Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerdil (Stunting) pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak balita
(bawah 5 Tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu
pendek untuk usianya. Kekurangan gizi kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan
hingga usia dua tahun. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan
seyogyanya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan
fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan (TNP2K 2017).
Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu
masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Data prevalensi balita stunting
yang dikumpulkan World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia
termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia
Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di
Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018
menunjukkan penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama
periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Sedangkan untuk balita
berstatus normal terjadi peningkatan dari 48,6% (2013) menjadi 57,8% (2018).
Secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. Situasi ini jika tidak diatasi dapat
memengaruhi kinerja pembangunan Indonesia baik yang menyangkut pertumbuhan
ekonomi, kemiskinan dan ketimpangan (TNP2K 2017). Pengalaman dan bukti
internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi
dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP
(Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%.
Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality,
sehingga mengurangi 10% Jurnal Dinamika Pemerintahan Vol.2, No. 2 (Agustus 2019)
Hal. 152-168 154 dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan
antargenerasi (TNP2K 2017).
Oleh sebab itu penanggulangan stunting sangat penting dan menjadi program
pemerintah untuk mengurangi angka stunting di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah bagaimana cara
mencegah masalah stunting yang terjadi pada anak balita.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk membrikan pengetahuan kepada sasaran mengenai cara mencegah stunting
pada balita.
2. Tujuan Khusus
Memberikan informasi mengenai stunting yang terdiri dari :
a. Defenisi Stunting
b. Penyebab stunting 
c. Faktor yang mempengaruhi trjadinya stunting 
d. Dampak stuntig
e. Penatalaksanaan
f. Cara mencegah stunting 
g. Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting

D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Stunting
Stunting merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak
sesuai dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah
keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median
panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting
adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana
tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN,
2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan    terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan
sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting  dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal
untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan
penyakit (Riskesdas) 2018.
Stunting  didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan atau
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan
dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak. Ini adalah
indikator kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran
gizi pada masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
B. Penyebab Stunting
Menurut beberapa penelitian (Agustina,2014) kejadian stunted pada anak merupakan
suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan
sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada
anak dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung
yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu
hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth
retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan
oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam

makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).


2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),

3. Riwayat penyakit.

C. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting


Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi
dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak
sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya
usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan
anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan.

D. Dampak stunting
Dampak stunting Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia
(IQ)sehingga prestasi belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah bila
mencari pekerjaan, peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dantidak
mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah dan tidak dapat
mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak

E. Penatalaksaan
Pengobatan pada stunting antara lain :
1. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta
gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsiumantara
lain : ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.2.
2. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroidmengatur
metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.Yodium juga penting untuk
mencegah gondok dan kekerdilan. Bahanmakanan sumber yodium : ikan laut,
udang, dan kerang.
3. Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka,fungsi kekebalan
dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahanmakanan sumber zink : hati,
kerang, telur dan kacang-kacangan.
4. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhanotak, dan
metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur,ikan, kacang-
kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
5. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel,
memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia.Sumber asam folat antara
lain : bayam, lobak, kacang-kacangan, serealiadan sayur-sayuran.

F. Cara Mencegah Stunting pada Balita


Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di
masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk
menurunkan prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014
tercapai yang berdampak pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur,
namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam
waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka
untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,
sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya.

G. Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting


Selama ini pemerintah sudah berusaha mengurangi Gizi buruk, terutama pertumbuhan
yang terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif di
tahun 2012 untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi. Ini
meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN) dan
mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif, rencana
nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine, panduan tentang
pencegahan dan pengendalian parasit intestinal dan panduan tentang suplementasi
multi-nutrient perempuan dan anak di Klaten, Jawa Tengah.
Manajemen masyarakat tentang gizi buruk akut dan pemberian makan bayi dan anak
menjelma menjadi sebuah paket holistic untuk menangani gizi buruk, sementara
pengendalian gizi anak dan malaria ditangani bersama untuk mencegah pertumbuhan
yang terhambat (stunting) (Laporan Tahuna Unicef Indonesia, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Tahuna Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef


Indonesia.Oktober 2012.
Agustina, A. 2015. Faktor-faktor Risiko Kejadian Stunted pada Balita (24-59 bulan) di
Wilayah Kerja Puskesmas Sosial Palembang Tahun 2014.
Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar
2013.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai