Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah gizi dapat menimbulkan dampak buruk bagi pertumbuhan

dan perkembangan seorang anak. Dampak buruk yang ditimbulkan dapat

beresiko dalam jangka waktu panjang dan jangka waktu pendek. Dalam

jangka panjang keluhan yang bisa terjadi adalah menurunnya kekebalan

tubuh sehingga mudah terjadi sakit, menurunnya kemampuan kognitif dan

prestasi belajar, dan beresiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes,

stroke, kanker, obesitas, penyakit jantung dan pembuluh darah, dan disabilitas

pada usia tua, serta kualitas kerja yang rendah dan mengakibatkan terjadinya

penurunan produktivitas ekonomi. Sedangkan keluhan yang dapat terjadi

dalam jangka pendek yaitu terganggunya kecerdasan, gangguan pertumbuhan

fisik, gangguan metabolisme dalam tubuh, serta perkembangan otak

(Ambarwati & Hastono, 2020).

Salah satu masalah kesehatan yang dihadapi adalah masalah kurang

gizi. Anak yang kurang gizi daya tahan tubuhnya rendah sehingga anak

mudah terkena penyakit infeksi. Salah satu faktor yang dapat mengatasi

masalah kurang gizi pada anak adalah pemberian ASI. ASI dapat mencegah

terjadinya malnutrisi karena mengandung nutrien yang dibutuhkan bayi

dengan jumlah yang tepat, dapat digunakan dengan efisien oleh tubuh, serta

melindungi bayi dari infeksi (Dwi Hastuti R, 2017)

1
2

Upaya pengembangan dan perbaikan gizi masyarakat sesuai dengan

target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk meningkatkan mutu

gizi perseorangan dan masyarakat. Upaya tersebut bertujuan untuk

mencapai SDGs tahun 2030 yang berisikan 17 tujuan dengan 169 target

yang sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui Permenkes RI Nomor 29

tahun 2019 tentang penanggulangan masalah kesehatan gizi bagi anak

(Oetomo, 2019).

Masalah gizi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling

berkaitan antara satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut terdiri dari

penyebab langsung diantaranya kurangnya ketersediaan pangan serta

penyakit infeksi, sedangkan penyebab tidak langsung disebabkan oleh pola

asuh yang tidak memadai serta rendahnya akses pada bidang kesehatan

lingkungan dan periIaku hidup bersih. Selain itu masalah sosial dan

ekonomi juga berpengaruh dalam upaya pemenuhan gizi anak, yaitu

kemiskinan yang menyebabkan tidak terpenuhinya asupan gizi. Rendahnya

pengetahuan serta keinginan dalam mengakses informasi kesehatan, faktor

biologi dan faktor lingkungan juga menjadi faktor tidak terpenuhinya

asupan gizi anak (Nilma & Mona, 2019).

Dampak yang akan ditimbulkan kedepannya akibat kejadian gizi

buruk yang dialami balita sangat dikhawatirkan. Bukan hanya masalah

pertumbuhannya yang akan terhambat, tapi juga dapat menyebabkan balita

kekurangan tenaga untuk beraktivitas, pertahan tubuh balita juga akan

bermasalah dan tidak terjadinya perkembangan fungsi otak (Par'i, 2017).

2
3

Ada juga dampak yang disebabkan oleh gizi berlebih yaitu terjadinya resiko

obesitas maupun penyakit degeneratif yang akan timbul nanti. Dampak gizi

kurang timbulnya kecacatan, tinggi angka kesakitan dan terjadinya

percepatan kematian (premature death). Pada usia balita sekitar 7,5 anak

(36%) menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau mengalami

penghambatan pertumbuhan yang ditunjukan oleh berat badan lebih rendah

dari standar menurut usia Oleh karena itu, menjaga status gizi balita sangat

penting (Sudargo, Rosiyani, & Kusmayanti, 2017)

Daftar dengan persentase penduduk kekurangan gizi tertinggi

didunia yaitu : Dominika memempati urutan pertama kekurangan gizi

(69,81%) kekurangan gizi disebabkan oleh kemiskinan yang parah, akses

kepada makanan sehat terbatas dan bencana alam, Republik Afrika Tengah

(60%) menempati urutan kedua, dan urutan ketiga Zimbabwe (58,87%)

kekurangan gizi disebabkan oleh krisis ekonomi, kekeringan yang panjang

serta pandemi covid-19, Haiti, Korea utara, Zambia, St.Vincent &

Grenadines, Madagaskar, Kiribati dan Uganda. krisis pangan masih menjadi

ancaman bagi beberapa negara didunia. Kondisi itu pun membuat lebih dari

853 juta penduduk di dunia mengalami kekurangan gizi hingga saat ini

(Monavia Ayu Rizaty, 2021)

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian

Kesehatan 2018 menunjukan 17,7% bayi usia dibawah 5 tahun (balita) masih

mengalami masalah gizi. Angka tersebut terdiri atas balita yang mengalami

gizi buruk sebesar 3,9% dan yang menderita gizi kurang sebesar 13,8%. bayi

3
4

yang mengalami masalah gizi turun seperti terlihat pada grafik dibawah ini.

Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2019, bayi yang mengalami masalah gizi ditargetkan turun menjadi

17%. Adapun prevalensi balita yang mengalami stunting (tinggi badan

dibawah standar menurut usia) sebasar 30,8%. Untuk, itu pemerintah

menganggarkan dana dalam APBN 2019 sebesar Rp 123,1 triliun guna

meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan serta penguatan

penanganan stunting.(Kemenkes RI, 2018).

Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status gizi yang didasarkan pada

indeks berat badan menurut umur (BB/U). Pemantauan Status Gizi (PSG)

tahun 2017 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan menyatakan

bahwa persentase gizi buruk pada balita usia 0-59 bulan di Indonesia adalah

3,8%, sedangkan persentase gizi kurang adalah 14%. Hal tersebut tidak

berbeda jauh dari hasil PSG tahun 2016 yaitu persentase gizi buruk pada

balita usia 0-59 bulan 3,4% dan persentase gizi kurang sebesar 14,43%.

Persentase gizi buruk di Provinsi Banten tahun 2017 sebesar 4 % , sedangkan

persentase gizi kurang sebesar 15,7% (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).

