MALPRAKTEK
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah“ Etika Dan Hukum Kesehatan ”
Dengan dosen pembimbing :
“Yustiningrum,S.ST.,M.H.Kes”
Disusun Oleh :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan
karuniaNya Kami di berikan kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan makalah etika dan
hokum kesehatan ini.
Tak lupa Kami ucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat Kami ucapkan satu persatu sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Di dalam makalah ini kami menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat Kami harapkan agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.
Cianjur, 11-Januari-2021
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................2
A. Tujuan Umum................................................................................2
B. Tujuan Khusus ..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
1.1 Definisi dan batasan malpraktek................................................................3
A. Definisi Malpraktek ............................................................................3
B. Batasan Malpraktek dalam keperawatan ............................................5
1.2 Malpraktek dalam layanan keperawatan...................................................10
1.3 Aturan organisasi ppni tentang malpraktek ..............................................22
1.4 Aturan hukum negara terkait malpraktek dalam ranah keperawatan........23
BAB III PENUTUP...............................................................................................25
A. Simpulan....................................................................................................25
B. Saran .........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 27
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai stardar profesi dan
aturan lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna
memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya stardar praktek profesi
keperawatan inilah dapat dilihat apakah seseorang perawat melakukan malpraktek,
kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek lainnya.
1
Dengan berbagai latar belakang diatas maka kelompok membahas beberapa
hal yang berkaitan dengan malpraktek dalam pelayanan keperawatan, baik ditinjau
dari hokum dan etik keperawatan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Berikut definisi mal praktek:
1. Guwandi (1994)
4
(Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena
selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan
melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif
(guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
5
stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
6
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
7
dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering
terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order, mengidentifikasi
pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi
pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling
berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu,
perlu adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan
maupun terhadap pasien dan keluarganya. Untuk menghindari kesalahan ini,
sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program pendidikan
berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
a.Criminal malpractice
2.Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat
keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
pasal 299 KUHP).
b.Civil malpractice
c. Administrative malpractice
9
diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya
tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya
(Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.
10
4. Proximate caused, pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan
atau terkait dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran terhadap
kewajiban perawat terhadap pasien.
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukan bukti pada
setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan, hal ini menunjukan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat
berada pada tuntutan malpraktik. Tuntutan malpraktik dapat bersifat
pelanggaran sebagai berikut.
1. Pelanggaran etika profesi. Pelanggaran ini sepenuhnya tanggung jawab
organisasi profesi (Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercantum
pada pasal 26 dan 27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya dokter,
perawat pun merupakan tenaga kesehatan profesional yang menghadapi
banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik profesional.
Beberapa masalah etik, antara lain moral unprepareness, moral blindness,
amoralssm, dan moral fanaatism. Masalah etika yang terjadi pada tenaga
keperawatan ditangani organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui
Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No. 56 tahun 1995 dibentuk
Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) dalam rangka pemberian
perlindungan yang seimbang dan objektif kepada tenaga kesehatan dan
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan
menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan
standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan. Berdasarkan pemeriksaan MDTK, hasilnya akan
dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk diambil tindakan
disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan
11
perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud
tidak mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23
tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu : (1) terhadap tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat
dikenakan tindakan disiplin. (2) penentuan ada tidaknya kesalahan atau
kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 ditentukan oleh Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan.
3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana.
Pelanggaran bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada
pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi : (1) setiap orang berhak atas ganti
rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan. (2)
ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area
dimana perawat beresiko melakukan kesalahan, antara lain :
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi
tentang pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi
yang diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda
vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Untuk
menghindari kegagalan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data
dasar secara komperhensif dan mendasar.
2. Planning errors, termasuk :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalam
rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang
telah dibuat.
12
c. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
13
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu
terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap
perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna
memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga pengetahuan
yang dimiliki senantiasa up-to-date.
5. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
6. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan.
7. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan
keperawatan. Nyatakan secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin
fakta yang anda observasi secara jelas,
8. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja
berdasarkan kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang
berlaku.
9. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan diketahui lingkup tugas masing-
masing.
KASUS :
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi
Rumah Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T
dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan
kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR:
24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan
Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan
anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T
dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan
baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar
14
pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar
bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T
dirawat. Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi
dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai
dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar
mandi, dengan adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T,
keluarga juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa
terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu.
Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T
mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak
ada pengangan pad temapt tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak
tidak minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan
perawat memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril)
tetapi perawat lupa memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat
itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh
sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.
ANALISA KASUS
Contoh kasus pada bab III merupakan salah satu bentuk kasus
kelalaian dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya
perawat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa
nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan
terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh
anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau
menggerakan tubuhnya.
