Anda di halaman 1dari 15

“KEJADIAN STUNTING PADA ANAK DI KAWASAN PESISIR DI

DESA WANGKOLABU KECAMATAN TOWEA”


Dosen pengampuh : Dr, Rahmawati, SKM. M.Kes

OLEH :

PUTRI FERDAYANTI
K202101012
D1

PROGRAM STUDI SI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
nya berupa kesehatan, kesempatan dan ilmu, sehingga “ Kejadian Stunting Pada Anak Di
Desa Wangkolabu Kecamatan Towea” saya ini dapat terselesaikan dalam waktu yang telah
ditentukan.
Semoga tugas yang telah saya selesaikan ini dapat dengan mudah dipahamai oleh
siapa saja yang membacanya. Jika ada kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan,
saya mohon maaf sebelumnya. Dan Jangan lupa, kami juga berharap komentar dan kritik
yang membangun akan membuat karya tulis menjadi lebih baik.

Penulis

Kendari, 24 juli 2023


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis...............................................................................................3
B. Tinjauan Empiris...............................................................................................4
BAB III PEMBAHASAN
A. Gejala dan Penyebab Stunting..........................................................................5
B. Pengetahuan ibu tentang stunting ....................................................................6
C. Solusi penyakit stunting pada bidang Kesmas..................................................8
D. Aplikasi Kesehatan untuk penyakit Stunting..................................................10
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN...............................................................................................11
B. SARAN...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu juga penentu keberhasilan
pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang
di masa ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,
karena itu sering disebut dengan golden age atau masa keemasan. Pada masa ini balita
membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih
banyak untuk tumbuh kembang optimal (Welassasih dan Wirjatmadi 2012).
Kejadian balita stunting atau pendek adalah salah satu kejadian masalah gizi
yang telah dialami oleh balita di dunia pada saat ini. Masalah gizi adalah hal yang
penting bagi kelangsungan hidup manusia. Gizi yang berdampak serius terhadap
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi salah satu masalah di
Indonesia. Masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia terutama
masalah pendek (stunting) pada balita. Stunting dapat terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi terutama pada saat 1000 hari pertama kehidupan (Hudoyo, 2018).
Stunting merupakan keadaan dimana pertumbuhan tinggi badan anak
tidak sesuai dengan usianya sebagai akibat dari kekurangan zat gizi dalam jangka
waktu yang lama.Stunting yang terjadi di awal kehidupan memiliki dampak yang
luas berupa peningkatan kejadian mortalitas, morbiditas, dan disabilitas yang
dalam jangka panjang dapat mempengaruhi tinggi badan saat dewasa,
kemampuan kognitif, produktivitas ekonomi, performa reproduktif, hingga
penyakit metabolik dan kardiovaskular. Meskipun kerusakan akibat stunting tidak
dapat diperbaiki (irreversible), stunting merupakan keadaan yang dapat dicegah
(preventable) .
Pada tahun 2020, 21.3% anak di dunia menderita stunting.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi stunting di
Indonesia yaitu 30,8% dengan 19,3% balita pendek dan 11,5% balita sangat
pendek.Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank)melaporkan jumlah
prevalensi stuntingpada balita di Indonesia merupakan yang tertingggi kedua di
Asia Tenggara dengan angka prevalensi mencapai 31,8% pada tahun 2020.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian
Kesehatan, prevalensi stunting pada balita di Indonesia tahun 2010 sebesar
35,6%, tahun 2013 sebesar 37,2%, dan pada tahun 2017 sebesar 29,6%.

Sementara itu, Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian


Kesehatan menunjukkan prevalensi stuntingbalita di Indonesia mencapai 24,4%
pada tahun 2021. Bahkan di beberapa provinsi di Indonesia, prevalensi
stuntingpadabalita masih berada diatas 30%. Provinsi dengan prevalensi stunting
tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Aceh. Sulawesi
Tenggara menempati urutan ke 5dengan total angka kejadian stunting mencapai
30,2%.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2022 merincikan angka stunting berdasarkan data per
kabupaten dan kota yang tertinggi berada di Buton Selatan sebesar 45,2% dan
terendah Kolaka Timur sebesar 23,0%. Sementara itu, angka kejadian stunting
di kota Kendari mencapai angka 24,0%. Di Muna sendiri angka stunting mencapai
30,08 %,
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja gejala dan penyabab stunting.?
2. Bagaimana pengetahuan ibu tentang stunting.?
3. Bagaimana solusi penyakit stunting pada bidang kesmas.?
4. Apa aplikasi Kesehatan yang berhubungan dengan stunting.?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gejala dan penyabab stunting
2. Untuk mengatahui seberapa banyak pengetahuan ibu tentang stunting.
3. Untuk mengetahui solusi penyakit stunting di bidang kesmas
4. Untuk mengetahui aplikasi yang dapat digunakan pada penyakit stunting
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. Definisi Stunting
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah
sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa (MCA Indonesia,
2014).
2. Gejala stunting

