Anda di halaman 1dari 5

PENCEGAHAN STUNTING MELALUI PENGASUHAN DAN

STIMULASI ANAK USIA 0-2 TAHUN


Oleh : Yusdy, S.Pd (TK kuncup Pertiwi Mikuasi, Kab. Kolaka Utara , Provinsi Sulawesi
Tenggara)

1. JUDUL
“Pencegahan stunting melalui pengasuhan dan stimulasi anak usia 0-2 tahun”
2. LATAR BELAKANG
Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE / mikronutrien),
yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir, terkait dengan ukuran ibu,
gizi selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin. Menurut Sudiman dalam Ngaisyah,
stunting pada anak balita merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang dapat
memberikan gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa
lampau dan pada 2 tahun awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit
diperbaiki. Salah satu faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status
ekonomi orang tua dan ketahanan pangan keluarga. Status ekonomi orang tua dapat
dilihat berdasarkan pendapatan orang tua. Pendapatan keluarga merupakan pendapatan
total keluarga yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu hasil kepala keluarga, hasil
istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan per bulan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2015 menunjukkan bahwa pada
kelompok stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah UMR yakni sebanyak 67
responden (35,8%) , sedangkan yang memiliki pendapatan diatas UMR hanya sedikit
yakni sebanyak 45 orang (22%). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari et all.
tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang rendah merupakan faktor
resiko kejadian stunting pada balita 6-24 bulan. Anak dengan pendapatan keluarga yang
rendah memiliki resiko menjadi stunting sebesar 8,5 kali dibandingkan pada anak dengan
pendapatan tinggi. Rendahnya tingkat pendapatan secara tidak langsung akan
menyebabkan terjadinya stunting hal ini dikarenankan menurunnya daya beli pangan
baik secara kuantitas maupun kualitas atau terjadinya ketidaktahanan pangan dalam
keluarga.
Menurut Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 dan UU Pangan No 18 Tahun 2012
tentang Ketahanan Pangan, maka ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik
jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan konsumsi pangan yang cukup merupakan
syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga. Ketidaktahanan pangan
dapat digambarkan dari perubahan konsumsi pangan yang mengarah pada penurunan
kuantitas dan kualitas termasuk perubahan frekuensi konsumsi makanan pokok.
Ketahanan pangan keluarga erat hubungannya dengan ketersediaan pangan yang
merupakan salah satu faktor atau penyebab tidak langsung yang berpengaruh pada status
gizi anak. Gizi buruk menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada balita, sehingga
tinggi badan anak tidak sesuai dengan umurnya atau disebut dengan balita pendek atau
stunting.Berdasarkan hasil RISKESDAS pada tahun 2013 kasus stunting di Indonesia
mencapai (37,2 %).
3. URAIAN MATERI HASIL STUDI MENDALAM
Stunting atau sering disebut pendek adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi
kronis, terutama jika terjadi dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari
janin berada di kandungan hingga anak berusia dua tahun. Pendidik Anak Usia dini Yang
profesional, yang melihat perkembangan anak didik dan mengambil andil di dalamnya
dapat melakukan perencanaan pencegahan terhadap stunting pada anak usia dini.
Selain itu ada beberapa Faktor lain yang juga berkontribusi pada terjadinya stunting
adalah penyakit infeksi yang berulang, lingkungan yang buruk, kurangnya air bersih,
stimulasi (rangsangan) psikososial yang tidak memadai, termasuk kurangnya akses
terhadap layanan PAUD berkualitas, dan juga persepsi serta budaya masyarakat yang
tidak mendukung pencegahan stunting.
Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah anak
seusianya. Pendidik anak usia dini dapat mengetahui kategorisasi tinggi badan anak
yang ideal menurut usia dan jenis kelamin sebagaimana tercantum dalam buku KIA yang
diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.
Stunting tidak hanya menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang akan
berpengaruh pada tingkat kecerdasan saat ini dan produktivitas anak di masa dewasanya.
Guru pendidik anak usia dini perlu lebih proaktif dalam mengakses berbagai informasi
dan meningkatkan kesadaran tentang stunting. Di sisi lain, juga diperlukan peran
pemerintah dalam menyediakan layanan yang berkualitas di berbagai sektor demi
mencegah risiko stunting. Nah, jika dikaitkan dengan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), apa peran PAUD berkualitas untuk dapat mencegah stunting?
PAUD berkualitas sendiri terdiri dari empat elemen, yaitu; kualitas proses pembelajaran;
kemitraan atau kerja sama dengan orang tua; pemantauan pemenuhan layanan
Kesehatan, Gizi, Perlindungan, Pengasuhan & Kesejahteraan Anak atau yang dikenal
dengan PAUD HI (Holistik Integratif); serta kepemimpinan dan pengelolaan sumber
daya yang memungkinkan tiga hal sebelumnya terwujud – semuanya melalui kemitraan
dengan orang tua, kelompok masyarakat, serta unit pelayanan lain. Empat layanan
tersebut dipercaya mampu membantu pencegahan (prevensi) dan penanganan (mitigasi)
stunting pada anak. Aksi preventif atau pencegahan sebaiknya dilakukan sejak anak
dalam kandungan hingga kurang dari 2 tahun (1.000 hari pertama kehidupan). Sementara
tindakan mitigatif atau penanganan, dapat dilakukan pada anak mulai usia 0-2 tahun.
PAUD berkualitas dapat turut membantu dua upaya tersebut melalui beberapa hal,
seperti; melaksanakan kegiatan bermain-belajar yang memberikan stimulasi psikososial
dan perkembangan sesuai usia; menjadi simpul bagi layanan kesehatan dan gizi
(misalnya program pemberian makanan tambahan pada anak) melalui koordinasi dengan
unit lain seperti Posyandu, Bina Keluarga Balita (BKB) dan Puskesmas, serta menjadi
pusat pengasuhan dan perlindungan; juga mengembangkan Kelas Pengasuhan dan Kelas
Orang Tua. Kelas-kelas ini diharapkan dapat menguatkan pemahaman orang tua tentang
kualitas dan pola asuh yang tepat sehingga dapat membantu mencegah anak menjadi
stunting.
Mengenal PAUD Berkualitas Kondisi sarana dan prasarana satuan PAUD juga perlu
diperhatikan, seperti kondisi lingkungan, pembiasaan perilaku hidup yang bersih, sehat,
aman, dan nyaman, serta memastikan ketersediaan sanitasi yang baik dan air bersih yang
memadai. Tidak boleh dilupakan adalah pemberdayaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
yang memang menekankan pada pembinaan lingkungan sekolah sehat dan kemampuan
hidup sehat bagi warga sekolah. Lebih jauh, satuan PAUD diharapkan dapat mencatat
dan melaporkan anak baru lahir hingga 2 tahun yang terdeteksi stunting kepada pusat
layanan kesehatan atau Dinas Kesehatan setempat agar segera dapat diambil langkah
intervensi dini. Peran-peran yang dapat dilakukan oleh PAUD berkualitas di atas
diharapkan mampu membangkitkan kesadaran masyarakat dan semua pihak terkait
PAUD akan pentingnya layanan yang memadai untuk mendukung tumbuh kembang anak
yang optimal, demi mewujudkan Indonesia Bebas Stunting.
Layanan pencegahan stunting bagi anak usia dini di Lembaga PAUD
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai ada beberapa layanan yang dapat dilakukan oleh
tenaga kependidikan untuk mewujudkan anak usia dini hidup sehat dan terhindar dari
stunting. Beberapa layanan pencegahan stunting yang dapat di lakukan diantaranya :
a. Memantau perkembangan anak secara berkala.
b. Memberikan ASI ekslusif pada bayi hingga berusia 6 bulan.
c. Beri olahan protein hewani.
d. Imunisasi rutin.
e. Memakai jamban sehat.
f. Perilaku hidup bersih sehat.
g. Pendidikan gizi dan Kesehatan bagi anak ibu dan keluarga.
Pendidikan Gizi Bagi Anak Usia Dini (PGBAUD)
Pendidikan gizi penting untuk anak usia dini karena gizi meningkatkan pertumbuhan
perkembangan, Kesehatan serta kesejahteraan anak-anak dimasa yang akan datang.
Tingkat usia dini adalah masa yang mudah untuk menerapkan gizi yang baik. Gizi ini
bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik keseharian gizi anak-anak usia
dini. Anak usia dini mengerti tentang pentingnya gizi yang sehat dan seimbang, tetapi
dari kseharian mereka tidak mengamalkan makanan sehat dan seimbang karena ini lupa
dari pantauan mereka. Informasi ini sangat penting untuk orang tua, guru Pendidikan
anak usia dini, dan pengelolah PAUD bagi menentukan anak-anak mengamalkan gizi
yang sehat dan seimbang serta sikap yang positif dari gaya hidup sehat.
4. TUJUAN UMUM
1. Peserta mampu memamhami perannya dalam Upaya pencegahan stunting melalui
pengasuhan dan stimulasi bagi anak baru lahir sampai usia 2 tahun.
5. TUJUAN KHUSUS
1. Peserta mampu mengedintifikasi tahapan perkembangan anak baru lahir sampai usia 2
tahun berdasarkan aspek perkembangannya.
2. peserta mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi Kesehatan
dan gizi bagi anak baru lahir sampai usia 2 tahun.
3. peserta mampu memahami perannya dalam Upaya pencegahan stunting melalui
pengasuhan dan stimulasi bagi anak baru lahir sampai usia 2 tahun.