Prevalensi gizi kurang nasional berdasarkan BB/U sebesar 16,1 persen.

lebih dari 50 persen provinsi di Indonesia mempunyai prevalensi gizi kurang

melebihi dari angka nasional. Lima Provinsi yang mempunyai angka

prevalensi underweight tertinggi diatas angka nasional yaitu provinsi Nusa

Tenggara Timur (28,4%), Maluku (24,6%), Sulawesi Bara (22,7%), Nusa

Tenggara Barat (22,6%) dan Gorontalo (22%). Lima provinsi yang

4
5

mempunyai angka prevalensi underweight dibawah angka nasional yaitu

provinsi Bali (8,0%) Sulawesi Utara (9,1%) DKI Jakarta (10,0%), Jambi

(11,6%), dan Riau (12,1%). Prevalensi status gizi gemuk tingkat nasional

sebesar 1,8 persen dengan lima provinsi tertinggi yaitu provinsi kepulauan

Riau (3,4%), Bali (3,3%), DKI Jakarta (3,2%), Papua (3,2%) dan Kalimantan

Tengah (2,9%) (SSGBI, 2019).

Data profil Kesehatan Provinsi Aceh ( 2019 ) jumlah balita sebanyak

455.837 jiwa, yang ditimbang sebanyak 355.768 jiwa (81.0%) yang terdiri

dari balita pendek 24.858 jiwa (7.05), balita gizi kurang 29.973 jiwa (8.4%),

dan balita kurus sebanyak 21.273 (6.0%). (DinKes Aceh, 2019).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Pidie, menunjukkan bahwa jumlah balita di Kabupaten Pidie tahun 2019

adalah 37.267 dan jumlah balita di Kecamatan Mila tahun 2019 adalah 1.825

orang. Yang ditimbang sebanyak 1.305 orang, yang mendapatkan kenaikan

berat badan sebanyak 626 orang yang tidak naik berat badan sebanyak 237

orang sedangkan yang status gizi balita 2 kali tidak naik berat badan sebanyak

442 orang.

Berdasarkan data Puskesmas Kecamatan Mila Tahun 2021 terdapat 897

balita dengan status gizi baik 887 (99%), gizi kurang 8 (0,8%), gizi lebih 2

(0,2%) balita. Status gizi di Puskesmas Kecamatan Mila tahun 2022 bulan

Januari sampai Juni terdapat balita 913 orang dengan status gizi kurang

37(4,0%), gizi lebih 7 (0,7%), gizi baik 869 (95%), balita. Berdasarkan data

di desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila tahun 2022 bulan Januari sampai Juni

5
6

terdapat 40 balita, balita yang gizi kurang sebanyak 17 (42,5%), gizi baik 22

(20%), dan 15 (37,5%) gizi lebih oleh sebab itu desa tersebut menjadi alasan

sebagai lokasi yang tepat untuk dilakukan penelitian.

Berdasarkan data beberapa Desa tetangga dengan wilayah kerja

Puskesmas Mila bulan janauari sampai Juni yaitu Tuha Lala memiliki jumlah

balita 69 dengan gizi kurang 27 (39%), gizi lebih 15 (22%), gizi baik 27

(39%). Desa Teumecet jumlah balita 35, gizi kurang 10 (28%), gizi baik 5

(14%) gizi lebih 20 (57%) Desa Krueng Lala jumlah balita 37, gizi kurang 12

(32%), gizi lebih 7 (19%) gizi baik 18 (48%) Desa Mesjid Ilot jumlah balita

45, gizi kurang 17 (38%), gizi lebih 8 (18%) gizi baik 20 (44%) (Desa Lhok

Lubu jumlah balita 23 gizi kurang 8 (35%), gizi lebih 8 (35%) gizi baik 7

(30%).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Peneliti tertarik untuk

melakuka penelitian dengan judul : “Faktor-Faktor yang memengaruhi

Status Gizi Balita Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten

Pidie Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah Faktor-Faktor apa saja yang memengaruhi Status Gizi

Balita Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun

2022.

6
7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang memengaruhi Status Gizi Balita

Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a) Untuk Mengetahui pola makan Balita Di Desa Pulo Tanjong

Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2022.

b) Untuk Mengetahui penyakit infeksi Balita Di Desa Pulo Tanjong

Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2022.

c) Untuk Mengetahui pelayanan kesehatan Balita Di Desa Pulo

Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2022.

d) Untuk Mengetahui Status ekonomi Balita Di Desa Pulo Tanjong

Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2022.

e) Untuk Mengetahui Pengetahuan Balita Di Desa Pulo Tanjong

Kecamatan Mila Kabupaten Pidie Tahun 2022.

D. Ruang Lingkup

a. Ruang lingkup Materi

Ruang lingkup materi penelitian ini adalah berhubungan dengan

pengetahuan dan asupan makan balita dengan status gizi balita.

b. Ruang Lingkup Tempat

Ruang lingkup tempat penelitian ini direncanakan dilaksanakan Di Desa

Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.


7
8

c. Ruang Lingkup Waktu

Ruang lingkup waktu penelitian ini direncanakan dilaksanakan pada bulan

Agustus 2022.

d. Ruang Lingkup Responden

Ruang lingkup responden penelitian ini adalah Ibu yang memiliki balita.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Meningkatkan pengetahuan tentang hubungan pengetahuan ibu balita

tentang status gizi balita.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Khususnya bagi sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Darussalam, hasil

penelitian secara teoritis dapat menambah ilmu kesehatan terutama

tentang dengan asupan gizi balita dan dapat dijadikan bacaan untuk

meningkatkan pengetahuan mahasiswa serta pembaca lainnya.

3. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi dan penambah pengetahuan masyarakat tentang status

gizi balita sehingga dapat meningkatkan kesadaran keluarga tentang

pentingnya memperhatikan status gizi pada balita.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti, skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

penelitian dalam bidang penyusunan skripsi dan penelitian, khususnya

8
9

mengenai hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan asupan makan

dengan status gizi balita.

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


Fauziah dkk Hubungan Ada hubungan Desain yang Teknik
(2019) Pengetahuanantara pengetahuan digunakan sampling,
Ibu Balita
ibu balita tentang cross Analisis
Tentang Gizi
gizi dengan status sectional data,
Dan Asupan gizi balita, dan Tempat,
Makan asupan makan balita Waktu.
Balita P-value =0.001
Dengan berarti ada
Status Gizihubungan antara
asupan makan balita
dengan status gizi
balita
Evy gambaran Sebagian besar Desain yang Teknik
Noorhasanah pendapatan pendapatan keluarga digunakan sampling,
dkk (2022) keluarga dan masih berada cross Analisis
pengetahuan dibawah UMP dan sectional data,
ibu tentang pengetahuan ibu Tempat,
pola tentang pola Waktu.
penyajian penyajian makanan
makanan masih banyak yang
pada masa kurang.
pandemi
Covid 19.
Nindyna hubungan Adanya hubungan Desain yang Teknik
Puspasari, pengetahuan antara pengetahuan digunakan sampling,
Merryana ibu tentang ibu (p = 0,000), cross Analisis
Andriani gizi dan asupan energi (p = sectional data,
(2017) asupan 0,008), asupan Tempat,
makan balita karbohidrat (p = Waktu.
dengan 0,024) dan asupan
status gizi protein balita (p =
balita 0,002) dengan status
(BB/U) usia gizi balita (BB/U).
12-24 bulan Namun, tidak
terdapat hubungan
antara karakteristik
9
10

ibu dan asupan


lemak balita (p =
0,175) dengan status
gizi balita (BB/U).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjuan Teori

1. Konsep Status Gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan

energi (Supariasa, 2012).

Status gizi merupakan keadaan status pada tubuh manusia yang

berhubungan dengan konsumsi makanan, serta dopengaruhi oleh berbagai

faktor internal maupun eksternal seperti usia, jenis kelamin, aktivitas fisik,

penyakit, serta keadaan sosial ekonomi (Wolley Gunawan & Warouw,

2016 ).

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang

yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat

gizi didalam tubuh, status gizi dibagi menjadi 3 kategori , yaitu status gizi

kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2013)

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana

terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk kedalam tubuh

dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan
10
11

individu. Energi yang masuk kedalam tubuh dapat berasal dari

karbohidrat, protein, lemakndan zat gizi lainnya. Status gizi normal

merupakan keadaan yang diinginkan oleh semua orang.

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition

merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk

lebih sedikit dari energi yang keluar. Hal ini dapat terjadi karena jumlah

energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu .

(Sheptriani, 2019).

Status gizi lebih (overnutrion) merupakan keadaan gizi seseorang

dimana jumlah energi yang masuk kedalam tubuh lebih besar dari julah

energi yang dikeluarkan. Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk

melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya

kelebihan zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat

mengakibatkan seseorang menjadi gemuk. (Sheptriani, 2019).

2. Klarifikasi Status Gizi

Status gizi diklasifikasikan berdasarkan tiga rumus, yang pertama

adalah BB/U digunakan untuk mengklasifikasikan gizi buruk, gizi kurang

(Underweight), gizi baik, maupun gizi lebih (Overweight). Kedua adalah

BB/TB yang digunakan untuk mengklasifikasikan kurus sekali, kurus

(Wasting), serta gemuk (Obesitas). Terakhir adalah TB/U yang digunakan

untuk menentukan sangat pendek, pendek (Stunting), dan tinggi normal.

3. Penilaian Status Gizi

11
12

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data

yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk

menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi

kurang maupun status gizi lebih (Sheptriani, 2019). Penilaian status gizi

terdiri dari dua jenis, yaitu:

a. Penilaian langsung

1) Antropometri

Merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang berhubungan

dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi

seseorang (Supariasa, 2012).

2) Klinis

Merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang

terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun kelebihan

asupan zat gizi gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan

epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ

yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid)

3) Biokimia

Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan

struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti

kejadian buta senja (Supariasa, 2012)

b. Penilaian tidak langsung

1) Survey konsumsi makanan

12
13

Merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat

jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun

keluarga. Data yang didapat dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif.

Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang

dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan

dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai

dengan kebutuhan gizi

2) Statistik vital

Merupakan salah satu metode penilaian status gizi melaluidata-

data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan

gizi,seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab

kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan , dan angka

penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi

3) Faktor ekologi

Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena

masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi,

seperti faktor biologiz, faktor fisik, dan lingkungan buday. Penilaian

berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab

kejadian gizi salah (Malnutrion) di suatu masyarakat yang nantinya

akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa,2012)

c. Pengukuran (Antropometri)

Antopometri berasal dari kata anthropos artinya dan metros artinya

ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Pengertian ini bersifat

13
14

sangat umum sekali. Antropometri gizi adalah berhubungan dengan

berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkatan umur, dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh

antara lain ; berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak

dibawah kulit. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian

status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks

antropometri. Beberapa parameter disebut indeks antropometri.

1) Penilaian Status Gizi Balita

Kementrian Kesehatan RI Tahun 2015 menyatakan bahwa, status

gizi anak balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan

tinggi badan (TB) dimana variabel BB dan TB/PB anak balita

disajikan dalam bentuk tiga indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U

dan BB/TB yang dapat mengetahui apakah status gizi balita

mengalami status gizi buruk, baik kurang atau lebih.

Penilaian status gizi berdasarkan Zscore adalah sebagai berikut :

Z-score  = 

Keterangan :

Nilai individu subjek : BB balita

Nilai median baku rujukan : nilai standar WHO

Nilai simpang baku rujukan : selisih nilai median dengan nilai

baku rujukan

14
15

Tabel 2.2

Penilaian Status Gizi

Indeks Katagori Status Gizi Ambang Batas


Berat Badan Menurut Gizi Buruk <-3 SD
Umur (BB/U) Gizi Kurang - 3 sampai dengan <-2
Gizi Baik SD
Gizi Berlebih -2 sampai dengan 2 SD
>2 SD
Panjang Badan Menurut Sangat Pendek <-3 SD
Umur (PB/U) atau Pendek - 3 sampai dengan <-2
Tinggi Badan Menurut Normal SD
Umur (TB/U) Tinggi -2 SD sampai dengan 2
SD
>2 SD
Berat Badan Menurut Sangat Kurus <-3 SD
Panjang Badan (BB/PB) Kurus - 3 sampai dengan <-2
Atau Berat Badan Normal SD
Menurut Tinggi Badan Gemuk -2 SD sampai dengan 2
(BBB/TB) SD
>2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus <-3 SD
Menurut Umur (IMT/U) Kurus - 3 sampai dengan <-2
Normal SD
Gemuk -2 SD sampai dengan 2
SD
>2 SD
Sumber: Kemenkes RI, 2020

4. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi 2

yaitu secara langsung dan tidak langsung.

1) Faktor Langsung :

15
16

a. Pola makanan. Asupan makanan yang kurang dapat mengakibatkan

berkurangnya asupan zat gizi. Hal tersebut mengakibatkan

simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi

kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan

zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada

saat ini orang sudah dapat dikatakan malnutrisi (Supariasa dkk,

2012).

