DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu
dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur
kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf
tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga
menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem
inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi
dan gerakan. Jadi kemampuan untuk dapat memahami, belajar dan memberi
respon terhadap suatu rangsangan merupakan hasil kerja integrasi dari
system saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah laku
individu (Price & Wilson, 2006).
1
Fungsi Integritas
Sistem saraf memproses dan menafsirkan input sensorik kemudian
memutuskan apa yang harus dilakukan pada setiap saat. Proses ini
disebut integrasi.
Fungsi motorik
Sistem saraf mengaktifkan organ efektor, (otot dan kelenjar) untuk
menimbulkan respon. Proses ini disebut output motorik. (Chalik, 2016).
B. Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari Neuroglia dan sel Schwann (sel-sel penyokong)
serta Neuron (sel-sel saraf). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan
dan terintegrasi satu sama lainnya sehingga bersama-sama berfungsi sebagai
satu unit (Price & Wilson, 2006).
Setiap neuron memiliki tiga bagian yaitu Badan sel, Satu atau lebih
dendrit, dan Satu akson.
Lobus Frontal
Cerebru Lobus
m Parietaelis
Lobus
Ota Cerebel
Temporalis
k um
Lobus
Mesensefalon
Occipitalis
Brain Pons
Susunan Stem Medula
Saraf Oblongata
Pusat
Cervikal
Medul Thoracal
a Lumbal
Spinal Sacral
is Coccigeal
Saraf Nervus I -
Sistem Saraf Krani XII
Manusia alis
Susunan
Saraf Cervik
Tepi al
Sara
f Thora
Spin cal
alis
Lumb
al
Sacral
Cocci
geal
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu cerebrum, cerebellum dan Brain
stem/ batang otak (Munir, 2017).
Pada otak, substansi Grisea terletak pd bagian luar (korteks) dan substansi
Alba terletak dibagian tengah/dalam (sub korteks). Sebaliknya pada sumsum
tulang belakang, substansi Grisea terletak dibagian tengah/dalam dan
substansi Alba terletak di bagian luar.
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan
terjadi infark atau kematian jaringan. Mekanisme yang terjadi merupakan
salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah di
otak. Mekanismenya dapat berupa : 1) keadaan penyakit pada pembuluh
darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding
pembuluh darah, atau peradangan ; 2) berkurangnya perfusi akibat gangguan
status aliran darah, misalnya syok hi perviskosi tas darah ; 3) gangguan
aliran darah akibat bekuan atau embol us infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau 4) ruptur vascular di dalam jaringan otak
atau ruang subaraknoid (Price & Lorraine, 2005).
Gambar 1.7. Suplai Darah ke Otak
(Sumber : Wiebers, et al, 2006)
H. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus
dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari
ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari
akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan
kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per
hari ((Price & Wilson, 2006).
Gambar 1.8. Aliran Cairan Cerebrospinal.
(Sumber : J. Gordon Betts, et al, 2013)
Arteri spinalis anterior dibentuk oleh cabang kanan dan dari segmen
intrakranial kedua arteri vertebralis sebelum membentuk menjadi arteri
basilaris. Di peralihan antara medulla oblongata dan medulla spinalis, kedua
cabang tersebut menjadi satu dan meneruskan perjalanan sebagai arteri
spinalis anterior. Sebagai arteri yang tunggal, arteri tersebut berjalan di
sulkus anterior sampai bagian servikal atas saja.
Arteri spinalis posterior kanan dan kiri juga berasal dari kedua arteri
vertebralis juga, tetapi pada tempat yang terletak agak kaudal dan dorsal
daripada tempat arteri spinalis berpangkal. Kedua arteri spinalis posterior
bercabang dua. Yang satu melewati lateral medial, dan yang lain disamping
lateral dari radiks dorsalis. Arteri radikularis dibedakan menjadi arteri
radikularis posterior dan anterior. Kedua arteri tersebut merupakan cabang
dorsal dan ventral dari arteria radkularis yang dikenal juga dengan ramus
vertebromedularis arteri interkostalis. Jumlah pada orang dewasa berbeda-
beda. Arteri radikularis posterior berjumlah lebih banyak, yaitu antara 15
sampai 22, dan paling sedikit 12. Ke atas pembuluh darah tersebut ber
anastomose dengan arteria spinalis posterior dan ke kaudal sepanjang
medulla spinalis mereka menyusun sistem anastomosis arterial posterior.
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau
gabungan (pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksuster bagi menjadi
3 macam, yaitu :
A. Pemeriksaan Kesadaran
Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih
digunakan adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala
neurologic yang dipakai untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran
seseorang. GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Graham
Teasdale dan Bryan J. Jennett, professor bedah saraf pada Institute of
Neurological Sciences, Universitas Glasgow. GCS kini sangat luas
digunakan oleh dokter umum maupun para medis karena patokan/ kriteria
yang lebih jelas dan sistematis.
