Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MALPRAKTEK
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah“ Etika Dan Hukum Kesehatan ”
Dengan dosen pembimbing :
“Yustiningrum,S.ST.,M.H.Kes”

Disusun Oleh :

1. Alwi Wahyudi (09190000120)


2. Erni Amalia Utami (09190000133)
3. Pitriani (09190000157)
4. Siti Salma Nur Anisya (09190000170)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)
Jl. Harapan No.50, RT.2/RW.7, Lenteng Agung, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12610

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
karuniaNya Kami di berikan kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan makalah etika dan
hokum kesehatan ini.
Tak lupa Kami ucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat Kami ucapkan satu persatu sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Di dalam makalah ini kami menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat Kami harapkan agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.

Cianjur, 11-Januari-2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................2
A. Tujuan Umum................................................................................2
B. Tujuan Khusus ..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
1.1 Definisi dan batasan malpraktek................................................................3
A. Definisi Malpraktek ............................................................................3
B. Batasan Malpraktek dalam keperawatan ............................................5
1.2 Malpraktek dalam layanan keperawatan...................................................10
1.3 Aturan organisasi ppni tentang malpraktek ..............................................22
1.4 Aturan hukum negara terkait malpraktek dalam ranah keperawatan........23
BAB III PENUTUP...............................................................................................25
A. Simpulan....................................................................................................25
B. Saran .........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan


pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keperawatan menjalankan dan
melaksanakan kegiatan prakatek keperawatan dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana
ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowlage yang dapat diuji
kebenaranya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk


implementasi yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga
dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan
guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit,
dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitasi.

Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat serta langsung


berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat
interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja
maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik
pada diri sendiri pelaku dan penerima praktek keperawatan.

Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai stardar profesi dan
aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna
memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya stardar praktek profesi
keperawatan inilah dapat dilihat apakah seseorang perawat melakukan malpraktek,
kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek lainnya.
1
Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa
hal yang berkaitan dengan malpraktek dalam pelayanan keperawatan, baik ditinjau
dari hokum dan etik keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu definisi dan batasan malpraktek ?
2. Apa itu malpraktek dalam layanan keperawatan ?
3. Apa itu aturan organisasi PPNI tentang malpraktek ?
4. Apa itu aturan hukum negara terkait malpraktek dalam ranah keperawatan ?

1.3 Tujuan Penelitian


A. Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa dapat
memahami malpraktek dalam pelayanan keperawatan
B. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui :
1. Definisi dan batasan malpraktek
2. Malpraktek dalam layanan keperawatan
3. Aturan organisasi PPNI tentang malpraktek
4. Aturan hukum negara terkait malpraktek dalam ranah keperawatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi dan Batasan MalPraktek


A. Definisi Malpraktek
Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak
selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah
sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga
malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian
dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian
dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurutukuran
dilingkungan yang sama.
Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan
hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa
terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada
karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan
yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun
pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam memberikan pelayanan wajib
bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara
lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian
malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang
malpraktek.

3
Berikut definisi mal praktek:

1. Guwandi (1994)

Mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau


perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di
dalam memberikan pelayanah pengobatan dan perawatan terhadap seorang
pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama.

2. Ellis dan harley (1998)

Mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari


kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan. yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang
tugas/pekerjaannya.

Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan dalam


kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri.
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh
aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan
(Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998) Malpraktik. sangat spesifik
dan terkait dengan status profesional dan pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional.

Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan


perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang
berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan

4
(Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena
selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan
melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif
(guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.

B. (Batasan) Malpraktik dalam Keperawatan

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan


malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status
profesional seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum.
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik, apabila penggugat dapat menunjukkan hal-hal dibawah ini :

a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,


kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.

b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan


kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan
menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap
pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.

c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage)


yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau

5
stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.

d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan


atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi
secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat
terhadap pasien).

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada


setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat
berada pada tuntutan malpraktik. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko
Melakukan Kesalahan :

Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area


yang memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau


informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi
informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium,
tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera.
Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan
diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan
atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini,
perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif
dan mendasar.

6
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :

1.Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya


dalam rencana keperawatan.

2.Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan


yang telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.

3.Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang


disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.

4.Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.

Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan


perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa
mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus
memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila
dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang
terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi
yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan


melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari

7
dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering
terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi
pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi
pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling
berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu,
perlu adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan
maupun terhadap pasien dan keluarganya. Untuk menghindari kesalahan ini,
sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan
berkelanjutan (Continuing Nursing Education).

Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam


3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :

a.Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice


manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :

1.Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan


perbuatan tercela.

2.Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat
keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
pasal 299 KUHP).

Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa


persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya
kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
8
Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa
tempatnya bernaung.

b.Civil malpractice

Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila


tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang
dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :

1.Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

2.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi


terlambat melakukannya.

3.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak


sempurna.

4.Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.


Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle
ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan
sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.

c. Administrative malpractice

Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice


manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu

9
diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya
tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.

1.2 MalPraktek Dalam Keperwatan


Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional
seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum.
Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik, apabila penggugat dapat menunjukan hal-hal dibawah ini.
1. Duty, pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya
berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukan bahwa
melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
2. Breach of the duty, pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya,
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.
3. Injuri, seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage)
yang dapat dituntut secara hukum. Misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, adanya penderitaan, atau stres
emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera jika terkait dengan
cedera fisik.

10
4. Proximate caused, pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan
atau terkait dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap
kewajiban perawat terhadap pasien.
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukan bukti pada
setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan, hal ini menunjukan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat
berada pada tuntutan malpraktik. Tuntutan malpraktik dapat bersifat
pelanggaran sebagai berikut.
1. Pelanggaran etika profesi. Pelanggaran ini sepenuhnya tanggung jawab
organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercantum
pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya dokter,
perawat pun merupakan tenaga kesehatan profesional yang menghadapi
banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik profesional.
Beberapa masalah etik, antara lain moral unprepareness, moral blindness,
amoralssm, dan moral fanaatism. Masalah etika yang terjadi pada tenaga
keperawatan ditangani organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui
Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No. 56 tahun 1995 dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian
perlindungan yang seimbang dan objektif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan pemeriksaan MDTK, hasilnya akan
dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk diambil tindakan
disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan
11
perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud
tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1) terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin. (2) penentuan ada tidaknya kesalahan atau
kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 ditentukan oleh Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan.
3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana.
Pelanggaran bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada
pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi : (1) setiap orang berhak atas ganti
rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2)
ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area
dimana perawat beresiko melakukan kesalahan, antara lain :
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi
tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi
yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Untuk
menghindari kegagalan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data
dasar secara komperhensif dan mendasar.
2. Planning errors, termasuk :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalam
rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang
telah dibuat.

12
c. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.

Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya mengira-


ngira dalam membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkan
dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam menulis harus dengan
pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap
perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul.
Rencana harus realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk
pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik
secara liasan maupun dengan tulisan. Bekerja berdasarkan rencana dan
lakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi
dengan teliti.
3. Intervension errors, temasuk kegagalan menginterprestasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah
dari dokter atau supervisor. Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya
rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan berkelanjutan.
D. Pedoman Mencegah Malpraktik
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya
malpraktik, sebagai berikut :
1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri
sendiri. Layani pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
2. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa
keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang
diperlukan. Perawat mempunyai kewajiban untuk menyusun pengkajian dan
melaksanakan pengkajian dengan benar.

13
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu
terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap
perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna
memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga pengetahuan
yang dimiliki senantiasa up-to-date.
5. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
6. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan.
7. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan
keperawatan. Nyatakan secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin
fakta yang anda observasi secara jelas,
8. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja
berdasarkan kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang
berlaku.
9. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan diketahui lingkup tugas masing-
masing.

KASUS :
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi
Rumah Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T
dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan
kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR:
24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan
Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan
anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T
dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan
baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar
14
pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar
bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T
dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi
dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai
dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar
mandi, dengan adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T,
keluarga juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa
terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu.
Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T
mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak
ada pengangan pad temapt tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak
tidak minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan
perawat memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril)
tetapi perawat lupa memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat
itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh
sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.

ANALISA KASUS
Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus
kelalaian dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya
perawat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa
nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan
terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh
anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau
menggerakan tubuhnya.
15
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal
ini lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah
memberikan obat injeksi captopril, sehingga dengan tidak adanya
penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat
tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga
kesehatan lain tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik
dari kode etik dan standar praktek atau ilmu keperawatan. Pada praktek
keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik,
disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek
keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek
keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai
upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan
praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila
penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan
ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi yang
ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus
dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau
keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak
yang berkompeten dibidang hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan
kelalaian dengan alasan, sebagai berikut:
1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam
hal ini perawat tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai standar
16
profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam
bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
c. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
d. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap
e. Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak
dijalankan dengan baik
f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan
g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama
pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.
h.Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan
keperawatan
2. Dampak – dampak kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai
pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak
bagi pelaku, penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
a. Terhadap Pasien
1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah
keperawatan baru
2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
3) Kemungkinan terjadi komplikasi / munculnya masalah kesehatan
/keperawatan lainnya.

17
4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan
sesuai dengan standar yang benar.
5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit
atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku,
yaitu KUHP.

b. Perawat sebagai individu/pribadi


1) perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi
sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan,
antara lain:
a) Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan
pasien
b) Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-
tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat
mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c) Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan manusia,
jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu perawat tidak setia pad komitmennya karena perawat tidak
mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya
sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan kepada pasien.
2) Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan
ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

18
3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat
peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga
organisasi profesinya.

c. Bagi Rumah Sakit


1) Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan RS
2) Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi
misi Rumah Sakit
3) Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata
karena melakukan kelalaian terhadap pasien
4) Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara
administrasi dan prosedural
d. Bagi profesi
1) Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang, karena
menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat
bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang
sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.
2) Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan
standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan
3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi
penerima pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
# Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
a. Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan
keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak
ceroboh.

19
b. Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi
profesi dengan jelas dan tegas.
c. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi
perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan
praktek keperawatan.
d. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada
perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan
sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan
hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses
tertentu.
# Bagi Rumah Sakit dan Ruangan
a. Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi
yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan
b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi
pada bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.
c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi
keperawatan yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi,
sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat
berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai
dengan standar praktek keperawatan.
f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada
perawat yang melakukan kelalaian.
g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam
pembinaan dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.

20
Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus
memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat
secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana
padangan dari organisasi profesi. Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan
dilakukan testomoni atas kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa
Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila
membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat
bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau
ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat
tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya
sesuai ketentuan perudang-undangan yang berlaku, apa perawat tersebut
memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan
pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan
semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah
perawat yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-
syarat yang diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat
tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar
(SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat
sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS
terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang
memungkinkan perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah
mempunyai standar profesi yang jelas dan telah diberlakukan bagi
anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai aturan hukum yang
21
mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan
praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian
atas hasil akhir pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan
penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan
oleh tenaga medis dibandingkan dengan standar yang berlaku.
1.3 Aturan Organisasi PPNI tentang Malpraktek
Persatuan Perawat Nasional (PPNI) adalah organisasi profesi yang
merupakan bagian dari elemen masyarakat turut berkontribusi dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada Pasal 41
ayat (1) menjelaskan bahwa “Organisasi Profesi Perawat dibentuk sebagai
satu wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan
hukum”.
Pada ayat (2) “Organisasi Profesi Perawal bertujuan untuk:
a. meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat, danetika profesi Perawat; dan
b. mempersatukan dan memberdayakan Perawat dalam rangka menunjang
pembangunan kesehatan.
Dalam dugaan kasus Malpraktik Keperawatan, PPNI bisa memberikan
keterangan pada tingkat Penyelidikan kepada pihak Kepolisian mengenai
dugaan kasus Malpraktik tersebut. Hal ini dikarenakan tindakan keperawatn
merupakan tindakan yang terstruktur dan sistematis berdasarkan Standar
Praktik Keperawatan sehingga jika ditemui kasus dugaan Malpraktik
Keperawatan, PPNI harus bisa memberikan keterangan secara holistik
mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh seorang Perawat.
22
Peran PPNI sebagai pelindung anggotanya yang diduga melakukan
tindakan Malpraktik akan sangat diperlukan dalam tahapan Penyelidikan.
Penyelidik bisa meminta keterangan ahli dari pihak PPNI terkait dugaan
Malpraktik yang dilakukan oleh seorang Perawat.
Oleh sebab itu, peran Advokasi PPNI dalam perlindungan hukum
kepada anggotanya sangat dibutuhkan, mengingat hanya PPNI yang bisa
memberikan keterangan hukum secara prosedural mengenai tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat yang diduga melakukan
tindakan Malpraktik.

1.4 Aturan Hukum Negara Terkait Malpraktek dalam Keperawatan


Penyediaan tenaga kesehatan di Indonesia merupakan cara untuk
mendukung peningkatan taraf kesehatan masyarakat Indonesia sesuai
dengan cita-cita bangsa.
1. Tenaga kesehatan meliputi dokter (tenaga medis), bidan (tenaga
kebidanan), dan perawat (tenaga keperawatan).
Dalam melaksanakan tugasnya, dokter tentu tidak bisa bertugas seorang diri,
dokter dibantu dengan adanya perawat.Keperawatan merupakan pemberi
asuhan baik pada individu, kelompok ataupun masyarakat entah dalam
keadaan sakit maupun sehat.Sedangkan perawat merupakan seseorang yang
sudah menyelesaikan pendidikannya dibidang perawat, di dalam negeri
maupun luar negeri yang sesuai dengan perundang-undangan.Diluar itu, ada
juga pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan.Bidan yang
diklasifikasikan kedalam kelompok tenaga
kebidanan, merupakan perempuan yang telah tamat dalam pendidikan bidan
sertatelah tercatat atau teregistrasi menurut perundang-undangan.Bidan
bertugas sebagai pemberi pelayanan
23
kesehatan pada masyarakat serta pemberian mutu kesehatan pada setiap ibu-
ibu.
2. Sebagai bagian dari tenaga kesehatan tidak menutup kemungkinan bidan
dan perawat melakukan kesalahan baik karena kelalaiannya maupun
karena kesengajaannya, dalam dunia medis lebih dikenal dengan sebutan
“Malpraktek”. Salah satu contoh malpraktek yang terjadi di Indonesia
yang dilakukan oleh bidan yaitu kasus seorang wanita di Sumatra Utara
yang mengalami pembengkakan pada bokongnya setelah mendapatkan
suntikan dari Bidan.

3. Kasus malpraktek lain yang juga melibatkan


perawat yaitu kasus meninggalnya seorang pasien di RS Sibolga usai
disuntik oleh perawat.4Hingga kini kedua kasus tersebut masih dalam
penelusuran lebih lanjut oleh kepolisian yang berwenang.Permasalahan yang
sering dihadapi oleh korban malpraktek adalah sulitnya dalam membuktikan
apakah benar telah terjadi malpraktek atau tidak, hal ini dikarenakan
belum adanya aturan yang mengatur tentang malpraktek lebih rinci
khususnya bagi bidan dan perawat.
Pertanggungjawaban Pidana Kepada Bidan Dan Perawat Yang
Melakukan Malpraktek Berdasarkan Undang-Undang Tenaga Kesehatan,
Undang-Undang Kebidanan, Dan Undang-Undang Keperawatan

24
BAB III

PENUTUP

1.1 Simpulan
Malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional)
seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun
suatu kekurangan-kemahiran /ketidakkompetenan yang tidak beralasan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, kelas bahwa masalah masalah
malpraktek bersifat komplek karena berbagai factor yang terkait didalamnya.
Perawat professional dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya
untuk mengikuti perkembangan yang terjadi, baik perkembangan IPTEK
khususnya IPTEK keperawatan serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat
yang semakin meningkat.

1.2 Saran

1. Standar profesi keperawatan dan stanfar kompetensi merupakan hal


penting untuk menghindarkan terjadinya malpraktek, maka perlunya
pemberlakuan standar praktek keperawatan secara nasional dan terlegalisasi
dengan jelas.

2. Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya


memahami da menaati peraturan perundang-undangan yang telah

25
diberlakukan di Indonesia, agar perawat dapat terhindar dari bentuk
pelanggaran baik etik dan hokum.

3. Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindari


bekerja dengan ceroboh, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek
keperawatan sehingga dapat terhindar dari kelaian/malpraktek.

4. Rumah sakit sebagai institusi pengola layanan praktek keperawatan dan


asuhan keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya
dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas
bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ake, Julianus.2001. Malpraktik Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC

Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, edisi

ketiga: Jakarta: EGC

Craven & Hirnle. (2000). Fundamentals of nursing. Philadelphia. Lippincott.

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tentang Registrasi


Praktik Perawat

Priharjo, R (1995). Pengantar Etika Keperawatan, Yogyakarta: Kanisius.

Redjeki, S. (2005). Etika Keperawatan ditinjau dari sehi hukum. Materi

seminar tidak diterbitkan

Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju

Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi

seminar tidak diterbitkan

Soenarto, Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurispodensi

mahkamah agung dan hoge road : Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Undang-undang perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: sinar


27
grafika

28

Anda mungkin juga menyukai