Pola makan yang sehat harus disertai dengn asupan gizi yang

baik agar dapat mencapai status gizi yang baik. Pola makan yang

baik harus diajarkan pada anak sejak dini agar anak terhindar dari

status gizi yang tidak baik (Waladow, 2013).

Pola makan kurang yaitu apabila anak makan kurang dari 3

kali sehari dan makan makanan selingan diantara makanannya

hanya sejenis bahan makanan yang direbus, disetup, dan lainnya

sehingga memberikan penempilan, tekstur dan rasa berbeda pada

hidangan tersebut (Arifin, 2016)

Pola pemberian makan yang diberikan orang tua berdasarkan

jenis makanan, jumlah makanan, dan jadwal makan yang tepat

mampu memberikan status gizi normal. Sebaliknya pola pemberian

makanan yang tidak tepat sesuai dengan jumlah, jenis, dan jadwal

akan memiliki status gizi anak sangat kurus dan kurus (Subarkah,

2016)

16
17

Pola makan memiliki 3 komponen yang terdiri dari jenis,

frekuensi, jumlah makanan dan dikonsumsi setiap orang atau

sekelompok masyarakat yang terdiri dari dari beras, jagung, sagu,

umbi-umbian dan tepung adapun komponen yang dimakssud

adalah sebagai berikut (Pustaka, 2013)

1. Jenis makan

Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimkan setip

hari terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,

sayuran dan buah yang dikonsumsi setiap hari

2. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari yaitu

pagi, siang makan malam dan makan selingan (Depkes, 2013)

3. Jumlah makan

Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam

setiap individu dalam sebuah kelompok (Willi, 2011).

1. Metode Pengukuran Asupan Makan

a) Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh

data tentang fekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan

atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari,

minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan

memuat tentang daftar makanan dan frekuensi penggunaan

makanan tersebut pada periode tertentu. Bahan makanan

17
18

yang ada dalam daftar frekeunsi yang cukup sering oleh

responden. Pengolahan FFQ di peroleh berdasarkan skor

frekuensi setiap jenis bahan, makanan, kemudian dihitung

total skor FFQ setiap sampel. Selanjutnya skor FFQ setiap

sampel dijumlah dan dihitung skor rata-rata.

b) Metode Food Recall 24 jam

Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan

mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

pada periode 24 jam yang lalu. Hal penting yang perlu

diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data yang

diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk

mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi

makanan individu ditanyakan secara teliti dengan

menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan lain-lain).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa minimal 2 kali recall

24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran

asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang

lebih besar tentang intake harian individu (Prakhasita, 2018).

Asupan makanan dapat dikategorikan menjadi ( Arikunto, 2010) :

1. Baik ( Jika nilainya x ≥ x

2. Kurang (jika nilainya x ˂ x )

18
19

b. Penyakit infeksi. Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat

interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang

melalui berbagai mekanismenya. (Suhardjo, 2002).

Salah satu hal yang menyebabkan masalah gizi adalah

keadaan infeksi. Scrimshaw, et.al (1989 dalam Supariasa, 2012)

menyatakan bahwa ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri,

virus dan parasit) dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa

terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit

infeksi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik

secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan

zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan

kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan

kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan

perdarahan terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari

peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam

tubuh (Suprasiasa, 2011).

Infeksi mempunyai konstribusi terhadap defisiensi energi,

protein dan zat gizi lainnya karena menurunnya nafsu makan

sehingga asupan makan anak menjadi berkurang. Kebutuhan energi

pada saat infeksi bisa mencapai dua kali dari kebutuhan normal

karena meningkatnya kebutuhan metabolisme basal. Secara

singkat penyakit infeksi menyebabkan asupan makanan pada anak

menurun. Infeksi menjadi penyebab kedua pada kekurangan gizi

19
20

terutama pada Negara- Negara berkembang seperti di Indonesia

dimana kesadaran akan kebersihan atau personal higiene yang

masih kurang serta adanya ancaman endemisitas penyakit tertentu

misalnya pada anak umur 1 – 4 tahun penyakit yang paling

menonjol dari kategori penyakit infeksi adalah diare (22,6 %) dan

tuberkulosis paru (11,1 %). Selain itu penyakit infeksi saluran

pernapasan (17,2%) (Desi, 2011). Penyakit infeksi akan

menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu

menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare.

Selain itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan dapat

juga menurunkan nafsu makan. Beberapa penyakit infeksi yang

mempengaruhi terjadinya gizi buruk adalah Infeksi Saluran

Pernapasan bagian Atas (ISPA) dan diare. Penyakit paru- paru

kronis juga dapat menyebabkan gizi buruk. ISPA (Infeksi Saluran

Pernapasan bagian Atas) adalah penyakit yang dengan gejala batuk,

mengeluarkan ingus, demam, dan tanpa sesak napas. Diare adalah

penyakit dengan gejala buang air besar ≥ 4 kali sehari dengan

konsistensi cair dengan atau tanpa muntah ( Faradiba, 2015).

Penyakit infeksi dapat dikategorikan menjadi ( Faradiba, 2015) :

1. Ya : Jika balita mengalami diare, demam, ISPA (Batuk,

Pilek dan sesak) Cacingan, Lambung, Tuberkulosis.

2. Tidak : Jika balita tidak mengalami diare, demam, ISPA,

Cacingan, Lambung, Tuberkulosis.

20
21

2) Faktor Tidak Langsung

a. Faktor ekonomi

Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi

pertama pada kondisi yang umum. Keadaan ekonomi berpengaruh

besar pada konsumsi pangan (Suhardjo, 2002).

Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh

kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua

kebutuhan anak baik yang primer seperti makanan maupun yang

sekunder (Adriani, 2012).

Tingkat penghasilan juga ikut menentukan jenis pangan yang

akan dibeli dengan adanya tambahan penghasilan. Orang miskin

membelanjakan sebagian besar untuk serealia, sedangkan orang kaya

membelanjakan sebagian besar untuk hasil olahan susu. Jadi,

penghasilan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas

makanan. Antara penghasilan dan gizi jelas ada hubungannya yang

menguatkan. Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan

kesehatan dan kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi

dengan status gizi yang berlaku hampir universal (Adriani, 2012).