6. KESIMPULAN
Stunting yang sering disebut kerdil atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada
anak berusia dibawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi
berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yaitu dari janin
hingga anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi
badannya berada di bawah minus dua standard deviasi panjang atau tinggi anak
seumurnya. Penyebab dari masalah stunting berhubungan dengan empat faktor yaitu
akses terhadap pangan bergizi, praktek pemberian makanan bayi dan anak, akses
terhadap pelayanan kesehatan serta akses terhadap kesehatan lingkungan yang meliputi
tersedianya sarana air bersih dan sanitasi. Sedangkan penyebab tidak langsungnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi pendapatan dan kesenjangan ekonomi,
perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan, jaminan sosial, sistem kesehatan,
pembangunan pertanian, dan pemberdayaan perempuan.
Dampak dari stunting dalam jangka pendek menyebabkan gagal tumbuh, hambatan
perkembangan kognitif dan motoric dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh serta
gangguan metabolisme. Dalam jangka panjang stunting menyebabkan penurunan
kemampuan pelajaran di usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktivitas dimasa
dewasa. Selain itu, kekurangan gizi juga menyebabkan gangguan pertumbuhan (pendek
dan atau kurus) dan meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes melitus,
hipertensi, jantung coroner dan stroke. Data menunjukan bahwa penurunan prevalensi
stunting ditingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun yaitu dari 37,2% (tahun
2013) menjadi 30,8% (tahun 2018). Sedangkan, untuk Balita berstatus normal terjadi
peningkatan dari 48,6 % (tahun 2013) menjadi 57,8% (tahun 2018). Adapun sisanya
mengalami masalah gizi lain. Global Nutrition Report 2016 mencatat bahwa prevalensi
stunting di Indonesia berada pada peringkat 108 dari 132 negara. Di Kawasan Asia
Tenggara, prevalensi stunting di Indonesia merupakan tertinggi kedua setelah Negara
Cambodia.
Dalam Strategi Nasional (Stranas) Penurunan Stunting ditegaskan bahwa untuk
memastikan tercapainya target prevalensi stunting World Health Assembly (WHA) yaitu
menurunkan angka stunting sebanyak 40% dari prevalensi 2013 yaitu 22% pada tahun
2025. Terdapat tiga skenario permodelan pencegahan stunting untuk anak Indonesia
dibawah dua tahun (baduta) hingga tahun 2024. Skenario pertama, (pesimis) dengan
upaya yang dilakukan saat ini angka stunting baduta akan turun sekitar 1-1,5%. Skenario
kedua (moderat) dengan peningkatan upaya, angka stunting pada baduta akan turun
sebesar 1,5 – 2%, per tahun dan dapat mengatasi target WJA dan TPB . Skenario ketiga,
(optimis) dengan peningkatan upaya yang lebih optimis, angka stunting pada baduta akan
turun 2-2,5% per tahun.
5. REFERENSI/PERPUSTAKAAN.
Referensi/perpustakaan yang diambil dari penulisan studi mendalam yaitu
1. https://s.id/BahanAjar_BCP
2. Paudpedia.kemendikbud.go.id
3. P2ptm.kemenkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai