Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

Penangana Stunting

Disusun Oleh:

KURNIATI

PO.71241220303

Dosen Pengampu : Dra Nenny Heryani, M.Kes

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN ALIH JENJANG

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN AJARAN 2022


2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga kani dapat menyelesaikan tugas
makalah Stunting tanpa mengalami suatu hambatan yang berarti.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Demi
pengembangan kreatifitas kami dan kesempurnaan makalah ini, kami menunggu
saran dari pembaca, baik dari segi isi, istilah serta pemaparannya. Harapan kami
semoga kami dapat memperbaiki kekurangan tersebut.

Penyusun

3
Daftar Isi

2.8. Penatalaksaan ............................................................................................................. 21


Pengobatan pada stunting antara lain : .............................................................................. 21
2.9 Peran perawat pada anak stunting .............................................................................. 22
2.10. Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting............................................................. 24
BAB III............................................................................................................................. 29
PENUTUP........................................................................................................................ 29
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 29
3.2 Saran ........................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 31

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Balita pendek (stunting) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan

sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang

atau tinggi badan. Stunting dapat di diagnosis melalui indeks antropometri

tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang

dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi

jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai. Stunting merupakan

pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai

akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN,

2000).

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada

kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa

individu yang stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari

berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan penyakit. Stunting akan

mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual

akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh

Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan

dengan gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian. Di

Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini

berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan

Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang

mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara

5
nasional prevalensi kependekan pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia

adalah 3 terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan 20 % pendek.

6
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian stunting ?

2. Apa saja penyebab stunting ?

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting ?

4. Bagaimana penilaian Stunting secara Antropometri ?

5. Apa dampak stunting ?

6. Bagaimana cara mencegah stunting ?

7. Apa penanggulangan dan pencegahan stunting pada bayi ?

8. Apa saja pengobatan pada stunting ?

9. Apa saja peran perawat dalam stunting?

C. Tujuan penulisan

1. Untuk menjelaskan pengertian sunting.

2. Untuk mengetahui penyebab stunting.

3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting.

4. Untuk mengetahui bagaimana penilaian pada stunting secara

Atropometri.

5. Untuk mengetahui dampak stunting.

6. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah stunting.

7. Untuk mengetahui cara penanggulangan dan pencegahan stunting

pada bayi.

8. Untuk mengetahui pengobatan pada stunting.

9. Untuk mengetahui peran perawat dalam stunting

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Stunting

Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak

yang tumbuh tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek).

Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga

melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan

populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan

dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh

anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya

(MCN, 2009). Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur

(2SD), ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang

mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan

sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis atau

kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator

jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.

8
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi

badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai

pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka

panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting

merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetic

sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN,

2000). Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama

dengan atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-

rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan

dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah

indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan

gambaran gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan

keadaan sosial ekonomi.

Prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita)

Indonesia pada 2015 sebesar 36,4%. Artinya lebih dari sepertiga atau

sekitar 8,8 juta balita mengalami masalah gizi di mana tinggi badannya di

bawah standar sesuai usianya. Stunting tersebut berada di atas ambang

yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Prevalensi stunting/kerdil balita

Indonesia ini terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos

yang mencapai 43,8%. Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG)

2017, balita yang mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka

tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8%

kategori pendek. Dalam 1.000 hari pertama sebenarnya merupakan usia

emas bayi tetapi kenyataannya masih banyak balita usia 0-59 bulan

9
pertama justru mengalami masalah gizi.Guna menekan masalah gizi balita,

pemerintah melakukan gerakan nasional pencegahan stunting dan

kerjasama kemitraan multi sektor. Tim Nasional Percepatan

Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K) menerapkan 160 kabupaten prioritas

penurunan stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,

terdapat 15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%.

Namun, berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang

mengalami stunting tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari

9,8% masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Dalam

1.000 hari pertama sebenarnya merupakan usia emas bayi tetapi

kenyataannya masih banyak balita usia 0-59 bulan pertama justru

mengalami masalah gizi. Guna menekan masalah gizi balita, pemerintah

melakukan gerakan nasional pencegahan stunting dan kerjasama

kemitraan multi sektor. Tim Nasional Percepatan Penanggulanan

Kemiskinan (TNP2K) menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan

stunting. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat

15 kabupaten/kota dengan prevalensi stunting di atas 50%.

B. Penyebab Stunting

Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak

merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa

kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan

proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted

terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan

selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan

10
kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil

dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine

growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi,

dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.

Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan

disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit

infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta

mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada

anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan

pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and

Gillespie, 2001). Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh

satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh

banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama

lainnnya.

Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :

1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi

dalam makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan

air).

2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),

3. Riwayat penyakit.

C. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting

Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain

kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek

pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi

11
stunted meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam

dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu

mencerminkan standar gizi dan kesehatan.

Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted

dan pengaruhnya antara lain sebagai berikut :

1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia

enam bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua

tahun. Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka

panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak

mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak-

anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted

cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari

sekolah dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini

memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam

kehidupannya dimasa yang akan datang.

2. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan

anak. Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu

pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted

adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan

tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan.

Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan stunted

mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan

rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah

12
keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan

komunitas pedesaan.

3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang.

Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang

hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa

remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted

dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,

sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR.

Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung

menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar

meninggal saat melahirkan.

D. Penilaian Stunting secara Antropometri

Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara

pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak

usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh,

sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk

tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang

digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi.

Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan

berat badan (Gibson, 2005).

Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan

rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini

membandingkan pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi

13
atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Z-

score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan antara nilai

individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk usia/tinggi yang

sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa

keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk mengiidentifikasi nilai

yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan perbedaan usia, juga

memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistik dari

pengukuran antropometri.

Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur

(stunted) adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi

anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam

menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunted sesuai dengan ”Cut off

point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita

berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U) Standar baku WHO-

NCHS berikut (Sumber WHO 2006).

2.5. Dampak Stunting

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ),

sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan

sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan

menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat

penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat

mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting

berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada

kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga

14
akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang

tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya

pendek.

Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko

meningkatnya angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan

motorik yang rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen

& Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada

masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan

sulit diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi

dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga

beberapa zat gizi mikro.

E. Cara Mencegah Stunting

Mencegah Stunting pada Balita

Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani

masalah gizi di masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus

bekerja keras untuk menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9%

agar target MD’s tahun 2014 tercapai yang berdampak pada turunnya

prevalensi gizi kurang pada balita kita.

Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan

bertambahnya umur, namun pertambahan tinggi badan relatif kurang

sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Jika terjadi gangguan

pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar pertumbuhan

tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia

sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya. Maka peluang besar

15
untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah

faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita usia subur (WUS),

ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang dengan

tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta

terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat.

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin

dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi

bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang

cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau

kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja

sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan

pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas

selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi

berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat

kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan

pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau

pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis

untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat

dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting.

Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi

lingkungan dan penyediaan sarana prasarana dan akses keluarga terhadap

sumber air terlindung, serta pemukiman yang layak. Juga meningkatkan

akses keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila sakit

melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.

16
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan

dan kemampuan dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya,

sehingga anak berada dalam keadaan status gizi yang baik. Mempermudah

akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan informasi tentang

kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh

setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam mencegah

terjadinya balita stunting.

F. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi

a. Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi

Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari

pertama kehidupan, yaitu:

1. Pada ibu hamil

Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik

dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang

baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau

telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan

makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu

mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan.

Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.

2. Pada saat bayi lahir

Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir

melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6

bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).

3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun

17
4. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI

(MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2

tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia,

imunisasi dasar lengkap.

· b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi

1. Kebutuhan gizi masa hamil

Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan

gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme

tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan segala proses

dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan

gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta,

uterus serta kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya

saja, bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa

terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah

makanan yang mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu

protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral untuk

membantu proses pertumbuhan itu.

2. Kebutuhan Gizi Ibu saat Menyusui

Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar

dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada

ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan

berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang

bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk

memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam ASI. Jika kekurangan

18
unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam

tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air

dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan

untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping

bisa juga ditambah dengan minum air buah.

3. Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan

Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu

(ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai

kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara

mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui

selama minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga

payudara benar-benar kosong. Apabila hal ini dilakukan tanpa

membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara akan

memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter

perhari.

4. Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun

Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat

tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai mengeksplorasi

lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat, lari

dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering

mengalami gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks

seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi

seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini ASI tetap

diberikan. Pada masa ini berikan juga makanan keluarga secara

19
bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi makanan harus

diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap,

bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini

hanya asi yang terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping

5. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)

a. Kalsium

Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan

darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium antara lain :

ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.

b. Yodium

Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid

mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan

makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.

c. Zink

Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi

kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan

makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.

d. Zat Besi

Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,

dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan,

kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.

e. Asam Folat

20
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan

pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah

anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-

kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

G. Penatalaksaan

Pengobatan pada stunting antara lain :


a. Kalsium

Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi,

pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber

kalsium antara lain ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-

kacangan.

b. Yodium

Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid

mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan.

Bahan makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.

c. Zink

Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka,

fungsi kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki.

Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-

kacangan.

d. Zat Besi

21
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan

otak, dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati,

telur, ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.

e. Asam Folat

Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan

pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah

anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-

kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

H. Peran perawat pada anak stunting

a. Pemberi perawatan

Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan

keperawatan kepada individu, keluarga,kelompok atau masyarakat

sesuai dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat

sederhana sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai

pemberi perawatan adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan

dasar seperti memberi makan, membantu pasien melakukan ambulasi

dini.

b. Sebagai Advocat keluarga

Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk

memebantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi

dari berbagai pemberi pelayanan dan informasi yang diperlukan untuk

mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan

yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga

dapat ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur

22
tindakan pengukuran pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan

pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang,

akibat dari gizi yang tidak memadai.

c. Pendidik

Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran

ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga

kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam

keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku

merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat

harus bisa berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat. Memberi penyuluhan kesehatan tentang

penanganan stunting (bayi pendek) merupakan salah satu contoh peran

perawat sebagai pendidik ( health educator ).

d. Konseling

Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola

interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan

pola interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan

keperawatan. Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam

mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa

lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan,

mengubah perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).

23
I. Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting
Selama ini pemerintah sudah berusaha mengurangi Gizi buruk,

terutama pertumbuhan yang terhambat, merupakan sebuah masalah

kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Untuk mengatasi

tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif di tahun 2012 untuk

menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi. Ini meliputi

peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN)

dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif,

rencana nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine,

panduan tentang pencegahan dan pengendalian parasit intestinal dan

panduan tentang suplementasi multi-nutrient perempuan dan anak di

Klaten, Jawa Tengah.

Manajemen masyarakat tentang gizi buruk akut dan pemberian

makan bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket holistic untuk

menangani gizi buruk, sementara pengendalian gizi anak dan malaria

ditangani bersama untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat

(stunting) (Laporan Tahuna Unicef Indonesia, 2012). Untuk membantu

pemerintah dalam melakukan perbaikan gizi pada balita Stunting,

menurut Unicef Indonesia perhatian khusus harus diberikan pada:

Penciptaan dan penguatan mekanisme koordinasi nasional dan

daerah untuk mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Pangan dan

Gizi, dan untuk melakukan koordinasi dengan sektor-sektor non-gizi.

Pengembangan, pemantauan dan penegakan peraturan nasional untuk

mengawasi pemasaran produk pengganti ASI. Revisi standar minimal

pelayanan kesehatan untuk mencakup aksi-aksi dan sasaran gizi,seperti

24
aksi-aksi yang berhubungan dengan konseling gizi, makanan pendamping

ASI dan gizi ibu.

Penguatan sistem informasi kesehatan untuk meningkatkan

keandalan data, promosi pengawasan suportif terhadap program kesehatan

dan gizi, dan promosi penggunaan data oleh petugas kesehatan secara

terus-menerus untuk meningkatkan dampak program. Penguatan program

fortifikasi pangan nasional dengan memperbarui standar fortifikasiuntuk

terigu, pengharusan fortifikasi minyak, dan peningkatan penegakan

legislasi yang ada; tentang iodisasi garam. Implementasi langkah-langkah

untuk merekrut, mengembangkan dan mempertahankan ahli gizi yang

memenuhi syarat, termasuk insentif bagi mereka yang bekerja di daerah-

daerah yang kurang terlayani.

Strategi nasional percepatan pencegahan stunting adalah melalui

intervensi gizi spesifik, intervensi gizi sensitif dan enabling-evironment

(lingkungan yang mendukung). Intervensi gizi spesifik menyumbang

sebesar 30% dalam menurunkan kasus stunting, intervensi ini ditunjukan

kepada rumah tangga pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK),

dilakukan oleh sektor kesehatan, bersifat jangka pendek, dan hasilnya

dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Sedangkan, intervensi gizi

sensitif menyumbang sebesar 70% dalam menurunkan angka stunting,

dilakukan oleh sektor di luar kesehatan, dan sasarannya adalah masyarakat

umum. Serta, lingkungan yang mendukung, ditujukan untuk faktor-faktor

mendasar yang berhubungan dengan status gizi seperti pemerintah,

pendapatan dan kesetaraan.

25
Posyandu merupakan garda utama pelayanan kesehatan bayi dan

balita di masyarakat. Sesuai dengan tujuan dibentuknya posyandu adalah

untuk percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

Kematian Bayi (AKB) melalui pemberdayaan masyarakat, maka sasaran

kegiatan posyandu tidak hanya anak balita saja, tetapi juga mulai dari ibu

hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas. Kegiatan yang dilakukan di posyandu

terfokus pada pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga

Berencana (KB), imunisasi, gizi dan pencegahan serta penanggulangan

diare.

Peran posyandu dalam penanggulangan stunting di Indonesia

sangatlah penting, khususnya upaya pencegahan stunting pada masa balita.

Melalui pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang

dilakukan satu bulan sekali melalui pengisian kurva KMS, balita yang

mengalami permasalahan pertumbuhan dapat dideteksi sedini mungkin,

sehingga tidak jatuh pada permasalah pertumbuhan kronis atau stunting.

Balita yang dideteksi mengalami gangguan pertumbuhan tentunya

segera ditindaklanjuti melalui rujukan ke fasilitas kesehatan

Puskesmas/rumah sakit, atau segera mendapatkan Konseling, Informasi

dan Edukasi (KIE) terkait penatalaksanaan gangguan pertumbuhan yang

dialaminya oleh petugas atau kader posyandu, dan diberikan Pemberian

Makanan Tambahan (PMT). Anak yang berpotensi mengalami stunting,

tentunya akan mendapatkan evaluasi untuk dicari faktor penyebab dan

risiko. Analisis faktor penyebab tentunya memerlukan peran lintas sektor

dan program, oleh karena itu balita yang memiliki potensi gangguan

26
pertumbuhan selanjutnya akan dilakukan kunjungan rumah untuk menilai

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, termasuk faktor keluarga

dan lingkungan.

Selain kegiatan pemantauan tumbuh kembang, juga disediakan

kegiatan-kegiatan yang bersifat diseminasi informasi tentang gizi

seimbang dan ASI eksklusif di posyandu, di antaranya adalah kegiatan

Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu), pemberian makanan bayi dan anak

(PMBA), atau Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang bertujuan meningkatkan

pengetahuan, sikap dan perilaku positif ibu balita dalam mencegah

stunting pada balitanya.

Keseluruhan kegiatan tersebut merupakan suatu bentuk

pemberdayaan masyarakat yang merangkum pelayanan kesehatan secara

cycle of life, dimulai dari proses kehamilan yang berkualitas, Program

Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), pemberikan

ASI eksklusif (termasuk Inisiasi Menyusu Dini), serta pemberian MP-ASI

yang adekuat. Selain itu, di posyandu terdapat kegiatan Layanan Rehidrasi

Oral Aktif (LROA), yaitu layanan pencegahan dehidrasi pada balita yang

mengalami diare. Bentuk layanan LROA berupa pemberian oralit, tablet

zinc selama 10 hari dan edukasi tentang diare dan bahaya dehidrasi pada

balita. Seperti yang sudah diketahui, bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kejadian diare (terutama yang berulang) dengan kejadian stunting

pada anak balita.

Pelaksanaan posyandu yang efektif sesuai dengan petunjuk teknis

tentunya akan menurunkan kejadian stunting pada balita, terutama

27
optimalisasi di langkah IV dan V posyandu, yaitu pemberian penyuluhan

kesehatan oleh kader dan pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan.

Namun, pencapaian indikator kinerja Posyandu di Indonesia masih belum

maksimal di antaranya adalah rendahnya jumlah kunjungan balita ke

Posyandu.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat orangtua

membawa balitanya ke posyandu, terutama di daerah perkotaan karena

faktor kesibukan atau ketidaktahuan orangtua terkait kegiatan di posyandu.

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya revitalisasi lintas program dan

sektoral dalam meningkatkan kinerja posyandu di wilayah, sehingga

posyandu secara nyata dapat mendorong penanggulangan stunting di

Indonesia.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak

yang tumbuh tidak sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek).

Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan

kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang

berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu

makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak, riwayat Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) dan riwayat penyakit. Untuk menentukan

stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi

badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Adapun

Standarisasi pengukuran dari WHO menggunakan pengukuran standar

deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak-

anak.

Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ),

sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan

sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan

menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat

penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat

mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting

berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada

kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga

akan menjadi beban negara

29
Pantauan Status Gizi (PSG) 2017, balita yang mengalami stunting

tercatat sebesar 26,6%. Angka tersebut terdiri dari 9,8% masuk kategori

sangat pendek dan 19,8% kategori pendek. Perawat sebagai tenaga

kesehatan yang profesional diharapkan dapat menjadi pemberi perawatan

yang baik, sebagai advokat keluarga yang memiliki anak dengan masalah

Stunting dan juga sebagai pendidik dapat memberikan konseling yang

dapat memecahkan masalah pada keluarga sehingga kejadian stunting

diindonesia berkurang.

B. Saran
Tim Nasional Percepatan Penanggulanan Kemiskinan (TNP2K)

menerapkan 160 kabupaten prioritas penurunan stunting. Berdasarkan

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, terdapat 15 kabupaten/kota

dengan prevalensi stunting di atas 50%. Bukan hal yang mudah untuk

menaklukan itu semua. Anak dengan stunting semakin tahun semakin

meningkat, terutama didaerah terpencil. Bukan karena belum terjamah

tenaga kesehatan, para Perawat, Bidan, dokter telah berusaha keras

mungkin, peran dan keejasama keluarga terutama Ibu juga sangat berarti

dan peran dari semua pihak bisa membantu untuk harapan kita dalam

mengurangi angka kejadian anak stunting di Indonesia dapat terwujud.

30
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Tahunan Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef


Indonesia.Oktober 2012.
Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan
Dasar 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Cegah Stunting Dengan Pola
Makan, Pola Asuh, Dan Sanitasi.
Hidayah, F. 2013. Asi Ekslusif Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 6-24 Bulan di Kota Yogyakarta. Jurnal Universitas Gadjah

31

Anda mungkin juga menyukai