, sederhana dan praktis untuk menilai ada tidaknya
gangguan fungsi luhur dan kognitif adalah Mini Mental State Examination
(MMSE). Komponen yang dapat dinilai melalui MMSE antara lain :
orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memory recall, dan fungsi bahasa.
MMSE merupakan perangkat yang praktis dan efektif yang digunakan
sebagai skrining untuk mengetahui adanya gangguan kognitif, baik di
masyarakat, komunitas usia lanjut, pasien rumah sakit, maupun institusi
lainnya. Namun demikian, MMSE tidak dapat digunakan untuk
menggantikan perangkat penilaian status mental dan kognitif secara
lengkap. MMSE diperkenalkan oleh Folstein dkk sejak tahun 1975, telah
divalidasi, dan secara luas digunakan untuk skrining fungsi kognitif. MMSE
terdiri dari 11 pertanyaan yang dapat diselesaikan dalam waktu 5 – 10
menit, sehingga praktis digunakan secara rutin.
D. Pemeriksaan Saraf Kranialis
Adapun pemeriksaan saraf kranilai terdiri dari Nervus I, II, III, IV, V, VI,
VII, VIII, IX, X, XI, dan Nervus XII.
1. Pemeriksaan Nervus 1 (Olfactorius)
- Pastikan lubang hidung bersih dan terbuka
- Gunakan sumber bau yang non iritatif (sabun, kopi atau teh)
- Pasien ditutup matanya
- Bila memeriksa satu lubang maka lubang yang lain ditutup
- Tanyakan bau apa yang dihirup
- Bahan yang dipakai : kopi, teh, sabun, sampo, dan bau-bauan yang
sering ada.

Gambar 2.2. Pemeriksaan Nervus Olfactorius

Kelainan Nervus Olfactorius


Anosmia tidak bisa membau
Hyposmia Penurunan pembauan
Hyperosmia Hipersensitif terhadap bau
Dysosmia Gangguan atau kelainan pembauan
Parosmia Distorsi atau salah membau
Pantosmia Merasa membau padahal tidak ada bau
Prebyosmia Penurunan pembauan karena usia tua
Cacosmia Merasa membau yang tidak enak (padahal tidak ada bau)
Olfactory Agnosia Tidak mampu mengidentifikasi atau interpretasi bau
(Sumber : Badrul Munir, 2017)

2. Pemeriksaan Nervus II (Optikus)


Ada 4 hal pemeriksaan nervus optikus
a. Pemeriksaan tajam penglihatan
- Menggunakan kartu Snellen, pasien berdiri jarak 6 meter.
- Mata diperiksa satu persatu (saat diperiksa mata kontralateral
ditutup)
- Disuruh membaca huruf dari yag terbesar sampai yang terkecil
yang mampu terbaca serta dinilai visusnya (6/6, 6/9, 6/60 dll)
- Bila huruf terbesar tidak terbaca pasien maju 1 meter
mendekati kartu, bila tetap tidak bisa maju terus sampai jarak
satu meter dari kartu Snellen.
- Bila jarak satu meter tidak bisa melihat huruf terbesar maka
dilakukan hitung jari didepan penderita, Bila hitung jari bisa
dalam jarak satu meter maka visus 1/60
- Bila tetap tidka bisa melihat hitung jari, maka menggunakan
lambaian tangan, bila bisa melihat lambaian tangan dalam
jarak 1 meter visus 1/300.
- Bila tetap tidak bisa lambaian tangan, maka menggunakan
lampu senter. Bila bisa melihat cahaya dari lampu senter visus
maka light perception positif, bila tidak bisa melihat cahaya
dari lampu senter disebut light perception negatif.

Gambar 2.3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Menggunakan Kartu


Snellen
b. Pemeriksaan lapang pandang
- Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa dalam jarak 1
meter
- Diperiksa mata kanan, mata kiri, kemudian kedua mata.
- Saat mata kanan diperiksa, mata kiri ditutup.
- Jari pemeriksa dari lateral ke medial dan ditanya apakah masih
bisa melihat atau tidak (bila pasien dapat melihat maka
normal)
- Jari pemeriksa diposisikan di lateral, atas dan bawah dan
ditanya apakah pasien bisa melihat atau tidak ?
- Disimpulkan normal atau ada kelainan seperti hemianospia,
Quadrinospia, dll.

Gambar 2.4. Pemeriksaan Lapang Pandang

c. Pemeriksaan buta warna


- Menggunakan kartu ishihara atau benang woll
- Pasien disuruh membaca angka atau huruf di kartu
- Diamati apakah ada kelainan butu warna atau tidak
Gambar 2.5. Kartu Ishihara
d. Pemeriksaan funduskopi
- Menggunakan alat optalmoskop
- Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
- Bila memeriksa mata kanan pasien maka pemeriksa
menggunakan mata kiri, demikian sebaliknya.
- Posisi optalmoskop 15” dari nasal dan didekatkan sedekat
mungkin ke mata agar bisa melihat fundus nervus optikus.
- Dievaluasi retina, papil nervus II, pembuluh darah, cup dan
disk.

Gambar 2.6. Pemeriksaan Funduskopi


3. Pemeriksaan nervus III, IV dan VI (Occolumotoirus, Trochlearis
dan Abducen)
Adapun pemeriksaannya meliputi :
a. Pemeriksaan Ptosis
- Menyuruh penderita membuka mata lebar-lebar. Inspeksi
kedua kelopak mata penderita, apakah ada yang jatuh/ layuh
(ptosis)
- Normal kelopak mata menyilang antara iris dan limbus dan
pupil, 1 – 2 mm dibawah limbus
- Mengangkatnya kelopak mata < 4 mm menunjukkan adanya
gangguan gerak kelopak mata.

Gambar 2.7. Ptosis Okuli Sinistra

b. Kedudukan bola mata


Memperhatikan kedudukan bola mata saat memandang lurus ke
depan, bila tidak sejajar disebut strabismus, bila ke tengah disebut
Strabismus Konvergen sedang bila keluar disebut Strabismus
Divergen.
Gambar 2.8. Strabismus

c. Gerakan bola mata


- Memeriksa gerakan kedua bola mata penderita, ke semua arah,
lihat apakah ada kelumpuhan otot penggerak bola mata dan
tanyakan ada penglihatan dobel (diplopia)
- Kemudian pemeriksaan gerakan bola satu mata bergantian.
d. Reflek akomodasi dan konvergensi
- Menyuruh pasien melihat benda yang jauh, mendadak disuruh
melihat jari kita yang diletakkan ditengah (di depan hidung) 10
cm, mendadak disuruh melihat jauh lagi, begitu berulang-ulang
- Memperhatikan gerakan bola mata ke tengah (konvergensi)
dan pupil mengecil (miosis), bila ada disebut positif
e. Pemeriksaan pupil
- Mempersilahkan penderita berbaring terlentang dengan mata
melihat lurus ke atas atau duduk mata lurus ke depan
- Penerangan ruang periksa dimatikan/ diredupkan, siapkan
senter
- Beri sinar di pupil dan lateral
- Memperhatikan pupil, bulat atau tidak, ukur diameter pupil
berapa mm, catat bila ada kelainan.
Gambar 2.9. Pupil Anisokor (kiri midriasis)

f. Pemeriksaan reflek cahaya


- Memeriksa reflek cahaya, mata diperiksa satu persatu dengan
mata lainnya ditutup bergantian, dengan senter menyala, senter
digerakkan dari luar/ lateral ke tengah tegak lurus pupil, sinar
jatuh di tengah pupil, berhenti sejenak di tengah pupil, diulang
beberapa kali
- Menentukan reflek cahaya normal (positif), yaitu adanya pupil
mengecil (miosis) baik mata sesisi atau mata sisi lainnya
(kontralateral)
- Menentukan reflek cahaya langsung normal (positif), bila pupil
sesisi yang miosis.
- Memeriksa reflek cahaya konsensual dengan tangan kiri
pemeriksa diletakkan diatas hidung pasien, supaya sinar masuk
ke mata kontralateral.

