Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LATIHAN PENGOLAHAN ES KRIM DAUN KELOR


SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA DI
DUSUN MONTONG BUWUH, MENINTING

Dosen Pembimbing: EKA ADITHIA PRATIWI Ners, M. Kep.

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang Maha
Pemurah dan Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan
Rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan proposal
penyuluhan kesehatan “Latihan Pengolahan Es Krim Daun Kelor Sebagai
Upaya Pencegahan Stunting Pada Balita” tepat pada waktunya.
Penyusunan proposal penyuluhan kesehatan sudah kami lakukan
semaksimal mungkin dengan dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa
memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu kami pun tidak lupa
mengucapkan terima kasih dari berbagai pihak yang sudah membantu kami
dalam rangka menyelesaikan proposal penyuluhan kesehatan ini.
Tetapi tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa dalam
proposal penyuluhan kesehatan ini masih terdapat banyak kekurangan baik
dari segi penyusunan bahasa serta aspek- aspek lainnya. Maka dari itu, dengan
lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang
ingin memberikan kritik ataupun sarannya demi penyempurnaan proposal
penyuluhan kesehatan ini.
Akhirnya penyusun sangat berharap semoga dari proposal penyuluhan
kesehatan yang sederhana ini bisa bermanfaat dan juga besar keinginan kami
bisa menginspirasi para pembaca untuk mengangkat berbagai permasalah
lainnya yang masih berhubungan pada proposal penyuluhan kesehatan
berikutnya.

Mataram, 12 Mei 2023


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stunting adalah permasalahan gizi krosnis yang disebabkan kurangnya
asupan gizi dalam rentang waktu yang lama karena asupan makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi (Junaidi, Hakim, & Elmas, 2020). Stunting
(Kerdil) pada anak mencerminkan kondisi kegagalan pertumbuhan pada anak
usia di bawah 5 tahun akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
menjadi pendek untuk usianya. Salah satu penyebab stunting adalah kurangnya
akses rumah tangga/keluarga terhadap makanan bergizi. Stunting dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan kemiskinan antar
generasi.
World Health Organization dalam laporan tahun 2022 menunjukkan
bahwa secara global, terdapat 149,2 juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami
stunting, 45,4 juta kurus, dan 38,9 juta kelebihan berat badan. Jumlah anak
dengan stunting menurun di semua wilayah kecuali Afrika. Di wilayah Asia
Tenggara dan Wilayah Afrika terdapat 51 juta anak-anak di bawah usia 5 tahun
mengalami kekurangan berat badan (Kurus), 151 juta anak di bawah usia lima
tahun lainnya mengalami stunting, dengan tiga perempat dari anak-anak
tersebut tinggal di Asia dan Afrika (World Health Organization, 2022).
Berdasarkan hasil Survei Badan Pusat Statistik (2022), jumlah balita di
Indonesia mencapai 30,73 juta jiwa dari jumlah penduduk di Indonesia, atas
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 di Indonesia menunjukkan
prevalensi stunting secara nasional adalah 30,8% dengan rincian sangat pendek
11,5% dan pendek 19,3%. Pada tahun 2018, terdapat 18 propinsi dengan
prevalensi stunting di atas nasional, tertinggi pada provinsi Nusa Tenggara
Timur (42,6%). Hasil pelaksanaan Survei Status Gizi Indonesia tahun 2019
menunjukkan prevalensi stunting secara nasional sebesar 27,7% dengan rincian
19,4% pendek dan 8,3% sangat pendek. Pada tahun 2021 hasil pelaksanaan
Survei Status Gizi Indonesia prevalensi stunting secara nasional turun menjadi
24,4% dengan rincian 19% pendek dan 5,4% sangat pendek. Berdasarkan
Survei Status Gizi Indonesia (SSGI, 2022) mengatakan bahwa pravelensi balita
stunting di Indonesia mengalami penurunan 21,6%.
Berdasarkan data Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2018)
menginformasikan bahwa angka kejadian stunting secara nasional rata-rata
sebesar 30,8%, di NTB sebesar 33,49%. Tingginya angka kejadian stunting dan
gizi buruk tersebut menunjukkan bahwa kondisi kesehatan balita di NTB
sangat memprihatinkan dan diperlukan perhatian yang serius karena akan
berimbas pada kualitas generasi penerus dan kesehatan masyarakat secara
keseluruhan. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa 1 (satu) dari 3 (tiga)
anak di NTB rentan mengalami stunting dan gizi buruk ( Asmawatui, et al,
2021). Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI, 2021) mengatakan
bahwa angka stunting di NTB yaitu sebesar 19,23%, sedangkan pada tahun
2022 angka stunting di NTB mengalami kenaikan menjadi 19,2%. (Dinas
Kesehatan Provinsi NTB 2022)
Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting yang
cukup tinggi dan Kabupaten Lombok Barat (KLB) merupakan salah satu
daerah dengan prevalensi stunting yang tinggi. Data tahun 2020 menunjukkan
daerah ini memiliki 16 lokasi desa stunting. Dari data balita puskesmas
Meninting, Dusun Kongok 5 dari 32 anakmengalami stunting. Berdasarkan
survei status gizi di Puskesmas Meninting, Dusun Kongok mengatakan bahwa
angka stunting di Dusun Meninting sebesar 15,62% (Puskesmas Meninting,
Dusun Kongok, 2023).
Diperoleh dari data status gizi tersebut, kami memilih lokasi di
Meninting sebagai tempat untuk melakukan promosi kesehatan yang bertujuan
untuk melatih dan memberikan pengetahuan kepada pererta mengenai stunting
dan cara pengolahan es krim daun kelor sebagai upaya pencegahan stunting
pada balita.
Stunting ini merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di
dusun Batu Layar, dan upaya penanganan serta pencegahan terjadinya stunting
tetap terus dilakukan seperti salah satunya dengan melakukan penyuluhan
kesehatan terkait edukasi pencegahan stunting. Sehingga diharapkan bahwa
orang tua balita mampu mendeteksi secara dini terjadinya stunting.
Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penyuluhan kesehatan
berupa peberian edukasi serta pelatihan pembuatan es krim daun kelor sebagai
upaya pencegahan stunting pada balita.
Daun kelor dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein dan kalsium
yang potensial untuk mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil karena mengandung
protein 3 kali lebih tinggi dari susu bubuk fullcream atau 9 kali protein yogurt
dan kalsium 17 kali lebih tinggi dibandingkan kalsium pada susu (Kholis dan
Hadi, 2010). Kelor dapat diolah menjadi tepung yang dapat digunakan sebagai
bahan fortifikan untuk mencukupi gizi pada berbagai produk pangan (Aminah
et al., 2015).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan data Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2018)
menginformasikan bahwa angka kejadian stunting secara nasional rata-rata
sebesar 30,8%, di NTB sebesar 33,49%. Tingginya angka kejadian stunting dan
gizi buruk tersebut menunjukkan bahwa kondisi kesehatan balita di NTB
sangat memprihatinkan dan diperlukan perhatian yang serius karena akan
berimbas pada kualitas generasi penerus dan kesehatan masyarakat secara
keseluruhan. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa 1 (satu) dari 3 (tiga)
anak di NTB rentan mengalami stunting dan gizi buruk ( Asmawatui, et al,
2021). Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI, 2021) mengatakan
bahwa angka stunting di NTB yaitu sebesar 19,23%, sedangkan pada tahun
2022 angka stunting di NTB mengalami kenaikan menjadi 19,2%. (Dinas
Kesehatan Provinsi NTB 2022)
Diperoleh dari data status gizi tersebut, kami memilih lokasi di
Meninting sebagai tempat untuk melakukan promosi kesehatan yang bertujuan
untuk melatih dan memberikan pengetahuan kepada pererta mengenai stunting
dan cara pengolahan es krim daun kelor sebagai upaya pencegahan stunting
pada balita.

1.3 TUJUAN
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas,
maka tujuan yang akan dicapai adalah teridentifikasinya pengetahuan orang
tua dan kader mengenai pencegahan stunting pada balita dengan menggunakan
es krim daun kelor sebanyak 80%.

1.4 MANFAAT
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kader dan
orang tua di Dusun Montong Buwuh, Kecamatan Meninting untuk memahami
dan melakukan pembuatan es krim daun kelor secara mandiri.
BAB II
SOLUSI PERMASALAHAN
A. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding
tinggi badan orang lain pada umunya (yang seusia). Stunted (short stature) atau
tinggi/panjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator
malnutrisi kronik yang menggambarkan riwayat kurang gizi balita dalam
jangka waktu lama (Sudargo, 2010).
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya.
Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2 tahun, di mana
keadaan gizi ibu dan anak merupakan faktor penting dari pertumbuhan anak.
Periode 0-24 bulan usia anak merupakan periode yang menentukan
kualitas kehidupan sehingga disebut dengan periode emas. Periode ini
merupakan periode yang sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap
bayi masa ini bersifat permanen, tidak dapat dikoreksi. Diperlukan pemenuhan
gizi adekuat usia ini.
Mengingat dampak yang ditimbulkan masalah gizi ini dalam jangka
pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Jangka panjang
akibat dapat menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, dan
menurunnya kekebalan tubuh (Branca F, Ferrari M,2002;Black dkk, 2008).
B. Pengukuran Status Stunting Dengan Antropometri PB/U atau TB/U
Panjang badan menurut umur atau umur merupakan pengukuran
antropometri untuk status stunting. Panjang badan merupakan antropometri
yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal,
panjang badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan
panjang badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi
terhadap panjang badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
Pengukuran tinggi badan harus disertai pencatatan usia (TB/U).
Tinggi badan diukur dengan menggunakan alat ukur tinggi stadiometer
Holtain/mikrotoice (bagi yang bisa berdiri) atau baby length board (bagi balita
yang belum bisa berdiri). Stadiometer holtain/mikrotoice terpasang di dinding
dengan petunjuk kepala yang dapat digerakkan dalam posisi horizontal.
Alat tersebut juga memiliki jarum petunjuk tinggi dan ada papan
tempat kaki. Alat tersebut cukup mahal, sehingga dapat diganti dengan meter
stick yang digantung di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digeralkan
secara horizontal. Stick pada petunjuk kepala diisertai dengan skala dalam cm
(Suand, 2010). Kategori dan ambang batas status stunting balita berdasarkan
PB/U, menurut PMK NO 2 TAHUN 2020

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas


(Z-Score)
Panjang Badan atau Sangat Pendek (sevelery <-3 SD
Tinggi Badan stunted)
menurut Umur (PB/U Pendek (stunted) -3 SD sd <- 2 SD
atau TB/U) anak Normal -2 SD sd + 3SD
usia 0-60 bulan Tinggi² >+ 3 SD

C. Ciri-ciri Anak Stunting


Agar dapat mengetahui kejadian stunting pada anak maka perlu
diketahui ciri-ciri anak yang mengalami stunting sehingga jika anak
mengalami stunting dapat ditangani sesegera mungkin.
a. Tanda pubertas terlambat
b. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak
melakukaneye contact
c. Pertumbuhan terhambat
d. Wajah tampak lebih muda dari usianya
e. Pertumbuhan gigi terlambat
f. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
D. Dampak Buruk yang dapat Ditimbulkan Oleh Stunting
a. Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan,
gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
b. Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua.
Pertumbuhan stunting yang terjadi pada usia dini dapat berlanjut dan
berisiko untuk tumbuh pendek pada usia remaja. Anak yang tumbuh pendek
pada usia dini (0-2 tahun) dan tetap pendek pada usia 4-6 tahun memiliki
risiko 27 kali untuk tetap pendek sebelum memasuki usia pubertas; sebaliknya
anak yang tumbuh normal pada usia dini dapat mengalami growth faltering
pada usia 4-6 tahun memiliki risiko 14 kali tumbuh pendek pada usia pra-
pubertas. Oleh karena itu, intervensi untuk mencegah pertumbuhan Stunting
masih tetap dibutuhkan bahkan setelah melampaui 1000 HPK (Aryastami,
N.K, 2015).
Efek sisa pertumbuhan anak pada usia dini terbawa hingga usia pra-
pubertas. Peluang kejar tumbuh melampaui usia dini masih ada meskipun
kecil. Ada hubungan kondisi pertumbuhan (berat badan lahir, status sosial
ekonomi) usia dini terhadap pertumbuhan pada anak usia 9 tahun. Anak yang
tumbuh normal dan mampu mengejar pertumbuhannya setelah usia dini 80%
tumbuh normal pada usia pra-pubertas (McGovern ME, 2012).

E. Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Stunting pada Balita


Stunting merefleksikan gangguan pertumbuhan sebagai dampak dari
rendahnya status gizi dan kesehatan pada periode pre- dan post-natal.
UNICEF framework menjelaskan tentang faktor penyebab terjadinya
malnutrisi. Dua penyebab langsung stunting adalah faktor penyakit dan asupan
zat gizi. Kedua faktor ini berhubungan dengan faktor pola asuh, akses
terhadap makanan, akses terhadap layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan.
Namun, penyebab dasar dari semua ini adalah terdapat pada level individu dan
rumah tangga tersebut, seperti tinggkat pendidikan, pendapatan rumahtangga.
Banyak penelitian cross-sectional menemukan hubungan yang erat antara
tingkat pendidikan ibu dengan status gizi anak (Bloem MW, de Pee S, Hop
LT, Khan NC, Laillou A, Minarto,et al., 2013).
Menurut WHO (2013) membagi penyebab terjadinya stunting pada anak
menjadi 4 kategori besar yaitu faktorkeluarga dan rumah tangga, makanan
tambahan/komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor
keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor
lingkungan rumah.
Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,
kehamilan, dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilah pada
usia remaja, kesehatan mental, intrauterine growth restriction (IUGR) dan
kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi. Faktor
lingkungan rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat,
perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak adekuat, akses dan
ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang
tidak sesuai, edukasi pengasuh yang rendah (WHO, 2013).
a. Faktor keluarga dan rumah tangga
Faktor maternal, dapat disebabkan karena nutrisi yang buruk selama
prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi
perawakan ibu yang pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa,
IUGR dan persalinan prematur, jarak persalinan yang dekat, dan
hipertensi. Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan
aktivitas yang tidak adekuat, penerapan asuhan yang buruk,
ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang tidak tepat, rendahnya
edukasi pengasuh.
b. Complementary feedingyang tidak adekuat
Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak yang
bergizi sering disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pengenalan
dan pemberian MPASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk
maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak.
Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI
untuk mencegah kekurangan gizi.
Untuk memperolehnya perlu ditambahkan vitamin dan mineral (variasi
bahan makanan) karena tidak ada makanan yang cukup untuk kebutuhan
bayi. Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang
buruk, kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari
pangan hewani, kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan energi
pada complementary foods.
Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian
makan yang jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan
setelah sakit, konsistensi pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan
yang tidak mencukupi, pemberian makan yang tidak berespon. Makanan
tambahan yang diberikan berupa makan lumat yang bisa dibuat sendiri
berupa bubur tepung atau bubur beras ditambah lauk pauk, sayur, dan
buah, sehingga perlu pengetahuan gizi yang baik (Dekkar, 2010).
Konsumsi makanan bagi setiap orang terutama balita umur 1-2 tahun
harus selalu memenuhi kebutuhan. Konsumsi makanan yang kurang akan
menyebabkan ketidakseimbangan proses metabolisme di dalam tubuh, bila
hal ini terjadi terus menerus akan terjadi gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
c. Beberapa masalah dalam pemberian ASI
Rendahnya kesadaran Ibu akan pentingnya memberikan ASI pada
balitanya dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang kesehatan dan sosio-
kultural, terbatasnya petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan,
tradisi daerah berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI
yang terlalu dini, dan tidak lancarnya ASI setelah melahirkan (BPS
Ketapang, 2016).
Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi delayed
initiation, tidak menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi
ASI. Sebuah penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu
(delayed initiation) akan meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif
didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi makanan maupun
minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI.
d. Infeksi
Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat dan
penyakit. Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh perbedaan antara
jumlah zat gizi yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari terlalu
sedikit mengkonsumsi makanan atau mengalami infeksi, yang
meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi, mengurangi nafsu makan,
atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus.
Kenyataannya, malnutrisi dan infeksi sering terjadi pada saat
bersamaan.Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan
infeksi dapat menyebabkan malnutrisi yang mengarahkan ke lingkaran
setan. Anak kurang gizi, yang daya tahan terhadap penyakitnya rendah,
jatuh sakit dan akan menjadi semakin kurang gizi, sehingga mengurangi
kapasitasnya untuk melawan penyakit dan sebagainya. Ini disebut jugai
nfection malnutrition (Maxwell, 2011).
e. Kelainan endokrin
Batubara (2010) menyebutkan terdapat beberapa penyebab perawakan
pendek diantaranya dapat berupa variasi normal, penyakit endokrin,
displasia skeletal, sindrom tertentu, penyakit kronis dan malnutrisi. Pada
dasarnya perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu variasi normal dan
keadaan patologis.
Kelainan endokrin dalam faktor penyebab terjadinya stunting
berhubungan dengan defisiensi GH, IGF- 1, hipotiroidisme, kelebihan
glukokortikoid, diabetes melitus, diabetes insipidus, rickets
hipopostamemia.
F. Kondisi yang Mempengaruhi Faktor Penyebab Stunting
a. Asupan Energi
Pemilihan dan konsumsi makanan yang baik akan berpengaruh pada
terpenuhinya kebutuhan gizi sehari-hari untuk menjalankan dan menjaga
fungsi normal tubuh. Sebaliknya, jika makanan yang dipilih dan dikonsumsi
tidak sesuai (baik kualitas maupun kuantitasnya), maka tubuh akan
kekurangan zat-zatgizi esensial tertentu (Almatsier, 2001).
b. Asupan Protein
Protein berfungsi sebagai penyedia energi, tetapi juga memiliki fungsi
esensial lainnya untuk menjamin pertumbuhan normal (Pipes, 1985). Sebagai
sumber energi, protein menyediakan 4 kkal energi per 1 gram protein, sama
dengan karbohidrat. Protein terdiri atas asam amino esensial dan non-esensial,
yang memiliki fungsi berbeda-beda. Protein mengatur kerja enzim dalam
tubuh, sehingga protein juga berfungsi sebagai zat pengatur.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menentukan besarnya kebutuhan gizi bagi seseorang
sehingga terdapat keterkaitan antara status gizi dan jenis kelamin (Apriadji,
1986). Perbedaan besarnya kebutuhan gizi tersebut dipengaruhi karena adanya
perbedaan komposisi tubuh antara laki- laki dan perempuan. Perempuan
memiliki lebih banyak jaringan lemak dan jaringan otot lebih sedikit daripada
laki- laki. Secara metabolik, otot lebih aktif jika dibandingkan dengan lemak,
sehingga secara proporsional otot akan memerlukan energi lebih tinggi
daipada lemak. Dengan demikian, laki- laki dan perempuan dengan tinggi
badan, berat badan dan umur yang sama memiliki komposisi tubuh yang
berbeda, sehingga kebutuhan energi dan gizinya juga akan berbeda (Almatsier,
2001).

d. Berat Lahir
Berat lahir dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu rendah dan normal.
Disebut dengan berat lahir rendah (BBLR) jika berat lahirnya < 2500 gram
(Kementrian Kesehatan, 2010). Dampak BBLR akan berlangsung antar
generasi. Seorang anak yang mengalami BBLR kelak juga akan mengalami
deficit pertumbuhan (ukuran antropometri yang kurang) di masa dewasanya.
e. Jumlah Anggota Rumah Tangga
Anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal
disuatu keluarga, baik berada di rumah pada saat pencacahan maupun
sementara tidak ada. Anggota keluarga yang telah bepergian 6 bulan atau
lebih, dan anggota keluarga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan pindah atau akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak
dianggap anggota keluarga. Orang yang telah tinggal di suatu keluarga 6 bulan
atau lebih, atau yang telah tinggal di suatu keluarga kurang dari 6 bulan tetapi
berniat menetap di keluarga tersebut, dianggap sebagai anggota keluarga
(BPS, 2004).
G. Upaya Pencegahan Stunting
Usia 0–2 tahun atau usia bawah tiga tahun (batita) merupakan periode
emas (golden age) untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, karena pada
masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Periode 1000 hari
pertama sering disebut window of opportunities atau periode emas ini
didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa janin sampai anak usia dua tahun
terjadi proses tumbuh-kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada
kelompok usia lain.
Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi dan
kesehatan pada usia dewasa. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya
pencegahan masalah stunting ini mengingat tingginya prevalensi stunting di
Indonesia. Pemerintah telah menetapkan kebijakan pencegahan stunting,
melalui Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Peningkatan Percepatan Gizi dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000
hari kehidupan, yaitu sevagai berikut:(Kemenkes RI, 2013).
a. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet
selama kehamilan
b. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil
c. Pemenuhan gizi
d. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
e. PemberianInisiasi Menyusu Dini(IMD)
f. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga usia
6 bulan
g. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi diatas
6 bulan hingga 2 tahun
h. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A
i. Penggunaan daun kelor untuk mengatasi malnutrisi
j. Pemantauan pertumbuhan balita di posyandu terdekat
k. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

H. Upaya pencegahan Stunting Pada Balita dengan Es Krim Daun Kelor


a. Pengertian Daun Kelor
Kelor (Moringa oleifera L.) merupakan tanaman yang tumbuh pada
dataran rendah maupun dataran tinggi hingga ketinggian ± 1000 dpl. Daun
kelor di Indonesia dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa tidak sedap selain
itu dapat digunakan sebagai pakan ternak karena dapat meningkatkan
perkembangbiakan ternak khususnya unggas serta daun kelor juga dapat
dijadikan obat-obatan dan penjernih air (Kurniasih, 2014).
Tanaman kelor merupakan tanaman yang mampu beradaptasi dan toleran
terhadap kondisi lingkungan sekitar sehingga mudah tumbuh dimana saja
walaupun dalam kondisi lingkungan ekstrim. Tanaman kelor dapat bertahan
dalam musim kering yang panjang dan tumbuh dengan baik di daerah dengan
curah hujan tahunan berkisar antara 250 sampai 1500 mm. Tanaman kelor
lebih suka tanah kering, lempung berpasir atau lempung, namun tidak
menutup kemungkinan tanaman kelor dapat hidup di tanah yang didominasi
tanah liat (Krisnadi, 2015).
Daun Kelor
Berdasarkan penelitian Nugraha (2013), klasifikasi tanaman
kelor adalah sebagai berikut :
Regnum : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Subclassis : Dialypetalae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Familia : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : Moringa oleifera
b. Kandungan Daun Kelor
Menurut Simbolan, et al, (2007) kandungan kimia yang dimiliki daun
kelor yaitu asam amino berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin,
leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan
methionin. Daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium,
kalsium, magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan,
zinc, dan besi. Sumber vitamin pada daun kelor beragam, seperti provitamin
A, vitamin B, Vitamin C, mineral dan zat besi.
Hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera L.) menjelaskan daun
kelor mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid,
saponin dan tanin yang juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri.
Komposisi dan konsentrasi senyawa fitokimia mengalami perubahan selama
pertumbuhan tanaman seperti daun yang lebih muda mempunyai kandungan
fitokimia paling tinggi dibandingkan dengan yang lain (Nugraha, 2013).
c. Manfaat Tanaman Kelor
Tanaman kelor secara utuh digunakan sebagai pembatas rumah atau
ladang di daerah pedesaan. Bagian lain dari tanaman kelor yang dapat
dimanfaatkan yaitu Akar kelor digunakan sebagai antilithic (pencegah
terbentuknya batu urine), rubefacient (obat bagi kulit merah), vesicant
(menghilangkan kutil), antifertilitas dan antiinflamasi (peradangan).
Batang kelor dimanfaatkan sebagai rubefacient dan vesicant yang dapat
digunakan untuk menyembuhkan penyakit mata, pengobatan pasien
mengigau, mencegah pembesaran limpa dan dapat menyembuhkan bisul.
Pemanfaatan getah kelor yang dicampur dengan minyak wijen digunakan
sebagai pereda sakit kepala, demam, keluhan usus, disentri, dan asma. Bunga
dari tanaman kelor juga dapat dimanfaatkan dalam penyembuhan radang,
penyakit otot, histeria, tumor, dan pembesaran limpa serta menurunkan
kolesterol (Krisnadi, 2014).
Fungsi daun kelor sendiri secara tradisional telah banyak diolah sebagai
sayur hingga dikembangkan menjadi produk pangan modern seperti tepung
kelor, kerupuk kelor, kue kelor, permen kelor dan teh daun kelor. Selain itu,
jika daun kelor tersebut dibuat ekstrak maka dapat berfungsi sebagai
antibakteri (Krisnadi, 2014).
d. Es Krim Daun Kelor
Es krim merupakan salah satu jenis makanan yang sangat digemari oleh
semua kalangan. Popularitas es krim semakin meningkat di negara-negara
yang beriklim tropis atau panas seperti di Indonesia.
Konsumsi es krim di Indonesia diperkirakan semakin meningkat seiring
dengan semakin banyaknya masyarakat yang menyukai es krim bahkan di
Indonesia semakin bermunculan pedagang-pedagang es krim yang
mengadopsi produk luar negeri, sehingga mengakibatkan pergeseran cita rasa
masyarakat tradisonal perlahan-lahan kurang diminati atau bahkan
ditinggalkan.
Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat melalui
proses pembekuan dan agitasi. Prinsipnya adalah membentuk rongga udara
pada campuran bahan es krim. Es krim bukan makanan yang baru, namun saat
ini keberadaan es krim sudah menjadi jajanan yang banyak dicari oleh
masyarakat baik oleh anak-anak maupun dewasa.
Namun, pada kenyataannya es krim tersebut banyak yang mengandung
bahan pengawet karena diproduksi secara masal oleh suatu pabrik sehingga
berbahaya bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, dilakukan inovasi supaya es
krim menjadi makanan sehat yang digemari semua kalangan. Dengan
menggunakan daun kelor berusaha menciptakan es krim yang sehat dan
bergizi.
Produk es krim kelor ini hadir sebagai salah satu solusi pilihan pangan
bagi masyarakat luas, khususnya penderita stunting yang merupakan masalah
kesehatan masyarakat. Penyebab langsung dari stunting adalah defisiensi
energi maupun protein yang berarti kurangnya konsumsi makanan yang
mengandung energi dan protein.
Ekstrak daun kelor mempunyai segudang manfaat, diantaranya dapat
meningkatkan pertumbuhan balita. Kandungan vitamin dan protein pada daun
kelor yang cukup tinggi tentu saja dapat dijadikan alternative salah satu
makanan tambahan. Cara konsumsi ekstrak daun kelor relative mudah yaitu
dapat dikonsumsi secara langsung maupun dicampur dengan makanan pokok
atau minuman seperti air putih atau jus buah. Mengkonsumsi ekstrak daun
kelor selama 30 hari dapat meningkatkan berat badan balita sebesar 0,420 kg
dengan prediksi sebesar 18,9% sedangkan 81,1% kemungkinan oleh faktor
lain. (Aminah,Ramdhan an Yanis,2015).
Pertumbuhan pada awal kehidupan membutuhkan protein dengan proporsi
yang tepat. Daun kelor merupakan salah satu bahan makanan nabati, sumber
protein. Masalah gizi masyarakat terkait dengan ketersediaan dan aksesibilitas
pangan penduduk (Badan Ketahanan Pangan, 2012). Pelatihan pembuatan es
krim daun kelor, alat dan bahan yang dibutuhkan yaitu:

a. Alat yang Diperlukan


1. Pisau
2. Panci
3. Spatula/pengaduk
4. Gelas ukur
5. Sendok
6. Baskom/ mangkuk
7. Lemari es
8. Timbangan
9. Blender
10. Saringan
11. Cup atau mangkuk tertutup untuk es krim yang sudah jadi
b. Bahan
1. Daun kelor 50 gram
2. 100ml air putih
3. Susu full krim 1000 ml
4. Tepung maizena 4 sdm
5. 1 butir telur
6. 200gr gula pasir
7. Vanilli
c. Proses Pembuatan Es Krim
 Daun kelor yang digunakan bisa daun kelor segar yag baru
dipetik. Apabila daun kelor segar maka daun kelor yang
masih muda dipetik dari tangkai daun pertama sampai
tangkai daun ketujuh yang masih hijau sebanyak 50gr,
selanjutnya daun kelor tersebut dicuci dengan air bersih lalu
dipetik dari tangkai daunnya, kemudian blender dengan
100ml. (Nina Herlina, L. Y. (2021).
 Kocok kuning telur hingga berbusa
 Panaskan susu cair dan gula dalam panci 3-5 menit
 Masukkan daun kelor yang sudah di blender dan kuning
telur, aduk hingga rata
 Tambahkan maizzena yang sudah diencerkan air 2sdm
untuk mengentalkan adonan es krim, aduk rata, masak
hingga mendidih
 Masukkan vanili ke dalam adonan yang sudah diaduk,
tunggu hingga mendidih
 Setelah mendidih matikan api, tunggu sampai adonan tidak
terlalu panas lalu tuangkan adonan es krim dalam gelas cup
es krim
 Masukkan es krim ke dalam lemari es sekitar 7 sampai 8
jam
 Es krim siap dihidangkan .
 Es krim daun kelor cukup di konsumsi 1-2 kali dalam
seminggu

I. Tujuan Latihan Pembuatan es krim daun kelor


Tujuan latihan pembuatan es krim daun kelor pada kader dan orang tua
yaitu untuk memberikan inovasi baru cara pengolahan daun kelor yang akan
disukai anak-anak dan juga bisa mencegah terjadinya stunting serta dapat
membantu memenuhi nutrisi anak.
J. Manfaat es krim daun kelor bagi balita
Manfaat es krim daun kelor bagi balita yaitu untuk pemenuhan gizi dan
untuk kesehatan anak-anak serta sebagai upaya untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh.
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. DESKRIPSI
Pelaksanaan observasi terkait Pendidikan Kesehatan tentang Latihan
Pembuatan Es Krim Daun Kelor Untuk Pencegahan Stunting Pada Balita
dilaksanakan pada:
Tema: Latihan Pembuatan Es Krim Daun Kelor Untuk Pencegahan Stunting
Pada Balita
Hari/Tanggal : 26 Juni 2023
Tempat : Dusun Montong Buwuh, Meninting
Nama: STIKES YARSI MATARAM
Sasaran : 35 orang
Jumlah Peserta Yang Hadir : 25 orang
Gambar 1 : Kerangka Pelaksanaan

B. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH


1. Memberikan materi tentang stunting
2. Menjelaskan bagaimana cara pencegahan stunting
3. Memberikan latihan pembuatan es krim daun kelor pada orang tua dan
kader

C. SUSUNAN ACARA
Adapun susunan acara kegiatan promosi dalam pelatihan pembuatan es krim daun
kelor untuk mencegah stunting pada balita. (terlampir)
D. BIAYA
Rincian biaya akan disajikan dalam Realisasi Anggara Belanja (terlampir).
BAB IV
HASIL DAN EVALUASI

A. ANALISIS PROSES DAN HASIL


a. Evaluasi Proses
1) Jumlah cakupan peserta yang hadir 25 orang dari 35 peserta
2) Ketepatan durasi waktu pelaksanaan dilakukan selama 45 menit
3) Sarana yang dipergunakan untuk penyuluhan berupa LCD, laptop,
leaflet,kuesioner dan powert point ( materi penyuluhan )
b. Evaluasi Pelaksanaan
1) Peserta antusias dan kooperatif mengikuti kegiatan penyuluhan
dengan mengajukan beberapa pertanyaan
2) Peserta antusias mencoba pembuatan es krim daun kelor
3) Lokasi kegiatan mudah dijangkau
4) Kegiatan dihadiri oleh petugas Posyandu/Pembimbing
5) Kurangnya pemahaman panitia tentang tupoksi masing- masing
sehingga tumpang tindih sehingga acara tidak sesuai rundown.
6) Panitia tidak melalukan role play sebelumnya sehingga pada saat
acara ada beberapa kekeliruan
c. Evaluasi Hasil
1) Peserta yang hadir berjumlah 25 orang
2) Keaktifan peserta dalam sesi tanya jawab
3) Peningkatan pengetahuan tentang stunting
4) Peserta mampu membuat es krim daun kelor secara mandiri
5) Pembuatan es krim cukup sampai selesai dimasak saja lalu di
simpan di freezer tanpa di mixer
Gambar 2 : Penyampaian Materi
Gambar 3 : Peserta
Gambar 4 : Dokumentasi Bersama Peserta

B. Penutup
Demikian Laporan Penanggung Jawaban ini disusun sebagai pedoman
operasional dalam penyelenggaraan kegiatan promosi kesehatan selanjutnya.
LAPORAN REALISASI ANGGARA BELANJA PROMOSI KESEHATAN
LATIHAN PEMBUATAN ES KRIM DAUN KELOR SEBAGAI UPAYA
PENVEGAHAN STUNTING PADA BALITA

C. ANGGARAN BIAYA
Adapun anggaran dalam kegiatan ini sebagai beikut:

NO SUMBER DANA PEMASUKAN PENGELUARAN


1 Kumpulan Anggota Rp. 650.000,00 Rp. 567.000,00
Total Sisa Rp. 650.000,00 – Rp. 589.000,00 = Rp. 61.000,00

1.1 Rincian Pengeluaran

NO NAMA BARANG VOLUME SATUAN JUMLAH


(Rp) (Rp)
1 Banner 2x1 Rp.55.000,00 1 rangkap Rp. 55.000,00
2 Leaflet Rp. 1.500,00 35 lembar Rp. 52.500,00
3 Konsumsi Rp. 5000,00 35 Kotak Rp. 175.000,00
4 Susu Fullcream Rp. 18.900,00 2 Liter Rp. 37.800,00
7 Telur Rp. 2500,00 2 butir Rp. 5000,00
Daun Kelor Rp. 1000,00 2 ikat Rp. 2000,00
8 Isi Amplop Rp. 50.000,00 1 pcs Rp. 50.000,00
9 Tepung Maizena Rp. 7.000,00 1 pcs Rp. 7.000,00
10 Vanilli Rp. 6.500,00 1 pcs Rp. 6.500,00
Total = Rp. 390.800,00
LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. RANCANGAN DAN JADWAL KEGIATAN


1. RUNDOWN

Hari/Tanggal Waktu Kegiatan Keterangan Pengisi


Senin, 26 Juni 15:00-15:30 Briefing Memberikan tugas serta
2023 panitia fungsi dari Acara
masingmasing panitia
15:30-16:00 Absensi Untuk mengecek
panitia kehadiran panitia dalam
Acara
kegiatan Promosi
Kesehatan
16.00-16:15 Registrasi Untuk mendata
peserta kehadiran peserta
Acara
kegiatan Promosi
Kesehatan
16:15-16:20 Pembukaan Untuk membuka Deni Wahyudi
acara jalannya acara Promosi Zirin
Kesehatan

16:20-16:35 Pengukuran Untuk mengetahui


status Apakah ada balita yang
stunting mengalami stunting
Kelompok 7
dengan
antropometri
PB/U / TB/U
Kamis, 2 16:35-17:10 Penyampaian Untuk menambah 1. Deni
Februari 2023 materi pengetahuan masyarakat Wahyudi
mengenai mengenai stunting dan Zirin
stunting cara pencegahannya 2. Elmi
dancara dengna memanfaatkan Nafisa
pencegahan daun kelor dan
dengan es mengolahnya menjadi es
krim daun krim yang disukai balita
kelor
17:10-17:15 Sesi Tanya Agar masyarakat lebih
jawab memahami apa yang Acara
telah disampaikan

17:30-17:35 Penutup Untuk menutup acara


Acara
promosi kesehatan
17:35-17:50 Foto bersama Dokumentasi kegiatan
Pdd
dan kenang-kenangan

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Aryastami, N.K. 2015. Pertumbuhan usia dini menentukan pertumbuhan usia pra-
pubertas (studi longitudinal IFLS 1993-1997-2000) [Longitudinal study,
secondary data analisys]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Atikah Rahayu. 2018. Study Guide –Stunting Dan Upaya Pencegahannya.
Yogyakarta: CV Main
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan . 2013. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Branca F, Ferrari M. Impact of micronutrient deficienies on growth: The stunting
syndrome. Ann Nutr Metab. 2002; 46(suppl 1): 8-17.
Dekkar, L.H., Plazas, M.M., Bylin, C.M.A dan Villamor, E. 2010. Stunting
assosiated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and respiratory
morbidity in Colombian schoolchildren. Food and Nutrition Bulletin. 31: 2
BAPPENAS RI. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka
Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000HPK); 2012. 1-8.
Maxwell, S. 2011. Module 5: Cause of Malnutrition. 2 : 41-47.
Pipes dan Cristine. 1985. Nutrition in infancy and childhood (3rd ed). United States
of America: Mosby St. Louis
Dr. Kurniasih Sukenti S.Si, M. R. (2019). Pemantauan Daun Kelor Menjadi Es
Krim Sebagai Inovasi Untuk Pencegahan Stunting. Mataram: Mataram
University Press.
Ninna Rohmawati, A. D. (2019). Es Krim Kelor :Produk Inovasi Sebagai Upaya
Pencegahan Stunting dalam 1000 hari Pertama Kehidupan. Penelitian, 20.
BAB IV LAMPIRAN

Kuantita
No. Jenis Barang Satuan Harga l Satuan Total
1. Konsumsi        
Konsumsi Peserta
Jajan kotak Rp. 5000,00 70 Buah Rp.350.000,00
Rp.120.000,00
Door prize Rp.40.000,00 4 Buah
Air Mineral Rp. 1 Dus Rp.
2. Kestari        
Print proposal dan Lemba
SAP Rp.500,00 150 r Rp.75.000,00
Lemba
Print Leaflet Rp.1.500,00 40 r Rp.60.000,00

3. Perlengkapan        
Microphone 0 2
Sound system 0 1
LCD 0 1
Cokrol 0 1

4. Pubdekdok        
Spanduk Rp.75.000,00 1 (2x1) Buah Rp.75.000,00

Jumlah Total Rp.680.000,00


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stunting adalah permasalahan gizi krosnis yang disebabkan
kurangnya asupan gizi dalam rentang waktu yang lama karena asupan
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi (Junaidi, Hakim, &
Elmas, 2020). Salah satu penyebab stunting adalah kurangnya akses rumah
tangga/keluarga terhadap makanan bergizi. Stunting dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan kemiskinan antar generasi.
Daun kelor dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein dan
kalsium yang potensial untuk mencukupi kebutuhan gizi ibu hamil karena
mengandung protein 3 kali lebih tinggi dari susu bubuk fullcream atau 9
kali protein yogurt dan kalsium 17 kali lebih tinggi dibandingkan kalsium
pada susu (Kholis dan Hadi, 2010). Kelor dapat diolah menjadi tepung
yang dapat digunakan sebagai bahan fortifikan untuk mencukupi gizi pada
berbagai produk pangan (Aminah et al., 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2001. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Aryastami, N.K. 2015. Pertumbuhan usia dini menentukan pertumbuhan usia
pra-pubertas (studi longitudinal IFLS 1993-1997-2000) [Longitudinal
study, secondary data analisys]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Atikah Rahayu. 2018. Study Guide –Stunting Dan Upaya Pencegahannya.
Yogyakarta: CV Main
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan . 2013. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
PMK NO.2 TAHUN 2020
Branca F, Ferrari M. Impact of micronutrient deficienies on growth: The
stunting syndrome. Ann Nutr Metab. 2002; 46(suppl 1): 8-17.
Dekkar, L.H., Plazas, M.M., Bylin, C.M.A dan Villamor, E. 2010. Stunting
assosiated with poor socioeconomic and maternal nutrition status and
respiratory morbidity in Colombian schoolchildren. Food and Nutrition
Bulletin. 31: 2
BAPPENAS RI. Pedoman Perencanaan Program Gerakan Sadar Gizi dalam
Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000HPK); 2012. 1-8.
Maxwell, S. 2011. Module 5: Cause of Malnutrition. 2 : 41-47.
Pipes dan Cristine. 1985. Nutrition in infancy and childhood (3rd ed). United
States of America: Mosby St. Louis
Dr. Kurniasih Sukenti S.Si, M. R. (2019). Pemantauan Daun Kelor Menjadi
Es Krim Sebagai Inovasi Untuk Pencegahan Stunting. Mataram: Mataram
University Press.
Nina Herlina, L. Y. (2021). PENGOLAHAN ES KRIM DAUN KELOR
SEBAGAI PENGUATAN EKONOMI MASYARAKAT SAAT
PANDEMI COVID-19 DI DESA BOJONGMENGGER KECAMATAN
CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS. ABDIMAS GALUH, VOLUME
3, NOMOR 2.
Ninna Rohmawati, A. D. (2019). Es Krim Kelor :Produk Inovasi Sebagai
Upaya Pencegahan Stunting dalam 1000 hari Pertama Kehidupan.
Penelitian, 20.
Karina Citra Rani, M. A.-K. (2019). MODUL PELATIHAN KANDUNGAN
NUTRISI TANAMAN KELOR. Dalam f. f. Ssurabaya, MODUL
PELATIHAN KANDUNGAN NUTRISI TANAMAN KELOR (hal. 20-31).
Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai