Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini membahas (1) latar belakang, (2) rumuan masalah, (3) tujuan, dan
(4) manfaat. Berikut ini penjelasan masing-masing subbahasan tersebut.

1.1 Latar Belakang

Perawakan pendek (stunting) adalah suatu kondisi ketika anak


mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan tubuhnya lebih
pendek daripada teman-teman seusianya. Hal ini disebabkan karena tidak
tercukupinya asupan gizi anak bahkan sejak dalam kandungan. Menurut WHO
Indonesia tercatat 7,8 dari 23 juta balita merupakan penderita stunting. Stunting
harus benar-benar di perhatikan dan harus segera ditangani oleh pemerintah.
Selain peran pemerintah tingkat pengetahuan masyarakat tentang stunting juga
harus ditingkatkan sehingga banyak orang tua terutama ibu dapat mencegah hal
tersebut. Oleh karena itu makalah ini dibuat agar masyarakat dapat mendapat
pengetahuan penting mengenai stunting sehingga pengetahuan masyarakat
terutama ibu meningkat dan masalah stunting ini dapat dicegah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perawakan pendek (stunting)?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan kejadian perawakan pendek


(stunting)?

3. Bagaimana upaya penanggulangan kejadian perawakan pendek


(stunting)?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perawakan pendek


(stunting)

2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kejadian


perawakan pendek (stunting)

3. Untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulangan kejadian


perawakan pendek (stunting)

1.4 Manfaat

1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan perawakan pendek


(stunting)

2. Dapat mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan kejadian


perawakan pendek (stunting)

3. Dapat mengetahui bagaimana upaya penanggulangan kejadian


perawakan pendek (stunting)

2
BAB II

PEMBAHASAN

Bab ini membahas (1) Pengertian stunting, (2) factor penyebab gizi, dan
(3) upaya penanggulangan gizi. Berikut penjelasan masing-masing subbahasan
tersebut.

2.1 Pengertian stunting

Salah satu akibat anak yang mengalami kekurangan gizi dalam waktu yang
lama adalah gagal tumbuh, yaitu stunting. Stunting adalah kondisi pertumbuhan
yang gagal pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) karena kekurangan gizi
kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (TNP2K,2017:5). Wulandari
(2017) menyatakan bahwa stunting pada balita merupakan faktor yang
menyebabkan meningkatnya risiko angka kematian, kemampuan kognitif
menurun dan perkembangan motorik rendah dan juga fungsi-fungsi tubuh tidak
seimbang. Maka dari itu stunting merupakan salah satu hal yang harus segera
ditangani dengan serius oleh pemerintah.

2.2 Faktor penyebab kejadian stunting

Faktor pertama yang mengindikasikan stunting adalah ketika balita dengan


panjang badan lahir kurang dari 48 cm maka akan beresiko mengalami stunting
4,091 kali lebih besar daripada balita dengan panjang badan lahir normal. Panjang
badan yang berada di bawah rata-rata disebabkan karena telah teretradasi
pertumbuhan saat berada di dalam kandungan. Retradasi pertumbuhan yang telah
terjadi di dalam kandungan menunjukkan status gizinya kurang (Ni’mah &
Nadhiroh, 2015). Pernyataan tersebut di perkuat dengan penilitian yang dilakukan
oleh Ernawati dkk, (2013) yang menyatakan bahwa panjang badan lahir balita dan

3
asupan protein Ibu hamil adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap kejadian
anak bertubuh pendek pada saat anak berusia 12 bulan.

Pemberian ASI juga berpengaruh pada resiko stunting. Berdasarkan


pemberian ASI dapat diketahui bahwa anak balita yang tidak diberikan ASI
eksklusif oleh ibunya lebih banyak mengalami stunting jika di bandingkan dengan
keadaan gizi anak balita normal. Sebaliknya anak balita yang diberikan ASI
eksklusif oleh ibunya proporsi anak balita yang terkena stunting lebih sedikit bila
dibandingkan dengan keadaaan gizi anak yang normal (Al-Rahmad 2013).
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Astari dkk (2006) yang menyatakan bahwa
konsumsi MP-ASI lebih banyak mempengaruhi kecukupan energi dan zat gizi
anak yang berusia sekitar 6-12 bulan sehingga konsumsi MP_ASI yang rendah
merupakan salah satu faktor yang ,menyebabkan asupan energi dan zat gizi
menjadi rendah yang dapat menyebabkan stunting.
Stunting juga di pengaruhi oleh asupan besi dan zinc. Zinc merupakan zat
gizi esensial, dengan adanya zinc dalam tubuh akan sangat mempengaruhi fungsi
kekebalan tubuh, sehingga zinc sangat berperan untuk pencegahan infeksi
bermacam-macam bakteri patogen. Berdasarkan penelitian yang sudah ada,
kekurangan zinc pada anak balita menyebabkan terjadinya stunting dan fungsi
seksual mengalami keterlambatan. Selain itu kekurangan juga dapat
meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas (Anindita, 2012). Pemberian
suplementasi besi dan seng akan memberikan efek bagus terhadap pertumbuhan
anak terutama yang mengalami stunting, sehingga pememberian asupan zat besi
dan seng patut diperhatikan (Kusudaryati, 2013). Ketika balita kekurangan zat Zn
mempunyai risiko 2,67 kali lebih besar terhadap kejadian stunting (Hidayati dkk,
2010). Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, pemberian asupan zinc patut
diperhatikan agar terhindar dari berbagai macam penyakit terutama stunting pada
balita.

Faktor yang lain adalah faktor lingkungan kejadian stunting pada balita
berhubungan dengan pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan
ketersediaan pangan di keluarga dan sanitas lingkungan. Ayah dengan pendidikan
dasar dapat meningkatkan resiko stunting 4,37 kali dan ibu dengan pendidikan

4
dasar 3,02 kali lebih besar. Pengetahuan ibu terhadap stunting dengan tingkat
pendidikan rendah berpeluang 5,1 kali lebih tinggi untuk mempunyai anak
berumur 6-23 bulan mengalami stunting (Rahayu & Khairiyati, 2014). Karena ibu
dengan berpendidikan rendah akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak
dapat beresiko mengalami stunting.Maka dari itu untuk meningkatkan
pengetahuan responden diharapkan ibu-ibu tersebut aktif mengikuti penyuluhan
dan kegiatan kesehatan lainnya agar informasi dan edukasi (KIE) mengenai gizi
seimbang meningkat. Karena tanpa pengetahuan tentang gizi terlebih mengenai
stunting pada anak balita akan lebih sulit mengubah perilaku ibu untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan balita maupun kesehatan ibu itu sendiri
(Wulandari, 2017). Pendapatan, dan ketersediaan pangan keluarga yang rendah
juga dapat meningkatkan resiko terjadinya stunting (Kusumawati dkk, 2015).

Pendapatan dengan kejadian stunting memiliki hubungan yaitu pendapatan


dengan kejadian stunting memperlihatkan bahwa pada kelompok stunting lebih
banyak pendapatannya berada dibawah UMR sebanyak 67 responden (35,8%) ,
sedangkan yang pendapatannya diatas UMR hanya sedikit yakni sebanyak 45
orang (22%) (Ngaisyah, 2015)

Di daerah pedesaan tingkat kecukupan kalsium terhadap kejadian stunting


pada anak balita menunjukkan hubungan yang jelas dan sebaliknya terjadi di
daerah perkotaan. Hal tersebut terjadi karena factor lain seperti cara pengolahan
makanan yang bisa mempengaruhi kandungan kalsium dalam makanan seperti
dalam pembuatan susu. Di pedesaan banyak ditemui cara pengolahan makanan
yang kurang baik. Proses pengolahan dapat mempengaruhi kelarutan mineral dan
gizi bahan pangan karena terjadi kerusakan oleh panas sehingga menurunkan nilai
gizi. Kekurangan kalsium dapat mengganggu pertumbuhan anak (Aridiyah, 2015).