Keterbatasan ekonomi sering dijadikan alasan untuk tidak

memenuhi kebutuhan gizi pada anak, sedangkan apabila kita

cermati, pemenuhan gizi pada anak tidaklah mahal, terlebih lagi

apabila dibandingkan dengan harga obat yang harus dibeli ketika

berobat di rumah sakit

21
22

Menurut Supariasa (2011) kehidupan ekonomi keluarga akan

lebih baik pada keluarga dengan ibu bekerja dibandingkan

dengan keluarga yang hanya menggantungkan ekonomi pada kepala

keluarga atau ayah. Kehidupan ekonomi keluarga yang lebih baik

akan memungkinkan keluarga mampu memberikan perhatian yang

layak bagi asupan gizi balita.

Masalah ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor

yang sangat dominan dialami oleh banyak keluarga. Guna

mencukupi kebutuhan gizi anak, banyak orangtua yang merasa

kesulitan, penyebabnya adalah keadaan ekonomi yang lemah,

penghasilan dari pekerjaan kurang mencukupi dan harga dari

bahan makanan yang mahal. Padahal masa kritis gizi kurang yang

dialami anak terjadi pada usia antara 1 sampai 3 tahun (Sibagariang,

2010).

Penghasilan perkapita perbulan yang dihitung dari jumlah rata-

rata pendapatan yang diterima keluarga baik tetap maupun tidak tetap

setiap bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang dinyatakan

dalam rupiah. Keluarga dengan pendapatan lebih tinggi akan

mempunyai kesempatan untuk memperoleh atau menyediakan jenis

makanan yang lebih bervariasi baik dari aneka macam makanan

maupun kualitasnya. (Dewi, 2011).

22
23

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh, Upah Minimum

Provinsi Aceh tahun 2022 sebesar Rp. 3.166.460,-. Ekonomi dapat

dikategorikan menjadi:

1. Tinggi : UMP > Rp. 3.166.460,-.

1. Rendah : UMP < Rp. 3.166.460,-.

b. Faktor budaya

Unsur-unsur budaya kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-

prinsip ilmu gizi. (Suhardjo, 2002).

c. Faktor fisiologi

Faktor fisiologis dalam kebutuhan gizi atau kemampuan dalam

metabolisme zat gizi merupakan faktor utama yang berpengaruh

dalam pemanfaatan pangan oleh tubuh. (Suhardjo, 2002).

d. Pengetahuan

Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak

serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, dapat menjadi

penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak,

khususnya pada umur dibawah 2 tahun.

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek

tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra

manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba

dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan


23
24

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

persepsi terhadap objek. Sebagaian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014).

Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan

konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada anak balita.

Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi

makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi

menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga

akan lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan,

dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena

kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam

kehidupan sehari-hari (Depkes RI, 2014

Menurut Notoatmodjo (2014) tingkat pengetahuan ada 6 yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagian meningkatkan suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu

spesifik dari suatu bahan yang dipelajari akan rangsangan yang

telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah.

Kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa seseorang

tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

mengurangi, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

24
25

2) Memahami (comprehension)

Memahami yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

mengiterprestasikan materi tersebut harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

tehadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan

mengapa harus makan-makanan yang bergizi.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi yaitu sebagai kemampuan menggunakan materi

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau pengunaan hukum-hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi

yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistika dalam

perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle)

di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (analysis)

Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih

didalam suatu organisasi tersebut masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

25
26

kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,

mengelompokan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthasis)

Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru atau suatu kemampuan yang baru. Dengan kata lain

sintesis adalah untuk menyusun suatu informasi yang ada misalnya

dapat menyusun, suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan justfikasi atau penelitian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menayangkan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalam yang ingin kita ketahui atau

kira ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat diatas.

Menurut Budiman dan Agus Riyanto (2013), tingkat

pengatahuan seseorang diinterpretasikan dalam skala yang bersifat

kualitatif, yaitu :

1) Baik ( Jika nilainya x ≥ x

2) Kurang (jika nilainya x ˂ x )

26
27

e. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan ini meliputi imunisasi, pemeriksaan

kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak dan sarana

lain (Soekirman, 2000). Menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo,

pelayanan kesehatan adalah sebuah sub system pelayanan

kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif

(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran

masyarakat.

Menurut Depkes RI (2009), pelayanan kesehatan adalah setiap

upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam

suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan

kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang baik, harus memenuhi beberapa

persyaratan pokok sebagai berikut (Azwar, 1994:45) :

1. Tersedia dan berkesinambungan

Pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) dan

bersifat berkesinambungan (continous) artinya semua jenis

pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit

ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada

setiap saat yang dibutuhkan.Dapat diterima dan wajar (acceptable

& appropriate) Pelayanan tersebut tidak bertentangan dengan

adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat

27
28

serta bersifat wajar.

2. Mudah dicapai (accessible)

Pengertian tercapai disini terutama dari sudut lokasi. Untuk dapat

mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik maka pengaturan

distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan

kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan

tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik.

3. Mudah dijangkau (affordable)

Pengertian keterjangkauan ini terutama dari sudut biaya. Untuk

dapat mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan

biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan

ekonomi masyarakat.

4. Bermutu (quality)

Pengertian bermutu disini adalah yang menunjukkan pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan yang

disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan

di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode

etik serta standar yang telah ditetapkan. Secara umum pelayanan

kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu

(Azwar, 1994: 48- 49) :

a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Primary Health

Servise) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok

28
29

(Basic Health Service) yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya

pelayanan kesehatan ini bersifat rawat jalan (Ambulatory / out

patient service).

b. Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua (Secondary Health

Service) adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah

bersifat rawat inap (in patient service) dan dibutuhkan tenaga-

tenaga spesialis untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan

ini.

c. Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga (Tertiary Health Service)

Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan

dibutuhkan tenaga subspesialis untuk menyelenggarakan

pelayanan kesehatan tingkat ketiga ini. Dapat disimpulkan

pelayanan kesehatan merupakan pelayanan baik dilakukan

oleh perseorangan maupun secara bersama-sama dengan

tujuan memulihkan dan menyembuhkan penyakit,

meningkatkan kesehatan seseorang dan atau masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, pelayanan kesehatan mempunyai

syarat pokok yang harus dipenuhi agar pelayanan kesehatan

tersebut bisa dikatakan baik. Adapun syarat tersebut yaitu

tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar,

mudah dicapai, mudah dijangkau dan bermutu.

29
30

Pelayanan kesehantan yang dimanfaatkan adalah

mencakup pelayanan kesehatan A (rumah sakit, puskesmas,

puekesmas pembantu, dokter praktek dan bidan praktek), serta

pelayana kesehatan B (posyandu, poskesdes, dan polindes).

Posyandu merupakan sarana yang memanfaatkan sumber daya

masyarakat dan dikelola oleh masyarakat. Proporsi

pemanfaatan posyandu dinilai dalam 3 bulan terakhir. Tingkat

ketidakraturan ibu keposyandu untuk memantau pertumbuhan

balita yang rendah dapat berakibat keterlambatan deteksi

gangguan pertumbuhan anak (Aminuddin, 2013).

Menurut Aminuddin (2013), pemanfaatan pelayanan

kesehatan pada balita dapat dikategorikan menjadi :

1. Baik : Jika dalam 3 bulan terakhir rutin ke posyandu

( bulan Agustus sampai dengan Oktober )

2. Kurang : Jika dalam 3 bulan terakhir tidak rutin

ke

Posyandu (bulan Agustus sampai dengan Oktober)

f. Lingkungan
Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi status

gizi seseorang adalah lingkungan fisik seperti cuaca, iklim, kondisi

tanah, sistem bercocok tanam, dan kesehatan lingkungan atau sanitasi

lingkungan. Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air

30
31

bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan

peralatan makan pada setiap keluarga. (Soekirman, 2000).

1) Faktor Ekternal

Faktor eksternal yang emmpengaruhi status gizi antara lain

(Marmi, 2013) :

a) Pendapatan

Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf

ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli keluarga

tersebut.

b) Pendidikan

Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah

pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat tentang

status gizi yang baik.

c) Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama

untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja bagi ibu-ibu

akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

31
32

B. Kerangka Teori

Berdasarkan pendapat dari berbagai para ahli, maka dapat

digambarkan kerangka teoritis sebagai berikut :

Faktor Yang Mempengaruhi


Status Gizi

Prasetyo dkk Marni (2013), Putri Wahyono


(2012) Faktor Eksternal (2013)
Faktor Tidak 1. Pendapatan 1. Nutrisi
Langsung 2. Pendidikan 2. Sanitasi
1. Pola Asuh 3. Pekerjaan Lingkungan
4. Budaya 3. Pelayanan
Faktor Langsung Kesehatan
1. Asupan Internal:
4. Pola Asuh
Makanan 1. Usia
5. Pendidikan
2. Penyakit 2. Kondisi32Fisik 6. Penyakit
Infeksi 3. Infeksi
Infeksi
33

Kategori Status
Gizi
1. Gizi Buruk
2. Gizi Kurang
3. Gizi Baik
4. Gizi Lebih

Gambar 2.1 Kerangka Teori

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori Prasetyo (2012), Marni (2013), dan Putri Wahyono

(2013) Satus gizi dipengaruhi oleh Pola makan, penyakit infeksi, pelayanan

kesehatan, dan pengetahuan.

Maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Indenpenden variabel Dependen

Pola Makan

Penyakit Infeksi

33
34

Pelayanan Status Gizi Balita


Kesehatan

Ekonomi

Pengetahuan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Indenpenden : Pola makan, Penyakit infeksi, Pelayanan

Kesehatan, ekonomi dan Pengetahuan

2. Variabel Dependen : Status Gizi Balita

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Skala


No Cara Ukur Hasil Ukur
Penelitian Operasional Ukur Ukur

Variabel Dependen

1. Status Gizi Tingkat Observasi Timbangan Ordinal Gizi buruk


Balita kesehatan bayi Timbangan Dachin dengan nilai < -
yang diukur Wawancara 3 SD
dengan indikator Gizi kurang
BB/U dengan nilai -3
s/d < - 2 SD
Gizi baik
34
35

dengan nilai -2
s/d 2 SD
Gizi lebih >2
SD
Variabel Independen

1. Pola Berbagai Menyebarkan formulir Ordinal Baik : Jika


Makan informasi yang Kuesioner food nilai x ≥ xˉ
memberikan frequency Kurang : jika
gambaran nilai x ˂ xˉ
megenai macam
dan jumlah
bahan makanan
yang dimakan
setiap hari oleh
satu orang dan
merupakan ciri
khas untuk
suatu kelompok
masyarakat
tertentu
2. Penyakit Suatu masalah Menyebarkan Kuesioner Ordinal Ya : Jika balita
Infeksi kesehatan Kuesioner mengalami
responden yang ISPA , demam,
disebabkan oleh diare,
organisme Cacingan,
seperti bakteri, Lambung,
virus, jamur atau Tuberkulosis 3
parasit bulan terakhir
Tidak : Jika
balita tidak
mengalami
ISPA , demam,
diare,
Cacingan,
Lambung,
Tuberkulosis 3
bulan terakhir
3. Pelayanan Kemampuan Menyebarkan Kuesioner Ordinal Baik: Jika dalam
Kesehatan responden dalam Kuesioner 3 bulan terakhir
pemanfaatan rutin ke posyandu
pelayanan Kurang : Jika
kesehatan dalam 3 bulan
terakhir tidak
rutin ke
Posyandu
35
36

4. Ekonomi Besarnya Menyebarkan Kuesioner Ordinal Tinggi UMP: >


pendapatan total Kuesioner Rp. 3.166.460,-
yang diperoleh Rendah UMP:
keluarga dalam < Rp.
satu bulan 3.166.460,-
5. Pengetahuan Segala sesuatu Menyebarkan Kuesioner Ordinal Baik : Jika
yang diketahui Kuesioner nilai x ≥ xˉ
responden Kurang : jika nilai
tentang status x ˂ xˉ
gizi

D. Hipotesa

1. Ha : Ada Pengaruh Pola Makan Terhadap Status Gizi Balita Di Desa

Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie..

H0 : Tidak Ada Pengaruh Pola Makan Terhadap Status Gizi Balita Di

Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.

2. Ha : Ada Pengaruh Penyakit Infeksi Terhadap Status Gizi Balita Di

Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie..

H0 : Tidak Ada Pengaruh Penyakit Infeksi Terhadap status gizi balita

Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.

3. Ha : Ada Pengaruh Pelayanan Kesehatan Terhadap Status Gizi Balita

Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie..

H0 : Tidak Ada Pengaruh Pelayanan Kesehatani Terhadap status gizi

balita Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.

36
37

4. Ha : Ada Pengaruh Ekonomi Terhadap Status Gizi Balita Di Desa

Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie..

H0 : Tidak Ada Pengaruh Ekonomi Terhadap status gizi balita Di

Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.

