Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat


menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan suatu perubahan
yang sangat mendasar dan konsepsional, yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik
aspek pelayanan atau aspek-aspek pendidikan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam keperawatan.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas terhadap
tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53
ayat (I j dan ayat (2)). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai
standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesional sebagai profesi di pengaruhi
oleh berbagai perubahan, perubahan ini sebagai akibat tekanan globalisasi yang juga
menyentuh perkembangan keperawatan professional antara lain adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang pada hakekatnya harus
diimplementasikan pada perkembangan keperawatan professional di Indonesia. Disamping
itu dipicu juga adanya UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU No. 8 tahun 1999
tentang perkembangan konsumen sebagai akibat kondisi sosial ekonomi yang semakin baik,
termasuk latar belakang pendidikan yang semakin tinggi yang berdampak pada tuntutan
pelayanan keperawatan yang semakin berkualitas.
Jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari tenaga
keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat dengan 3 nilai sosial yaitu:
1) Pengetahuan yang mendalam dan sistematis
2) Ketrampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti.
3) Pelayanan atau asuhan kepada yang memerlukan, berdasarkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini yaitu
“Etika Profesi”.

Dalam profesi keperawatan tentunya berpedoman pada etika profesi keperawatan yang
dituangkan dalam kode etik keperawatan.Sebagai suatu profesi, PPNI memiliki kode etik
keperawatan yang ditinjau setiap 5 tahun dalam MUNAS PPNI.Berdasarkan keputusan
MUNAS VI PPNI No. 09/MUNAS VI/PPNI/2000 tentang Kode Etik Keperawatan
Indonesia.Bidang Etika keperawatan sudah menjadi tanggung jawab organisasi keprofesian
untuk mengembangkan jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas dapat diperoleh
oleh tenaga keperawatan yang professional.
Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa
memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap klien
( individu, keluarga, dan masyarakat ).selain itu , dalam memberikan pelayanan keperawatan
yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang merupakan
komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap praktek yang
dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat.
Dalam menjalankan tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang dapat
merugikan klien sebagai penerima asuhan keperawatan,bahkan bisa mengakibatkan
kecacatan dan lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan
keperawatan tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan.kejadian ini di kenal dengan
malpraktek. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma etika
dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah
seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari
sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut
yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi tenaga perawatan
berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan praktek perlu dilihat
domain apa yang dilanggar.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang definisi malpraktek
2. Untuk mengetahui ruang lingkup malpraktek keperawatan
3. Mengetahui macam-macam malpraktek keperawatan
4. Mengetahui cara pencegahan terjadinya malpraktek keperawatan
5. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Kesehatan
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis.Secara harfiah “mal” mempunyai arti salah sedangkan “praktek” mempunyai arti
pelaksanaan atau tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan yang
salah. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan
untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi.Sedangkan definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kelalaian dari seorang dokter
atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. Malpraktek juga dapat diartikan sebagai
tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik,
yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada
karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan,dalam arti, harus
menceritakan secarajelas tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik
pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.Dalam memberikan
pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara
lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalahartian malpraktek
biasanya terjadi karena ketidaksamaan persepsi tentang malpraktek.
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan Malpraktik
adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan
dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap
seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama (Malpractice is the neglect of a physician or nuse
to apply that degree of skil and learning on treating and nursing a patient which is
customarily applied in treating and caring for the sick or wounded similiarly in the same
community).

Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik
dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya.
Terhadap malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang
dugunakan untuk menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik yaitu
kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar
yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984
dalam Leahy dan Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa kelalaian adalah sikap yang kurang
hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya
dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak
akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati yang
umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut , ia
merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan melakukan di
dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang lain dengan
hati-hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan,
kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan
orang lain, namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian
bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa
kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafiah & Amir,
1999). Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan
merengut nyawa orang lain, maka ini dklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata),
serius dan kriminal.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terksait dengan
status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional Malpraktik
adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai
dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan

pendidikan (Vestal,K.W, 1995). Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa
malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada kelalaian yang
dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk
menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga
keperawatan.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak
selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas daripada negligence.Karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan
dengan sengaja (criminal malpractice) dan melanggar Undang-undang. Didalam arti
kesengajaan tersirat ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata
atau pidana.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :

1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2.2 . Malpraktik dalam Keperawatan.

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktik.
Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan
malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah diuraikan
terdahulu. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang misalnya
perawat, dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :

1. Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-
tidaknya meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan stadar profesi.
Hubungan perawat-klien menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan
standar keperawatan.

2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya


menyimpang dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya.Pelanggaran yang terjadi terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam
memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit.
3. Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut
secara hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran.
Keluhan nyeri, atau adanya penderitaan atau stress emosi dapat dipertimbangkan
sebagai akibat cedera hanya jika terkait dengan cedera fisik).
4. Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan
injury yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung berhubungan
dengan pelanggaran terhadap kewajiban perawat terhadap pasien).

2.3 Jenis-jenis pelanggaran

1. Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh organisasi


profesi ( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum pada pasal 26 dan
27 Anggaran Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan
tenaga kesehatan yang preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik
sepanjang melaksanakan praktik profesional. Beberapa masalah etik yang sering
terjadi pada tenaga keperawatan antara lain moral unpreparedness, moral blindness,
amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani masalah etika yang terjadi pada
tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan (PPNI) melalui Majelis
Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis
Disiplin Tenaga Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang
seimbang dan objetif kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan
kesehatan. MDTK bertugas meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan
atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan
MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang untuk mengambil
tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak
mengurangi ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992
tentang Kesehatan, yaitu : (1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan
disiplin. (2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang diwakili
organisasi profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi.
Organisasi ini berada baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di
Sulawesi Selatan belum terbentuk MDTK.

3. Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran


yang bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1)
dan ayat (2) berbunyi:

(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan,
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau
diselesaikan melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana
pada UU No.23 tahun 1992 pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana
penjara dan atau pidana denda, atau sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, pasal 8, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda banyak Rp.
500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat
tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
2.4. Bidang pekerjaan perawat yang berisiko melakukan kesalahan
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat berisiko
melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang
pasien secara adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang
diperlukan seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau
keluhan pasien yang membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam
pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan diagnosa
keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam
kesalahan/ketidaktepatan dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data
dasar secara komprehensif dan mendasar.
2. Planning errors, termasuk :
a. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan
rencana keperawatan.
b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang
telah dibuat (misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan
dimana perawat yang lain tidak memahami dengan pasti).
c. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya megira-ngira dalam
membuat rencana keperawatan tanpa dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
Seharusnya dalam menulisan harus dengan pertimbangan yang jelas dengan
berdasarkan masalah pasien. Bila dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana
berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana harus realistik, berdasarkan standar
yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang diberikan oleh pasien.
Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Bekerja
berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap
pendapatnya perlu divalidasi dengan teliti.
3. Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/perintah dari dokter atau dari supervisor.
Kesalahan pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam
membaca perintah/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan
tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy).
Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya nampaknya pada tindakan pemberian
obat, oleh karena itu perlunya komunikasi baik diantara anggota tim kesehatan
maupun terhadap pasien dan keluarganya.

Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
2.5 . Bagaimana mencegah adanya tuntutan malpraktik
Sangat perlu bagi seorang perawat berupaya melakukan sesuatu guna mencegah
terjadinya tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan
yaqng berkualitas tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu
meningkatkan kemampuan dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang
dapat mendorong peningkatan praktik keperawatan., yaitu :

1. Kesadaran diri (self-awareness):

Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan
kelamahan dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang
dimiliki maka berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat
dilakukan yaitu melalui pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan
teman sekerja/kolega. Apabila berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap
terbuka akan kelemahannnya dan jangan menerima tanggung jawab dimana perawat
yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan menerima suatu jabatan atau
pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.

2. Beradaptasi terhadap tugas yang diemban

Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia
merasa kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka
sebaiknya perawat perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit
tersebut. Perawat perlu berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit terbut

3. Mengikuti kebijakan dan prosedur yang ditetapkan

Seorangmperawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan


kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur
yang berlaku secara cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan
pemberian obat pada pasien.
4. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang
secara terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur
yang ada diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh
krena itu itu ada kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol
tertentu. Untuk itu merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna
mempertahankan mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan.

5. Pendokumentasian

Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan
kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh
perawat merupakan faktor yang krusial guna menghindari suatu tuntutan.
Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan tentang pengamatan yang
dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap
respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan,
maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara
jelas, benar, dan jelas sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya malpraktik, sebagai
berikut :

1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani
pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
2. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang
tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai
kewajiban untuk menyusun pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap
tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi
pasien, diskusikan bersama dengan tim keperawatan guna memberikan masukan yang
diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.
4. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah
itu ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak
tepat sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah
dengan jelas dan tertulis.
5. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga
pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti perkemangan
yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan bekerjalah berdasarkan pedoman
yang berlaku.
6. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan. Hindari
kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan keperawatan.
8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan.
Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda
observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan
kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan
pernah menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak
dapat anda tangani.

2.6 Contoh kasus Malpraktik Keperawatan dan kajian etika hukum

A. Pamekasan - Seorang pasien bernama Amyani (66) jatuh dari ranjang hingga
tangan kirinya patah. Korban asal Desa Poto'an Daya, Pamekasan, Madura ini dirawat
di RSUD Pamekasan.Diduga jatuhnya pasien yang akan menjalani operasi payudara
itu karena ketelodaran perawat. Kini, nenek 5 orang cucu itu terbaring lemah dengan
lengan kiri digip.Kini Amyani terpaksa menunggu lebih lama untuk menjalani
operasi, lantaran harus menunggu lengannya yang patah itu sembuh."Karena
keteledoran perawat, kami sekeluarga harus mengeluarkan biaya lebih besar," sambat
Dedy, putra bungsu Amyani, yang ditemui di RSUD Pamekasan saat menunggu
Amyani di Ruang 3A Zal D, Selasa (19/7/2011).

Musibah yang menimpa Amyani itu berawal dari perintah seorang oknum perawat
yang meminta Amyani pindah ranjang karena akan dibersihkan. Usai menyuruh
pindah, sang perawat keluar ruangan.Sepeninggal sang perawat, Amyani yang
kondisinya fisiknya lemah berusaha turun ranjang untuk pindah. Sedetik kemudian,
tubuh Amyani terjatuh dan lengan kirinya patah. Sekitar 10 menit tubuh Amyani
tergolek di lantai Ruang 3A, yang memang hanya terisi 5 pasien tanpa seorang pun
pengunjung, "Saat ibu terjatuh, seluruh pengunjung ada di luar ruangan karena akan
ada visite dokter," sambung Dedi. Secara terpisah, Direktur RSUD Pamekasan dr Iri
Agus Zubairi membenarkan adanya pasien alami lengan patah karena terjatuh dari
ranjang. Pihaknya telah menegur sang perawat. "Saya akui ada beberapa perawat yang
masih kurang profesional dalam melayani pasien. Itu sebabnya, saya terus melakukan
pembinaan ke dalam," pungkas dr Iri yang juga pemilik RS

B. Oknum Perawat Ini Operasi Pasien Hingga Sarafnya Putus

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur,


menyelidiki kasus malapraktik yang diduga dilakukan oleh Bustami terhadap
pasiennya Sudeh (42) hingga menyebabkan yang bersangkutan lumpuh. Ketua PPNI
Pamekasan Cahyono, Kamis, mengatakan, pihaknya perlu melakukan penyelidikan
dengan minta klarifikasi secara langsung kepada yang bersangkutan, karena hal itu
berkaitan dengan kode etik profesi perawat."Delik etik profesi perawat ini adalah
urusan PPNI sebagai organisasi yang menaungi profesi keperawatan," kata Cahyono
seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/9/2013). Penyelidikan yang akan dilakukan
PPNI, katanya, hanya berkaitan dengan kode etik perawat untuk memastikan apakah
yang bersangkutan benar-benar melanggar kode etik atau tidak. Sedangkan dugaan
kasus malapraktik yang dilakukan pelaku hingga menyebabkan korban lumpuh,
menurut Cahyono, merupakan urusan kepolisian. Ia menjelaskan, sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Praktik
Keperawatan, sebenarnya seorang perawat diperbolehkan menjalankan praktik
keperawatan, maupun praktik mandiri keperawatan.
Sesuai dengan ketentuan itu, perawat yang diperbolehkan menjalankan praktik
mandiri ialah yang berpendidikan minimal D3 keperawatan, juga mempunyai surat
izin kerja, dan izin praktik perawat, apabila yang bersangkutan membuka praktik
keperawatan di luar tempat kerjanya.

"Apabila persyaratan-persyaratan itu dipenuhi, maka sebenarnya tidak ada persoalan


bagi perawat tersebut untuk membuka praktik," kata Cahyono menjelaskan. Terkait
dengan kasus malapraktik yang dilakukan Bustami, Ketua PPNI Cahyono menyatakan
belum bisa memberikan kesimpulan apapun. Hanya saja ia memastikan, jika secara
etika Bustami memang melanggar ketentuan kode etik, maka PPNI hanya bisa
merekomendasikan kepada instansi berwenang agar izin praktik perawatnya di luar
institusi kerja dicabut. Kasus dugaan malapraktik di Pamekasan menimpa Suadeh
alias Sudeh (42), warga Desa Tebul Timur, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan, oleh
oknum perawat Bustami yang selama ini mengaku sebagai dokter spesialis bedah.
Dugaan malapraktik itu terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi
atas kasus yang menimpa pasien yang ditangani oknum perawat namun mengaku
dokter spesialis bedah itu. Sebelumnya, pasien berobat ke klinik milik oknum perawat
bernama Bustami itu. Kasus itu, terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh
(42) datang ke "Klinik Harapan" yang menjadi tempat praktik oknum itu di rumahnya
di Desa/Kecamatan Pakong, Pamekasan.

Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar
dibedah karena di bagian punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai
penyebab dari penyakit yang dideritanya. "Saat itu kami bilang pada ’si dokter’
tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan," kata saudara korban, Jumrah.
Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di rumah sakit, sebab
dirinya juga bisa melakukan tindakan medis dan dia sendiri merupakan dokter
spesialis bedah. Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum
perawat itu di klinik setempat. Akan tetapi, setelah operasi ternyata kondisi pasien
tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram, pendengaran terganggu, dan
kemudian lumpuh.
"Kami lalu memeriksakan diri ke rumah sakit Dr Soetomo di Surabaya, ternyata
sarafnya putus akibat operasi yang dilakukan oleh Bustami itu," kata Jumrah. Bustami
merupakan pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pamekasan sebagai
perawat di unit gawat darurat.

Dari kasus diatas , perawat telah melanggar etika keperawatan yang telah dituangkan
dalam kode etik keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional
Indonesia dalam Musyawarah Nasionalnya di Jakarta pada tanggal 29 Nopember
1989 khususnya pada Bab I, pasal 1, yang menjelaskan tanggung jawab perawat
terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat).dimana perawat tersebut tidak
melaksanakan tanggung jawabnya terhadap klien dengan tidak membuat rencana
keperawatan guna memantau dan mempertahankan kemanan pasien dengan tidak
memasang penghalang tempat tidur.

Selain itu perawat tersebut juga melanggar bab II pasal V,yang bunyinya
Mengutamakan perlindungan dan keselamatan klien dalam melaksanakan tugas, serta
matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih-
tugaskan tanggung jawab yang ada hubungan dengan keperawatan dimana ia tidak
mengutamakan keselamatan kliennya sehingga mengakibatkan kliennya terjatuh dari
tempat tidur dan mengalami patah tungkai.

Disamping itu perawat juga tidak melaksanakan kewajibannya sebagai perawat dalam
hal Memberikan pelayanan/asuhan sesuai standar profesi/batas kewenangan.

Dari kasus tersebut perawat telah melakukan kelalaian yang mengakibatkan kerugian
seperti patah tulang tungkai dan kelumpuhan sehingga bisa dikategorikan sebagai
malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang
dapat dijerat hokum antara lain :

1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati
:Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa
karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka
sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan,
jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
(misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan
peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka
mendapat hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah
dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan
kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-
umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah
bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain
atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :

(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.

(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

4. Pasal 58 UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 setiap orang berhak menuntut ganti
rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan, yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan
yang diterimanya.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat kompleks
karena berbagai faktor yang terkait didalamnya. Sebagai perawat profesional dituntut untuk
selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan yang terjadi baik oleh
karena perkembangan IPTEK khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat.
Saat ini perawat diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan
kelalaian akan diperhadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi
pelayanan kesehatan, dan tututan hukum.
Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan malpraktik karena tidak didukung oleh
kemampuan yang memadai (profesional dalam bidangnya), banyak mengerjakan tindakan
kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin bukan bidang pekerjaannya sebagai layaknya
seorang perawat profesional. Sehingga untuk masalah ini diperlukan pembinaan dari semua
pihak yang terkait.
Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk meningkatkan
mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Operasionalisasi kegiatan organisasi
PPNI terjadi disemua tingkat organisasi baik di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
Komisariat
Instituasi pendidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga keperawatan profesional
bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan secara berkualitas dengan cara
mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum institusi,
menyediakan segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan.
Demikian pula perlu didukung tersedianya lahan praktik yang memungkinkan
mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang
mendukung.

3.2. Saran
1. Dalam memberikan pelayanan keperawatan , hendaknya berpedoman pada kode etik
keperawatan dan mengacu pada standar praktek keperawatan
2. Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat
berisiko melakukan kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan
(intervention errors) sehigga nantinya dapat menghindari kesalahan yang dapat terjadi
3. Perawat harus memiliki kredibilitas tinggi dan senantiasa meningkatkan
kemampuannya untuk mencegah terjadinya malpraktek.
DAFTAR PUSTAKA

https://irh4mgokilz.wordpress.com/2011/02/19/makalah-malpraktek-dalam-keperawatan/
http://andez-azkha.blogspot.com/2011/11/makalah-malpraktek-keperawatan.html
https://www.liputan6.com/health/read/691951/oknum-perawat-ini-operasi-pasien-hingga-
sarafnya-putus
http://www.jdih.tanahlautkab.go.id/berita/detail/malpraktek--kelalaian-medis-dalam-aspek-
hukum

Anda mungkin juga menyukai