PENANGGULANGAN STUNTING
DISUSUN OLEH :
FERBELA VALLEMORIN
HANNY TRI ANYSHA PINEM
YUNITA ANGGRAINI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting adalah suatu kondisi pada seorang yang memiliki panjang atau tinggi
badan kurang jika dibandingkan dengan umurnya. (Oktavia, 2020). Stunting adalah
kondisi tinggi badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada
umunya atau yang seusia (Atikah, Rahayu, 2018). Kasus stunting merupakan
permasalahan global dan tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut (Hoffman et al,
2000; Bloem et al, 2013). Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan
(growth faltering) akibat akumulasi ketidak cukupannutrisi yang berlangsung lama
mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Mustika & Syamsul, 2018). Tinggi badan
merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status gizi
seseorang. Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi) dalam
jangka waktu yang lama (kronis). Masalah malnutrisi di Indonesia merupakan
masalah kesehatan yang belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah. Hal ini
terbukti dari data- data survei dan penelitian seperti Riset Kesehatan Dasar
(2018)yang menyatakan bahwa prevalensi stunting severe (sangat pendek) di
Indonesia adalah 19,3%, lebih tinggi dibanding tahun 2013 (19,2%) dan tahun 2007
(18%).
Bila dilihat prevalensi stunting secara keseluruhan baik yang mild maupun
severe (pendek dan sangat pendek), maka prevalensinya sebesar 30,8% (MKes(Epid),
2020). Laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 menunjukkan penurunan
prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama 5 tahun, yaitu dari 37,2%
(2013) menjadi 30,8% (2018). Proporsi status gizi; pendek dansangat pendek pada
seseorang, mencapai 29,9% atau lebih tinggi dibandingkan target rencana
pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2019 sebesar 28% (Untung et al.,
2021).
Dari hasil Studi status gizi Indonesia (SSGI) yang dilaksanakan tahun 2019
prevlensi stunting di Indonesia sebesar 27,6% . Sedangkan di Provinsi Bali sebesar
14,4% dan jika melihat persentase stunting di provinsi Bali tahun 2020 sebesar 6,1%,
Persentase di kabupaten Jembrana (2,3%), Tabanan (8,0%), Badung (6,1), Gianyar
(4,8), Klungkung (7,3%), Bangli (6,3%), Karangasem (10,8%), Buleleng (7,2%), dan
Denpasar (1,5%). Persentase stunting di provinsi Bali mengalami penurunan bila
dibandingkan hasil Riskesdas 2018 dan studi status gizi indonesia (SSGI) 2019
(Provinsi Bali, 2020). Torlesse H,.2016 menyatakan Stunting merupakan masalah
kesehatan yang harus diperhatikan dan ditangani sejak dini, karena berdampak sangat
panjang untuk kehidupan seseorang. Kejadian stunting merupakan suatu proses
komulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak – kanak dan sepanjang siklus
kehidupan. (Boucot & Poinar Jr., 2018).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Pengertian Stunting
Stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit 2 SD
dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi refrensi
internasional. Tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau tubuh anak lebih pendek
dibandingkan dengan anak-anak lain seumurnya merupakan definisi stunting yang
ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai dengan umur anak
(WHO, 2006). Stunting dapat diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak.
Administrative Committee on Coordination/Sub Committee on Nutrition
(ACC/SCN) tahun 2000, diagnosis stunting dapat diketahui melalui indeks
antopometri tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang
dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka
panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai atau kesehatan. Stunting yaitu
pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari
pola makan yang buruk dan penyakit.
Stunting diartikan sebagai indicator status gizi TB/U sama dengan atau kurang
dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana
tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan ana-anak lain seumurnya, ini
merupakan indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan
gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi
(UNICEF II, 2009; WHO, 2006).
B. Dampak Stunting
Dampak stunting dibagi menjadi dua, yakni ada dampak jangka panjang dan
juga ada jangka pendek. Jangka pendek kejadian stunting yaitu terganggunya
perkembangan otak, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan gangguan metabolisme pada
tubuh. Sedangkan untuk jangka panjangnya yaitu mudah sakit, munculnya penyakit
diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan, kanker, stroke,
disabilitas pada usia tua, dan kualitas kerja yang kurang baik sehingga membuat
produktivitas menjadi rendah (Kemenkes RI, 2016).
Kejadian stunting menjadi salah satu masalah yang terbilang serius jika
dikaitan dengan adanya angka kesakitan dan kematian yang besar, kejadian obesitas,
buruknya perkembangan kognitif, dan tingkat produktivitas pendapatan yang rendah.
Berbagai permasalahan ini sangat mudah ditemukan di negara – negara berkembang
seperti Indinesia (Unicef, 2007).
Stunting pada anak yang harus disadari yaitu rusaknya fungsi kognitif
sehingga anak dengan stunting mengalami permasalahan dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Stunting pada anak ini juga menjadi
faktor risiko terhadap kematian, perkembangan motorik yang rendah, kemampuan
berbahasa yang rendah, dan ketidakseimbangan fungsional (Anwar dkk, 2014).
C. Penyebab Stunting
Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulaif menurut beberapa
penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus
kehidupan. Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan stunting
terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan
oleh faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian
stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak
langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor
budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008; Bappenas,
2013).
a. Faktor langsung
1) Asupan gizi balita
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita
akan mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Balita yang
mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan
asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai
dengan perkembangannya. Namun apabila intervensinya terlambat
balita tidak akan dapat mengejar keterlambatan pertumbuhannya yang
disebut dengan gagal tumbuh. Balita yang normal kemungkinan terjadi
gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak mencukupi.
Penelitian yang menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa
konsumsi energi balita berpengaruh terhadap kejadian balita pendek,
selain itu pada level rumah tangga konsumsi energi rumah tangga di
bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya anak balita pendek
(Sihadi dan Djaiman, 2011).
2) Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung
stunting, Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi
tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit infeksi akan memperburuk
keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang
gizi akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Untuk itu penanganan
terhadap penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin akan membantu
perbaikan gizi dengan diiimbangi pemenuhan asupan yang sesuai
dengan kebutuhan anak balita. Penyakit infeksi yang sering diderita
balita seperti cacingan, Infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), diare
dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu
pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan
hidup dan perilaku sehat (Bappenas, 2013). Ada beberapa penelitian
yang meneliti tentang hubungan penyakit infeksi dengan stunting yang
menyatakan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian
stunting pada anak umur dibawah 5 tahun (Paudel et al, 2012)
Pentingnya peran ibu rumah tangga tidak hanya pada pendidikan anak,
tetapi juga meliputi peranannya terhadap kondisi kesejahteraan keluarga.
Keterlibatan ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga
merupakan fenomena yang tidak asing lagi di kehidupan masyarakat. Ibu
memiliki peran penting dalam pemenuhan gizi anak melalui penyelenggaraan
makan keluarga.
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI (2018). Cegah Stunting Dengan Perbaikan Pola Makan, Pola Asuh dan
Sanitasi. Available at: http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatanp2ptm/subdit-penyakit-
diabetes-melitus-dangangguanmetabolik/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-
makan-pola-asuh-dansanitasi
Listyarini, A. D., Fatmawati, Y., Savitri, I., Studi, P., Keperawatan, I., Cendekia, S.,
& Kudus, U. (2020). Edukasi gizi ibu hamil dengan media booklet sebagai upaya
tindakan pencegahan stunting pada balita di wilayah kerja puskesmas undaan
kabupaten kudus. http://jpk.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id
Martina, S. E., & Siregar, R. (2020). Deteksi Dini Stunting Dalam Upaya Pencegahan
Stunting Pada Balita Di Desa Durin Tonggal, Pancur Batu, Sumatera Utara. Jurnal
Abdimas Mutiara, 1(1), 42-47.
Nurfatimah, N., Anakoda, P., Ramadhan, K., Entoh, C., Sitorus, S. B. M., &
Longgupa, L. W. (2021). Perilaku Pencegahan Stunting pada Ibu Hamil. Poltekita :
Jurnal Ilmu Kesehatan, 15(2), 97–104. https://doi.org/10.33860p/jik.v15i2.475
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Anggraini, L. (2018). Study guide-stunting
dan upaya pencegahannya. Yogyakarta: Penerbit CV Mine.
Zain, G., & Kurniasari, R. (2023). Literature Review: Pengaruh Bentuk Media
Edukasi Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu dalam Upaya Pencegahan
Stunting pada Anak: Literature Review: The Influence of Nutrition Education
Media Forms on Increasing Mother's Knowledge to Prevent Stunting in
Children. JURNAL GIZI DAN KESEHATAN, 15(1), 131-139.