Anda di halaman 1dari 12

NAMA :MEMI FEBRIANI

NIM :P07131019034
PRODI/JURUSAN :D-III GIZI
UAS:PPG

TAKE HOME

1. Masing-masing mahasiswa membuat uraian yang terdapat dalam BAB I pembuatan


laporan Perencanaan Progran Gizi yang dilakukan di masing-masing tempat
pengumpulan data (7 balita dan 2 bumil)
BAB I
- Latar Belakang
- Perumusan Masalah
- Tujuan (Umum dan Khusus)
- Manfaat Penelitian

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat
ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan
dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya. (Rencana Aksi
Kegiatan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas
I Manado Tahun 2015-2019).
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) mengamanatkan bahwa setiap kementerian perlu menyusun Rencana
Strategis (Renstra) yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN).

Masalah gizi di Indonesia pada umunya terjadi pada anak usia dibawah lima tahun
(balita), hal ini disebabkan karena masa balita merupakan masa yang rentan terhadap
penyakit terutama pada gizi (Izzati dan Hazmira, 2020). Masalah gizi disebabkan oleh
berbagai faktor baik di dalam maupun di luar masalah kesehatan, mulai dari asupan
makanan yang tidak cukup, penyakit infeksi, sanitasi, hingga faktor ekonomi. Secara
langsung disebabkan oleh dua hal yakni asupan gizi yang tidak adekuat dan penyakit infeksi.
Sedangkan asupan gizi yang kurang dan penyakit infeksi secara tidak langsung disebabkan
oleh kemiskinan dan ketersediaan pangan yang kurang, kebersihan yang kurang baik dan
berbagai faktor lainnya. Salah satu penyebab dari masalah gizi pada bayi dan balita
disebabkan oleh gizi ibu saat remaja hingga masa kehamilan yang tidak terkontrol hingga
menyebabkan adanya masalah gizi pada kelahiran bayi dan balita.

Masalah gizi terjadi karena adanya masalah kekurangan pangan, pemecahannya tidak
selalu peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu, seperti dalam
keadaan krisis (bencana kekeringan perang, kekacauan sosial, krisis ekonomi), masalah gizi
muncul akibat masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah
tangga memperoleh makanan untuk semua anggotanya. Menyadari hal itu, peningkatan
status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat
untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Dalam konteks ini, masalah
gizi tidak lagi semena-mena masalah kesehatan, tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan
dan masalah kesempatan kerja.

Berdasarkan hasil riset Kesehatan dasar (Riskesdas) kementrian Kesehatan 2018


proporsi pemeriksaan kehamilan pada perempuan usia 10-54 tahun di Indonesia sebesar
96,1% sedangkan di NTB sebesar 97%. Berdasarkan Riskesdas 2018 mengenai
kecenderungan proporsi persalinan difasilitas Kesehatan pada perempuan usia 10-54 tahun
di Indonesia sebesar 79,3% dan pada kabupaten NTB 65%. Berdasarkan data Riskesdas
2018 juga mengenai proporsi kepemilikan buku KIA pada ibu hamil yang tidak memiliki
KIA sebanyak 30%, sedangkan yang memiliki KIA sebesar 60%, sisanya yaitu 10% tidak
terdata memiliki KIA atau tidak.

Berdasarkan hasil data Riskesdas tahun 2018 proporsi kurang energi kronis pada wanita
usia subur di Indonesia wanita hamil 17,3% dan wanita tidak hamil sebesar 14,5%. Proporsi
ibu hamil yang mendapat PMT 25,2% yang tidak dapat PMT sebesar 74,8%. Proporsi
remaja putri dan ibu hamil yang mendapat tablet tambah darah, remaja putri yang dappat
sebanyak 76,2%, dan yang tidak mendapat tablet tambah darah sebesar 23,8%. Sedangkan
untuk ibu hamil, yang mendapat tablet tambah darah sebesar 73,2% dan yang tidak
mendapatkan sebesar 26,8%. Proporsi anemia ibu hamil tahun 2018 sebesar 48,9%.

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi selama tahun 2020 menunjukkan bahwa
prevalensi Stunting di NTB masih sekitar 24,73% (e-ppgbm, Agustus 2020). Dari data e-
PPGBM (Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) ini, persentasi stunting
tertinggi ada di Kota Mataram. Akan tetapi jika dari segi jumlah, jumlah masyarakat NTB
terbanyak ada di Kabupaten Lombok Timur. Namun secara persentasi Kabupaten Lombok
Timur mengalami penurunan.

Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) erat kaitannya dengan kejadian balita gizi buruk,
balita kurus, dan balita pendek. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 secara nasional
status gizi balita menurut indikator BB/U, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah
19,6%. terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Sedangkan hasil Riskesdas tahun
2018 angka prevalensi nasional tahun 2018 adalah 17,7% terdiri dari 3,9% gizi buruk dan
13,38% gizi kurang. Jika di bandingkan angka prevalensi hasil Riskesdas 2013 dan 2018
sekilas terlihat menurun. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5.7%
tahun 2013, dan 3.9% tahun 2013. Prevalensi gizi kurang turun sebesar 0,1% dari 2007 dan
2013. Untuk status gizi balita berdasarkan indikator TB/U, prevalensi sangat pendek
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018 yaitu 30,8%. terdiri dari 11.5% sangat pendek dan
19,3% pendek. Terjadi penurunan persentase dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2013
(37,2%) sebesar 6,4%. Untuk status gizi anak balita berdasarkan indikator BB/TB,
Prevalensi sangat kurus secara nasional tahun 2018 yaitu 3,5% dan 6,7% kurus, dan
prevalensi anak balita kurus dan sangat kurus menurut dari 12,1% pada tahun 2013 menjadi
10,2% persen pada tahun 2018. Peningkatan prevalensi anemia pada wanita hamil secara
nasional sebanyak 11,8% dari 37,1% Tahun 2018 ditemukan balita stunting di Provinsi NTB
sebesar 82.812 balita, kasus tertinggi ada di Kabupaten Lombok Timur dengan 20.142 balita
stunting dan terendah ditemukan di Kabupaten Sumbawa Barat dengan 2.681 balita stunting.
Namun jika dilihat berdasarkan persentase balita stunting terhadap seluruh balita yang ada,
Kabupaten Lombok Barat merupakan Kabupaten dengan persentase balita stunting tertinggi
yaitu 41,18% dan terendah Kabupaten Sumbawa 20,27% (Hasil Utama RISKESDAS 2018).

Hasil Pemantauan status gizi selama tahun 2020 menunjukkan bahwa prevalensi
Stunting di NTB masih sekitar 24,73 persen (e-pppgbm, Agustus 2020). Oleh karena itu,
fokus perbaikan gizi kedepan diprioritaskan 1000 HPK. Di Provinsi NTB ada 8 Kabupaten
yang masuk dalam penilaian Kinerja aksi Konvergensi Pencegahan dan Penurunan Stunting
Terintegrasi Tahun 2020 antara lain Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok
Timur, Lombok Utara, KSB, Sumbawa, Dompu dan kabupaten Bima. ( e-pppgbm, Agustus
2020).

Kejadian status gizi balita berdasarkan BB/U tahun 2017, di Indonesia yaitu gizi buruk
38%, gizi kurang 14%, gizi baik 80,4% dan gizi lebih 1,8%. Sedangkan status gizi balita
berdasarkan BB/U menurut provinsi Tahun 2017 yaitu gizi buruk 4,3%, gizi kurang 18,3%,
gizi baik 76,5% dan gizi lebih 9%. Kejadian status gizi balita berdasarkan TB/U tahun
2017, di Indonesia sangat pendek 6,9%, pendek 13,2%, dan normal 79,9%. Sedangkan status
gizi balita berdasarkan TB/U tahun 2017 di provinsi NTB adalah sangat pendek 7,4 %,
pendek 16,1 %, dan normal 76,5 %. Kejadian status gizi balita berdasrkan BB/TB tahun
2017, di Indonesia sangat kurus 3,9%, kurus 8,9%, normal 83,5% dan gemuk 3,7%.
Sedangkan status gizi balita menurut provinsi NTB tahun 2017 sangat kurus 2,2 % kurus 6,4
% dan normal 88 % gemuk 3,5 %. (Buku Saku Pemantauan Status Gizi 2017)