Gambar 2.10. Pemeriksaan reflex cahaya dan pupil


4. Pemeriksaan Nervus V (Trigeminus)
Terdiri dari 2 pemeriksaan yaitu pemeriksaan motorik dan pemeriksaan
sensorik.
a. Pemeriksaan Motorik
- Menginspekasi rahang penderita apakah ada deviasi, lihat
oklusi gigi atas dan bawah
- Menyuruh pasien membuka dan menutup mulut apakah ada
kelainan dan deviasi
- Menyuruh pasien menggigit dengan kuat, raba m masseter dan
m. temporalis
- Menyurug pasien menggerakkan rahang bawah ke kiri dan ke
kanan dengan tangan pemeriksa menahannya, rasakan apakah
ada kelumpuhan

Gambar 2.11. Pemeriksaan Motorik Otot Temporalis dan Maseter

- Memeriksa reflex masseter menyuruh pasien membuka mulut


sedikit, dengan mengetuk memakai hammer pada dagu,
melihat reflek rahang mengatup
- Memeriksa Reflek kornea ada yang langsung, menyuruh
pasien melirik kearah berlawanan dengan mata pasien yang
akan diperiksa (bila mata kiri yang diperiksa pasien melirik ke
kanan), dengan ujung kapas yang dipilin sentuhkan pada
daerah limbus kornea, secara cepat dari arah lateral ke medial
- Menentukan reflek kornea langsung positif bila mata yang
menutup mata sesisi rangsangan
- Menentukan reflek kornea tidak langsung positif bila mata
kontralateral menutupnya.

Gambar 2.12. Pemeriksaan Reflek Kornea


b. Pemeriksaan Sensorik
- Memeriksa nyeri dengan jarum bundle pada daerah dermatome
V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis)
- Memeriksa raba dengan jarum bundle pada daerah dermatome
V1 (Optalmikus), V2 (Maksilaris), V3 (Mandibularis)
- Menyebutkan gangguan tipe perifer dengan tipe sentral
(Nucleus).

Gambar 2.13. Cabang Nervus Trigeminus


5. Pemeriksaan Nervus VII (Fascialis)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan Motorik, Tanda
Bell, Sensorik Khusus (Pengecapan), dan Stetoskop Balance Test.
a. Pemeriksaan Motorik
- Menginspeksi kerutan dahi, kelopak mata, sudut mata dan
lipatansudut mulut. Bandingkan kiri dan kanan apakah ada
asimetris (merot) atau kelumpuhan
- Menyuruh penderita mengeryitkan dahi/angkat alis, menutup
mata sekuat-kuatnya, meringis, mencucu dan memperlihatkan
giginya. Bandingkan kiri dan kanan apakah ada asimetris
(merot) atau kelumpuhan
- Menyuruh penderita menutup mata sekuat-kuatnya dan coba
buka dengan tangan pemeriksa. Apakah ada kelumpuhan atau
keadaan tidak bias menutup mata disebut lagopthalmus.

Gambar 2.14. Pemeriksaan Motorik Nervus Fascialis

b. Pemeriksaan Sensorik Khusus (Pengecapan)


Menanyakan gangguan rasa 2/3 depan lidah dengan manis, asin,
asam. Adapun cara pemeriksaan pengecapan :
- Menggunakan larutan bonstein, yaitu NaCl 2,5%, glucose 4%
asam sitrat 1%, dan kinin 0,075 %
- Cara pemeriksaannya adalah dengan pasien diminta mnutup
mata, lidah dikeluarkan dan dibersihkan lalu diolesi cairan
bonstein tersebut dan pasien diminta menyebutkan yang dia
rasakan dengan menulis atau menunjuk tulisan
- Keadaan tidak bias mengecap rasa disebut ageusia/
hypogeusia.
c. Stestoskop Balance Test
- Menanyakan apa keadaan setiap ada suara, mendengar yang
lebih keras disebut hiperakusis, biasanya penderita mengeluh
“gembrebeg”.
- Memeriksa adanya “Hiperacusis”, menempelkan stetoskop di
kedua telinga pasien, gesek membran stetoskop perlahan-
lahan, tanyakan ke penderita yang lebih keras sebelah mana.

6. Pemeriksaan Nervus VIII (Throcheovestibularis/ Akustikus)


Terdiri dari test pendengaran dan pemeriksaan keseimbangan/
vestibularis.
a. Tes Pendengaran
1) Tes Bisik
Melakukan tes bisik atau dengan mengecek jari-jari pemeriksa
pada telinga penderita, telinga kiri bergantian, suruh penderita
membandingkan kana dan kiri.
2) Tes Schwabach
Membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, lengan garpu
tala ditempatkan di dekat telinga penderita, setelah tidak
mendengar maka garpu tala diletakkan didekat telinga
pemeriksa, bila pemeriksa masih mendengar maka schwabach
memendek.
3) Tes Rinne
Membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, pangkal garpu
tala diletakkan di mastoid penderita, suruh pasien
mendengarkan, bila sudah tidak terdengar lengan garpu tala
didekatkan didekat telinga pnderita, bila masih terdengar maka
Rinnie positif.
4) Tes Weber
Membunyikan garpu tala 128 Hz atau 512 Hz, ditempelkn di
vertex kepala pasien tepat di garis tengah, suruh pasien
mendengarkan, dan menentukan telinga mana yang lebih keras
bunyinya, bila lebih keras kana maka Weber laterasi ke kanan.

Ketentuan Jenis Tulis Pasien


Jenis Test Bising Schwabach Rinne Weber
Tuli Konduktif Berkurang Memendek - Lateralisasi ke telinga sakit
Tuli Persepsi Berkurang Memendek + Lateralisasi ke telinga sehat
(Sumber : Badrul Munir, 2017)

b. Pemeriksaan Keseimbangan/ Vestibularis


- Pemeriksaan nystagmus tes
Pemeriksaan mata untuk melihat gerakan nystagmus mata
involunter bola mata berupa jerk baik arah horizontal, vertical
maupun rotatoar.
- Tes profokasi (Dix Halpix maneuver)
Penderita duduk menoleh ke satu sisi 45 kemudian
diterlentangkan sampai kepala menengadah (hiper ekstensi)
diperhatikan nystagmus yang muncul, pemeriksaan ini
dilakukan pada sisi kanan dan kiri.

Gambar 2.15. Tes Dix Halpix Manuver


7. Pemeriksaan Nervus IX dan X (Nervus Glosofaringeus dan Vagus)
Nervus IX (Glosofaringeus) dan nervus X (Vagus) diperiksa bersamaan
karena fungsi hampir sama.
a. Pemeriksaan Vernet Rideau Phenomenon
Menginstruksikan pasien untuk membuka mulut, saat membuka
mulut, pasien di instruksikan mengucapkan “aaaagh “, dengan
senter lihat palatum mole, apakah asimetri arkus farig atau ada
deviasi ovula
b. Reflek Muntah
Menyiapkan spatel dan lidi kapas, menginstruksikan pasien
membuka mulut, dengan spatel lidah ditekan sehingga terlihat
dinding faring belakang, dengan lidi kapas senith dinding posterior
faring kanan kiri bergantian, apakah ada gerakan reflex muntah
c. Disfonia
Menginstruksikan pasien mengucapkan kata “mama, haha” dll.
Apakah ada gangguan dalam fonasi.

Gambar 2.16. Vernet Rideau Fenomena


(Anak Panah : Asimetris Arkus Faring dan Deviasi Uvula)
8. Pemeriksaan Nervus XI (Nervus Assesorius)
Nervus XI ini hanya terdiri dari serabut motorik. Saraf ini ini
menginervasi otot sternocleidomastoideus dan trapezius.
a. Muskulus Trapezius
Untuk melakukan pemeriksaan otot trapezius, pasien di
instruksikan menganagkat bahu kanan dan kiri ke atas, pemeriksa
menahan dengan tangan, bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
b. Muskulus sternocleidomastoideus
Untuk memeriksa otot sternocleidomastoideus kanan, instruksikan
pasien menoleh ke kiri, tahan rahang pasien, lihat kekuatannya.
Untuk memeriksa otot ini kanan kiri bersamaan, instruksikan
pasien kepala ke dada, lihat kekuatannya.

Gambar 2.17. Pemeriksaan Nervus XI

9. Pemeriksaan Nervus XII (Hipoglosus)


a. Inspeksi
- Instruksikan pasien membuka mulut, lihat apakah ada atrofi
lidah, fasikulasi, deviasi lidah
- Menginstruksikan pasien menjulur lidah, lihat apakah ada
deviasi lidah, catar arah deviasi lidah
b. Palpasi
Instruksikan pasien untuk mendorong dinding pipi dengan
lidahnya, pemeriksa menekan pipi pasien dengan tangan pemeriksa
menahan pipi pasien. Lihat kekuatan lidah pasien, bergantian kiri
dan kanan
c. Disartria lingual
Menginstruksikan pasien mengucapkan kata-kata mengandung
huruf “R” dan “L”, apakah ada gangguan dalam pengucapan.

Menentukan parese N.XII tipe LMN (Lower Motor Neuron), yaitu


atropi dan fasikulasi lidah.

Gambar 2.18. Parase Nervus XII Sinistra LMN (Ada Atrofi dan
Fasikulasi Lidah)

E. Pemeriksaan Serebelum
1. Pemeriksaan Dismetria
a. Tes telunjuk-hidung
Penderita diminta menyentuh telunjuk pemeriksa dengan jari
pasien. Kemudian menyentuh hidung pasien. Dilakukan berulang-
ulang sambal dilihat apakah ada over shoot.
b. Tes telunjuk-telunjuk
Pasien diminta untuk menyentuh kedua telunjuk saling menyentuh
dengan mata terbuka dan mata tertutup.

Gambar 2.19. Tes Cerebelum Tunjuk Hidung


2. Tes Pronasi Supinasi
Pasien diminta melakukan pronasi dan supinsi secara teratur dan
berulang di amati apakah bisa melakukan secara ritmis dan benar atau
ada gerakan tapping.
3. Tes Romberg
- Pasien diminta berdiri tegak dengan kaki menutup kedua tumit dan
ujung jari kaki saling menyentuh.
- Pemeriksa berdiri dibelakang dan siap memegangi jika penderita
jatuh
- Pasien diminta berdiri dengan mata terbuka dan tertutup
- Diamati apakah penderita jatuh saat membuka mata atau menutup
mata
- Bila jatuh kesatu sisi (kearah lesi), baik mata terbuka atau mata
tertutup maka kelainan di cerebelum.

Gambar 2.20. Pemeriksaan Romberg


4. Tes Tandem Walking
Pasien diminta berjalan pada garis lurus dan pemeriksaan memikuti dari
belakang sambal berjaga jika jatuh. Dilihat apakah berjalan lurus,
deviasi atau jatuh ke satu sisi. Kelainan serebleum bila mana jatuh atau
deviasi ke sisi yang sakit.
Gambar 2.21. Pemeriksaan Tandem Walking

5. Pemeriksaan Refleks Pendular


Pasien duduk dengan kaki menggantung dilakukan penegtukan di
tendon patella, bila ada gerakan berlebih maka dinyatakan pendular
positif.
6. Pemeriksaan Tonus
- Mempersilahkan pasien untuk relaksasi dan ekstremitasnya
kemudian gerakan sendi dari otot yang akan diperiksa. Kalua bisa
tidak ritmis dan dialkukan mendadak tangan kiri pemeriksa hanya
memfiksasi tangan kanan pemeriksa yang menggerakkan sendi.
- Menentukan gangguan tonus atau tahanan bila ada kelainan
serebelum di dapat tonus meurun atau hipotonus.