Selain itu anak yang dilahirkan dari ibu yang pendek memiliki peluang
lebih besar untuk tumbuh stunting. Tinggi badan ibu ternyata merupakan faktor
yang berhubungan deengan tinggi badan anaknya kelak. Akan tetapi ada banyak
hal lain yang dapat mempengaruhi kejadian stunting yang utama seperti interaksi
antara genetik dan faktor lingkungan balita (Amin & Julia, 2014)

5
2.3 Upaya penanggulangan

Untuk menanggulangi hal tersebut Ni’mah & Muniroh (2015) menyatakan


bahwa seharusnya Dinas Kesehatan melakukan upaya untuk meningkatkan
pengetahuan tentang gizi dan pentingnya gizi seimbang untuk balita dengan
sasaranya adalah ibu hamil melalui sosialisasi rutin. Upaya ini diharapkan dapat
menjaga gizi optimal pada balita sebelum sampai sesudah melahirkan sehingga
tidak mengalami kekurangan gizi.

6
BAB III

PENUTUP

Bab ini membahas (kesimpulan) dan (2) saran. Berikut ini penjelasan
masing-masing tersebut.

3.1 Kesimpulan

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diketahui bahwa salah satu


bentuk dari kelainan gizi (malnutrisi) adalah stunting yang banyak terjadi di
Indonesia. Jika di biarkan begitu saja maka angka kematian dan kemampuan
kognitif di Indonesia akan semakin menurun. Bahkan dapat menyebabkan kondisi
ekonomi dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia juga menurun. Dengan
begitu turun tangan pemerintah untuk menanggulangi masalah kekurangan gisi
(stunting) ini sangat di butuhkan, hal tersebut dilakukan demi masa depan bangsa
Indonesia yang sehat dan cerah.

3.2 Saran

Maka dari itu pemerintah disarankan untuk lebih meningkatkan kegiatan


sosialisai di masyarakat seperti melalui PKK, poster, maupun berupa iklan di
televisi sehingga masyarakat dapat menerima informasi tersebut.

7
DAFTAR RUJUKAN

Al-Rahmad, A.H., Ampera, M dan Abdul, H. 2013. Kajian Stunting pada Anak
Balita Ditinjau Dari Pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI, Status Imunisasi dan
Karakteristik Keluarga di Kota Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Ilmiah
Nasuwakes. Vol 6. (http://nasuwakesaceh.ac.id/gudang/file/pdf/jurnal-pdf-
8j3ofmBubGZcnDrd.pdf). diakses 09 September 2018.
Amin, A.N., & Madrina, J. 2014. Faktor Sosiodemografi dan Tinggi Badan
Orang Tua Serta Hubungannya dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 6-
23 Bulan. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol 2.
(http://ejournal.almaata.ac.id/ index.php/ IJND/article/view/299/271). diakses
09 September 2018.
Anindita, P. 2012. HubunganTingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
Kecukupan Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6-35
Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 1. (http://download.garuda.ristekdikti.go.id/ article.php?
article= 73881
&val=4700&title=HUBUNGAN%20%20TINGKAT%20PENDIDIKAN%20
IBU,%20PENDAPATAN%20KELUARGA,%20KECUKUPAN%20PROTE
IN%20&%20ZINC%20DENGAN%20STUNTING%20(PENDEK)%20PAD
A%20BALITA%20USIA%206%20%C3%A2%C2%80%C2%93%2035%20
BULAN%20DI%20KECAMATAN%20TEMBALANG%20KOTA%20SEM
ARANG). diakses 09 September 2018.
Aridiyah, O.F., Ninna, R & Mury, R. 2015. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan.
Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol 3. (http://download.garuda .ristekdikti .go.id/
article .
php?article=431528&val=5039&title=Faktorfaktor%20yang%20Mempengar
uhi%20Kejadian%20Stunting%20pada%20Anak%20Balita%20di%20Wilay
ah%20Pedesaan%20dan%20Perkotaan%20(The%20Factors%20Affecting%2
0Stunting%20on%20Toddlers%20in%20Rural%20and%20Urban%20Areas).
diakses 09 September 2018.
Astari, L.D., Amini, N., & Cesilia, M.D. 2006. Hubungan ASI dan MP-ASI Serta
Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan di Kabupaten Bogor. Jurnal Media
Gizi dan Keluarga. (https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/
123456789/41885/Hubungan%20Konsumsi%20Asi%20%26%20MP-
Asi.pdf?sequence=1&isAllowed=y). diakses 09 September 2018.
Ernawati, F., Yuniar, R & Yurista, P. 2013. Pengaruh Asupan Protein Ibu Hamil
dan Panjang Badan Bayi Lahir Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia
12 Bulan di Kabupaten Bogor. Penelitian Gizi dan Makanan. Vol 36.(http://
ejournal.litbang.kemkes.go.id/ index.php/pgm/article/view/3388/3381).
diakses 09 September 2018.
Hidayati, L., Hamam, H., & Amitya, K. 2010. Kekurangan Energi dan Zat Gizi
Merupakan Faktor Risiko Kejadian Stunted Pada Anak Usia 1-3 Tahun yang

8
Tinggal di Wilayah Kumuh Perkotaan Surakarta. Jurnal Kesehatan. Vol 3.
(https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/2315/10.%2
0LISTYANI%20H.pdf?sequence=1&isAllowed=y). diakses 09 September
2018.
Kusudaryati, D.P.D. 2013. Kekurangan Asupan Besi dan Seng Sebagai Faktor
Penyebab Stunting Pada Anak. Profesi. Volume 10. (https://
ejournal.stikespku.ac.id/index.php/mpp/article/view/66/57). diakses 09
September 2018.
Kusumawati, E., Setiyowati, R & Hesti, P.S. 2015. Model Pengendalian Faktor
Risiko Stunting pada Anak Usia di Bawah Tiga tahun. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. Vol 9. (http://jurnalkesmas.ui.ac.id/ kesmas/ article
/view/ 572/456). diakses 09 September 2018.
Ngaisyah, D. 2015. Hubungan Sosial Ekonomi dengan Kejadian Stunting Pada
Balita di Desa Kanigoro, Saptosari, Gunung Kidul. Jurnal Medika Respati.
Vol X. (http://medika.respati.ac.id/ index.php/ Medika/article/view/105/101).
diakses 09 September 2018.
Ni’mah, K & Siti, R.N. 2015. Faktor yangBerhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Balita. Jurnal Media Gizi Indonesia. Vol 10. (https://e-
journal.unair.ac.id/MGI/article/view/3117/2264). diakses 09 September 2018.
Ni’mah, C & Lailatul, M. 2015. Hubungan Tingkat Pendidikan,
TingkatPengetahuan dan Pola Asuh Ibu dengan Wasting dan Stunting pada
Balita Keluarga Miskin. Media Gizi Indonesia. Vol 10. (http:// download
.garuda .ristekdikti.go .id/
article.php?article=467532&val=8230&title=HUBUNGAN%20TINGKAT%
20PENDIDIKAN,%20TINGKAT%20PENGETAHUAN%20DAN%20POL
A%20ASUH%20IBU%20DENGAN%20WASTING%20DAN%20STUNTI
NG%20PADA%20BALITA%20KELUARGA%20MISKIN). diakses 09
September 2018.
Rahayu, A & Laily, K. 2014. Risiko Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Pada Anak 6-23 Bulan. Penel Gii Makan. Vol 37. (http://
ejournal.litbang.depkes.go.id/ index.php/pgm/article/view/4016/3833).
diakses 09 September 2018.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100
Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta
Pusat.
Wulandari. 2017. Faktor yang Mempengaruhi Stunting pada Balita. (http://
repository.unmuhpnk.ac.id/236/1/JURNAL%20WULANDARI%201.pdf).
diakses 09 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai