Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Mal-Praktik dan Kelalaian Dalam Praktik Keperawatan” dengan baik.
Begitupun Atas Izin Allah. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
etika. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan Tentang Mal-Praktik
dan Kelalaian Dalam Praktik Keperawatan.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5
BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat merupakan aspek penting dalam pembangunan kesehatan.
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan, bahkan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tenaga perawat merupakan tenaga kesehatan terbesar yang
dalam kesehariannya selalu berhubungan langsung dengan pasien dan tenaga
kesehatan lainnya. Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan
masyarakat. Kehadirannya adalah mengupayakan agar pasien mendapatkan
kesembuhan atas masalah kesehatan yang diderita oleh pasien.
Perawat merupakan tenaga profesional di bidang pelayanan kesehatan,
sebagaimana dijelaskan oleh Praptianingsih sebagai berikut:
“Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan
melaksanakan kegiatan praktik keperawatan dengan menggunakan ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Di mana
ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji
kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat
langsung.”
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktik keperawatan yang ditujukan kepada pasien-klien baik
kepada individu keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan
kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan
serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktik keperawatan
berupa promotif preventif, kuratif dan rehabilitasi.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
menandakan bahwa para perawat memiliki kewajiban, antara lain:
a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan
standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan;
1
b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan
c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya;
d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;
e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau
keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;
f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain
yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan
g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2
“Jika perawat memberikan perawatan yang tidak memenuhi standar maka
mereka dapat dianggap lalai. Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan
dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera dan kerugian
orang lain. Kelalaian praktik keperawatan adalah seorang perawat yang tidak
mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang
lazim dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut
ukuran di lingkungan yang sama.”
3
Oleh karena itu, keperawatan sebagai profesi menuntut penguasaan ilmu
pengetahuan dan tehnologi keperawatan dan hal ini diperoleh melalui berbagai
jenjang pendidikan pendidikan dibidang keperawatan. pengusaanilmu
pengetahuan dan tehnologi keperawatan akan dimplementasikan dalam praktik
keperawatan dengan tetap berpedoman pada standar praktik yang ditetapkan serta
senantiasa memperhatikan norma-norma etika profesi.
4
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
1. Pengertian Malpraktik
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”.
Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut
dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka
pelaksanaan suatuprofesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956).
Menurut Guwandi, malpraktek adalah tidak sama dengan kelalaian.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktek, tetapi didalam malpraktek
tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Ternyata malpractice mempunyai
pengertian yang lebih luas dari pada negligence (kelalaian). Karena selain
mencakup arti kelalaian, istilah malpraktek mencakup tindakan - tindakan yang
dilakukan dengan sengaja (intentional, dolus, opzettelijk) dan melanggar undang-
undang. Di dalam arti kesengajaan tersirat adanya motif (mens rae, guilty mind).
Sedangkan arti negligence lebih berintikan kesengajaan (culpa), kurang teliti,
kurang hati-hati, acuh, sembrono, sembarangan, tak peduli terhadap kepentingan
orang lain. Namun akibatnya yang timbul memang bukanlah menjadi tujuannya.
Harus diakui bahwa kasus malpraktek murni yang berintikan kesengajaan (criminal
malpractice) dan yang sampai terungkap di Pengadilan Pidana tidaklah banyak.
Demikian pula di luar negeri yang tuntutannya pada umumnya bersifat Perdata atau
ganti kerugian. Namun perbedaannya tetap ada. Maka dapat ditarik kesimpulan
5
bahwa malpraktek dalam arti luas dapat dibedakan antara tindakan yang dilakukan
:
2.4.1. Pada malpraktek (dalam arti sempit) : tindakannya dilakukan secara sadar,
dan tujuan dari tindakannya memang sudah terarah kepada akibat yang
hendak ditimbulkan atau tak peduli terhadap akibatnya, walaupun ia
mengetahui bahwa tindakannya itu adalah bertentangan dengan hukum yang
berlaku.
2.4.2. Pada kelalaian : tidak ada motif ataupun tujuan untuk menimbulkan akibat
yang terjadi. Akibat yang timbul itu disebabkan karena adanya kelalaian yang
sebenarnya terjadi diluar kehendak.