Pemeriksaan fungsi luhur harus dilakukan secara runtut dan sitematis. Mulai
dengan fungsi dasar tingkat kesadaran, kemudian fungsi kognitif dasar
seperti berbahasa dan pemeriksaan yang lebih kompleks seperti berhitung,
pertimbangan dsb. Berbagai lesi serebral dapat menyebabkan terganggunya
fungsi luhur, misalnya tumor otak, strok, trauma kapitis, dan sebagainya.
Salah satu contoh gangguan fungsi luhur adalah afasia motorik, yakni di
mana pasien kehilangan kemampuan untuk berbicara (berbahasa), akan
tetapi dapat memahami apa yang diperintahkan (fungsi komprehensif baik).
Perangkat terstandarisasi, sederhana dan praktis untuk menilai ada tidaknya
gangguan fungsi luhur dan kognitif adalah Mini Mental State Examination
(MMSE). Komponen yang dapat dinilai melalui MMSE antara lain :
orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memory recall, dan fungsi bahasa.
MMSE merupakan perangkat yang praktis dan efektif yang digunakan
sebagai skrining untuk mengetahui adanya gangguan kognitif, baik di
masyarakat, komunitas usia lanjut, pasien rumah sakit, maupun institusi
lainnya. Namun demikian, MMSE tidak dapat digunakan untuk
menggantikan perangkat penilaian status mental dan kognitif secara
lengkap. MMSE diperkenalkan oleh Folstein dkk sejak tahun 1975, telah
divalidasi, dan secara luas digunakan untuk skrining fungsi kognitif. MMSE
terdiri dari 11 pertanyaan yang dapat diselesaikan dalam waktu 5 – 10
menit, sehingga praktis digunakan secara rutin.
D. Pemeriksaan Saraf Kranialis
Adapun pemeriksaan saraf kranilai terdiri dari Nervus I, II, III, IV, V, VI,
VII, VIII, IX, X, XI, dan Nervus XII.
1. Pemeriksaan Nervus 1 (Olfactorius)
- Pastikan lubang hidung bersih dan terbuka
- Gunakan sumber bau yang non iritatif (sabun, kopi atau teh)
- Pasien ditutup matanya
- Bila memeriksa satu lubang maka lubang yang lain ditutup
- Tanyakan bau apa yang dihirup
- Bahan yang dipakai : kopi, teh, sabun, sampo, dan bau-bauan yang
sering ada.
Gambar 2.18. Parase Nervus XII Sinistra LMN (Ada Atrofi dan
Fasikulasi Lidah)
E. Pemeriksaan Serebelum
1. Pemeriksaan Dismetria
a. Tes telunjuk-hidung
Penderita diminta menyentuh telunjuk pemeriksa dengan jari
pasien. Kemudian menyentuh hidung pasien. Dilakukan berulang-
ulang sambal dilihat apakah ada over shoot.
b. Tes telunjuk-telunjuk
Pasien diminta untuk menyentuh kedua telunjuk saling menyentuh
dengan mata terbuka dan mata tertutup.
2. Kernig Sign
- Mempersilahkan pasien berbaring terlentang ditempat tidur, kedua
tangan dan kedua tungkai diluruskan kemudian ambil bantal jika
anda
- Memflexikan paha pada sendi panggul dan lutut 90°, ekstensikan
tungkai bawah pada sendi lutut. Normal lebih dari 135°
- Lakukan disisi kanan dan kiri bergantian
- Menentukan tanda kernik positif bila ada tahanan atau nyeri dan
sudut tidak mencapai 135°.
Black, M.J, & Hawks, H.J.. (2009). Medical surgery nursing clinical management
for positive outcomes. 8 th Edition. St Louis Missouri : Elsevier Saunders.
Lynn S. Bickley. (2013). Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat
Kesehatan Edisi 11. Jakarta: EGC
Potter, A.P. & Perry, A. (2006). Fundamentals of nursing. 6 th Edition. St. Louis
Missouri : Mosby-Year Book, Inc.
Smeltzer & Bare, B. G. (2009). Buku ajar: keperawatan medikal bedah, Vol 2 .
Jakaarta: EGC.
Wiebers, David O, Valery L. 2006. Clinical Anatomy of The Brain and Spinal
Cord Vascular System. Handbook of Stroke, 2 nd Edition, Lippincot
Williams & Wilkins, Copyright.
Wilson, L.M & Hartwig, M.S. (2006). Anatomi dan fisiologi sistem saraf. In :
Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. 6th Ed.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.