Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah sebuah indeks yang harus dicapai pada
sasaran SDGs di sektor kesehatan. Untuk tujuan pembangunan berkelanjutan
(SDGs), tareget AKI adalah 70 untuk 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2030. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah rasio kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan, dan nifas atau penatalaksanaanya. tetapi bukan karena
sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh per 100.000 kelahiran hidup. Angka
kematian ibu dijadikan salah satu indika tor untuk melihat derajat kesehatan
masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan,
baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas (Sari ASI, 2022)
Berdasarkan dari catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). setiap hari
sebanyak 810 wanita meninggal dunia disebabkan oleh komplikasi kehamilan
serta partus. Sebanyak 94% kematian ibu terjadi dibeberapa negara
berkembang yang mempunyai penghasilan menengah serta rendah.
Kesenjangan banyak terjadi antara seseorang yang miskin dan kaya yang
menyebabkan jumlah kematian ibu tinggi dibeberapa Negara karena tak
meluasnya kesempatan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai
( Nismawati, 2022).
Di Indonesia, berdasarakan Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
tahun 2015 menunjukkan angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan
target MDGs yang harus dicapai. Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari
pencatatan program kesehatan keluarga di kementerian kesehatan pada tahun
2020-2021 mengalami peningkatan dari 4.627 menjadi 7.389 kematian di
Indomesia. Sebagian besar kematian ibu pada tahun 2021 disebabkan oleh
COVID-19 sebanyak 2.982 kasus, perdarahan 1.330 kasus¸dan hipertensi
dalam kehamilan sebanyak 1.077 kasus. Secara Nasional seluruh pelayanan
kesehatan ibu hamil K4 tahun 2021 sudah mencapai target RPJMN sebanyak
88,8% dari target 85%. Sebaliknya pelayanan K6 di tahun 2021 mengalami
penurunan yaitu hanya sebesar 63%. Angka tersebut cenderung turun dari
target RPJMN yang sudah ditetapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2022).
Menurut Dinkes Provinsi Sumatera Selatan, Angka Kematian Ibu (AKI) di
pada tahun 2021 sebanyak 131 orang (dengan AKI 85 orang per 100.000
kelahiran hidup), meningkat dari tahun 2020 sebanyak 84 orang. Kematian ibu
paling banyak terjadi di kabupaten banyuasin yaitu sebanyak 20 orang.
Dilihat dalam lima tahun terakhir, jumlah kematian ibu maternal terus
mengalami perubahan yang acak. Persentase Cakupan K1 tahun 2021 di
wilayah Sumatera Selatan sebesar 92.2%, mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2020 sebesar 94,2%. Cakupam K1 di wilayah Provinsi
Sumatera Selatan sudah cukup mencapai kisaran angka diatas 90% ke atas,
apalagi sebagian sudah ada yang mecapai 100% Kabupaten Empat Lawang
dan Kota Prabumulih. Kunujungan K4 memperlihatkan presentasi ibu hamil
yang dapat memperoleh pelayanan ANC. Cakupan K4 pada tahun 2021 di
Sumatera Selatan sebanyak 90.1%. Adanya penurunan 0.8% dari tahun
sebelumnya (90,9%). Cakupan K4 tertinggi tahun 2021 dicapai oleh Kota
Prabumulih yaitu sebesar 99,6%, dan yang terendah di Kabupaten Pali
(67,9%). Cakupan K1 di Kota Palembang sebanyak 99,5%serta K4 sebanyak
90,8% yang dimana angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
(Dinkes Provinsi Sumatera Selatan, 2022).
