Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Makalah ini berisi tentang prinsip legal dalam praktek keperawatan, yang dimana
didalamnya membahas tentang malpraktek dan perlindungan hukum dalam praktek
keperawatan.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini, kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bukittinggi, 02 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................3
C. TUJUAN........................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI MALPRAKTEK..........................................................................................4
B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN.............................................................5
C. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM.....9
D. PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN....................11

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN............................................................................................................16
B. SARAN........................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat


pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu
perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek
keperawatan baik aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam
keperawatan.

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas


terhadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat
(4), Pasal 53 ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa
ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di


pengaruhi oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi
yang juga menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya
tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada
hakekatnya harus diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di
Indonesia. Disamping itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
dan UU No. 8 tahun 1999 tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial
ekonomi yang semakin baik, termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi
yang berdampak pada tuntutan pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.

Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial
yaitu:

1
1. Pengetahuan yang mendalam dan sistematis.
2. Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3. Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini
yaitu “Etika Profesi”.

Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan


yang dituangkan dalam kode etik keperawatan. Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki
kode etik keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI. Berdasarkan
keputusan MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik
Keperawatan Indonesia.

Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian


untuk mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh
oleh tenaga keperawatan yang professional.

Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa


memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap
klien (individu, keluarga, dan masyarakat).selain itu , dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang
merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap
praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.

Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan


yang dapat merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa
mengakibatkan kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila
pemberian asuhan keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian
ini di kenal dengan malpraktek.

Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika
dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan
dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum
disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga

2
perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan
praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar.

Karena antara etika dan hukum ada perbedaan-perbedaan yang mendasar


menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang dipakai
untuk menentukan adanya ethical malpractice atau yuridical malpractice dengan
sendirinya juga berbeda.

Yang jelas tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan
tetapi semua bentuk yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice untuk
menghindari terjadinya malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum
yang menyangkut malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai
perawat nantinya dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan
kedua aspek tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian malpraktek dalam keperawatan ?
2. Jelaskan dengan pandangan anda tentang malpraktek dalam keperawatan ?
3. Apakah perlindungan hukum dalam praktek keperawatan?

C. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari malpraktek dalam dunia keperawatan.
2. Mahasiswa dapat memberikan penjelasannya tentang malpraktek dalam bidang
keperawatan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui perlindungan hukum dalam praktek keperawatan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI MALPRAKTEK

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek”
mempunyai arti pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau
tindakan yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah
tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatu profesi.

Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan
sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau
mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang
diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya
yang diberikan.

Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan


kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun,
penyalahartian malpraktek biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang
malpraktek.Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang
dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat keterampilan dan pengetahuannya di
dalam memberikan pelayanah pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien yang
lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah sama.

4
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekerjaannya.

Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan
malpraktik yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu
dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang
bertentangan dengan tindakan-tindakan yaag tidak beralasan dan berisiko melakukan
kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay, 1998).

Malpraktik sangat spesifik dan terkait dengan status profesional dan pemberi
pelayanan dan standar pelayanan profesional. Malpraktik adalah kegagalan seorang
profesional (misalnya, dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki keterampilan dan
pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik lebih luas daripada negligence karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang
dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar undang-undang. Di
dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat
bersifat perdata atau pidana.

B. MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan malpraktik. Malpraktik


lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang, misalnya perawat, dokter,
atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara
pasti malpraktik, apabila pengguagat dapat menunujukkan hal-hal dibawah ini :

a. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban
mempergunakan segala ilmu fan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-
tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan, bahwa melakukan kewajiban berdasarkan
standar keperawatan.
b. Breach of the duty – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya
menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh

5
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi
standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
c. Injury – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) yang dapat
dituntut secara hukum, misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat
pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres emosi dapat
dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terk
dengan cedera yang dialami pasien. Misalnya, cedera yang terjadi secara langsung
berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat terhadap pasien).

Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap


elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan
malpraktik.

Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan : Caffee (1991)


dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat
berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Assessment Errors

Termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara


adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan
tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada
ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan
atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini, perawat
seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.

b. Planning Errors

Termasuk hal-hal berikut :

6
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana
keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah
dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak
dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk
mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam
membuat rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik.
Seharusnya, dalam penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas
berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistis berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Lakukan
tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara hati-hati instruksi yang ada.
Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.

c. Intervention errors

Termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan tindakan


kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati, kegagalan
mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan pada
tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca
pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan
ini yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu,
perlu adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap
pasien. Untuk menghindari kesalahan ini,, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan
program pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).

7
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori
sesuai bidang hukum yang dilanggar, yaitu :

a. Criminal Malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal


malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana,
yaitu :

1. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan


tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa
kesengajaan (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat
keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
pasal 299 KUHP). Kecerobohan (reklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent. Atau kealpaan
(negligence) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau
meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan
operasi. Pertanggungjawaban didepan hukum pada criminal malpractice
adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan
kepada orang lain atau kepada badan yang memberikan sarana
pelayananjasa tempatnya bernaung.

b. Civil Malpractice

Seorang tenaga jasa akan disebut melakukan civil malpractice apabila


tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana
yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan tenaga jasa yang dapat
dikategorikan civil malpractice antara lain :

1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.


2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi
terlambat melakukannya.