15
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal
ini lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah
memberikan obat injeksi captopril, sehingga dengan tidak adanya
penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat
tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga
kesehatan lain tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik
dari kode etik dan standar praktek atau ilmu keperawatan. Pada praktek
keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik,
disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek
keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek
keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai
upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan
praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila
penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan
ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi yang
ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus
dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau
keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak
yang berkompeten dibidang hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan
kelalaian dengan alasan, sebagai berikut:
1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam
hal ini perawat tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai standar
16
profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam
bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a. Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
c. Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
d. Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap
e. Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak
dijalankan dengan baik
f. Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan
g. Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang
segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama
pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.
h.Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan
keperawatan
2. Dampak – dampak kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai
pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak
bagi pelaku, penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
a. Terhadap Pasien
1) Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah
keperawatan baru
2) Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
3) Kemungkinan terjadi komplikasi / munculnya masalah kesehatan
/keperawatan lainnya.
17
4) Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan
sesuai dengan standar yang benar.
5) Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit
atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku,
yaitu KUHP.
18
3) Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat
peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga
organisasi profesinya.
19
b. Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi
profesi dengan jelas dan tegas.
c. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi
perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan
praktek keperawatan.
d. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada
perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan
sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan
hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses
tertentu.
# Bagi Rumah Sakit dan Ruangan
a. Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi
yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan
b. Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi
pada bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.
c. Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi
keperawatan yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi,
sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
d. Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat
berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
e. Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai
dengan standar praktek keperawatan.
f. Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada
perawat yang melakukan kelalaian.
g. Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam
pembinaan dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.
20
Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus
memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat
secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana
padangan dari organisasi profesi. Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan
dilakukan testomoni atas kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa
Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila
membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat
bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau
ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat
tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya
sesuai ketentuan perudang-undangan yang berlaku, apa perawat tersebut
memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan
pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan
semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah
perawat yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-
syarat yang diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat
tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar
(SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat
sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di dan kedudukan RS
terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang
memungkinkan perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah
mempunyai standar profesi yang jelas dan telah diberlakukan bagi
anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai aturan hukum yang
21
mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan
praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian
atas hasil akhir pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan
penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan
oleh tenaga medis dibandingkan dengan standar yang berlaku.
1.3 Aturan Organisasi PPNI tentang Malpraktek
Persatuan Perawat Nasional (PPNI) adalah organisasi profesi yang
merupakan bagian dari elemen masyarakat turut berkontribusi dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada Pasal 41
ayat (1) menjelaskan bahwa “Organisasi Profesi Perawat dibentuk sebagai
satu wadah yang menghimpun Perawat secara nasional dan berbadan
hukum”.
Pada ayat (2) “Organisasi Profesi Perawal bertujuan untuk:
a. meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat, danetika profesi Perawat; dan
b. mempersatukan dan memberdayakan Perawat dalam rangka menunjang
pembangunan kesehatan.
Dalam dugaan kasus Malpraktik Keperawatan, PPNI bisa memberikan
keterangan pada tingkat Penyelidikan kepada pihak Kepolisian mengenai
dugaan kasus Malpraktik tersebut. Hal ini dikarenakan tindakan keperawatn
merupakan tindakan yang terstruktur dan sistematis berdasarkan Standar
Praktik Keperawatan sehingga jika ditemui kasus dugaan Malpraktik
Keperawatan, PPNI harus bisa memberikan keterangan secara holistik
mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh seorang Perawat.
22
Peran PPNI sebagai pelindung anggotanya yang diduga melakukan
tindakan Malpraktik akan sangat diperlukan dalam tahapan Penyelidikan.
Penyelidik bisa meminta keterangan ahli dari pihak PPNI terkait dugaan
Malpraktik yang dilakukan oleh seorang Perawat.
Oleh sebab itu, peran Advokasi PPNI dalam perlindungan hukum
kepada anggotanya sangat dibutuhkan, mengingat hanya PPNI yang bisa
memberikan keterangan hukum secara prosedural mengenai tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh seorang perawat yang diduga melakukan
tindakan Malpraktik.
24
BAB III
PENUTUP
1.1 Simpulan
Malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional)
seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun
suatu kekurangan-kemahiran /ketidakkompetenan yang tidak beralasan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, kelas bahwa masalah masalah
malpraktek bersifat komplek karena berbagai factor yang terkait didalamnya.
Perawat professional dituntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya
untuk mengikuti perkembangan yang terjadi, baik perkembangan IPTEK
khususnya IPTEK keperawatan serta tuntutan dan kebutuhan masyarakat
yang semakin meningkat.
1.2 Saran
25
diberlakukan di Indonesia, agar perawat dapat terhindar dari bentuk
pelanggaran baik etik dan hokum.
26
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, edisi
28