F. Pemeriksaan Rangsang Meningeal


1. Kaku Kuduk
- Mempersilahkan pasien berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai di luruskan, kemudian ambil ambil bantal
bila ada
- Memutar kepala penderita kesamping kanan kiri serta menoleh ke
kanan kiri apabila ada tahanan.
- Memegang kepala belakang pasien dengan tangan kiri dan tangan
kanan, kemudian memflexikan kepala – dagu pasien kea rah
sternum/ dada pasien. Apakah ada tahanan atau nyeri di leher,
normal dagu dapat menyentuh dada
- Kaku kuduk posistif bila dagu tidak menyentuh dada karena ada
tahan atau nyeri.
Gambar 2.22. Pemeriksaan Kaku Kuduk

2. Kernig Sign
- Mempersilahkan pasien berbaring terlentang ditempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan kemudian ambil bantal jika
anda
- Memflexikan paha pada sendi panggul dan lutut 90°, ekstensikan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normal lebih dari 135°
- Lakukan disisi kanan dan kiri bergantian
- Menentukan tanda kernik positif bila ada tahanan atau nyeri dan
sudut tidak mencapai 135°.

Gambar 2.23. Pemeriksaan Kernig Sign


3. Tanda Brudzinsky I
- Mempersilakan pasien berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila
ada
- Memutar kepala penderita kesamping kanan kiri serta menoleh ke
kanan kiri apakah ada tahanan
- Memegang kepala belakang pasien dengan tangan kiri dan tangan
kanan, kemudian memflexikan kepala – dagu pasien kearah
sternum/ dada penderita apakah ada tahanan atau nyeri di leher.
Normal dagu dapat menyentuh dada
- Lihat respon tungka bawah, positif bila ada fleksi kedua tungkai
dan sendi lutut.

Gambar 2.24. Pemeriksaan Brudzinsky I


4. Tanda Brudzinsky II (Tungkai)
- Memersilahkan penderita terlentang di tempat tidur, kedua tangan
dan kedua tungkai kemudian ambil bantal bila ada
- Memflexikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal
- Bila tungkai kontra lateral fleksi disebut positif.

Gambar 2.25. Pemeriksaan Brudzinsky II


5. Tanda Brudzinsky III
- Mempersilakan pasien berbaring terlentang di tempat tidur kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan
- Menekan kedua pipi/ infraorbital pasien dengan kedua tangan
pemeriksa
- Menentukan tanda brudzinski 3 positif, yaitu terlihat ada fleksi
pada kedua lengan.
6. Tanda Brudzinsky IV
- Mempersilakan pasien berbaring terlentang di tempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan
- Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa
- Menentukan tanda brudinski 4 positif bila terlihat ada fleksi kedua
tungkai.
DAFTAR PUSTAKA

Black, M.J, & Hawks, H.J.. (2009). Medical surgery nursing clinical management
for positive outcomes. 8 th Edition. St Louis Missouri : Elsevier Saunders.

Carpenito, L. J. (2001). Book of nursing diagnosis edisi 8, alih bahasa Monica


Ester. Jakarta : EGC.

Chalik, Raimundus. (2016). Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta : Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Lynn S. Bickley. (2013). Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan Edisi 11. Jakarta: EGC

Munir, Badrul. (2017). Neurologi Dasar. Jakarta : Sagung Seto.

Muttaqin, A. (2012). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan


sistem persarafan. Jakarta : EGC

Muttaqin, A. (2012). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan


sistem persarafan. Jakarta : EGC

Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid I. Jogjakarta :
Mediaction Publishing.

Potter, A.P. & Perry, A. (2006). Fundamentals of nursing. 6 th Edition. St. Louis
Missouri : Mosby-Year Book, Inc.

Price, Silvia A & Lorraine M. Wilson. (2006). Patofisiologi Vol. 2 ; Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer & Bare, B. G. (2009). Buku ajar: keperawatan medikal bedah, Vol 2 .
Jakaarta: EGC.
Wiebers, David O, Valery L. 2006. Clinical Anatomy of The Brain and Spinal
Cord Vascular System. Handbook of Stroke, 2 nd Edition, Lippincot
Williams & Wilkins, Copyright.

Wilson, L.M & Hartwig, M.S. (2006). Anatomi dan fisiologi sistem saraf. In :
Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. 6th Ed.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai