NIM : I2A022009
Disparitas penggunaan layanan kesehatan lebih banyak berfokus pada studi disparitas
antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Fakta penelitian menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara 2 wilayah tersebut. Sebuah penelitian sebelumnya di Indonesia melaporkan
bahwa perempuan muda di perkotaan lebih mungkin untuk datang ke layanan kesehatan
persalinan dibandingkan perempuan di pedesaan. Berdasarkan temuan tersebut, dapat
diasumsikan bahwa jika suatu daerah memiliki banyak daerah perkotaan, maka pemanfaatan
pelayanan kesehatannya lebih baik daripada daerah yang didominasi oleh daerah pedesaan.
Pemahaman tentang etiologi disparitas antar wilayah dalam pelayanan kesehatan persalinan
dianggap penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Analisis disparitas
antar daerah bertujuan untuk memberikan arahan yang jelas, yang dapat dimanfaatkan oleh
setiap pengambil kebijakan di daerah, untuk meningkatkan kualitas pelayanan persalinan bagi
perempuan di daerahnya (Laksono AD., dkk, 2021).
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu Kabupaten yang berada pada wilayah
Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Majalengka memiliki 26 kecamatan, 13 kelurahan, dan 330
desa. Fasilitas pelayanan Kesehatan pemerintah di Kabupaten Majalengka terdiri dari 32
Puskesmas dan 2 RSUD. Dengan jumlah 330 desa yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka
maka perlu adanya kajian mengenai disparitas Kesehatan pada perempuan berdasarkan
indicator-indikator Kesehatan seperti angka kematian ibu (AKI) & angka kematian bayi
(AKB), dan cakupan asi ekslusif yang berhubungan dengan stunting dan gizi pada anak yang
akan dibahas pada kajian ini.
Peningkatan angka harapan hidup (AHH) dari tahun ke tahun dapat digunakan sebagai
tolok ukur keberhasilan upaya kesehatan yang telah dilakukan di Kabupaten Majalengka, jika
dibandingkan dengan Angka Harapan Hidup Indonesia tahun 2018 sebesar 71,20 (BPS, 2010-
2018) dan angka harapan hidup (AHH) Provinsi Jawa Barat sebesar 72.66 (BPS, 2010-2018)
maka angka harapan hidup (AHH) di Kabupaten Majalengka untuk Tahun 2018 sebesar 69,68
adalah angka yang masih rendah.
AKI & AKB
Angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator yang
sangat penting untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat. Karena secara umum tingkat
kematian disuatu wilayah dapat menggambarkan derajat kesehatan, penanganan penyakit dan
pelayanan kesehatan maupun hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa kematian diwilayah
tersebut. Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR)
menggambarkan besarnya risiko kematian ibu pada fase kehamilan, persalinan dan masa nifas
diantara 100.000 kelahiran hidup dalam satu wilayah pada kurun waktu tertentu. Jumlah
kematian Ibu di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2020 berdasarkan pelaporan profil kesehatan
kabupaten/kota sebanyak 745 kasus atau 85,77 per 100.000 KH, meningkat 61 kasus
dibandingkan tahun 2019 yaitu 684 kasus. Penyebab kematian ibu di Provinsi Jawa Barat masih
didominasi oleh 27,92 % pendarahan, 28,86 % hipertensi dalam kehamilan, 3,76 % Infeksi,
10,07 % gangguan sistem peredaran darah (jantung), 3,49 % gangguan metabolik dan 25,91 %
penyebab lainnya. Angka Kematian Ibu (AKI) berdasarkan kelompok umur di Provinsi Jawa
Barat dari jumlah kasus kematian ibu sebanyak 745 kasus, terjadi pada ibu hamil sebanyak
22,14%, ibu bersalin sebanyak 19,73 % dan ibu nifas sebanyak 44,16 %. (Dinkes Provinsi
Jawa Barat, 2020).
Data kematian ibu (AKI) di Kabupaten Majalengka pada tahun 2019 tercatat sebanyak
15 kasus, pada ibu hamil 2 kasus (13%), pada ibu melahirkan 6 kasus (40%) dan ibu nifas 7
kasus (47%). Penyebab kematian ibu (AKI) karena Perdarahan 6 kasus (40%), karena
hipertensi dalam kehamilan/PEB 8 kasus (53%), dan infeksi 1 kasus (7%) dengan jumlah
kelahiran hidup sebanyak 20.437 KH. Periode kematian ibu mayoritas berada pada usia
produktif (20-34 tahun) sejumlah 8 orang, dan usia diatas 35 tahun sejumlah 5 orang. Ibu Hamil
Anemia adalah Ibu Hamil yang menderita anemia gizi besi dengan kadar haemoglobin (Hb)
Kurang dari 11,0 gram %. Prevalensi Bumil anemia adalah persentase jumlah bumil anemia
dibandingkan dengan jumlah bumil yang ada di wilayah kerja. Bumil anemia merupakan faktor
resiko terjadinya perdarahan. Bumil anemia dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat
bila prevalensi >20%. Berdasarkan Laporan Bumil Anemia per Puskesmas di Kabupaten
Majalengka tahun 2019 bahwa Prevalensi Bumil Anemia pada tahun 2019 adalah 5,5% (Dinkes
Kabupaten Majalengka, 2019).
Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator
yang sangat sensitif terhadap upaya pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan
bayi baru lahir perinatal dan neonatal. AKB menggambarkan besarnya risiko kematian bayi.
Rasio Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2020 sebesar 3,18/1000
kelahiran hidup atau 2.760 kasus, menurun 0,8 poin dibanding tahun 2019 sebesar 3,26/1000
kelahiran hidup atau 2.851 kasus. Dari kematian bayi sebesar 3,18/1.000 kelahiran hidup,
76,3% terjadi pada usia neonatal (0-28 hari) dan 17,2 % pada usia post neonatal (29 hari-11
bulan). Penyebab kematian neonatal masih didominasi oleh 38,41% BBLR; 28,11% Asfikasia;
0,13 % Tetanus Neonatorum; 3,60 % Sepsis; 11,32 % kelainan bawaan; dan 18,43 % penyebab
lainnya (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2020). Sedangkan jumlah angka kematian bayi (AKB) di
Kabupaten Majalengka pada tahun 2019 mencapai 77 kasus dengan penyebab tertinggi karena
BBLR mencapai 18 kasus (23%) dan Asfiksia mencapai 23 kasus (30%). Monitoring ibu hamil
kurang energi kronik (KEK) adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas
(LILA) <23,5 cm hasil pengukuran menggunakan pita LILA. Bumil KEK merupakan faktor
resiko terjadinya BBLR. Bumil KEK dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat bila
prevalensi >10%. Pada Laporan Bumil KEK di Kabupaten Majalengka tahun 2019 persentase
Bumil KEK pada tahun 2019 adalah 4,6% (1039 bumil KEK) (Dinkes Kabupaten Majalengka,
2019).
Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah kontak antara kulit ibu dengan kulit bayi sesegera
mungkin dalam jangka waktu 1 (satu) jam setelah bayi dilahirkan. Bayi yang baru lahir
diletakkan di dada/perut ibu dengan kulit ibu melekat pada kulit bayi (tanpa penghalang
apapun). Di Jawa Barat cakupan IMD tahun 2020 sebesar 83,90 %, sedangkan cakupan bayi
baru lahir mendapatkan insiasi menyusu dini (IMD) di Kabuoaten Majalengka sebesar 85,94%.
Menurut perwakilan WHO Indonesia, dr. N. Parinietharan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif
adalah kunci sukses untuk menurunkan stunting di Indonesia yang menurut SSGI 2021 masih
berada di angka prevalensi 24,4 persen. “Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI
eksklusif selama enam bulan memberikan perlindungan terhadap infeksi saluran cerna dan
kandungan gizi yang diperlukan untuk mencegah stunting,” ujar Paranietharan melalui
keterangan pers WHO Indonesia pada hari Senin (1/8/2022).
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (usia dibawah 5 tahun) akibat
dari kekurangan gizi kronis sehingga pertumbuhan anak terlalu pendek untuk usianya. Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan memberikan
perlindungan terhadap infeksi saluran cerna dan kandungan gizi yang diperlukan untuk
mencegah stunting. Menurut Unicef Framework faktor penyebab stunting pada balita salah
satunya yaitu asupan makanan yang tidak seimbang. Asupan makanan yang tidak seimbang
termasuk dalam pemberian ASI eksklusif yang tidak diberikan selama 6 bulan (Wiyogowati,
2012 dalam Fitri, 2018).
Hubungan cakupan ASI ekslusif dengan stunting didukung oleh data Profil Kesehatan
Kabupaten Buleleng tahun 2019 yang menemukan bahwa bayi yang tidak diberikan ASI
eksklusif memiliki risiko 3,154 kali mengalami stunting dimasa mendatang. Hasil penelitian
tersebut sejalan dengan penelitian lainnya bahwa ada hubungan yang bermakna antara
menyusui eksklusif dengan kejadian stunting. Kejadian stunting ditemukan lebih banyak pada
balita dengan riwayat tidak diberikan ASI eksklusif yaitu 91,7% (Sampe A., dkk, 2020).
Cakupan ASI Ekslusif
ASI Eksklusif adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi tanpa tambahan
makanan/minuman lain kecuali obat, vitamin, mineral sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan.
Menurut Robert Gass, Pelaksana Tugas Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, mengatakan
bahwa pemberian ASI tidak hanya bisa melindungi anak dari infeksi fatal seperti diare dan
pneumonia, tapi juga bermanfaat untuk ibu menyusui. Aktivitas menyusui terebut juga bisa
membuat ibu terhindar dari kanker payudara. Pemberian ASI juga bisa menghemat secara
ekonomi, sehingga keluarga tidak perlu membeli susu formula yang nutrisinya tidak bisa
menandingi ASI.
Berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Jawa Barat, cakupan pemberian ASI eksklusif
di Jawa Barat tahun 2020 sebesar 68,09% mengalami kenaikan 4,74 poin dibandingkan tahun
2019 sebesar 63,35 %. Target cakupan ASI Ekslusif 0-6 bulan adalah 51,8%. Rata-rata
pencapaian cakupan di Kabupaten Majalengka sebesar 76,7%. Dari 32 puskesmas di wilayah
Kabupaten Majalengka terdapat 1 puskesmas yang belum mencapai target cakupan ASI
ekslusif, yaitu Puskesmas Sindangwangi.
Menurut data dari pemantauan wilayah setempat cakupan ASI Eksklusif berdasarkan
Sasaran Riil Per Puskesmas di Kabupaten Majalengka tahun 2019 bahwa cakupan ASI Ekslusif
bayi usia 6 bulan adalah 61,0 %. Dari 32 Puskesmas yang berada pada wilayah Kabupaten
Majalengka, pada tahun 2019 terdapat 11 puskesmas yang memiliki cakupan ASI ekslusif bayi
usia 6 bulan rendah yaitu Puskesmas Cikijing, Puskesmas Sukamulya, Puskesmas Ligung,
Puskesmas Majalengka, Puskesmas Panyingkiran, Puskesmas Loji, Puskesmas Munjul,
Puskesmas Panongan, Puskesmas Cigasong, Puskesmas Maja, dan Psueksmas Kertajati
(Dinkes Kabupaten Majalengka, 2019).
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk
daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi yang secara otomatis juga berpengaruh pada
angka kematian bayi (AKB). Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada hari pertama
sampai hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung immunoglobulin,
protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih tinggi
dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI juga mengandung
zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan menganggu enzim diusus. Susu formula
tidak mengandung enzim sehingga penyerapan makanan tergantung pada enzim yang terdapat
diusus bayi.
B. Factor-faktor Risiko
Penyebab kematian ibu di Kabupaten Majalengka berdasarkan data pada tahun 2019
mayoritas dikarenakan hipertensi dalam kehamilan sebesar 53,33%, karena perdarahan sebesar
40% dan karena infeksi sebesar 6,66%. Menurut Rogo, 2002 menyatakan penyakit yang
berhubungan dengan kematian ibu adalah jantung, hipertensi, epilepsi dan asma bronkiale.
