Oleh:
SYIFA NURFADLILAH SUHARDI
I2A022009
Luas daerah Kabupaten Majalengka adalah 1204,24 km² atau sekitar 2,71% dari luas
Propinsi Jawa Barat. Secara geografis, Kabupaten Majalengka terletak di bagian timur Provinsi
Jawa Barat pada posisi 108° 03’-108° 19 BT disebelah barat, 108° 12’-108° 25’ BT disebelah
timur, 6° 36’-6° 58’ LS disebelah utara, dan 6° 43’-7° 03’ LS disebelah selatan.
Menurut Data yang didapat dari Bappeda Majalengka, kondisi Geografis Majalengka
terbagi dalam 3 zona daerah yaitu daerah pegunungan dengan ketinggian 500-857 m diatas
permukaan laut dengan luas 482,02 km² atau 40,03 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten
Majalengka; daerah bergelombang/berbukit dengan ketinggian 50-500 m diatas permukaan
laut dengan luas 376,53 km² atau 31,27 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka
dan daerah daratan rendah dengan ketinggian 19-50 m diatas permukaan laut dengan luas
345,69 km² atau 28,70 % dari seluruh luas wilayah Kabupaten Majalengka.
Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 kecamatan yang dibagi atas sejumlah desa dan
kelurahan. Berdasarkan morfologinya, dataran rendah meliputi Kecamatan Kadipaten,
Panyingkiran, Dawuan, Kasokandel, Jatiwangi, Sumberjaya, Ligung, Jatitujuh, Kertajati,
Cigasong, Majalengka, Leuwimunding dan Palasah. Kemiringan tanah didaerah dataran rendah
ini antara 5%-8% dengan ketinggian antara 20-100 m diatas permukaan laut, kecuali di
Kecamatan Majalengka tersebar beberapa perbukitan rendah dengan kemiringan antara 15%-
25%. Daerah berbukit dan bergelombang meliputi Kecamatan Rajagaluh dan Sukahaji sebelah
Selatan, Kecamatan Maja, sebagian Kecamatan Majalengka. Kemiringan tanah didaerah ini
berkisar antara 15-40%, dengan ketinggian 300-700 diatas laut. Daerah perbukitan terjal
meliputi daerah sekitar Gunung Ciremai, sebagian kecil Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan
Argapura, Kecamatan Sindang, Kecamatan Talaga, sebagian Kecamatan Sindangwangi,
Kecamatan Cingambul, Kecamatan Banjaran, Kecamatan Bantarujeg, Kecamatan Malausma,
Kecamatan Lemahsugih dan Kecamatan Cikijing bagian Utara. Kemiringan didaerah ini
berkisar 25%- 40% dengan ketinggian antara 400-2000 m di atas permukaan laut.
Sebagian besar penduduk Majalengka adalah Suku Sunda dan bertutur menggunakan
Bahasa Sunda. Namun untuk wilayah Majalengka utara yang biasa disebut wilayah pekaleran
meliputi Kecamatan Jatitujuh, Ligung, Sumberjaya serta Desa Patuanan Kecamatan
Leuwimunding mayoritas adalah Suku Jawa dan bahasa yang digunakan adalah Bahasa
Cirebon. Sebagai wilayah yang dilalui oleh dua kebudayaan besar yaitu Sunda & Jawa maka
Kabupaten Majalengka memiliki 11 keragaman seni budaya yaitu Sampyong, Wayang Golek,
Gaok, Jaipong, Sintren, Kacapian, Tarling, Tari Topeng Klasik, Kuda Renggong, Gembyung
dan Goong Renteng.
Majalengka memiliki setidaknya 15 tempat tujuan wisata alam yang menarik, tempat-
tempat tersebut yaitu Curug Muara Jaya, Curug Sawer, Air Terjun Cibali, Air Terjun Cilutung,
Curug Tonjong, Situ Sangiang, Situ Janawi, Talaga Herang, Talaga Loa, Situ Cipanten, Situ
Cikuda, Situ Batu, Gunung Batu Tilu, Kebun The Cipasung, Pendakian Gunung Ciremai dan
Panorama Cikebo. Majalengka juga memiliki setidaknya 9 tempat tujuan wisata budaya.
Tempat-tempat tersebut yaitu Museum Talaga manggung, Rumah Adat Panjalin, Hutan
Lindung Patilasan Prabu Siliwangi, Makam Buyut Kyai Arsitem, 4 Makam Eyang
Natakusuma, Makam Buyut Israh, Sumur Sindu, Sumur, Dalem, Makam Pangeran
Muhammad.
Jumlah penduduk Desa Kulur sebanyak 4121 jiwa dengan kepadatan 0,34 jiwa/km².
Jenis mata pencaharian penduduk Desa kulur adalah petani dan/atau buruh tani, pengrajin,
pedagang, supir angkutan, buruh jasa, PNS, dan lain-lain. Namun mayoritas mata pencaharian
penduduk desa Kulur adalah petan, karena lahan sawah di desa Kulur masih sangat luas.
Lingkungan Desa Kulur masih sangat asri, hamparan sawah mengelilingi wilayah Desa Kulur.
Padi menjadi komoditas utama warga Desa Kulur, tanah yang subur membuat pertanian di
Desa Kulur bertahan dan menjadi mata pencaharian utama warganya. Ketika musim kemarau
biasanya para petani menanam jagung. Penanaman padi dan jagung ini membuat lahan
pertanian tak pernah kosong.
Mayoritas penduduk Desa Kulur beragama Islam, ini bisa terlihat dengan jumlah
tempat ibadah yaitu masjid berjumlah 6 dan mushola berjumlah 20. Walaupun mayoritas
beragama islam nilai lokalitas masih dijunjung tinggi, kita masih bisa menyaksikan kesenian
Gaok. Akulturasi budaya dengan agama membaur, contohnya ketika acara tujuh bulanan
diawali dengan acara keagamaan berupa tahlil, membaca Al-Quran, atau marhabanan
dilanjutkan dengan pertunjukan budaya lokal berupa kesenian Gaok.
Selain memiliki lahan sawah yang subur, Desa Kulur memiliki kesenian yang sampai
sekarang masih terjaga yaitu kesenian “Gaok”. Kesenian Gaok apabila diamanati dalam cara
penampilannya merupakan seni tradisional yang telah mengalami sinkretisme antara nilai-nilai
budaya etnis Sunda buhun dan budaya bernuansa Islam yang dibawa dari Cirebon. Misalnya
dapat diamati ketika dalam pertunjukan selalu diawali dengan bahasa Sunda tetapi gayanya
terkadang seperti orang yang sedang mengumandangkan adzan, kemudian busana yang
dikenakan para pemainnya busana khas Sunda. Kesenian tradisional Gaok mulai ada dan
berkembang di Majalengka diperkirakan setelah masuknya agama Islam di wilayah Kabupaten
Majalengka yaitu sekitar abad ke 15 pada saat pangeran Muhammad berusaha menyebarkan
ajaran Islam, yang dilaksanakan sebagai upaya dakwah Islam.
Kesenian Gaok termasuk seni sastra jenis “mamacan” (membaca teks) atau juga bisa
disebut wawacan yang merupakan singkatan dari wawar nu ka anu acan (memberitahu kepada
yang belum mengetahui). Kesenian ini ditampilkan pada acara sunatan, nikahan, ngayun,
babarit pare, tingkeban, dan lainnya. Kesenian Gaok di Desa Kulur masih dilestarikan sampai
sekarang.