Anda di halaman 1dari 48

Mencegah Stunting Sejak

Awal Kehamilan
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah


SWT Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan
hidayahNya akhirnya buku dengan judul
“Mencegah Stunting Sejak Awal Kehamilan”
ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini Tim Bina Desa
Fakultas Keperawatan Universitas Riau tahun
2022 sebagai penyusun mengucapkan terima
kasih yang tulus kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam penyelesaian buku
ini, terkhusus yang terhormat Dosen
Pembimbing Lapangan yaitu Dr. Ns.
Misrawati, M.Kep., Sp.Mat yang telah
memberikan dukungan dan memfasilitasi
pengabdian kami.

i
Kami menyadari bahwa buku ini
masih belum sempurna, oleh karena itu kami
mohon kritik serta saran yang membangun
demi kesempurnaan buku ini. Buku ini
bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Penyusun

Tim Bina Desa

ii
A. Konsep Stunting
Stunting adalah kondisi ketika
anak lebih pendek dibandingkan
anak-anak lain seusianya, atau
dengan kata lain, tinggi badan anak
berada di bawah standar. Standar
yang dipakai sebagai acuan adalah
kurva pertumbuhan yang dibuat oleh
Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Stunting pada anak merupakan
masalah gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu lama. Asupan gizi kurang
terjadi karena asupan makanan tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi
(Nurul Imani, 2020).
Stunting adalah kondisi gagal
tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis sehingga

1
anak menjadi terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi
sejak bayi dalam kandungan dan
pada masa awal setelah anak lahir,
tetapi baru nampak setelah anak
berusia 2 tahun (Kementerian
Keuangan RI, 2018).
Hasil dari Riset Kesehatan
Dasar menunjukkan, besaran
masalah stunting relatif stagnan
sejak tahun 2007 hingga 2013 dan
dari 33 provinsi yang ada di
Indonesia, lebih dari separuhnya
memiliki angka prevalensi diatas
rata-rata nasional (Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan,
2013). Sedangkan berdasarkan hasil
pemantauan status gizi (PSG)
diketahui pada tahun 2015

2
ditemukan sebesar 29% balita
mengalami stunting dan pada tahun
2017 ditemukan sebesar 29,6%
balita mengalami stunting
(Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan RI,
2017).
Dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN, prevalensi stunting
di Indonesia berada pada kelompok
high prevalence, sama halnya
dengan negara Kamboja dan
Myanmar (Bloemdkk, 2013). Dari
556 juta balita di negara
berkembang 178 juta anak (32%)
bertubuh pendek (Black dkk, 2008).
Berdasarkan kelompok umur pada
balita, semakin bertambah umur
balita prevalensi stunting semakin

3
meningkat. Prevalensi stunting
paling tinggi terjadi pada usia 24-35
bulan yaitu sebesar 42%. Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin Stunting
lebih banyak terjadi pada anak laki-
laki (38,1%) dibandingkan dengan
anak perempuan (36,2%).

B. Konsep 1000 Hari Pertama dalam


Kehidupan
Periode 1000 Hari Pertama
Kehidupan (HPK) dimulai sejak 270
hari masa kehamilan ditambah
dengan 730 hari (2 tahun) setelah
seorang anak dilahirkan. Periode
1000 HPK sering disebut Window
of Opportunities atau sering disebut
sebagai periode emas (golden
period) yang didasarkan pada fakta

4
bahwa pada masa janin sampai anak
usia dua tahun terjadi proses tumbuh
kembang yang sangat cepat dan
tidak terjadi pada kelompok usia
lain. Pemenuhan asupan gizi pada
1000 HPK anak sangat penting. Jika
pada usia tersebut anak
mendapatkan asupan gizi yang
optimal maka penurunan status gizi
anak bisa dicegah sejak awal
(Rahayu et al., 2018).
Kebutuhan gizi dan kesehatan
harus terpenuhi dengan optimal
untuk mendukung terciptanya
generasi yang berkualitas di
Indonesia. Asupan gizi yang tidak
optimal pada masa 1000 HPK
berperan meningkatkan beban
masalah gizi ganda dan penyakit