Perdarahan hebat dari rahim setelah persalinan merupakan masalah yang serius. Biasanya
selama persalinan ibu kehilangan darah sebanyak 0,5 liter. Ketika plasenta lepas dari Rahim
maka pembuluh darah rahim terbuka. Kontraksi rahim membantu menutupnya pembuluh darah
sampai mengalami pemulihan lengkap. Jika setelah proses persalinan rahim tidak berkontraksi
maka darah yang hilang akan lebih banyak. Robekan pada vagina atau serviks juga bisa
menyebabkan perdarahan hebat (Sarwani, D., dkk).
77 kasus kematian bayi di Kabupaten Majalengka dengan penyebab tertinggi karena
BBLR sejumlah18 kasus (23%) dan Asfiksia mencapai 23 kasus (30%). Faktor-faktor risiko
kematian bayi dikaitkan dengan faktor dari bayi, ibu, dan kehamilan (Moura dkk., 2014).
Faktor dari bayi seperti sepsis, kelainan kongenital (WHO, 2015), BBLR, dan prematur
(Wandira & Indawati, 2012). Faktor dari ibu seperti usia ibu, pendidikan, paritas dan penyakit
penyerta (Moura dkk., 2014). Penelitian Rini & Puspitasari (2014) di Surabaya yang
menunjukkan adanya hubungan bermakna antara APGAR Skor dengan kematian bayi.
APGAR Skor rendah merupakan indikator terjadinya asfiksia. Semakin tinggi APGAR Skor,
semakin rendah terjadi asfiksia.
Menurut Green & Wilkinson (2012) asfiksia bisa menyebabkan hipoksemia, penurunan
perfusi, asidosis dan hipoglikemia sampai kematian bayi. Berat badan juga memiliki hubungan
bermakna terhadap kematian bayi. Penelitian Widayanti (2017) di Boyolali menyebutkan
BBLR mempunyai risiko 85,52 kali mengalami kematian bayi. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa BBLR berkaitan dengan faktor ibu, faktor janin, faktor sosial ekonomi dan lainnya
(Prawirohardjo, 2010).
Salah satu faktor resiko kematian pada ibu yaitu infeksi tetanus yang disebabkan oleh
bakteri Clostridium tetani. Upaya pengendalian infeksi tetanus ini adalah dengan
dilaksanakannya program Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan
Ibu Hamil.
Safe Motherhood Initiative atau Gerakan Sayang Ibu (GSI)
Konsep safe motherhood sendiri mencakup serangkaian upaya, praktik, protokol, dan
panduan pemberian pelayanan yang didesain untuk memastikan perempuan menerima layanan
ginekologis, layanan keluarga berencana (KB), serta layanan prenatal; delivery;
dan postpartum yang berkualitas. Dengan tujuan untuk menjamin kondisi kesehatan sang ibu,
janin, dan anak agar tetap optimal pada saat kehamilan, persalinan, dan pasca melahirkan
(USAID, 2005). Mengacu pada modul yang disusun oleh The Health Policy Project (2003),
konsep safe motherhood sendiri memiliki enam pilar utama, yaitu:
1) Keluarga Berencana
Memastikan bahwa baik individu maupun pasangan memiliki akses terhadap
informasi, dan layanan keluarga berencana untuk merencanakan waktu, jumlah, dan jarak
kehamilan.
2) Perawatan Antenatal
Menyediakan vitamin, imunisasi, dan memantau faktor-faktor risiko yang dapat
menyebabkan komplikasi kehamilan; serta memastikan bahwa segala bentuk komplikasi dapat
terdeteksi secara dini, dan ditangani dengan baik.
3) Perawatan Persalinan
Memastikan bahwa tenaga kesehatan yang terlibat dalam proses persalinan
memiliki pengetahuan, kemampuan, dan alat-alat kesehatan untuk mendukung persalinan yang
aman; serta menjamin ketersediaan perawatan darurat bagi perempuan yang membutuhkan,
terkait kasus-kasus kehamilan berisiko dan komplikasi kehamilan.
4) Perawatan Postnatal
Memastikan bahwa perawatan pasca-persalinan diberikan kepada ibu dan bayi, seperti
bantuan terkait cara menyusui, layanan keluarga berencana, serta mengamati tanda-tanda
bahaya yang terlihat pada ibu dan anak.