Gejala stunting seringkali tidak diperhatikan, karena anak diduga hanya


bertubuh pendek. Namun, gejala stunting umumnya sudah bisa terlihat saat anak
berusia 2 tahun.

Gejala yang menunjukkan anak stunting adalah:

 Badan anak lebih pendek dibandingkan standar tinggi badan anak


seusianya
 Berat badan anak bisa lebih rendah untuk anak seusianya
 Pertumbuhan tulang terhambat
 Mudah sakit
 Gangguan belajar
 Gangguan perkembangan

3. Penyebab stunting

Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi dalam jangka panjang


(kronis). Asupan gizi yang kurang ini dapat terjadi sejak bayi masih dalam
kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan gizi selama masa kehamilan.
Selain itu, anak yang kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi selama masa
pertumbuhannya juga bisa mengalami stunting.

4. Pengobatan stunting

Penanganan stunting dapat berupa pengobatan penyakit yang mendasari,


perbaikan gizi, pemberian suplemen, dan penerapan pola hidup bersih dan sehat.

5. Diagnosis Stunting

Pertama-tama, dokter akan menanyakan tentang asupan makanan anak,


riwayat menyusui, riwayat kehamilan dan persalinan, serta lingkungan tempat
tinggal anak. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk
melihat tanda-tanda stunting pada anak.

Dokter juga akan mengukur panjang atau tinggi badan anak, berat badan,
lingkar kepala dan lingkar lengan. Seorang anak dapat diduga menderita stunting
jika tinggi badannya berada di bawah garis merah (-2 SD) berdasarkan kurva
pertumbuhan WHO.

Namun pemeriksaan perlu dilakukan beberapa kali untuk memastikan apakah


anak mengalami stunting.

B. Tinjauan Teori Variabel Bebas


Stunting pada balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering
dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan
(KemenKes RI, 2013). Faktor utama penyebab stunting yaitu :
a. Asupan makanan
Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.
Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau
aktivitas manusia. Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi
dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau
menggunakan cadangan energi dalam tubuh. Namun kebiasaan meminjam ini
akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi
khususnya energi (Suhardjo, 2003)
b. Penyakit Infeksi
Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu gangguan
saluran pencernaan, yang membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan
kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi (Schmidt dan Charles, 2014).
Sebuah riset lain menemukan bahwa semakin sering seorang anak menderita
diare, maka semakin besar pula ancaman stunting untuknya (Cairncross dan
Sandy, 2013). Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera makan mereka pun
berkurang, sehingga asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan sel otak
yang seharusnya sangat pesat dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi
terhambat. Dampaknya, anak tersebut terancam menderita stunting, yang
mengakibatkan pertumbuhan mental dan fisiknya terganggu, sehingga
potensinya tak dapat berkembang dengan maksimal (MCA Indonesia, 2015).
c. Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi
saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan
zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit
dan mengalami gangguan pertumbuhan (Supariasa, et.al., 2013).
BAB III
HASIL PEMBAHASAN
A. Gejala dan penyebab Stunting
1. Gejala stunting

Gejala stunting seringkali tidak diperhatikan, karena anak diduga hanya


bertubuh pendek. Namun, gejala stunting umumnya sudah bisa terlihat saat anak
berusia 2 tahun.

Gejala yang menunjukkan anak stunting adalah:

 Badan anak lebih pendek dibandingkan standar tinggi badan anak


seusianya
 Berat badan anak bisa lebih rendah untuk anak seusianya
 Pertumbuhan tulang terhambat
 Mudah sakit
 Gangguan belajar
 Gangguan perkembangan

2. Penyebab stunting

Penyebab utama stunting adalah kekurangan gizi dalam jangka panjang


(kronis). Asupan gizi yang kurang ini dapat terjadi sejak bayi masih dalam
kandungan karena ibu tidak mencukupi kebutuhan gizi selama masa kehamilan.

Selain itu, anak yang kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi selama masa
pertumbuhannya juga bisa mengalami stunting.

C. Pengetahuan ibu tentang stunting


Berdasarkani hasil survei peneliti lakukan di Desa Wangkolabu didapatkan
bahwa jumlah balita keseluruhan sebanyak 30 anak. Peneliti melakukan wawancara
terhadap 10 ibu balita terkait tentang stunting di dapatkan sebanyak 8 (80%) orang di
antaranya mengungkapkan kurang mengetahui tentang stunting, selain itu dari hasil
wawancara dengan 2 orang ibu balita, ibu balita mengetahui tentang stunting, tetapi
ibu balita hanya mengetahui istilah stunting saja dan tidak mengetahui penyebab
maupun penanggulangannya. Berdasarkan uraian diatas, perlu adanyai edukasi pada
pengetahuan tentang stunting untuk mencegah sejak dini kejadian stunting.
1. Karakteristik Responden
a. Usia
Hasil penelitiani menunjukan bahwa umur responden sebagian besar
berada pada kategorii 26-35 tahun yaitu sebanyaki 7 responden (70%).
Menurut asumsi peneliti usia menjadi salah satu karakteristik responden yang
dapat memengaruhi atau indikator pengalaman yang dimiliki. Usia akan
memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.semakini tua
umur dari responden maka pengalaman dan informasi yang didapatpun akan
semakin banyak, sehingga akan memiliki tingkat pengetahuan yang semakini
baik pula. Selain itu, semakin bertambah usia seseorangi juga akan
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnyai, sehinggai akani semakini
bijaksana. Disisi lain, meskipun saat semakin cukupi usia tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Peneliti berpendapat bahwa responden yang digunakan dalam
penelitian ini lebih banyak pada usia dewasa awal, berdasarkan hasil sensus
2020 di Indonesia didapatkan bahwa usia dewasa awal merupakan usia yang
mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak dibandingkan dengan
kelompok usia yang laini sebanyak usia 25-29 tahun sebanyak 21.577. 605
penduduk dan usia 30-34 tahun didapatkan sebanyak 21.123.845 penduduk.
Berdasarkan hasil sensus tersebut peneliti berasumsi bahwa usia dewasa awal
mendominasi jumlah penduduk yang ada di Indonesia sehingga hasil dari
penelitian didapatkan jumlah yang terbanyak pada usia dewasa awal.
Berdasarkan hasil sensus kependudukan di Desa Wangkolabu didapatkan
bahwa jumlah keseluruhan penduduk 4396 penduduk dengan usia 18-56 tahun
didapatkan sebanyak 2572 penduduk.
b. Sumber Informasi
Sumber informasi yang didapatkan oleh responden paling dominan
dari media elektronik sebanyak 50 responden (66,7%). Berkembangnya
teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa. Berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan laini-lain sebagai
sarana komunikasi, mempunyaii dampak besari terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan orang (Puspadewi, 2013).
Sumber informasi sangat memengaruhi pengetahuan seseorang,
terutama di bidang kesehatan. Terbukti dari data diatas mayoritas responden
memeroleh sumber informasi dari media elektronik. Sumber informasi yang
berkaitan dengan media elektronik dan banyak digunakan saat ini yaitu dengan
menggunakan smartphone. Di lain sisi, penggunaan teknologi terutama
pengunaan smartphone, tablet dan sebagainya semakin meningkat.
Smartphone tidak lagi menjadi barang mewah karena harganya terjangkau dan
mudah diakses oleh masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
smartphone ini sangat berguna sekali bagi yang memilikinya, baik digunakan
untuk membantu pekerjaan kantor, bisnis, hobi, bahkan kegiatan ibadah.
Dengan smartphone, dunia seolah-olah tidak terbatas ruang dan waktu.
Segalanya dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun (Wilantika, 2016).
Peneliti berasumsi bahwa penggunaan smartphone lebih mudah
digunakan oleh para ibu dalam mengakses informasi tentang kesehatan
khususnya tentang stunting. Dari segi waktu, media elektronik juga akan lebih
cepat dalam menyebarkan berita ke masyarakat. Media elektronik mempunyai
audio visual yang mempermudah penggunanya untuk memahami berita, dan
dapat menjangkau masyarakat secara luas. Menurut Peneliti, Sumber informasi
yang di dapat oleh ibu juga akan lebih baik apabila petugas tenaga kesehatan
dapat lebih aktif memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu dan saling
bekerjasama dengan baik.
Menurut PerPres (2012) menjelaskan bahwa terselenggaranya kegiatan
penelitian dan pengembangan, dan penapisan teknologi dan produk teknologi
kesehatan yang ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi,
produk teknologi dan Teknologi Informasi (TI) kesehatan untuk mendukung
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang paling dominan dengan pendidikan
menengah sebanyak 7 responden (46,7%). Pendidikan adalah sebuah usaha
dalam meningkatkan kompetensi dalam maupun luar sekolah yang terjadi
sepanjang hidupnya.
Peneliti berasumsi bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
seorang ibu sebagian besar kategori menengah hal ini didukung bahwa di Desa
Wangkolabu Kecamatan Towea memiliki fasilitas pendidikan seperti SD
Negeri 1 Towea dan SMP Negeri 1 Towea, dengan adanya fasilitas tersebut
maka warga desa Wangkolabu sudah dibekali pendidikan sampai dengan
tingkat pendidikan dasar karena ketersediaan fasilatas pendidikan tersebut.
Pendidikan dasar meliputi pendidikan SD dan SMP atau sederajat sehingga
warga desa Wangkolabu akan mudah untuk melanjutkan ke pendidikan tingkat
menengah. Berdasarkan data dari Desa bahwa tingkat pendidikan penduduk
Desa Wangkolabu terdapat 70 orang yang tamat SMA/Sederajat.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmandiani et
al. (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa tingkat pendidikan ibu
dengan stunting yang paling dominan pada tingkat pendidikan SMP sebesar
66,4%. Rahmawati (2019) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ibu yang
memiliki anak dengan stunting didapatkan tingkat pendidikan SMA (65%).
D. Solusi penyakit stunting di bidang kesmas
Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi terutama pada saat 1000
HPK. Pemenuhan gizi dan pelayanan kesehatan pada ibu hamil perlu mendapat
perhatian untuk mencegah terjadinya stunting. Stunting akan berpengaruh terhadap
tingkat kecerdasan anak dan status kesehatan pada saat dewasa. Akibat kekurangan
gizi pada 1000 HPK bersifat permanen dan sulit untuk diperbaiki.
Penanggulangan Stunting menjadi tanggung jawab kita Bersama, tidak hanya
Pemerintah tetapi juga setiap keluarga Indonesia. Karena stunting dalam jangka
panjang berdampak buruk tidak hanya terhadap tumbuh kembang anak tetapi juga
terhadap perkembangan emosi yang berakibat pada kerugian ekonomi. Mulai dari
pemenuhan gizi yang baik selama 1000 hari pertama kehidupan anak hingga menjaga
lingkungan agar tetap bersih dan sehat.

Ada beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk penyakit stunting pada
bidang Kesmas di antaranya :
1. Edukasi berkelanjutan, misalnya setiap 6 bulan sekali untuk kader serta kegiatan
penguatan peran para tenaga kesehatan secara rutin terutama terkait stunting dan
tumbuh kembang anak sebagai upaya meningkatkan pengetahuan serta
keterampilan tenaga kesehatan.
2. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara rutin oleh pihak puskesmas
terhadap para tenaga kesehatan dalam pelaksanaan penimbangan, deteksi status
gizi maupun deteksi serta stimulasi tumbuh kembang anak.
3. Optimalisasi pelaporan seperti cara pencatatan yang efektif dan jelas disertai hasil
interpretasi pengukuran serta kecepatan dalam penyerahan laporan hasil deteksi
dini tumbuh kembang anak serta status gizi dan deteksi stunting dari para tenaga
kesehatan kepada bidan desa setempat atau puskesmas.
4. Pemberian reward kepada tenaga kesehatan yang berperan aktif dalam melakukan
deteksi dini stunting serta deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang anak
sehingga dapat memotivasi tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan
performanya.
Demikian pentingnya peran tenaga kesehatan dalam meningkatkan
pengetahuan dan juga kemampuan masyarakat mendeteksi stunting, sehingga
berdampak baik pada perkembangan anak di usia balita. Kegiatan ini tentunya
perlu dukungan dari petugas kesehatan, pemerintah desa dan kelompok
masyarakat.
E. Aplikasi yang berhubungan dengan Stunting
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) sukses menciptakan aplikasi pemantau
perkembangan anak, yang ditujukan untuk membantu mengatasi persoalan stunting.
Aplikasi berbasis android ini dibuat oleh tiga mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat (FKM), yaitu Audrey Hanifa Putri (2020), Anindya Nuzhmi Zharifa
(2020), dan Nadira Yuthie Salwa (2020).
Aplikasi ini dinamai “Sakti”, akronim dari Stunting Dapat Kita Atasi. Sakti
adalah aplikasi yang dapat berperan layaknya ahli, yaitu membaca indikator-indikator
yang ada pada bayi, lalu menyimpulkannya sebagai sebuah gejala tertentu dan
memberikan rekomendasi tindakan yang diperlukan. Sakti dapat di-setting untuk
berbagai kelompok pengguna, yaitu orang tua, anak, atau kader Posyandu.
aplikasi ini secara pintar dapat menganalisis indikator balita berdasarkan
input-input yang dimasukkan. Dengan cara ini, semua orang dapat mengontrol
perkembangan balita di sekitarnya, bukan hanya tenaga kesehatan. “Melalui aplikasi
ini, Pemerintah dapat memantau tumbuh kembang, asupan gizi, serta pola asuh yang
diterapkan masyarakat,”
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak yang mengalami stunting maupun status gizi kurang, secara langsung
akan berpengaruh pada perkembangan motorik anak yang menyebabkan
terganggunya proses tumbuh kembang dan terlambatnya perkembangan motorik. Zat
gizi memegang peranan penting dalam dua tahun pertama kehidupan. Pertumbuhan
dan perkembangan sel-sel otak memerlukan zat gizi yang adekuat. Dengan keadaan
tersebut bahwasannya pada batita stunting usia 1-3 tahun memerlukan perhatian
khusus dalam pengendlian gizi guna untuk memperhatikan perkembangan
motoriknya, karena dalam perkembangan motorik batita usia 1-3 tahun dengan
stunting dipengaruhi zat gizi yang memegang peranan penting dalam dua tahun
pertama kehidupan
B. SARAN
1. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan dapat menambah referensi dan dapat
digunakan sebagai salah satu bacaan bagi peneliti selanjutnya untuk meningkatkan
pengetahuan gizi ibu.
2. Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan dapat menambah pengetahuan ibu tentang
gizi balita serta pentingnya asupan protein dan zink yang cukup agar dapat
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan anak.
3. Bagi petugas kesehatan di Desa Wangkolabu Kecamatan Towea, Kabupaten Muna
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai balita stunting
di Kecamatan Towea sehingga para petugas kesehatan dapat memantau dan
meminimalisir kejadian stunting di Kecamatan Towea.
4. Saran yang dapat saya berikan sebagai penulis agar masyarakat juga petugas
Kesehatan agar menginstal aplikasi “SAKTI”
DAFTAR PUSTAKA
Arsyati, A. M. (2019) ‘Pengaruh Penyuluhan Media Audiovisual Dalam
Pengetahuan Pencegahan Stunting Pada Ibu Hamil Di Desa Cibatok 2
Cibungbulang’, Promotor, 2(3), p. 182. doi: 10.32832/pro.v2i3.1935
Rahmawati, A. (2019) ‘Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orang Tua
tentang Stunting pada Balita’, Jurnal Ners dan Kebidanan (Journal of
Ners and Midwifery), 6(3), pp. 389–395. doi:
10.26699/jnk.v6i3.art.p389- 395.
RISKESDAS (2018) ‘Riset Kesehatan Dasar 2018’, kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Teja, M. (2019) ‘Stunting Balita Indonesia Dan Penanggulangannya’, Pusat
Penelitian Badan Keahlian DPR RI, XI(22), pp. 13–18. Available at:
https://www.google.com/url?sa=t &source=web&rct=j&url=http://b
erkas.dpr.go.id/puslit/files/info_si ngkat/Info Singkat-XI-22-IIP3DI-
November-2019- 242.pdf&ved=2ahUKEwiO--
id5ZLsAhXTdn0KHYXlBRIQFj ABegQIBRAF&usg=AOvVaw2D
WRt-VuQVaP3CynNVmTok
https://stunting.go.id/bantu-turunkan-stunting-mahasiswa-ui-ciptakan-aplikasi-pintar-
pemantau-balita/

Anda mungkin juga menyukai