Tugas Praktikum 1
Disusun oleh:
Fatimatus Zahro
G41192102
Dosen Pengampu:
Rossalina Adi Wijayanti, S.KM, M.Kes
JURUSAN KESEHATAN
2022
LEMBAR KERJA PRAKTIKUM
Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa berdasarkan SUPAS tahun 2015, baseline angka
kematian ibu per 100.000 KH yaitu sebesar 305. Sedangkan berdasarkan SDKI tahun
2017, baseline angka kematian bayi per 1.000 KH yaitu sebesar 24.
Keberhasilan program kesehatan ibu dapat dinilai melalui indikator utama
Angka Kematian Ibu (AKI). Kematian ibu dalam indikator ini didefinisikan sebagai
semua kematian selama periode kehamilan, persalinan, dan nifas yang disebabkan oleh
pengelolaannya tetapi bukan karena sebab lain seperti kecelakaan atau insidental. AKI
adalah semua kematian dalam ruang lingkup tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai
derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Secara umum terjadi penurunan
kematian ibu selama periode 1991- 2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran
hidup. Walaupun terjadi kecenderungan penurunan angka kematian ibu, angka ini tidak
berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil Survei Penduduk Antar Sensus(SUPAS) tahun
2015 memperlihatkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs.
Gambaran AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada
Gambar 5.1 berikut ini.
Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan keluarga
di Kementerian Kesehatan meningkat setiap tahun. Pada tahun 2021 menunjukkan 7.389
kematian di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2020
sebesar 4.627 kematian.
Menurut hasil pendataan keluarga tahun 2021, BKKBN, menunjukkan bahwa angka
prevalensi PUS peserta KB di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 57,4%. Berdasarkan
distribusi provinsi, angka prevalensi pemakaian KB tertinggi adalah Kalimantan Selatan
(67,9%), Kepulauan Bangka Belitung (67,5%), dan Bengkulu (65,5%), sedangkan
terendah adalah Papua (15,4%), Papua Barat (29,4%) dan Maluku (33,9%). Sedangkan,
Provinsi DKI Jakarta tidak terdata dalam grafik diatas dikarenakan data yang bersumber
dari CARIK JAKARTA belum terintegrasi ke dalam data hasil pendataan keluarga
tahun 2021, BKKBN.
Upaya kesehatan anak dilaksanakan sejak janin dalam kandungan hingga anak
berusia 18 tahun. Salah satu tujuan upaya kesehatan anak adalah menjamin
kelangsungan hidup anak melalui upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir,
bayi dan balita.
Tren kematian anak dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Data yang dilaporkan
kepada Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak melalui
https://komdatkesmas.kemkes.go.id menunjukkan jumlah kematian balita pada tahun
2021 sebanyak 27.566 kematian balita, menurun dibandingkan tahun 2020, yaitu
sebanyak 28.158 kematian. Dari seluruh kematian balita, 73,1% diantaranya terjadi pada
masa neonatal (20.154 kematian). Dari seluruh kematian neonatal yang dilaporkan,
sebagian besar diantaranya (79,1%) terjadi pada usia 0-6 hari, sedangkan kematian pada
usia 7-28 hari sebesar 20,9%. Sementara itu, kematian pada masa post neonatal (usia 29
hari-11 bulan) sebesar 18,5% (5.102 kematian) dan kematian anak balita (usia 12-59
bulan) sebesar 8,4% (2.310 kematian).
Upaya kesehatan anak dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun
2014 dilakukan melalui pelayanan kesehatan janin dalam kandungan, kesehatan bayi
baru lahir, kesehatan bayi, anak balita, dan prasekolah, kesehatan anak usia sekolah dan
remaja, dan perlindungan kesehatan anak.
2. HIV/AIDS
3. Pneumonia
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu
dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Berikut cakupan
penemuan kasus pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun 2011-2021
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pada tahun 2021 secara nasional cakupan pneumonia pada balita sebesar 31,4%,
dan provinsi belum mencapai target penemuan sebesar 65%. Provinsi dengan
cakupan penemuan pneumonia pada balita tertinggi berada di Jawa Timur (50,0),
Banten (46,2%), dan Lampung (40,6%).
4. Hepatitis
Laporan yang diterima oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa
setiap tahun selalu terjadi KLB Hepatitis A, sedangkan untuk Hepatitis E jarang
dilaporkan di Indonesia. Hasil RISKESDAS tahun 2018 memperlihatkan
prevalensi hepatitis berdasarkan riwayat diagnosis dokter sebesar 0,39% dengan
disparitas antar provinsi sebesar 0,18% (Kep. Bangka Belitung) dan 0,66%
(Papua). Berdasarkan kelompok umur, hepatitis menyebar hampir merata pada
seluruh kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat
tinggal.
Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis
B saat ini fokus pada pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95%
anak berisiko tertular Hepatitis B kronik dari ibunya yang Positif Hepatitis B.
