Anda di halaman 1dari 17

MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN

Disusun Oleh :
1. Wewen Taranda
2. Yohanes Leonardo
3. Maria Grace
4. Bhetrinda Alhamd
5. Antjelita Kabo
6. Maria Lily
7. Agti Latupeirissa
8. Rezki Mentodo
9. Chatarina Sentosa Jemali

STIK STELLA MARIS MAKASSAR


TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena atas izin-
Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang diberi judul ”MALPRAKTEK DALAM
KEPERAWATAN”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut memberikan
bantuan dan dukungan kepada kami dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi yang positif kepada semua
pihak yang berkepentingan. Tak lupa penulis mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan
bersama.

Makassar, 31 November
2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………...........................
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..
A. DEFINISI MALPRAKTEK………………………………………………………….
B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN………………………………………
C. CONTOH MALPRAKTEK DAN KAJIAN ETIKA HUKUM………………………
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………
D. KESIMPULAN………………………………………………………………………..
E. SARAN………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat


menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap tenaga
keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53 ayat (I j
dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi
dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di pengaruhi oleh


berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga menyentuh
perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus diimplementasikan pada
perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping itu dipicu juga adanya UU
No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perkembangan
konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik, termasuk latar belakang
pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan pelayanan keperawatan yang
semakin berkualitas.

Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu “Etika
Profesi”.

Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan yang
dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode etik
keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan keputusan
MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan Indonesia.
Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian untuk
mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh oleh tenaga
keperawatan yang professional.

Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa memperhatikan


etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien ( individu, keluarga,
dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas
tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan komitmen profesi
keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang dilakukan oleh anggota
profesi dalam hal ini perawat.

Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang dapat
merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan kecacatan
dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan keperawatan
tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan malpraktek.

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika dan norma
hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah
diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang
etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical malpractice.
Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan berlaku norma etika dan
norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang
dilanggar.
Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut
substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan
adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda.

Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua
bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice.
untuk menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum
yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat
nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek
tersebut

 
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI MALPRAKTEK

Malpraktek mempakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek”
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau
tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan
suatu profesi.

Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang


dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan
sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan
yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam
arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen,
baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.

Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan


kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun,
penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang
malpraktek.Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam
memberikan pelayanah pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang lazim
diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah
yang sama.
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan
yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih
atau berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.

Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu
dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang
bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan
kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).

Malpraktik. sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi
pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang
profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar
profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan
(Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti
kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di dalam arti kesengajaan
tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana.Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :

a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan;
b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya.
(negligence); dan
c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

 
B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik
lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter,
atau penasihat hukum.
Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik,
apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :

a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-
tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar
profesi.Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan
standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar
keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kemsakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran.
Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat dipertimbangkan sebagai,
akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk dengan
cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung berhubungan.
dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari
keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini menunjukkan bahwa
telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.

1. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan :


Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan
perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment
errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang
pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan,
seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien
yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari
kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara
komprehensif dan mendasar.
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam
rencana keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah
dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak
dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk
mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam
membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik.
Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas
berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh
pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan.
Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi
yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan
pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca
pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan
ini yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu,
perlu adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap
pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori
sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :
a. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice
manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,yaitu :
1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka
rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263
KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan (negligence) misalnya
kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada
orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana pelayananjasa
tempatnya bernaung.
b. Civil malpractice
Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang
telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat dikategorikan
civil malpractice antara lain :
1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle
ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan
sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.
c. Administrative malpractice
Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala
orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kena, Surat Ijin Praktek),
batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut
dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan
melanggar hukum administrasi.

C. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM


Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan
keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat
disorientasi, pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan
pasien mengalami patah tulang tungkai.
Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah
dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat
Nasional Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29
Nopember 1989 khususnya pada Bab I,  pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab
perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut
tidak melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana
keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak
memasang penghalang tempat tidur.
Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan
tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak
mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari
tempat tidur dan mengalami patah tungkai.
Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat
dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.
Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan
kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek
yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat
hokum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang
mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan
menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam
de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga
ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
(misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan
peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat,
maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang
bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana
dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang
lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
4. Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
a. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
b. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang
dimaksud dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
 
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Malpraktik bersifat sangat kompleks
2. Perawat diperhadapkan pada tuntutan pelayanan profesional.
3. Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik.
Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya
perawat, dokter, atau penasihat hokum
4. untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan
hal-hal dibawah ini :
a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya ya itu,
kewajiban mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk
menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban penderitaan
pasiennya berdasarkan standar profesi.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya,
artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar
profesinya.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang
dapat dituntut secara hokum
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau
terk dengan cedera yang dialami pasien.
5. Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan yaitu tahap
pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan (planning
errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
6. yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar,
yaitu :
a. Criminal malpractice
b. Civil malpractice
c. Administrative malpractice

B. SARAN
a. Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode
etik keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
b. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan
perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan
(assessment errors), perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan
intervensi keperawatan (intervention errors) sehigga nantinya dapat
menghindari kesalahan yang dapat terjadi
c. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan
kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek
DAFTAR PUSTAKA

Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC

Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tentang Registrasi Praktik Perawat.

Priharjo,R (1995). Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius

Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar Grafika

Undang-undang Republik Indonesia tahun 2014 nomor 38 tentang keperawatan

Anda mungkin juga menyukai