6
2. Bentuk - Bentuk Malpraktik
Ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum Ngesti Lestari dan
Soedjatmiko membedakan malpraktik medik menjadi dua bentuk (Anny
Isfandyarie, hlm. 31), yaitu:
a. Malpraktik Etik (ethical malpractice)
Malpraktik etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya
seorang perawat yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika
keperawatan.
b. Malpraktik Yuridis (yuridical malpractice)
Soedjatmiko membedakan malpraktik yuridik ini menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu
terdiri dari:
1. Malpraktik Perdata (civil malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam transaksi terapeutik oleh
dokter atau tenaga kesehatan lain atau terjadinya perbuatan melanggar
hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Contohnya seperti seorang dokter yang melakukan operasi ternyata
meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa
ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk
mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang
dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif
yang berkepanjangan terhadap pasien.
2. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)
Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atau kurang
cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal
dunia atau cacat tersebut (Anny Isfandyarie, hlm. 34). Malpraktik pidana ada
tiga bentuk yaitu:
1. Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), tenaga medis tidak
melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak
7
ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan
yang tidak benar. Contoh : melakukan aborsi tanpa tindakan medis.
2. Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya
melakukan tindakan yang tidak legeartis atau tidak sesuai dengan standar
profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan
medis. Contoh: Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang infus yang
menyebabkan tangan pasien membengkak karena terinfeksi.
3. Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat
atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang
kurang hati-hati. Contoh: seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya
terpotong pada saat perawat akan melepas bidai yang dipergunakan untuk
memfiksasi infus.
3. Malpraktik Administratif (administrative malpractice)
Malpraktik administratif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain
melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku,
misalnya: menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek,
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya,
menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluwarsa, dan menjalankan
praktek tanpa membuat catatan medik.
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi ada 3 (tiga) area yang
memungkinkan perawat berisiko melakukan kesalahan, yaitu :
1. Kesalahan pengkajian keperawatan (assessment errors), termasuk kegagalan
mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara adekuat atau
kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk
menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data
dasar secara komprehensif dan mendasar.
8
2. Kesalahan perencanaan keperawatan (planning errors), yaitu kegagalan
mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana
keperawatan, kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana
keperawatan yang telah dibuat, kegagalan memberikan asuhan keperawatan
secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari
rencana keperawatan, kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti
oleh pasien.
3. Kesalahan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors), termasuk
kegagalan mengintrepetasikan dan melaksanakan tindakan kolaborasi serta
kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati.
9
paling lama dua belas tahun. Kemudian pada pasal 349 dinyatakan jenis
pidana bagi dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan praktik aborsi.
Dalam UU kesehatan No 36 tahun 2009 bab XX Pasal 194 ayat (1)
disebutkan Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar 17 rupiah). 2.5
10
Seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu 18
mempertimbangkan kebijakan dan prosedur yang berlaku di unit tersebut.
Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara cermat, misalnya
kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada
pasien.
2.4.4. Mengevaluasi Kebijakan Dan Prosedur Yang Berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya
berkembang secara terus menerus. Dalam perkembangannya,
kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada diperlukan guna
menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu itu ada
kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol
tertentu.Untuk itu merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja
guna mempertahankan mutu pelayanan sesuai dengan tuntutan
perkembangan.
2.4.5. Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan
pelayanan kesehatan, karena kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa
yang dicatat oleh perawat merupakan faktor yang krusial guna
menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah
laporan tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil,
kegiatan yang dilakukan, dan penilaian terhadap respon pasien.Oleh
karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang medukung suatu
tuntutan, maka diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan
diperlukan secara jelas, benar, dan tepat sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W memberikan pedoman guna mencegah terjadinya
malpraktik, sebagai berikut :
1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri
sendiri. Layani pasien dan keluarganya dengan jujur dan penuh rasa
hormat.
2. Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa
keperawatan yang tepat dan laksanakan intervensi keperawatan yang
11
diperlukan. Perawat mempunyai kewajiban untuk menyusun
pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.
3. Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu
terhadap tindakan yang akan dilakukan atau kurang merespon terhadap
perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama dengan tim
keperawatan guna memberikan masukan yang diperlukan bagi tim
kesehatan lainnya.
4. Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak
jelas, masalah itu ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak,
tindakan yang meragukan atau tidak tepat sehubungan dengan
perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan jelas
dan tertulis.
5. Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga
pengetahuan/kemampuan yang dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti
perkembangan yang terbaru yang terjadi di lapangan pekerjaan dan
bekerjalah berdasarkan pedoman yang berlaku.
6. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses
keperawatan. Hindari kekurang hati-hatian dalam memberikan asuhan
keperawatan.
8. Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan
keperawatan. Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera
mungkin fakta yang anda observasi secara jelas.
9. Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja
berdasarkan kebijakan organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan
yang berlaku.
10. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-
masing. Jangan pernah menerima atau meminta orang lain menerima
tanggung jawab yang tidak dapat anda tangani.
12
BAB III
IMPLEMENTASI
A. Kasus
B. Analisis Kasus
Contoh kasus di atas merupakan salah satu bentuk kasus malprakrik
administratif (administrative malpractice) di mana seorang perawat melakukan
pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku. Dalam hal ini
perawat tersebut melanggar Peraturan Menteri Kesehatan No. 26 Tahun 2019 pasal
4 yang menegaskan bahwa perawat wajib memiliki STRP dalam melakukan praktik
13
keperawatan dan pasal 7 yang menegaskan bahwa untuk dapat melakukan praktik
keperawatan seorang perawat wajib memiliki SIPP.
Akibat hukum yang dapat timbul akibat kurang disiplinnya pelaksanaan standar
pelayanan, standar prosedur operasional, dalam melakukan asuhan keperawatan
kepada pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, misalnya:
1. Timbulnya komplikasi penyakit yang dikarenakan perawat tidak melakukan
tindakan sesuai standar prosedur operasional;
2. Pasien ataupun keluarga pasien dapat saja menuntut secara perorangan
berdasarkan KUHP (Primadita, 2020).
Secara umum, pihak yang merasa dirugikan terhadap perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh seseorang, dapat menuntut ganti rugi, berupa:
1. Ganti Rugi Nominal, jika dijumpai adanya perbuatan melawan hukum, seperti
perbuatan yang didasarkan atas faktor kesengajaan, akan tetapi perbuatan tersebut
tidak menimbulkan kerugian secara nyata pada korban, maka korban tersebut dapat
diberikan dengan sejumlah uang tertentu dengan rasa keadilan tanpa harus
memperhitungkan berapa sesungguhnya kerugian yang dialami oleh korban.
2. Ganti Rugi Kompensasi adalah ganti rugi berupa pembayaran yang diberikan
kepada korban sesuai kerugian yang dialami oleh korban akibat dari suatu perbuatan
melawan hukum. Sebab itu, ganti rugi ini dikenal juga dengan ganti rugi aktual.
Contohnya, ganti rugi terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan oleh korban, rasa
sakit serta penderitaan yang dialami oleh korban, dan juga penderitaan mental
berupa tekanan pikiran, dan timbulnya rasa malu.
3. Ganti Rugi Penghukuman adalah ganti rugi yang diberikan dalam jumlah besar yang
melebihi dari jumlah kerugian yang dialami. Besarnya jumlah ganti rugi tersebut
agar dapat dijadikan sebagai hukuman bagi pelaku yang melakukan perbuatan
melawan hukum. Ganti rugi penghukuman ini dapat diterapkan pada kasus yang
dilakukan dengan sengaja dan merupakan kasus berat atau sadis (Winastri, Priyono,
& Hendrawati, 2017).
14
BAB 4
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
http://prasko17.blogspot.com/2011/03/perbedaan-malpraktek-dan-kelalaian.html
(diakses pada tanggal 19 September 2022)
https://www.kajianpustaka.com/2020/05/malpraktik-pengertian-unsur-jenis-dan-
ketentuan-hukum-pidana.html (diakses pada tanggal 19 September 2022)
https://www.erisamdyprayatna.com/2020/03/jenis-jenis-malpraktik.html (diakses
pada tanggal 19 September 2022)
16