Anda di halaman 1dari 8

Nama : Syifa Nurfadlilah Suhardi

NIM : I2A022009
Dosen : Dr. Arih Diyaning Intiasari, SKM, MPH
Mata Kuliah : Advokasi Kebijakan Kesehatan

Dokumen Rencana Aksi Advokasi (Advocacy Action)


Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Institusi Pendidikan.

Data & Riset terhadap Khalayak Sasaran


Indonesia termasuk negara dengan perokok tertinggi ketiga sebesar 53,7 juta orang
setelah China dan India (WHO, 2018). Menurut data Profil Kesehatan Ibu dan Anak, angka
perokok Indonesia pada tahun 2020 sebesar 28,69% (Saputra, R., 2020). Selain itu, berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 angka perokok anak usia 10-18 tahun adalah
9,1% atau sekitar 3,2 juta anak (Kemenkes, 2018). Hal tersebut menjadi sebuah masalah
terhadap pengaturan pengendalian rokok di Indonesia.
Peningkatan jumlah perokok aktif tersebut secara tidak langsung meningkatkan jumlah
perokok pasif yang menghirup asap rokok atau biasa disebut secondhand smoker. Berdasarkan
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menunjukkan bahwa 66,2% pelajar terpapar asap rokok
diruang publik tertutup (WHO, 2020). Perokok pasif di Indonesia masih menjadi masalah yang
cukup serius. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki resiko antara 50%-70%
terhadap epidemik global karena tembakau (Beyer, Lavelace, & Yunekli, 2001). Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada keraguan dan perbedaan pendapat
sedikitpun bahwa konsumsi rokok dapat membahayakan kesehatan. Konsumsi rokok
menyebabkan kerugian pada hampir semua organ tubuh manusia perokok aktif, perokok pasif
dan secara lebih luas pada kesehatan lingkungan.
Produk tembakau merupakan salah satu zat adiktif yang peredaran dan konsumsinya
harus dikendalikan. Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 115 ayat 1 dan 2
menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak
bermain, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lain yang ditetapkan adalah kawasan
tanpa rokok (KTR) serta pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa asap rokok di
wilayahnya. Hal ini bisa diartikan bahwa tempat-tempat yang dimaksudkan pada pasal tersebut
merupakan kawasan yang dilindungi oleh undang-undang yang dilarang penggunaan rokok
dalam segala bentuk. Ini merupakan bentuk komitmen negara untuk melindungi masyarakat
dari bahaya negatif paparan asap rokok dan upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih
sehat dan kuat (Undang-Undang Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009)
Untuk memperkuat pengamanan terhadap perokok pasif, pemerintah menerbitkan
Peraturan bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri no 7 tahun 2011
tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) serta Peraturan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan no 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan
Sekolah (Menkumham RI, 2011). Peraturan di atas juga didukung implementasinya oleh
daerah-daerah yang sudah memiliki Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok seperti
Perda Kabupaten Bogor No. 8 Tahun 2016, yang mana salah satu KTR yaitu tempat proses
belajar mengajar (Sekda Kab. Bogor, 2016).

Tujuan
1. Menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Institusi Pendidikan dari
tingkat SMP-Universitas.
2. Memperkuat kebijakan dan pengawasan terhadap penerapan dan perluasan Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) diwilayah institusi pendidikan

Sasaran & Target


Sasaran advokasi lebih diarahkan pada kelompok usia anak-anak, karena selain untuk
lebih menarik simpati atau perhatian terhadap efek berbahaya yang akan ditimbulkan dimasa
depan anak, diperkuat juga dengan data usia mulai merokok di Indonesia. Persentase perokok
berumur 15-19 tahun sempat meningkat pada 2020. Ada 10,61% penduduk umur 15-19 tahun
yang merokok pada 2020, naik dari 10,54% pada 2019. Mayoritas perokok Indonesia pertama
kali merokok pada usia 15-19 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia sekolah (SMP-
Kuliah). Menurut data Riset Kesehatan Dasar ada 52,1% perokok yang pertama kali merokok
pada umur 15-19 tahun. Sebuah studi Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) pada
2020 juga menunjukkan menjadi perokok pasif berdampak terhadap pertumbuhan berat badan
anak yang lebih rendah.

Identifikasi target yang dapat digunakan:


1. Anak usia sekolah mulai dari tingkat SMP, SMA, hingga Kuliah.
2. Para petinggi & pembuat kebijakan diwilayah Institusi Pendidikan seperti kepala &
wakil kepala sekolah beserta jajaran guru/tenaga akademis disekolah, rector & wakil
rector serta dekanat beserta jajaran dosen/tenaga akademisi diuniversitas.
Produk Hukum
Dalam instuksi Presiden RI No 1 Tahun 2017 tentang GERMAS tugas, fungsi, dan
kewenangan Bupati/Walikota salah satunya adalah melaksanakan kebijakan KTR untuk
mewujudkan Gerakan masyarakat hidup sehat. Saat ini sudah terdapat 245 peraturan tentang
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terdiri dari:
1. Provinsi : Perda Provinsi 9
Peraturan Gubernur 6
Instruksi Gubernur 1
2. Kabupaten/Kota : Perda Kab/Kota 104
Perbup/Perwal 99
SK Bup/Wali 8
Instruksi Bupati/Wali 7
SE Bupati/Wali 11

Pesan
Pesan dari aksi advokasi KTR di institusi Pendidikan adalah untuk menerapkan kebijakan
KTR diwilayah institusi pendidikan dengan pengawasan hukum yang baik. Pesan yang
disampaikan:
1. Mendorong pemerintah daerah untuk berkomitmen dalam menetapkan dan
mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dilingkungan Institusi
Pendidikan.
2. Memberikan kepercayaan mengenai penerapan KTR dilingkungan Institusi
Pendidikan akan memberikan kesan atau “image” Institusi Pendidikan tersebut
sebagai lembaga pendidikan yang baik;
3. Kegiatan merokok dan promosi produk tembakau dilingkungan pendidikan
merupakan tindakan melanggar UU.
4. Meningkatkan kesadaran untuk hidup sehat tanpa merokok,
5. Membudayakan sungkan merokok.

Penyampaian Pesan
Metode penyampaian pesan dapat dilakukan dengan audiensi secara langsung
mengenai landasan hukum untuk penerapan KTR dilingkungan pendidikan, seminar mengenai
kebijakan hukum tentang KTR dan dampak buruk dari merokok dan asap rokok, mobilisasi
dan deklarasi masa dengan aksi untuk penerapan kebijakan KTR dilingkungan institusi
peniddikan.
Upaya pengendalian tembakau juga jelas dengan KTR sebagai pengembangan dari
MPOWER adalah dengan memonitor penggunaan tembakau dan pencegahannya,
perlindungan terhadap asap rokok, mengoptimalkan dukungan untuk berhenti merokok,
masyarakat agar waspada terhadap bahaya tembakau, serta mengeliminasi iklan, promosi dan
sponsor terkait dengan tembakau. MPOWER dan KTR menuntut pendekatan peran serta
seluruh jajaran yang ada dilingkungan sekolah dan universitas. Advokasi, kemitraan dan
leadership perlu dilakukan untuk mendukung hal tersebut.

Strategi MPOWER:
M : Monitor konsumsi produk tembakau & pengendaliannya.
1. Penelitian oleh Badan Litbangkes dan para akademisi.
2. Review dan evaluasi oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
3. Pemantauan oleh LSM, ikatan profesi, pemerintah daerah, petinggi
institusi pendidikan dan masyarakat.

P : Perlindungan dari paparan asap rokok.


Pemerintah daerah wajib menerapkan KTR didaerahnya dengan memasang
baliho/pamphlet/media iklan lainnya diwilayah KTR. KTR diberlakukan pada:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan
2. Tempat proses belajar mengajar
3. Tempat bermain anak
4. Tempat ibadah
5. Angkutan umum
6. Tempat kerja
7. Tempat pelayanan umum
8. Dan Tempat lain yang ditetapkan sesuai undang-undang.

Perlindungan 100% bebas asap rokok, artinya:


1. Tidak ditemukan orang merokok didalam Gedung/ruangan tertutup;
2. Tidak ditemukan ruang merokok didalam gedung;
3. Tidak tercium bau rokok;
4. Tidak ditemukan puntung rokok;
5. Tidak ditemukan penjualan rokok;
6. Tidak ditemukan asbak atau korek api;
7. Tidak ditemukan iklan atau promosi rokok;
8. Ada tanda dilarang merokok;

O : Optimalkan dukungan & layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM).


Upaya Berhenti Merokok (UBM) merupakan sarana tindak lanjut dari
penerapan KTR didaerah. Dukungan dan layanan UBM dapat dilakukan dibeberapa
tempat, seperti:
1. Disekolah:
- Screening: screening pada anak sekolah kelas 4-6 untuk tingkat
SD, 7-9 untuk tingkat SMP dan 10-12 untuk tingkat SMA.
- Konseling: untuk membangun motivasi anak untuk tidak
merokok.
2. Fasyankes Tingkat Pertama:
- Konseling bagi perokok untuk membangun motivasi
- Menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
3. Fasyankes Rawat Tingkat Lanjut:
- Konseling lanjutan
- Pengobatan spesialistik

W : Waspadakan masyarakat akan bahaya konsumsi tembakau.


Pemerintah daerah memobilisasi dana daerah untuk meningkatkan Iklan
Layanan Masyarakat (ILM):
1. Mengembangkan iklan layanan masyarakat untuk memberikan informasi
yang jelas;
2. Mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan ILM baik melalui
media cetak dan elektronik lokal maupun media iklan luar gedung seperti
billboard dll.
3. Membudayakan kebiasaan hidup tanpa rokok

E : Eliminasi iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau.


Semakin meningkatnya “kesadaran” Pemerintah daerah “melarang atau
membatasi” iklan rokok melalui Peraturan yang ada didaerah akan semakin
meningkatkan penerapan dan perluasan Kawasan tanpa rokok. Sebagai contoh terdapat
3 Kabupaten/Kota yaitu Padang Panjang, Kulon Progo, dan Kota Bogor dan 1 Provinsi
yaitu DKI Jakarta yang telah membuat larangan iklan rokok luar gedung.

R : Raih kenaikan pajak & cukai tembakau.


Keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar
12% pada 2022 diharapkan dapat menjadi instrumen pengendalian konsumsi tembakau.
Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande
Putu Oka mengatakan kebijakan ini ditujukan demi mengendalikan konsumsi barang
yang berdampak negatif dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
sumber daya manusia (SDM).
Hal ini memicu maraknya peredaran rokok murah sehingga masyarakat
cenderung mudah beralih. Bertambah maraknya rokok murah berpeluang mengancam
target pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok, khususnya perokok anak.
Apalagi saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah prevalensi perokok
terbesar di Asia Tenggara.
Dalam simulasi cepat, selisih harga jual eceran Sigaret Kretek Mesin (SKM)
golongan tertinggi dengan golongan dibawahnya masih lebar. Dengan selisih yang
masih lebar tersebut konsumen akan cenderung dimudahkan untuk membeli rokok yang
lebih murah. Kebijakan tarif cukai rokok pada 2022 harus diperkuat dengan kebijakan
lainnya agar berdampak signifikan terhadap keberadaan rokok murah yang masih
menjamur.