5. Ha : Ada Pengaruh Pengetahuan Terhadap Status Gizi Balita Di Desa

Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie..

H0 : Tidak Ada Pengaruh Pengetahuan Terhadap status gizi balita Di

Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie.

E. Cara Pengukuran Variabel

Pengukuran variable dilakukan sebagai berikut :

1. Pola Makan (Arikunto, 2010)

a. Baik : Jika nilainya x ≥ xˉ

b. Kurang : jika nilainya x ˂ xˉ

2. Penyakit infeksi ( Faradiba, 2015)

a. Ya : Jika balita mengalami ISPA, diare, cacingan, lambung

Tuberkulosis, demam dan diare 3 bulan terakhir

b. Tidak : Jika balita tidak mengalami ISPA, diare, cacingan,

lambung, Tuberkulosis, demam dan diare 3 bulan

terakhir

37
38

3. Pelayanan Kesehatan Aminuddin (2013):

Pemanfaatan pelayanan kesehatan pada balita dapat dikategorikan

menjadi:

a. Baik : Jika dalam 3 bulan terakhir rutin ke posyandu

(Agustus,   September, Oktober)

b. Kurang : Jika dalam 3 bulan terakhir tidak rutin

ke Posyandu   Agustus, September, Oktober)

4. Ekonomi

Eknomi dapat dikategorikan menjadi (UMP Aceh, 2022):

a. Tinggi : > Rp. 3.166.460,-

b. Rendah : < Rp. 3.166.460,-

5. Status Gizi Balita (Kementrian Kesehatan RI Tahun 2015)

a. Gizi buruk dengan nilai < -3 SD

b. Gizi kurang dengan nilai -3 s/d < - 2 SD

c. Gizi baik dengan nilai -2 s/d 2 SD

d. Gizi lebih >2 SD

6. Pengetahuan

Menurut Arikunto dalam Wawan dan Dewi (2010), tingkat

pengetahuan seseorang diinterpretasikan dalam skala yang bersifat

kualitatif, yaitu:

a. Baik : Jika nilainya x ≥ xˉ

b. Kurang : jika nilainya x ˂ xˉ

38
39

F. Jenis Dan Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor

resiko dengan efek dengan cara observasi, dan pengumpulan data pada waktu

bersamaan (Notoatmodjo, 2016).

G. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita usia

12-59 bulan Di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila Kabupaten Pidie

sebanyak 40 orang.

2. Sampel

Adapun cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total Populasi

yaitu keseluruhan populasi dijadikan sampel yang berjumlah 40 orang.

H. Jenis dan Tekhnik Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden

yang terdiri dari pengetahuan, asupan makanan balita dan status gizi

balita.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas, profil Dinkes Pidie dan


39
40

jumlah kasus status gizi balita.

c. Data Tersier

Data tersier diperoleh dari studi kepustakaan diantaranya KepMenKes,

jurnal dan teks books.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

a. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuesioner secara langsung

dengan responden pada saat penelitian dilakukan

b. Data sekunder dilakukan dengan studi dokumentasi berupa data

deskriptif diantaranya jumlah kasus status gizi balita Dinkes Pidie .

c. Data tersier didapatkan dari studi kepustakaan seperti jurnal, buku dan

lain-lain.

I. Metode Pengolahan Dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Setelah data yang terkumpul dari semua kuesioner yang telah

memenuhi syarat maka dilakukan pengolahan data, langkah-langkah

pengolahan data meliputi:

a. Editing (Pemeriksaan data)

Yaitu peneliti melakukan pengecekan kelengkapan kuesioer pada semua

jawaban responden setelah dilakukan pegecekan semua kuesioer lengkap.

b. Coding

Yaitu peneliti melakukan pengkodean pada jawaban kuesioner, variabel

status gizi untuk katagori gizi baik diberi kode 1, katagori gizi kurang

40
41

diberi kode 2, gizi lebih diberi kode 3 dan gizi lebih diberi kode 3, variabel

pengetahuan kategori pengetahua tinggi diberi kode1 dan pengetahuan

rendah diberi kode 2, untuk pola makan baik diberi kode 1 dan pola makan

kurang diberi kode 2, untuk variabel penyakit infeksi diberi kode 1dan jika

tidak mengalami penyakit infeksi diberi kode 2, variabel pelayanan

kesehatan baik diberi kode 1 dan pelayanan kesehatan kurang diberi kode

2, untuk variabel ekonomi tiggi diberi kode 1 dan ekonomi rendah diberi

kode 2.

c. Transfering

Yaitu peneliti memindahkan jawaban atau kode jawaban dari kuesioner

kedalam master tabel.

d. Tabulating

Yaitu peneliti membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian

yaitu tabel univariat dan bivariat untuk menyajikan hasil penelitian yang

sudah diolah menggunakan SPSS versi 25 dengan uji Chi square.

2. Analisa Data

a. Analisis Univariat

Dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. Pada

umumnya hasil analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan

persentase dari setiap variabel. Selanjutnya analisa ini akan

ditampilkan distribusi frekuensi dalam bentuk tabel. Untuk data

demografi atau kriteria sampel dilakukan

f
41
42

p= x 100%
n

Keterangan: p = Persentase

f = Frekuensi teramati

n = Jumlah sampel

Kemudian penulis akan menghitung distribusi frekuensi dan

mencari persentase pada setiap variabel.

b. Analisis Bivariat

Dilakukan untuk mengetahui data dalam bentuk tabel silang dengan

melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen,

menggunakan uji statistik Chi-square. Dengan batas kemaknaan (α =0,05)

atau confident level (CL)=95% diolah dengan komputer menggunakan

SPSS versi 25 data masing-masing subvariabel dimasukkan ke dalam tabel

contigency kemudian tabel contigency tersebut di analisa untuk

membandingkan antara nilai P Value dengan nilai alpha (0,05) dengan

ketentuan :

1. Ha diterima jika P value ≤ 0,05 artinya ada hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependent

2. HO diterima jika P value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependent

Aturan yang berlaku untuk uji Chi-square untuk program

komputerisasi seperti SPSS versi 25 adalah sebagai berikut:


42
43

1. Bila tabel Contigency 2 x 2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5,

maka hasil uji yang digunakan adalah Fisher Exact Test.

2. Bila tabel Contigency 2 x 2 dan tidak dijumpai nilai E (harapan) kurang

dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Continuity Cerrection.

3. Bila pada tabel Contigency yang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3

dan lain-lain, maka hasil uji yang digunakan adalah Pearson Chi

Square.

4. Bila pada tabel contigency 3 x 2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan

(E) kurang dari 5 maka akan dilakukan marger sehingga tabel

contigency 2 x 2.

J. Instrumen Dan Bahan Penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner disusun peneliti dalam 4

bagian :

1. Bagian A merupakan data responden meliputi : nomor responden,

tanggal peneliti, umur responden, pendidikan responden.

2. Bagian B kuesioner tentang Status Ekonomi, Penyakit Infeksi,

Pelayanan Kesehatan, Pengetahuan dan status gizi

3. Bagian C kuesioner tentang food frecuency untuk mengukur asupan

makanan

K. Uji Validitas Dan Reabilitas

Instrumen angket yang telah dirancang perlu dilakukan uji validitas

43
44

dan reliabilitasnya agar data yang akan dianalisis memiliki derajat

ketepatan dan keyakinan yang sangat tinggi. Sebelum kuesioner

disebarkan pada responden yang sesungguhnya, maka terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas, yaitu :

1. Uji Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh

mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam

melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dikatakan memiliki validitas yang

tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau

memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Artinya hasil ukur dari pengukuran tersebut

merupakan besaran yang mencerminkan secara tepat fakta atau keadaan

sesungguhnya dari apa yang diukur . Uji validitas dalam penelitian ini

dilakukan di Desa Blang dengan jumlah 20 orang responden dengan

taraf signifikan 5%. Jumlah kuesioner yang akan diuji validitas adalah

20 butir. Pada pengujian validitas kuesioner dilakukan dengan uji

korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item pertanyaan terhadap skor total

seluruh pertanyaan dengan menggunakan rumus Pearson Product

Moment. Rumus tersebut tersedia dalam Statistical Package For The

Social Sciences (SPSS) versi 17.0.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah untuk mencari dan mengetahui

sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas

44
45

menunjukkan sejauhmana alat ukur tersebut mampu mengukur secara

konsisten terhadap apa yang diukur. Pengukuran reliabilitas dilakukan

dengan menggunakan metode Alpha Cronbach’s (α) yaitu teknik

pengujian suatu reliabilitas suatu tes atau angket yang sering digunakan

karena dapat digunakan pada tes atau angket yang jawabannya pilihan,

pilihannya dapat terdiri dari dua atau lebih. Pengukuran reabilitas

menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha

Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikann nilai

Alpha Cronbach > r hitung. Untuk mengukur reliabilitas alat ukur pada

penelitian ini digunakan metode konsistensi internal yaitu pengenaan

tes hanya satu kali saja pada kelompok subjek dengan menggunakan

rumus koefisien alpha dengan bantuan SPSS.

L. Prosedur Penelitian

Data yang Peneliti kumpulkan terdiri dari 2 jenis data yaitu data

primer (data yang Peneliti dapatkan langsung dari tempat penelitian ketika

melakukan survey awal dan dari responden ketika akan melakukan

penelitian). Dan data sekunder (data yang Peneliti dapatkan dari berbagai

referensi baik berupa buku, jurnal atau artikel ilmiah lainnya yang dapat

menunjang teori tentang judul yang akan diteliti). Untuk data primer

Peneliti menempuh prosedur sebagai berikut:

a. Pengambilan data awal dengan membawakan surat izin pemgambilan

data awal ketempat penelitian yaitu Desa Pulo Tanjong Kecamatan

Mila dengan menjumpai Geuchik untuk meminta izin sebagai tempat


45
46

penelitian, kemudian memberitahukan tujuan akan melakukan

penelitian di Desa Pulo Tanjong Kecamatan Mila disertai

pengambilan data jumlah balita, serta jumlah balita yang mengalami

gangguan status gizi sebagai penunjang data dalam penyusunan

proposal.

b. Penulis memperkenalkan diri kepada calon responden dan kemudian

melakukan pembagian kuesioner kepada ibu yang memiliki balita

untuk mengetahui secara umum pengetahuan tentang status gizi dan

ketepatan pemberian asupan bahan makanan balita.

c. Penulis mengucapkan terima kasih dan mengatakan bahwasanya akan

melakukan dengan membagikan kuesioner di bulan Oktober 2022.

d. Penelitian dimulai dengan memberikan penjelasan konsep penelitian

sebagai pengantar, yaitu mencoba meyakinkan responden agar mau

berpartisipasi dalam penelitian.

e. Penulis mulai melakukan penelitian dengan cara menyebarkan

kueisoner ke semua sampel yang sudah terpilih di Desa Pulo Tanjong

Kecamatan Mila

f. Penulis mengucapkan terima kasih kepaada ibu balita sebagai

responden atas keterlibatannya dalam penelitian.

g. Penulis memberitahukan kepada Geuchik Desa Pulo Tanjong

Kecamatan Mila bahwa penelitian telah selesai dilakukan, dan

meminta untuk dikeluarkan surat selesai penelitian serta mengucapkan

terima kasih banyak kepada geuchik atas partisipasinya hingga selesai

46
47

penelitian ini.

M. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk

setiap kegiatan-kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak

penelitian, pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat

memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Etika penelitian ini

mencakup juga perilaku peneliti atau perlakuan peneliti terhadap subjek

penelitian serta sesuatu yang dihasilkan oleh peneliti bagi masyarakat. Ada

beberapa tahapan etika penelitian penelitian diantaranya sebagai berikut

(Nursalam, 2017):

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Penulis perlu mempertimbangkan hak-hak subjek untuk mendapatkan

informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta

memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk

berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan

yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia,

adalah peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subjek (informed

consent) (Lampiran 3). menghormati privasi dan kerahasiaan subjek

penelitian (respect for privasi and confidentiality)

2. Penulis tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik

nama maupun alamat asal subjek dalam kuesioner dan alat ukur apapun

untuk menjaga anomitas dan kerahasiaan identitas subjek. Penulis dapat

47
48

menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai

pengganti identitas responden.

3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian

membagi keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan,

kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh

dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan

gender dan hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik

sebelum, selama maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits)

Penulis melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian

guna mendapatkan hasilk yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi

subjek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi

(beneficience). Penulis meminimalkan dampak yang merugikan bagi

subjek, apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera

atau stress tambahan maka subjek dikeluarkan dari kegiatan penelitian

untuk mencegah terjadinya cidera, kesakitan, stress, maupun kematian

subjek penelitian.

48

Anda mungkin juga menyukai