Agar tetap mengalami kenaikan setiap tahunnya, bidan berperan dalam
meningkatkan kesadaran ibu hamil akan pentingnya pemeriksaan kehamilan
dan menetapkan pelaksanaan manajemen kebidanan pada setiap asuhan yang
akan diberikan agar tidak terjadi komplikasi dan kematian. Antenatal Care
adalah sebuah asuhan atau pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan
kepada ibu hamil, untuk memastikan bahwa kondisi ibu dan jnain sehat
selama kehamilan. Sesuai dengan standar pelayanan terbaru, pemeriksaan
Antenatal Care dilakukan minimal enam kali pemeriksaan kehamilan dan dua
kali pemeriksaan oleh dokter. Pada trimester pertama minimal 1 kali
kunjungan yang dilakukan pada kehamilan hingga 12 minggu. Pada trimester
kedua, minimal 2 kali kunjungan dilakukan pada kehamilan diatas 12 minggu
sampai 24 minggu. Pada trimester ketiga, minimal 3 kali kunjungan dilakukan
pada kehamilan diatas 24 minggu sampai 40 minggu (Buku KIA Revisi,
2021).
Sayangnya, menurut jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, berdasarkan hasil
penelitian tingkat kepatuhan ibu dalam melakukan kunjungan Antenatal care
menunjukkan angka yang masih rendah. Faktor yang paling signifikan
mempengaruhi adalah pengetahuan, sikap ibu, serta dukungan dari petugas
kesehatan dan keluarga. Maka dari itu, pengembangan program promosi
kesehatan yang lebih terarah, terencana, terpadu, dan berkesinambungan perlu
dikembangkan dengan sasaran utama ibu hamil. Dengan adanya aspek
perubahan dari tahu menjadi mau pada ibu hamil, maka akan menyadari
masalah yang dihadapinya sehingga melakukan saran yang telah
diinformasikan kepadanya, serta merubah sikap dan perilaku. Dukungan dari
petugas kesehatan dan keluarga sangat dibutuhkan karena mendorong ibu
untuk menyadari kehamilannya sangat berharga dan penting (Armaya, 2015).
Akibat dari ketidakpatuhan ibu hamil untuk melakukan Antenatal Care
sehingga membuat angka kematian ibu terus meningkat. Penyebab kematian
tertinggi ibu adalah penyebab lainnya yaitu sebesar 40%, dimana penyebab
lainnya ini merupakan faktor-faktor pemberat kehamilan secara tidak langsung
seperti “4T” (terlalu tua, terlalu muda, terlau sering melahirkan, dan terlalu
dekat jarak kehamilan) dan “3T” (terlambat dalam mengambil keputusan,
terlambat sampai ke tempat rujukan, dan terlambat dalam pelayanan di
fasilitas kesehatan) dan seluruh aspek yang dapat mempersulit proses
kehamilan, persalinan, nifas, dan tindakan kegawatdaruratan (Dinkes Provinsi
Sumatera Selatan, 2022)
Menurut hasil penelitian (Antari, 2022), komplikasi pada kehamilan
cenderung meningkat pada wanita yang memiliki faktor resiko 4 terlalu.
Komplikasi seperti perdarahan, eklampsia, infeksi, ruptur uteri dan partus
lama terjadi selama kehamilan. Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
biasanya disebabkan oleh keguguran. Usia merupakan faktor penyebab
abortus paling tinggi. Organ reproduksi pada ibu usia dibawah 20 tahun belum
siap menerima kehamilan dan hormon belum berkoordinasi dengan baik.
Sedangkan ibu pada usia 35 tahun fungsi sistem reproduksi dan kekebalan
tubuh sudah mulai menurun.
Berdasarkan hasil penelitian (Zamilah. R, Aisyiyah, N, & Ari, 2020),
kejadian 4T juga menyebabkan kejadian ketuban pecah dini. Keadaan ini
disebabkan karena serviks pada ibu grandemulti sudah membuka akibat proses
persalinan sebelumnya. Hal ini menyebbakan serviks tidak mampu secara
maksimal melindungi selaput ketuban dari trauma maupun infeksi, serta
menyebabkan ketuban lebih mudah ruptur. Paritas >4 memiliki resiko untuk
anemia. Ibu yang memiliki anak >4 cenderung hamil dengan jarak kurang dari
2 tahun. Jarak yang terlalu dekat menyebabkan tubuh ibu belum pulih
sepenuhnya, sehingga ibu masuk kedalam anemia.
Upaya untuk menanggulangi masalah tersebut dibutuhkan pelayanan yang
berkualitas, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan keterlibatan
kerjasama antara masyarakat dengan petugaes kesehatan termasuk organisasi
profesi dalam mewujudkan upaya percepatan penurunan AKI (Dinkes
Provinsi Sumatera Selatan, 2021)
Angka kematian ibu yang tinggi juga sangat memengaruhi angka
kesakitan dan kematian anak. Angka kematian anak dari tahun ke tahun
menunjukkan penurunan yang signifikan. Dari data yang telah dilaporkan
kepada Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak menunjukkan jumlah
kematian balita di tahun 2021 sebesar 27.566 kematian, mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 28.158 kematian. Dari seluruh
kematian pada anak dibawah umur lima tahun, 73,1% terjadi pada periode
neonatal (20.154 kematian). Sebagian besar diantaranya (79,1%) terjadi pada
usia 0-6 hari, sedangkan pada usia 7-28 hari sebanyak 20,9%. Sementara itu,
Kematian pada masa post neonatal (usia 29 hari-11 bulan sebanyak 18,5%
(5.102 kematian) dan kematian anak balita (usia 12-59 bulan) sebanyak 8,4%
(2.319 kematian). Pada tahun 2021, penyebab kematian neonatal terbanyak
disebabkan oleh Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 34,5% dan
asfiksia sebanyak 27,8%. Penyebab kematian lain di antaranya kelainan
kongenital, infeksi, COVID-19, tetanus neonatorum, dan lain-lain
(Kementerian Kesehatan RI, 2022).
Indikator-indikator ini dijadikan pedoman bagi petugas kesehatan seberapa
penting ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan seberapa patuh
mereka dalam memeriksakan kehamilan. Upaya ini juga di dukung dengan
memastikan pelayanan bayi baru lahir terlaksana dengan menggunakan
pendekatan Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM). Antara lain termasuk
konseling perawatan bayi baru lahir, ASI Ekslusif, Pemberian vitamin K1
injeksi bila belum diberikan, dan Hepatitis B0 injeksi bila belum diberikan
(Kemenkes RI, 2021).
Di Puskesmas, upaya penurunan angka kematiam ibu dan anak tidak dapat
lepas kaitannnya dari peran pemberdayaam masyarakat. Salah satunya melalui
program perencanaan persalinan dan pencegahan kompilkasi (P4K).
Berdasarkan hasil penelitian (Mukharrim, Muh Said & Urwatil, 2021), P4K
pada masa kehamilan meliputi melakukan pemeriksaan ANC sesuai standar,
melakukan konseling pada ibu hamil dan keluarga, melakukan kunjungan
rumah, melakukan rujukan bila diperlukan, melakukan pencatatan, melakukan
pencatatan, membuat laporan, dan memberdayakan suami, keluarga, dan kader
untuk terlibat aktif. Sayangnya, peran keluarga dan tokoh masyarkat dinilai
masih kurang terutama pada kegiatan yang berbasiskan sosialisasi. Namun,
ada hal yang dinilai cukup baik seperti kegiatan yang melibatkan personal
seperti kontak dengan ibu hamil, pelayanan ANC sesuai standar, persalinan
sesuai standar, perencanaan pemakaian alat kontrasepsi, serta pelaksanaan
IMD.
Upaya percepatan penurunan AKI dilakukan dengan memastikan bahwa
setiap ibu mampu mengakses berbagai pelayanan kesehatan yang berkualitas,
seperti pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
professional kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan nifas,
perawatan bayi pasca salin, perawatan khusus dan rujukan jika terdapat
komplikasi, dan pelaynan keluarga berencana KB. Pelayanan kesehatan ibu
dilaksanakan meliputi pelayanan kesehtana ibu hamil, pelaynan imunisasi
Tetanus DIfteri untuk Wanita Usia Subur (WUS), Pemberian tablet tambah
darah, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan ibu nifas, kelas
ibu hamil di Puskesmas dan program perencanaan persalinan dan pencegahan
kompilkasi (P4K), pelayanan kontrasepsi, dan pemeriksaaan HIV serta
Hepatitis B (Kemenkes RI, 2021).
Upaya lain untuk menurunkan kematian ibu dan bayi adalah dengan
melakukan asuhan continuity of care. Berdasarkan hasil penelitian (Ningsih,
2017), continuity of care adalah serangkaian kegiatan pelayanan yang
berkelanjutan dan menyeluruh mulai dari kehamilan, persalinan, nifas,
pelayanan bayi baru lahir sampai pelayanan keluarga berencana yang
menghubungkan kebutuhan kesehatan perempuan. Continuity of Care yang
dilakukan oleh bidan memberikan pelayanan yang sama terhadap perempuan
serta berdasarkan evidence based perempuan yang melahirkan di bidan
memiliki intervensi intrapartum yang lebih sedikit termasuk operasi saesar.
Penggolongan klasifikasi resiko rendah pada akhir kehamilan merupakan
tantang bagi bidan untuk memberikan pelayanan secara intensif dan dukungan
ketika persalinan dan nifas. Continuity of Care merupakan isu yang sangat
penting karena memberi kontribusi rasa aman dan nyaman bagi mereka
selama kehamilan.
Pada Proposal Laporan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan desain
penelitian studi kasus dengan pendekatan continuity of care yaitu pemberian
asuhan yang berkesinambungan dan dianalisis mendalam secara rinci,
menyeluruh, dan komprehensif oleh tenaga kesehatan yang kompeten selama
masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Penelitian ini juga diajukan sebagai
syarat untuk menyelesaikan Laporan Tugas Akhir (LTA) untuk memperoleh
gelar Ahli Madya Kebidanan di Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Jurusan Kebidanan Palembang.
Berdasarkan data yang telah diperoleh diatas maka penulis merasa tertarik
untuk mengangkat masalah “Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. “I”
di Praktik Mandiri Bidan Megawati Tahun 2023”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan
adalah Bagaimana Asuhan Kebidanan Komprehensif pada Ny. “I” di Praktik
Mandiri Bidan Megawati Tahun 2023?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan kebidanan komprehensif pada
Ny. “I” di Praktik Mandiri Bidan Megawati Palembang Tahun 2023.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menerapkan pengkajian data subjektif pada Ny.
“I” di PMB Megawati tahun 2023.
b. Mahasiswa mampu menerapkan pengkajian data objektif pada Ny.
“I” di PMB Megawati tahun 2023.
c. Mahasiswa mampu menerapkan analisis untuk menegakkan diagnosa
pada Ny “1” di PMB Megawati tahun 2023.
d. Mahasiswa mampu menerapkan penatalaksanaan asuhan pada Ny “I”
di PMB Megawati tahun 2023.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Hasil studi kasus ini dapat sebagai pertimbangan masukan untuk
menambah pengalaman, wawasan, dan pengetahuan Asuhan Kebidanan
Komprehensif pada Ny di PMB Megawati Tahun 2023.
2. Bagi Institusi
Diharapkan Laporan Tugas Akhir ini dapat dijadikan referensi
bagi Program Studi DIII Kebidanan Palembang khususnya Poltekkes
Kemenkes Jurusan Kebidanan Palembang dalam bidang pengembangan
studi kasus serta diharapkan dapat mengembangkan pola fikir ilmiah yang
berkaitan dengan Asuhan Kebidanan Komprehensif.
3. Bagi PMB
Laporan Tugas Akhir ini diharapkan dapat memberikan infromasi
dan masukan bagi bidan dan petugas kesehatan yang praktik di Praktik
Mandiri Bidan Megawati Palembang untuk mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan terutama dalam memberikan asuhan
pelayanan kebidanan secara komprehensif.

Anda mungkin juga menyukai