5) Perawatan Post-aborsi
Mencegah terjadinya komplikasi, memastikan bahwa komplikasi aborsi terdeteksi
sejak dini dan ditangani dengan baik, membahas tentang permasalahan kesehatan reproduksi
lain yang dialami oleh pasien, serta memberikan layanan keluarga berencana jika dibutuhkan.
6) Kontrol Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS
Mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penularan IMS, HIV dan AIDS kepada
bayi; menghitung risiko infeksi di masa yang akan datang; menyediakan fasilitas konseling dan
tes IMS, HIV dan AIDS untuk mendorong upaya pencegahan; dan – jika memungkinkan –
memperluas upaya kontrol pada kasus-kasus transmisi IMS, HIV dan AIDS dari ibu ke
bayinya.
Program immunisasi lengkap merupakan salah satu program prioritas yang dinilai
sangat efektif untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi (AKB) akibat penyakit-
penyakit yang dapat dicegah oleh immunisasi. Indikator program imunisasi salah satunya
adalah Persentase Desa/Kelurahan yang mencapai “Universal Child Immunization” (UCI).
Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib
mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB dan atau
DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak.
DAFTAR PUSTAKA
Aeni, Nurul, (2013) ‘Risk Factor of Maternal Mortality’, Kantor Penelitian & Pengembangan
Kabupaten Pati, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(10), p.453-459
Diani, Heni., (2019) ‘GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG
RESIKO KEHAMILAN DI USIA DINI DI DESA HEULEUT KECAMATAN
KADIPATEN MAJALENGKA TAHUN 2019’, Kampus Stikes YPIB Majalengka,
8(16), page 65-78
Dinkes Kabupaten Majalengka, (2019) ‘Profil Kesehatan Kabupaten Majalengka Tahun 2019’,
Kemenkes RI
Dinkes Provinsi Jawa Barat, (2020) ‘Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2020’, Dinkes
Provinsi Jabar
Fitri, L., (2018) ‘Hubungan BBLR dan ASI eksklusif dengan kejadian stunting di Puskesmas
Lima Puluh Pekanbaru’, Jurnal Endurance, 3(1), p.131–137
Laksono, AD., Wulandari, RD., (2021) ‘Regional Disparities of Facility-Based Childbirth in
Indonesia’ Trends In the Sciences, 18(21), p.387
Novayanti LH., Armini Nw., Mauliku, J., (2021) ‘Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan
Kejadian Stunting pada Balita Umur 12-59 Bulan di Puskesmas Banjar I Tahun 2021’,
Jurnal Ilmiah Kebidanan, 9(2), p. 132-139
Policy Project. (2003). The Six Pillars of Safe Motherhood. Diakses pada tanggal 08 Oktober
2022
di http://www.policyproject.com/pubs/advocacy/MaternalHealth/AM_MH_16Sec3-
2.pdf.
Priyadi, dkk., (2013) ‘Pengaktifan Gerakan Sayang Ibu (GSI). Jurnal Inovasi dan
Kewirausahaan’, 2(1), 5-8.
Rachmadiani AP., Ali MS., Komariah C., (2018) ‘Risk Factors of Perinatal Death Age 0-28
Days at RSD dr. Soebandi Jember’, Journal of Agromedicine and Medical Sciences,
Vol. 4 No.2, p.60-65
Sampe, A., Claurita RT., dan Anung MM., (2020) ‘Hubungan Pemberian ASI Ekslusif dengan
Kejadian Stunting pada Balita’, Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), p.448-
455
WHO. (2004). Maternal Mortality Ratio. Diakses pada tanggal 08 Oktober
di http://www.who.int/healthinfo/statistics/indmaternalmortality/en/.
WHO. (2014). Maternal Mortality. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2022
di http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs348/en/.
Women & Children First. (2015). What is the Safe Motherhood Initiative. Diakses pada tanggal
08 Oktober 2022 di https://www.womenandchildrenfirst.org.uk/our-work/how-we-
do-it/34-maternal-mortality/264-what-is-the-safe-motherhood-initiative