Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MALPRAKTIK KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 9
1. Esterlita Salomina Griapon
2. Jesica Keterina Kelbulan
3. Brenda Stephanie Ayomi
4. Rosmina M Bisai

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN FALKUTAS


POLITEKNIK KESEHATAN JAYAPURA 2023/2024
KATA PENGANTAR

Pertama dan utama tiada kata yang lebih indah selain puji syukur
kepada Tuhan Yang Maha murah atas rahmat dan karunianya
sehingga kami bisa mempersembahkan makalah yang berjudul
“Malpraktek Dalam Keperawatan”.Makalah ini ditujukan untuk
memenuhi penugasan etika keperawatan.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat


memperkaya pendidikan di Indonesia.Selain itu juga dapat
digunakan oleh pembaca sebagai pemicu untuk terus berpikir
dan berkarya.
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami


perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan
sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan yang sangat
mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek
keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan,
pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan
secara jelas terhadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional
sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53 ayat (I j dan ayat (2)).
Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional
sebagai profesi di pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini
sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh
perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang
pada hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan
keperawatan professional di Indonesia. Disamping itu dipicu juga
adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun
1999 tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial
ekonomi yang semakin baik, termasuk latar belakang pendidikan
yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan pelayanan
keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat
diperoleh dari tenaga keperawatan yang profesional. Dalam konsep
profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang
lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan
ilmu
pengetahuan dan ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman
pada filsafat moral yang diyakini yaitu “Etika Profesi”.

Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi


keperawatan yang dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai
suatu profesi, PPNI memiliki kode etik keperawatan yang ditinjau
setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan keputusan MUNAS
VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan
Indonesia. Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab
organisasi keprofesian untuk mengembangkan jaminan pelayanan
keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh oleh tenaga
keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional
senantiasa memperhatikan etika keperawatan yang mencakup
tanggung jawab perawat terhadap klien ( individu, keluarga, dan
masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek
keperawatan yang merupakan komitmen profesi keperawatan dalam
melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh
anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja
melakukan kesalahan yang dapat merugikan klien sebagai penerima
asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan lebih
parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek
keperawatan.kejadian ini di kenal dengan malpraktek.
Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku
norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan
adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau dilihat
dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut
pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang
hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan
berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada
kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena
antara etika dan hukum ada perbedaan- perbedaan yang mendasar
menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice
atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.

Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan


berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada
kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena
antara etika dan hukum ada perbedaan- perbedaan yang mendasar
menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran
normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice
atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.

Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical


malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti
merupakan ethical malpractice. untuk menghindari terjadinya
malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum yang
menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan
sehingga sebagai perawat nantinya dalam menjalankan praktek
keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI MALPRAKTEK

Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan
“praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga
malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan
suatu profesi. Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah
kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien,
yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama.
Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan
hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa
terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang
ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan, dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang
pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan
maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam memberikan
pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin.
Namun, penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena
ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Berikut beberapa definisi malpraktek:
1. Guwandi (1994)
mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan
pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam
mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah yang sama.

2. Ellis dan Hartley (1998)


mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang
yang telah terlatih atau berpendidikan. yang menunjukkan
kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.

Ada dua istilah yang sering dibiearakan secara bersamaan dalam


kaitannya dengan malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri.
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan
oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan
dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan
kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998) Malpraktik.
sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi
pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah
kegagalan seorang profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk
melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal,
K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan
melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya
motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik
adalah:
a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh
seorang
tenaga kesehatan;
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan
kewajibannya. (negligence); dan
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan
perundang-
undangan.
B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.


Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang,
misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995)
mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila
pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar
keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan
menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap
pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage)
yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera
sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau
stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait
dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan
atau terk dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang
terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban
perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada
setiap elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat
dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan
perawat berada pada tuntutan malpraktik. Bidang Pekerjaan Perawat Yang
Berisiko Melakakan Kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan

tindakan intervensi keperawatan (intervention errors). Untuk lebih


jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi
informasi yang diperlukan, seperti data hasil pemeriksaan laboratorium,
tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan
segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada
ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan
data dasar secara komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya
dalam rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan
yang telah dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana
keperawatan yang tidak dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana
keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan
perkiraan dalam membuat rencana keperawatan tanpa
mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam penulisan harus
memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila
dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang
terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati
instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan
melaksanakan tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan
keperawatan secara hati-hati, kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan
dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada tindakan keperawatan
yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca pesan/order,
mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari
seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan
pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang baik di
antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap
melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing
Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3
kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik
pidana,yaitu :
1) Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan
perbuatan tercela.
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat
keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi
medis pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau
kealpaan (negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka,
cacat atau meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien
saat melakukan operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada
criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab
itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada badan yang
memberikan sarana pelayananjasa tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila
tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya
sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa
yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
tidak sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan. Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual
atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle
ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan
sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice
manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu
diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai
kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan
profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta
kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar
hukum administrasi.

C. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM


Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang
perawatan. Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna
memantau dan mempertahankan keamanan pasien dengan memasang
penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien kemudian
terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami
patah tulang tungkai
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah
dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta
pada tanggal 29 Nopember 1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang
menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga
dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap klien dengan tidak
membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan
kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan
tugas, serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika
menerima atau mengalih-tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan
dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan keselamatan
kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan
mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai
perawat dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar
profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang
mengakibatkan kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa
dikategorikan sebagai malpraktek yang termasuk ke dalam criminal
malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat hokum antara lain :
a) Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai
menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian
menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
b) Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1)
Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-
luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga
menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
c) Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau
pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain)
apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga
mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih
berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan
dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan
pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.Pertanggung jawaban
didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang
lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal
54 :

1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian


dalam melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga
Kesehatan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Malpraktik bersifat sangat kompleks


2. Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
3. Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan
malpraktik.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang,
misalnya perawat, dokter, atau penasihat hokum
4. untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat
menunujukkan hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan
menurut standar profesinya.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage)
yang dapat dituntut secara hukum
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan
atau terk dengan cedera yang dialami pasien.
5. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu
tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan
keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors).
6. yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang
dilanggar, yaitu:
a. Criminal malpractice
b. Civil malpractice
c. Administrative malpractice

B. SARAN

1. dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman


pada kode etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek
keperawatan
2. perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi.
3. perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan
kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek

Anda mungkin juga menyukai