5
kronis di masa depan (Husnah,
2017). Disamping itu, kualitas
sumber daya manusia akan
terhambat akibat rendahnya
kemampuan kognitif pada jangka
panjang sehingga masalah ini harus
seegera diatasi dengan berbagai
upaya yang tepat (Puspita et al.,
2021).
Pada fase ini perkembangan
fungsi otak terjadi sangat pesat
dibandingkan dengan fase
kehidupan lainnya (Putra & Pintari,
2019). Perkembangan janin akan
menyesuaikan diri dengan asupan
gizi selama kehamilan.
Perkembangan fungsi otak
berlangsung secara optimal sejak
masa embrio dan melambat pada

6
usia di atas 2 tahun (Nefy et al.,
2019).
Otak bayi yang baru dilahirkan
memiliki fungsi 25% dari otak orang
dewasa dan 70-80% pada anak usia
2 tahun. Kekurangan gizi pada
periode 1000 hari pertama
kehidupan ini akan berdampak pada
gangguan perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik, gangguan metabolisme dalam
tubuh dan anak menjadi mudah sakit
(Amdadi et al., 2021).
Upaya percepatan perbaikan
gizi harus dilakukan secara
komprehensif, spesifik dan sensitif
sehingga dapat berdampak positif
terhadap proses pertumbuhan dan

7
perkembangan anak pada masa emas
(Marni & Ratnasari, 2021).
Intervensi untuk perbaikan gizi
dapat dilakukan melalui upaya
edukasi kepada sasaran ibu hamil,
ibu menyusui dan balita 0-24 bulan
(Pakpahan, 2020; S & Jati, 2018).
Pemberian program edukasi
mengacu pada rekomendasi
Kementerian Kesehatan sesuai
dengan standar emas Pemberian
Makan Bayi dan Anak (PMBA)
sebagai strategi guna mendukung
percepatan perbaikan gizi
masyarakat Indonesia yang
diprioritaskan pada 1000 hari
pertama kehidupan. Strategi ini
meliputi: (1)Inisiasi Menyusui Dini
(IMD) pada bayi baru lahir;

8
(2)Pemberian ASI eksklusif sejak
bayi lahir sampai usia 6 bulan;
(3)Pemberian Makanan Pendamping
Air Susu Ibu (MPASI) mulai usia 6
bulan; dan (4)Melanjutkan
pemberian ASI sampai anak berusia
2 tahun atau lebih (Mohammad et
al., 2020; Sirajuddin et al., 2013).
Pemenuhan gizi yang optimal
selama 1.000 hari pertama
kehidupan dapat memberikan
kesempatan bagi anak untuk hidup
lebih lama, lebih sehat, dan lebih
produktif, serta menurunkan risiko
penyakit degeneratif seperti penyakit
gula darah, stroke, jantung koroner,
obesitas, dan sebagainya di usia
dewasa. Saatnya orang tua
meningkatkan kesadaran dan

9
wawasan bahwa kelahiran anak
bukan awal perhatian yang harus
diberikan, awal kehamilan
merupakan titik nol perhatian
terhadap anak, terutama dalam
menjaga keterjaminan asupan ketika
Ibu sedang dalam masa kehamilan,
hingga setidaknya 1.000 hari
berikutnya. Para ahli menyatakan
bahwa periode usia anak di bwah 2
tahun dikenal sebagai “periode
emas” atau “Window of
Opportunity”. Dengan begitu, jika
ingin mendapatkan generasi yang
sehat dan kuat, maka skala prioritas
1.000 hari pertama kehidupan
dimulai saat anak masih dalam
kandungan (Andri Priyatna & Uray
B. Asnol, 2014).

10
Kekurangan gizi pada awal
kehidupan anak akan berdampak
pada kualitas sumber daya
manuasia. Anak yang berada pada
kondisi kurang gizi akan tumbuh
lebih pendek (berat badan lahir
rendah) dan berpengaruh terhadap
perkembangan kognitif
(perkembangan kecerdasan anak
sejalan dengan perkembangan
usianya), dan kemungkinan
keberhasilan pendidikan, serta
menurunkan produktivitas pada usia
dewasa. Selain itu, kondisi gizi
kurang atau gizi buruk dapat
menjadi penyebab dasar kematian
pada bayi dan anak (Andri Priyatna,
2014).

11
C. Konsep Pencegahan Stunting
dalam 1000 Hari Pertama
Kehidupan
1. Pencegahan Stunting dalam
Masa Kehamilan
Kejadian stunting dapat
dicegah salah satunya dengan
pemenuhan kebutuhan zat gizi
bagi ibu hamil. Kehamilan
merupakan periode penting
dalam pembentukan kualitas
sumber daya manusia di masa
yang akan datang.
Pertumbuhan, perkembangan
serta kesehatan anak sangat
ditentukan oleh kondisi janin

12
saat di dalam kandungan. Di
Negara berkembang termasuk
Indonesia masalah gizi masih
merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama.
Rendahnya status gizi ibu
hamil selama kehamilan dapat
mengakibatkan berbagai
dampak tidak baik bagi ibu dan
bayi (Goni, 2013).
Pemenuhan kebutuhan
nutrisi ini berkaitan erat dengan
tinggi rendahnya pengetahuan
ibu hamil tentang gizi. Hal
tersebut menunjukkan bahwa
peningkatan pengetahuan ibu
hamil termasuk tentang gizi
sangat penting agar ibu hamil
lebih memperhatikan

13
kondisinya saat hamil terutama
makanan yang dikonsumsi
untuk mencegah kejadian
stunting. Selain tentang
pemenuhan gizi, ibu juga perlu
mengetahui tentang bagaimana
penyiapan makanan dengan
benar agar zat gizi dan
kebersihannya terjaga dengan
baik. Selain itu, faktor sanitasi
dan kebersihan lingkungan
berpengaruh untuk kesehatan
ibu hamil dan tumbuh kembang
anak. Rendahnya sanitasi dan
kebiasaan menyiapkan
makanan yang salah
menyebabkan asupan gizi
makin rendah. Pentingnya
pengetahuan tentang gizi ibu

14
hamil dan bagaimana
menyiapkan makanan yang
benar dapat diperoleh dari
petugas kesehatan (bidan) saat
dilakukan kelas ibu hamil.
Kelas ibu hamil merupakan
sarana belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil dalam
bentuk tatap muka dalam
kelompok yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan ibu mengenai
kehamilan, perawatan
kehamilan, persalinan, nifas,
serta bayi baru lahir. Dengan
adanya kelas ibu hamil, ibu
dapat mengetahui tentang
pengaturan gizi saat hamil yang
secara langsung meningkatkan

15
pengetahuan ibu tentang
pencegahan stunting (Goni,
2013).
Dalam kesehariannya, ibu
hamil dapat melakukan model
nutrisi 5J untuk kehamilan,
yaitu melakukan asupan nutrisi
kehamilan berupa paket
pemenuhan kebutuhan nutrisi
ibu hamil yang meliputi:
(1)jumlah kalori; (2)jadwal
makan; (3)jenis makanan;
(4)jalur pemberian nutrisi; dan
(5)penjagaan terhadap
pelaksanaan. Secara jumlah,
ibu hamil membutuhkan
minimal 35 kkal/kg/hari
dengan jadwal  makan 3 kali
makan besar dan 3 kali makan

16
kecil. Jenis makanan yang
dibutuhkan ibu hamil meliputi
nutrisi makro yang dapat terdiri
dari 4 jenis lauk protein perhari
(protein hewani yang berbeda
tiap makan ditambah protein
nabati) dan nutrisi mikro dari
berbagai jenis bahan makanan.
Kebutuhan jenis makanan
ini berbeda tiap trimesternya.
Pada trimester satu, tidak
diperlukan nutrisi dalam
jumlah besar namun diperlukan
nutrisi lengkap (beragam jenis),
terutama asam lemak dan asam
amino esensial. Poin penting
selanjutnya adalah jalur
pengganti yaitu cara bagaimana
makanan dapat masuk ke tubuh

17
ibu hamil yang pada akhirnya
disalurkan ke janin. Jalur
pengganti ini digunakan untuk
dua tujuan, yaitu pemeliharaan
dan koreksi/terapi. Semua hal
di atas dalam pelaksanaannya
sering kali sulit dilakukan
sehingga dibutuhkan upaya
penjagaan yang disesuaikan
dengan rekomendasi nutrisi
kehamilan (Wibawa, 2021).
Pemenuhan nutrisi pada ibu
hamil penting dalam mencegah
stunting, namun hal ini tidak
bisa berdiri sendiri. Pendekatan
terintegrasi perlu dilakukan
dalam upaya pencegahan
stunting. Wanita hamil yang
mengalami infeksi baik

18
bergejala maupun
asimptomatik dapat
menyebabkan retardasi
pertumbuhan. Pajanan terhadap
agen penyebab infeksi
subklinis ini biasanya dapat
mengganggu pertumbuhan.
Kombinasi antara intervensi
nutrisi yang tepat dapat juga
mempengaruhi penyakit infeksi
pada ibu hamil. Nutrisi yang
adekuat dapat memperkuat
sistem kekebalan tubuh.
Memberikan nutrisi dalam
jumlah ekstra untuk
mengimbangi efek infeksi juga
dapat dilakukan untuk
mengejar pertumbuhan,
mencegah nafsu makan yang

19
buruk akibat kekurangan nutrisi
dan mendukung pertumbuhan
bakteri baik yang bermanfaat
dalam meningkatkan fungsi
usus dan mempertahankan
kekebalan (Dewey,2016)
Edukasi dan intervensi
pada ibu hamil mengenai
pencegahan stunting sejak awal
masa kehamilan dinilai dapat
mengurangi angka stunting di
Indonesia. Tingginya
pemahaman ibu selama masa
kehamilan tentang nutrisi yang
baik dikonsumsi selama masa
kehamilan dapat mengurangi
pertumbuhan janin yang
terhambat. Selain itu, ibu juga
perlu melakukan pola hidup

20
bersih dan sehat serta
melakukan sanitasi yang baik
sehingga mengurangi pajanan
terhadap mikroorganisme
penyebab infeksi. Infeksi pada
ibu hamil ini berisiko
menyebabkan adanya
persalinan preterm yang pada
akhirnya juga dapat
meningkatkan risiko stunting
kelak. Untuk mencegah
stunting tersebut maka ibu
hamil perlu memastikan
kecukupan nutrisi yang sesuai
dengan kebutuhannya selama
masa kehamilan dan perlu rutin
melakukan pemeriksaan di
tenaga kesehatan agar dapat
mendeteksi kemungkinan

21
infeksi yang dialami sehingga
dapat mencegah infeksi
berlanjut hingga akhirnya
menyebabkan stunting.

2. Pencegahan Stunting Setelah


Melahirkan
a) Periode Bayi
Ada dua hal penting
dalam periode ini yaitu
melakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan
pemberian Air Susu Ibu
(ASI) secara eksklusif.
Inisiasi menyusu dini
adalah memberikan
kesempatan kepada bayi
baru lahir untuk menyusu
sendiri pada ibunya dalam

22
satu jampertama
kelahirannya. Dalam 1 jam
kehidupan pertamanya
setelah dilahirkan ke dunia,
pastikan mendapatkan
kesempatan untuk
melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD).
IMD adalah proses
meletakkan bayi baru lahir
pada dada atau perut sang
ibu agar bayi secara alami
dapat mencari sendiri
sumber air susu ibu (ASI)
dan menyusu. Sangat
bermanfaat karena bayi
akan mendapatkan
kolostrumyang terdapat
pada tetes ASI pertama ibu

23
yang kaya akan zat
kekebalan tubuh. Tidak
hanya bagi bayi, IMD juga
sangat bermanfaat bagi Ibu
karena membantu
mempercepat proses
pemulihan pasca
persalinan. Meskipun
manfaatnya begitu besar,
banyak ibu yang tidak
berhasil mendapatkan
kesempatan IMD, karena
kurangnya pengetahuan dan
dukungan dari lingkungan
(Kemenkes RI, 2017).
Dengan dilakukannya
IMD maka kesempatan
bayi untuk mendapat
kolostrum semakin besar.

24
Kolustrummerupakan ASI
terbaik yang keluar pada
hari ke 0-5 setelah bayi
lahir yang mengandung
antibodi (zat kekebalan)
yang melindungi bayi dari
zat yang dapat
menimbulkan alergi atau
infeksi (Handy, 2010).
ASI eksklusif adalah
pemberian ASI setelah lahir
sampai bayi berumur 6
bulan tanpa pemberian
makanan lain. Beberapa
faktor yang menyebabkan
terjadinya kegagalan
pemberian ASI Eksklusif
antara lain adalah karena
kondisi bayi yaitu BBLR,

25
kelainan kongenital, terjadi
infeksi, dan lain-lain; serta
karena faktor dari kondisi
ibu yaitu
pembengkakan/abses
payudara, cemas dan
kurang percaya diri, ibu
kurang gizi, dan ibu ingin
bekerja. Selain itu,
kegagalan menyusui dapat
disebabkan oleh ibu yang
belum berpengalaman,
paritas, umur, status
perkawinan, merokok,
pengalaman menyusui yang
gagal, tidak ada dukungan
keluarga, kurang
pengetahuan, sikap, dan
keterampilan, faktor sosial

26
budaya dan petugas
kesehatan, rendahnya
pendidikan laktasi pada
saat prenatal dan kebijakan
rumah sakit yang tidak
mendukung laktasi atau
pemberian ASI Eksklusif.
WHO merekomendasikan
pemberian ASI Eksklusif
selama 6 bulan pertama dan
pemberian ASI diteruskan
hingga anak berusia 2 tahun
untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan
mengurangi risiko
kontaminasi dari
makanan/minuman selain
ASI Pemberian ASI
Eksklusif menurunkan

27
risiko infeksi saluran cerna,
otitis media, alergi,
kematian bayi, infeksi usus
besar dan usus halus
(inflammatory bowel
disease), penyakit celiac,
leukemia, limfoma,
obesitas, dan DM pada
masa yang akan datang.
Pemberian ASI Eksklusif
dan meneruskan pemberian
ASI hingga 2 tahun juga
dapat mempercepat
pengembalian status gizi
ibu, menurunkan risiko
obesitas, hipertensi,
rematoid artritis, kanker
payudara ibu.

28
Usia 0–2 tahun atau usia
bawah tiga tahun (batita)
merupakan periode emas
(golden age) untuk
pertumbuhan dan
perkembangan anak, karena
pada masa tersebut terjadi
pertumbuhan yang sangat
pesat. Periode 1000 hari
pertama sering disebut
window of opportunities
atau periode emas ini
didasarkan pada kenyataan
bahwa pada masa janin
sampai anak usia dua tahun
terjadi proses tumbuh-
kembang yang sangat cepat
dan tidak terjadi pada
kelompok usia lain. Gagal

29
tumbuh pada periode ini
akan mempengaruhi status
gizi dan kesehatan pada
usia dewasa. Oleh karena
itu perlu dilakukan upaya-
upaya pencegahan masalah
stunting ini mengingat
tingginya prevalensi
stunting di Indonesia.
Pemerintah telah
menetapkan kebijakan
pencegahan stunting,
melalui Keputusan Presiden
Nomor 42 tahun 2013
tentang Gerakan Nasional
Peningkatan Percepatan
Gizi dengan fokus pada
kelompok usia pertama
1000 hari kehidupan, yaitu

30
sevagai berikut: (Kemenkes
RI, 2013).
1) Ibu hamil mendapat
Tablet Tambah Darah
(TTD) minimal 90
tablet selama
kehamilan
2) Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) ibu
hamil
3) Pemenuhan gizi
4) Persalinan dengan
dokter atau bidan yang
ahli

31
5) Pemberian Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
6) Pemberian Air Susu
Ibu (ASI) secara
eksklusif pada bayi
hingga usia 6 bulan
7) Memberikan Makanan
Pendamping ASI
(MP-ASI) untuk bayi
diatas 6 bulan hingga
2 tahun
8) Pemberian imunisasi
dasar lengkap dan
vitamin A

32
9) Pemantauan
pertumbuhan balita di
posyandu terdekat
10) Penerapan Perilaku
Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
Selain itu, pemerintah
menyelenggarakan pula
PKGBM yaitu Proyek
Kesehatan dan Gizi
Berbasis Masyarakat untuk
mencegah stunting.
PKGBM adalah program
yang komprehensif dan
berkelanjutan untuk
mencegah stunting di area

33
tertentu. Dengan tujuan
program sebagai berikut:
1) Mengurangi dan
mencegah berat badan
lahir rendah, kurang
gizi, dan stunting pada
anak – anak
2) Meningkatkan
pendapatan rumah
tangga/keluarga
dengan penghematan
biaya, pertumbuhan
produkstifitas dan
pendapatan lebih
tinggi.

34
b) Periode Anak
Pada tahun 2010,
sebuah gerakan global yang
disebut Scaling-Up
Nutrition (SUN)
diluncurkan, berdasarkan
prinsip dasar bahwa setiap
warga negara berhak untuk
mengakses makanan yang
cukup dan bergizi. Pada
tahun 2012, pemerintah
Indonesia bergabung
dengan gerakan tersebut
dan menyusun kerangka
kerja untuk dua intervensi
utama stunting. Kerangka
intervensi stunting

35
kemudian diterjemahkan ke
dalam berbagai program
yang dilaksanakan oleh
kementerian dan lembaga
terkait (K/L). Kerangka
intervensi stunting yang
diterapkan oleh pemerintah
Indonesia dibagi menjadi
dua komponen: intervensi
gizi sensitif dan intervensi
gizi spesifik.
Kerangka intervensi
kedua untuk pengendalian
yang direncanakan oleh
pemerintah adalah
Intervensi Diet Sensitif.
Kerangka kerja ini, yang
idealnya
diimplementasikan melalui

36
berbagai kegiatan
pembangunan di luar sektor
kesehatan, berkontribusi
terhadap 70% intervensi
stunting. Kelompok sasaran
intervensi gizi khusus
adalah masyarakat umum
dan secara khusus tidak
termasuk ibu hamil dan
anak kecil usia 1.000
hari/HPK. Kegiatan yang
berkaitan dengan intervensi
sensitif diet dapat
dilakukan melalui beberapa
kegiatan. Kegiatan tersebut
umumnya merupakan
kegiatan makro dan
dilakukan lintas
kementerian dan lembaga.

37
Kerangka intervensi gizi
khusus umumnya
diterapkan di sektor
kesehatan. Intervensi ini
juga bersifat jangka pendek
dan hasilnya dapat dicatat
dalam waktu yang relatif
singkat. Kegiatan yang
idealnya dilakukan untuk
melaksanakan intervensi
gizi tertentu dapat
dikelompokkan menjadi
beberapa intervensi kunci.
Salah satunya adalah
intervensi gizi khusus
untuk ibu menyusui dan
anak usia 7 sampai 23
bulan. Intervensi ini
meliputi kegiatan yang

38
mendorong pemberian ASI
sampai anak/bayi berusia
23 bulan. Kemudian,
setelah bayi berusia di atas
6 bulan, pemberian
makanan tambahan, obat
cacing, suplementasi zinc,
diet fortifikasi zat besi,
perlindungan malaria,
imunisasi lengkap,
Mencegah dan mengobati
diare.

39
DAFTAR PUSTAKA

Amdadi, Z. A., Sabur, F., & Afriani, A.


(2021). Edukasi Tentang 1000 Hari
Pertama Kehidupan Terhadap
Pengetahuan Ibu Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tamalate Makassar.
Media Kesehatan Politeknik
Kesehatan Makassar, 16(1), 29.
Handy, F. (2010) Panduan Menyusui &
Makanan Sehat Bayi. Jakarta: Pustaka
Bunda.
Husnah, H. (2017). Nutrisi Pada 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Jurnal

40
Kedokteran Syiah Kuala, 17(3), 179-
183.https://doi.org/10.24815/jks.v17i3
.9065
Imani, Nurul. (2020). Stunting pada Anak:
Kenali dan Cegah Sejak Dini.
Yogyakarta: Hikam Media Utama.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Warta
Kesmas: Gizi Investasi Masa Depan
Bangsa. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kemiskinan, T. N. P. P. (2017). 100
Kabupaten/Kota Prioritas Untuk
Intervensi Anak Kerdil (Stunting).
Jakarta: Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.

41
Marni, M., & Ratnasari, N. Y. (2021).
Penyuluhan Pencegahan Risiko
Stunting 1000 Hari Pertama
Kehidupan pada Generasi Muda.
Indonesian Journal of Community
Services, 3(2), 116.
https://doi.org/10.30659/ijocs.3.2.116-
125
Mohammad, F., Ahmad, F., Nana, S. E.,
Alibbirwin, & Raflizar. (2020).
Hubungan PMBA, Pengetahuan Gizi,
Asupan Makan dan Status Penyakit
Infeksi dengan Status Gizi Balita.
Jurnal Riset Gizi, 8(2), 90–94.

42
http://ejournal.poltekkessmg.ac.id/ojs/i
ndex.php/jrg/article/view/6273/2008
Nefy, N., Lipoeto, N. I., & Edison, E. (2019).
Implementasi Gerakan 1000 Hari
Pertama Kehidupan DI Kabupaten
Pasaman 2017. Media Gizi Indonesia,
14(2), 186.
https://doi.org/10.20473/mgi.v14i2.18
6-196
Pakpahan, S. (2020). Penyuluhan dan
Pelatihan Stimulasi Periode Emas
Anak 1000 HPK di Wilayah
Puskesmas Sipoholon, Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2019. Jurnal
Nasional Pengabdian Masyarakat,

43
1(1), 125–131.
https://doi.org/10.47747/pengabdianke
padamasyarakat.v1i1.106
Priyatna, A, Asnol, U, B. (2014). 1000 Hari
Pertama Kehidupan. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Puspita, L., Umar, M. Y., & Wardani, P. K.
(2021). Pencegahan Stunting Melalui
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Ungu(ABDI KE UNGU), 3(1), 13–16.
http://journal.aisyahuniversity.ac.id/in
dex.php/Abdi/article/view/
stunting1000/stunting100 0

44
Putra, A., & Pintari, E. D. (2019). Fine Motor
Development in Early Childhood.
Jurnal Pendidikan Luar Sekolah
(PLS), 7(4), 464–468.
https://doi.org/10.24036/spektrumpls.v
7i4.109260
Rahayu, A., Rahman, F., Marlinae, L.,
Husaini, Meitria, Yulidasari, F.,
Rosadi, D., & Laily, N. (2018). Buku
Ajar Gizi 1000 Hari Pertama
Kehidupan. Bantul: CV Mine.
Zeni, et al. (2022). Stunting pada Anak.
Bandung: Media Sains Indonesia.

45

Anda mungkin juga menyukai