Pelaksanaan Deteksi dini Hepatitis B (DDHB) pada kelompok berisiko/ibu hamil
telah dilakukan sejak tahun 2013 dengan uji coba di satu provinsi yaitu DKI
Jakarta pada 5000 ibu hamil, pelaksanaan terus diperluas secara bertahap hingga
pada tahun 2017 kegiatan ini telah dilaksanakan di 34 provinsi (173 Kab/kota),
dan di tahun yang sama juga program DDHB berkolaborasi dan berinteraksi
dalam pelayanan Pencegahan Penularan dari lbu ke Anak (PPIA) HIV, Sifilis
dan Hepatitis B.
Gambar diatas menunjukkan kenaikan target per tahun yang diikuti dengan
kenaikan capaian target indikator. Pada tahun 2021 capaian indikator telah
mencapai target Renstra tahun 2021 (90%), yaitu 93,0%. Selama tujuh tahun
berturut-turut sejak dilaksanakan, indikator Renstra tersebut selalu mencapai
target.
Sebanyak 27 dari 34 provinsi telah 100% kabupaten/kotanya
melaksanakan deteksi dini hepatitis B, sedangkan sebanyak 5 provinsi yaitu
Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Papua Barat, dan Papua
belum mencapai target Renstra tahun 2021.
5. Diare
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 memperlihatkan prevalensi diare
untuk semua kelompok umur sebesar 8 %, balita sebesar 12,3 %, dan pada bayi
sebesar 10,6%. Sementara pada Sample Registration System tahun 2018, diare
tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian pada neonatus sebesar 7%
dan pada bayi usia 28 hari sebesar 6%.
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare) menganjurkan bahwa
semua penderita diare harus mendapatkan oralit maka target penggunaan oralit
adalah 100% dari semua kasus diare yang mendapatkan pelayanan di puskesmas.
Tahun 2021 secara nasional penggunaan oralit pada semua umur maupun balita
masih di bawah 100%, pada semua umur 90,1% dan pada balita 91,2%. Tidak
tercapainya target tersebut disebabkan pemberi layanan di Puskesmas belum
memberikan oralit sesuai standar tata laksana yaitu sebanyak 6
bungkus/penderita diare. Selain itu, masyarakat masih belum mengetahui tentang
manfaat oralit sebagai cairan yang harus diberikan pada setiap penderita diare
untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Selain oralit, balita juga diberikan zink
yang merupakan mikronutrien yang berfungsi untuk mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja serta mencegah terjadinya diare berulang diare pada tiga bulan
berikutnya. Penggunaan zink selama 10 hari berturut-turut pada saat balita diare
merupakan terapi diare balita. Pada tahun 2021 cakupan pemberian zink pada
balita diare sebesar 90,7%.
6. Covid-19
Untuk memutus rantai penularan COVID-19, selain melaksanakan
protokol kesehatan secara ketat, diperlukan upaya untuk meningkatkan
imunitas masyarakat. Vaksinasi bertujuan untuk meningkatkan kekebalan
kelompok (herd immunity). Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 telah
dilaksanakan sejak tanggal 13 Januari 2021 dengan total sasaran 208.265.720
orang usia >12 tahun dan diharapkan dapat selesai pada akhir tahun 2021.
b. Penyakit Tidak Menular
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang mengacu pada klasifikasi
internasional penyakit (International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems) mengelompokkan penyakit ini berdasarkan sistem dan
organ tubuh menjadi 12 jenis penyakit yaitu: 1. Penyakit keganasan 2. Penyakit
endokrin, nutrisi, dan metabolik 3. Penyakit sistem saraf 4. Penyakit sistem
pernapasan 5. Penyakit sistem sirkulasi 6. Penyakit mata dan adnexa 7. Penyakit
telinga dan mastoid 8. Penyakit kulit dan jaringan subkutanius 9. Penyakit sistem
musculoskeletal dan jaringan penyambung 10. Penyakit sistem genitourinaria 11.
Penyakit gangguan mental dan perilaku 12. Penyakit kelainan darah dan
gangguan pembentukan organ daraPenanggulangan PTM melalui upaya
kesehatan masyarakat terdiri dari upaya pencegahan dan pengendalian.
https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf
https://ppjk.kemkes.go.id/libftp/uploads/trs_local_nposth/129/Modul%20Ekonomi
%20Kesehatan%20Seri%202_FINAL.pdf
http://www.pom.go.id/new/files/2020/renstra/pusat/RENSTRA%20DEPUTI%20II
%202020%20-%202024-rev.pdf
https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Hasil-
riskesdas-2018_1274.pdf
http://ppid.kemkes.go.id/uploads/img_62f0d4c9e9f34.pdf
https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/1-289003-2tahunan-228.pdf
https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/view/664
http://theprakarsa.org/wp-content/uploads/2020/04/Defisit-Jaminan-Kesehatan-
Nasional-JKN-Mengapa-dan-Bagaimana-Mengatasinya-2020.pdf