Membangun Koalisi
Membangun Kerjasama dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan termasuk Lembaga
swadaya masyarakat seperti Lembaga perlindungan anak, Lembaga perlindungan konsumen,
dan organisasi profesi tenaga Kesehatan seperti IDI, Persakmi, dll), kader dari fasilitas
pelayanan kesehatan (kader program promosi kesehatan puskesmas, Dinkes), UKM
dilingkungan institusi pendidikan, juga memiliki peran untuk mambangun dukungan dan
menjamin kepatuhan terhadap peraturan; karenanya harus dilibatkan sebagai mitra aktif dalam
proses pengembangan, pelaksanaan dan penegakan hukum.
Penegakan Hukum (Kewajiban & Hukuman)
Kewajiban Hukuman
1) Kewajiban memasang tanda larangan 1) Denda.
merokok dipintu masuk dan tempat-tem UU/PERDA harus menetapkan denda
pat yang tepat untuk menunjukkan atau sanksi finansial bagi pelanggaran.
bahwa merokok adalah dilarang. Format Walaupun besarnya tergantung dari
dan isinya ditetapkan sacara seragam kepatutan disetiap daerah, tetapi
oleh pernerintah dan bisa ditanbahkan diperlukan pedoman untuk
nomor telepon untuk pengaduan mernutuskan besarannya, yang
pelanggaran, atau nama petugas terpenting adalah bahwa sanksi
setempat yang bisa dihubungi. finansial harus cukup besar untuk
Dibeberapa negara sekaligus dituliskan mencegah terjadinya pelanggaran,
rujukan peraturannya dan/atau besarnya kalau tidak, hanya akan diacuhkan atau
denda yang akan dikenakan, dianggap sebagai bagian dari biaya
2) Kewajiban untuk membuang asbak dari produksi.
lokasi Kawasan yaitu institusi Haruslah lebih besar pada pelaku usaha
pendidikan, daripada pada perokok dan harus lebih
3) Kewajiban untuk mensupervisi besar pula pada pelanggaran berulang,
pelaksanaan peraturan, serta diperlakukan sama dengan
4) Kewejiban untuk melakukan tindakan pelanggaran serius lainnya.
yang dibutuhkan pencegahen orang 2) Sanksi administrative
merokak dikawasan tersebut, mulal darl Disamping sanksi finansial,
menegur, meminta untuk keluar dari diberlakukan pula sanksi administratif
lokasi kawasan sampai dengan seperti melaporkan kepada orangtua
menghubungi otoritas penegak hukurn. siswa/mahasiswa, izin usaha untuk
UKM.
3) Sanksi criminal
Tergantung konteks dan kultur disetiap
daerah.

Monitoring & Evaluasi


Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
dukungan politis dan dukungan masyarakat, mendokumentasikan keberhasilan sebagai contoh
bagi daerah/negara lain, mengidentifikasi institusi pendidikan yang tidak mengindahkan
peraturan KTR dilingkungannya.
Luas dan kompleksitasnya tergantung dari ketersediaan kemampuan dan sumber daya
dimasing-masing lokasi, penting untuk memantau indikator pokok dari paparan asap rokok di
Institusi Penidikan. Agar murah, data dapat dikumpulkan bersamaan dengan supervisi rutin.
Ada 8 indikator proses dan dampak:
A. Proses: B. Dampak:
1) Pengetahuan dan dukungan terhadap 1) Pengurangan jumlah orang yang
kebijakan kawasan tanpa rokok di terpapar asap rokok orang lain
Institusi Pendidikan 2) Penurunan kadar asap rokok orang
2) Penegakan hukum dan tingkat lain
kepatuhan di Institusi Pendidikan. 3) Penurunan angka kesakitan dan
kematian karena paparan asap rokok
orang lain.
4) Pengurangan paparan asap rokok
orang lain dirumah pribadi.
5) Perubahan prevalensi merokok,
6) Dampak ekonomi kebijakan
Kawasan Tanpa Asap Rokok.

Contoh kegiatan evaluasi implementasi advokasi KTR di Sekolah yang telah


dilaksanakan:

Hasil review implementasi KTR di Sekolah menggunakan beberapa indicator di 67


Kabupaten/Kota. Berdasarkan asil terdapat 2 indikator yang capaian terimplementasikannya
masih rendah, yaitu indicator tanda, dan indicator punting. Maka diperlukan perbaikan
mengenai indicator tersebut dilingkungan sekolah untuk mencapai implementasi KTR yang
baik.

Anda mungkin juga menyukai