Data Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007, 90% kematian ibu
disebabkan karena persalinan, 28% perdarahan, 24% eclampsia dan 11 % infeksi. Faktor lain
sebagai penunjang penyebab kematian ibu semakain tinggi adalah partus macet, abortus
yang tidak aman, dan penyebab tidak langsung seperti faktor 4 terlalu dan 3 terlambat.
Kondisi ini jika berlangsung terus menerus mengakibatkan penurunan angka kematian ibu
tidak segera tercapai. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu diantara
lima provinsi di Indonesia yang menyumbangkan AKI tertinggi yaitu 280/100 ribu KH
(Dinas Kesehatan NTB, 2011).

Hasil penelitian (Wardita Y, Suprayitno E, dan Kurniyati EM, 2021) meyatakatan


bahwa determinan kejadian stunting pada balita dipengaruhi oleh riwayat kehamilan ibu,
status gizi anak, pola asuh, pengetahuan ibu, dan riwayat pemberian ASI Eksklusif. Riwayat
kehamilan seperti BBLR juga dapat bedampak pada kejadian stunting balita. Seperti yang
ditemukan oleh Tatu et.al. di Kecamatam Kakuluk Mesak Kabupaten Belu bahwa riwayat
BBLR yang dialami oleh balita berhubungan dengan kejadian stunting. Ia mengatakan
bahwa balita yang mempunyai riwayat BBLR akan memiliki peluang 1.6 kali lebih besar
untuk mengalami stunting dibanding balita yang tidak mempunyai riwayat BBLR (Tatu,
et.al., 2021).

Masalah gizi yang diderita balita dapat menyebabkan hal serius bagi kesehatan dan
masa depannya. Balita dengan status gizi kurang maka pertumbuhannya akan mengalami
keterlambatan (E. Suprayitno, et.al, 2020). Hasil penelitian (Wardita Y, et.al. 2021) serupa
dengan hasil penelitian Nugroho et.al, yang menemukan bahwa pola asuh mempengaruhi
kejadian stunting pada anak (Permatasari & Suprayitno, 2021). Pola asuh yang rendah pada
masa golden age akan menyebabkan otak balita tidak berkembang optimal dan sulit pulih
kembali. Pola asuh ibu yang memiliki anak stunting memiliki kebiasaan memberikan makan
pada balita tanpa memperhatikan kebutuhan dan kandungan zat gizi (Nugroho, et.al, 2021)

Penelitian Ramdhani et.al, juga menunjukkan hal yang serupa dengan (Wardita, et.al,
2021) yaitu kurangnya tingkat pengetahuan ibu tentang stunting dan pengetahuan ibu
berhubungan dengan kejadian stunting. Pengetahuan ibu yang kurang tentang stunting dapat
disebabkan oleh faktor usia dan pendidikan (Ramdhani, et.al, 2020). penelitian yang
dilakukan di Pulau Mandangin oleh Oktavanisya menunjukkan bahwa pemberian ASI
eksklusif berpengaruh terhadap kejadian stunting. Balita yang tidak mendapatkan ASI
ekslusif berisiko 2.3 kali lebih besar untuk mengalami stunting. Pemberian ASI eksklusif
adalah asupan makanan yang terbaik. Bayi membutuhkan ASI setelah lahir, karen asesuai
dengan kondisi tubuhnya. Menurut WHO, ASI eksklusif dapat diberikan sampai usia bayi 2
tahun (Oktavanisya, 2021).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah ini adalah apa saja
determinan masalah gizi pada balita dan ibu hamil di provinsi Nusa Tenggara Barat?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui determinan apa saja yang menjadi penyebab pada masalah gizi balita
dan ibu hamil di provinsi Nusa Tenggara Barat

2. Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasikan gambaran umum responden ibu balita dan ibu hamil meliputi
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, mengenai kehamilan dan usia kehamilan

b) Mengidentifikasi karakteristik balita meliputi nama, umur, berat badan, panjang


badan/tinggi badan, dan jenis kelamin

c) Mengidentifikasi pengetahuan, sikap dan perilaku gizi pada ibu balita, ibu hamil
dan kader posyandu tentang gizi dan kesehatan.

d) Mengidentifikasikan kesehatan lingkungan pada balita dan ibu hamil.

e) Mengidentifikasi tingkat konsumsi balita dan ibu hamil meliputi energy, protein,
vitamin A, vitamin C, zat besi, kalsium dan yodium.

f) Mengidentifikasikan status gizi balita berdasarkan BB/U, PB/U, TB/U, BB/TB serta
status gizi ibu hamil berdasarkan IMT dan LILA

g) Mengidentifikasi balita dan ibu hamil yang mendapat PMT

h) Mengidentifikasikan pendapatan keluarga balita dan ibu hamil

i) Mengidentifikasikan perilaku KADARZI pada ibu balita dan ibu hamil


D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti

a) Menambah wawasan dan peningkatan pengetahuan dalam bidang gizi masyarakat.

b) Melatih keterampilan mahasiswa dalam penentuan status gizi dan menganalisis data
hasil pengukuran.

c) Melatih keterampilan mahasiswa dalam melakukan survey konsumsi pada balita.

d) Memperoleh data dasar untuk penentuan intervensi gizi pada balita dan ibu hamil.

2. Bagi Institusi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor yang
berhubungan dengan masalah gizi dan kesehatan pada balita dan ibu hamil.

3. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat khususnya ibu hamil memperoleh informasi mengenai makanan


yang sehat sehingga status gizi balita dan ibu hamil dalam kategori normal.

2. Identifikasi masalah suatu proses yang paling penting dalam melakukan sebuah
penelitian selain dari latar belakang dan juga perumusan masalah yang ada. Rumusan
masalah ini merupakan batasan atau point apa saja yang menjadi landasan untuk
diuraikan atau untuk dipecahkan. Dari data yang diperoleh saat baseline data di daerah
masing-masing, identifikasi masalah apa yang ada, dari identifikasi masalah dan
dibuatkan rumusan masalahnya sesuai dengan tujuan khusus dari penelitian.

Identifikasi masalah
Dari hasil pengumpulan data selama satu minggu di Kelurahan Kelayu Jorong, diperoleh
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan ibu balita di Kelurahan Kelayu Jorong sebagian besar
tamatan SMA yaitu sebanyak 19 orang (38,8%).
2. Sebagian besar ibu balita yaitu sebanyak 25 orang (51,0%) tidak menggunakan
garam beryodium
3. Sebagian besar ibu balita yaitu sebanyak 42 orang (85,7%) balita tidak
menerapkan perilaku kadarzi
4. Sebagian besar ibu balita yaitu 27 orang (55,1%) memiliki pola asuh yang tidak
baik.
5. Status gizi balita berdasarkan indeks (BB/U) terdapat 10 orang (20,4%%) balita
mengalami resiko BB lebih.
6. Status gizi balita berdarkan indeks (TB/U) terdapat 10 orang balita mengalami
stunting, yang terdiri dari 5 orang balita (10,2%) pendek dan 5 orang balita
(10,2%) sangat pendek.
7. Status gizi balita berdarkan indeks (BB/TB) terdapat 14 orang balita mengalami
kelebihan gizi, yang terdiri dari 4 orang balita (8,2%) resiko gizi lebih, 2 orang
balita (4,1%) gizi lebih dan 8 orang balita (16,3%) obesitas.
8. Tingkat konsumsi energi pada balita sebanyak 20 orang balita berada pada
kategori defisit, yang terdiri dari 5 orang balita (10,2%) defisit ringan, 8 orang
balita (16,3%) defisit ringan dan 7 orang balita (14,3%) defisit berat.
9. Tingkat konsumsi protein pada balita sebanyak 36 orang (73,5%) berada pada
kategori diatas kecukupan.
10. Tingkat konsumsi Vitamin A pada balita sebanyak 15 orang (30,6 %) berada
pada kategori defisit berat.
11. Tingkat konsumsi Vitamin C pada balita sebanyak 22 orang (44,9%) berada
pada kategori defisit tingkat berat
12. Tingkat konsumsi Fe pada balita sebanyak 23 orang balita berada pada kategori
defisit, yang terdiri dari 4 orang balita (8,2%) defisit ringan, 5 orang balita
(10,2%) defisit sedang dan 14 orang balita (28,6%) defisit berat.
13. Tingkat pendidikan ibu hamil di Kelurahan Kelayu Jorong sebagian besar
tamatan SMP yaitu sebanyak 5 orang (35,7%).
14. Sebagian besar ibu hamil di Kelurahan Kelayu Jorong tidak bekerja (IRT) yaitu
sebanyak 10 orang (71,4%).
15. Sebagian besar ibu hamil di Kelurahan Kelayu Jorong tidak menerapkan
perilaku KADARZI yaitu sebanyak orang
16. Tingkat konsumsi energi pada ibu hamil sebanyak 9 orang (64,3%) dalam
kategori defisit tingkat berat.
17. Tingkat konsumsi protein pada ibu hamil sebanyak 7 orang ibu hamil dalam
kategori defisit, yang terdiri dari 1 orang ibu hamil (7,1%) defisit ringan, 1
orang ibu hamil (7,1%) defisit sedang dan 5 orang ibu hamil (35,7%) defisit
berat.
18. Tingkat konsumsi vitamin A pada ibu hamil sebanyak 7 orang (50,0%) dalam
kategori defisit tingkat berat.
19. Tingkat konsumsi vitamin C pada ibu hamil sebanyak 7 orang (50,0%) dalam
kategori defisit tingkat berat.
20. Tingkat konsumsi Fe pada ibu hamil sebanyak 11 orang (78,6%) dalam kategori
defisit tingkat berat.

3. Dari prioritas masalah yang ada di desa diperlukan intervensi atau cara untuk mengatasi
masalah yang ada, sebutkan tiga prioritas masalah yang ada di desa masing-masing dan
sebutkan rencana intervensi yang akan dilakukan, sebutkan unsur-unsur yang terlibat
dalam pelaksanaan Intervensi dimaksud.

Berdasarkan penentuan prioritas masalah di kelurahan Kelayu Jorong diketahui bahwa prioritas
utama adalah

 Konsumsi energi dan protein pada ibu hamil


 Konsumsi vitamin A pada balita,
 Status kek pada bumil
Rencana Intervensi
Tabel 6.2 Rencana Intervensi Penanganan Masalah Gizi Dan Kesehatan

Kelurahan Kelayu Jorong

Masalah Rencana Intervensi Metode


Konsumsi energi dan Penyuluhan Ceramah,diskusi dan
protein pada ibu hamil - Gizi seimbang pada ibu demonstrasi
hamil
- PMT bumil
Konsumsi vitamin A Penyuluhan Ceramah,diskusi dan
- Pentingnya vitamin A demonstrasi
bagi balita

Status KEK Penyuluhan Ceramah,diskusi dan


demonstrasi
- Kekurangan Energi Kronis
(KEK) pada bumil

- PMT Bumil
Pengukuran antropometri pada
ibu hamil

4.Plan of Action (POA) memiliki tujuan salah satunya adalah merinci langkah-langkah kegiatan
intervensi gizi, jelaskan tujuan yang dimaksud dan uraikan apa saja isi dalam POA tersebut
sehingga intervensi benar-benar dapat dilakukan dengan maksimal.

 . Penyuluhan
- Gizi seimbang pada ibu hamil,
- PMT bumil
Adapun tujuan dari pemberian gizi seimbang ini ubtuk meningkatkan pengetahuan ibu
hamil terkait gizi seimbang serta mengurangi resiko kesehatan pada janin dan sang ibu .
 .Penyuluhan
- Pentingnya vitamin A bagi balita
- Vitamin A merupakan salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat di perlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan tubuh ,mata dlla dengan tujuan untuk menjaga
sistem kekebalantubuh pada anak serta menurunkan angka kematian pada anak .
 . Penyuluhan

- Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada bumil

Penyuuhan ini bertujuan agar ibu tidak mengalami KEK pada saat melahirkan
dikarenakan akibat dari KEK sendiri bebahaya bagi janin dan ibu seperti
keguguran,BBLR ,pendarahan dll.

- PMT Bumil

- Pengukuran antropometri pada ibu hamil

Anda mungkin juga menyukai