8
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle
ofvicarius liability. Dengan prinsip ini maka badan yang menyediakan
sarana jasa dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan
karyawannya selama orang tersebut dalam rangka melaksanakan tugas
kewajibannya.

c. Administrative Malpractice

Tenaga jasa dikatakan telah melakukan administrative malpractice


manakala orang tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui
bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan
menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang
persyaratan bagi tenaga perawatan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin
Kena, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.
Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan
dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

C. CONTOH MALPRAKTEK KEPERAWATAN DAN KAJIAN ETIKA HUKUM

Pasien usia lanjut mengalami disorientasi pada saat berada di ruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memantau dan mempertahankan
keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi,
pasien kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami
patah tulang tungkai

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah
dituangkan dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional
Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1989
khususnya pada Bab I,  pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat terhadap
klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak melaksanakan

9
tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana keperawatan guna
memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak memasang penghalang
tempat tidur.

Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-tugaskan
tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak mengutamakan
keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari tempat tidur dan
mengalami patah tungkai.

Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat


dalam hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.

Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan


kerugian seperti patah tulang tungkai sehingga bisa dikategorikan sebagai malpraktek
yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat
hokum antara lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan,
jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
(misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan
peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka
mendapat hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika

10
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah
dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan
kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melak-
sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud dalam
ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

D. PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN

 Undang – undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan diskusi para
perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di Surabaya tahun 1980 mulai
merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk perlindungan
hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya undang-undang perlindungan bagi
perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab terhadap
pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan perawat masih
sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi merasa frustasi karena
tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga
menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa
memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.

Pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan, ada beberapa alasan mengapa


Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah
memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan
dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta,
dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut

11
pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan
cenderung menjadi objek hukum (WHO, 2002).

Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden


memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara eksplisit
menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 53, menyebutkan
bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 53 bahwa tenaga kesehatan dalam
melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.

Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan


khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran
paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat
yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai
fokus pelayanan (Cohen, 1996).

Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah


dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan. Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia
kesehatan. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional,
sehingga perawat/ners harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik
keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat
menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu.

Undang-Undang di Indonesia yang berkaitan dengan Praktik Keperawatan :

1. UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok Kesehatan

12
Bab II (Tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa
pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.

2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.

UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini


membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi
dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan
sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten
farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi
dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan
kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga
kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak
mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya.
Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan
seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada posisi yang secara hukum tidak
mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung pada tenaga kesehatan
lainnya.

3. UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis.

Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda,
menengah dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3
tahun. Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga
kesehatan yang dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri
sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya.

UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan kemampuan pemerintah
dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib kerja juga tidak jelas
dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen calon peserta wajib
kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan lain-lain. Yang
perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai
tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga

13
dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung
jawab terhadap pelayanannya sendiri.

4. SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979

Membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu paramedis keperawatan


(temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang
perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk
katagori tenaga keperawatan.

5. Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980

Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga


keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik
swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak diijinkan. Dokter dapat
membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan bidang dapat menolong
persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil
bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka
praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau
mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati
terutama dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi
terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang
secara resmi tidak diakui, maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan
kuratif atau pengobatan utnuk benar-benar melakukan nursing care.

6. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4


November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit
point.

Dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya
atau naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam
SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang
sudah mencapai golingan II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana

14
Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan
perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya.

7. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992

Merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan


termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini dinyatakan tentang
standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi
profesi kesehatan termasuk keperawatan.

Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :

a. Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-
hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
b. Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan
atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya
c. Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum
bagi tenaga kesehatan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kami menarik kesimpulan bahwa  kami sependapat dengan pengertian malpraktek


yang disebutkan dalam makalah ini yang mengatakan bahwa “Malpraktek merupakan
istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah
“mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau
tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah. Meskipun
arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi,
Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang
yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan
sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau
mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau
keterbukaan,dalam arti, harus menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan
kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang
diberikan.”

16
B. Saran

Penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dalam pembuatan


makalah ini mengenai prinsip legal dalam praktik keperawatan yang didalamnya
membahas tentang malpraktek dan perlindungan hukum dalam praktek keperawatan..
Penulis menyarankan kepada semua pembaca untuk mempelajari dan memahami prinsip
legal d. Dengan mempelajari diksi diharapkan  mahasiswa dan mahasiswi memiliki
ketetapan dalam menyampaikan dan menyusun suatu gagasan agar yang disampaikan
mudah dipahami dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Sumijatun.2011. “Membudidayakan Etika dalam Praktik Keperawatan”,


http://chayyoyoulii.blogspot.com/2010/10/pengambilan-keputusan-secara-legal-etik.html,
diakses pada 3 Oktober 2021 pukul 7.17

Syamsu Gunawan.2012. “Prinsip Legal Dalam Praktek Keperawatan”,


http://gunawansyamsuklsl.blogspot.com/2012/11/prinsip-legal-dalam-praktek-keperawatan.html,
diakses pada 1 Oktober 2021 pukul 10.23

Pratama Zikko.2014. “Peinsip-prinsip Legal Praktik Keperawatan”,


https://www.slideshare.net/zzikok/prinsip-prinsip-legal-praktik-keperawatan, diakses pada 1
Oktober 2021 pukul 10.22

17

Anda mungkin juga menyukai